Potret Pendidikan Islam di Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

A. Potret Pendidikan Islam di Indonesia

pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Dengan pendidikanlah manusia dapat mengenal dan memposisikan manusia sebagai makhluk Tuhan yang istimewa. Bekal akal adalah keistemewaan tersendiri yang hanya dimiliki manusia daripada makhluk Tuhan yang lain. Dengan akal pulalah manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Islam adalah agama yang mempunyai tata aturan dan norma yang apabila hal tersebut dilakukan akan menjauhkan umatnya dari perilaku yang bertentangan dengan norma-norma agama dan sosial yang ada. Untuk menyebarkan aturan dan norma tersebut salah satunya lewat pelaksanaan pendidikan Islam. Di dalam pendidikan Islam terdapat tuntunan pendidikan nilai yang dalam hal ini disebut pendidikan akhlaq atau budi pekerti. Perdidikan nilai ini ter-cover dalam bingkai pendidikan Islam. Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya isan kamil sesuai dengan norma Islam. Konsep seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformalisasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, serta dengan alam sekitarnya secara baik positif dan kontruktif. Demikianlah manusia produk pendidikan Islam yang diharapkan prioritasnya menjadi khalifah fil ard Achmadi, 1992: 22. Dengan dilaksanakannya pendidikan Islam tersebut dimaksudkan sebagai upaya peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak mulia. Atau dengan kata lain, pendidikan Islam diharapkan mampu menginternalisasikan sikap nilai-nilai akhlak mulia kepada anak didik. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral, sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Disamping itu, bahwa pendidikan Islam harus mampu mengembangkan wawasan subyek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga menumbuhkan kreatifitas yang dapat melestarikan nilai- nilai insani dan menentukan jalan hidupnya. Adapun akhirnya mengarah kepada keberadaan diri anak didik, baik secara individual maupun sosial akan lebih bermakna Achmadi, 1992: 23. Dunia pendidikan Islam di Indonesia sekarang masih dihadapkan pada pelbagai persoalan, mulai dari rumusan tujuan pendidikan yang kurang dengan tuntutan perubahan gobal globalisasi, ketersedian sumber daya manusia SDM guru yang berkualitas, metode pengajaran, sampai persoalan kurikulum yang dijadikan acuan. Di pihak lain, sarana dan prasarana pendidikan masih jauh dari memadai karena anggaran biaya pendidikan masih relatif rendah. Akibatnya tingkat ketercukupan bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang bermutu masih sangat kurang. Tren globalisasi juga ikut menjadi faktor penting yang mempengaruhi tuntutan reformasi di dalam tubuh pendidikan Islam itu sendiri. Globalisasi juga melahirkan sebuah gaya hidup baru yang diwarnai oleh semangat persaingan. Gejala ini menuntut pendidikan Islam mau tidak mau mengikuti perubahan yang serba cepat tersebut. Dengan kata lain, mempertahankan status quo berarti membiarkan diri tertinggal oleh perubahan tersebut. Selain persoalan tersebut di atas, potret pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan adanya dikotomi dalam pendidikan. Dikotomi pendidikan telah memposisikan dua kubu pendidikan. Pertama, pendidikan umum yang memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. Kedua, pendidikan agama yang juga memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan Departemen Agama Depag Mu’arif, 2008: 28. Dua wajah pendidikan inilah yang telah mewarnai pendidikan di Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini. Disamping itu, salah satu kritik tentang pendidikan Islam ialah belum ditemukannya pengetahuan pedagogis agama yang memadai. Apa yang selama ini dilaksanakan di sekolah-sekolah tentang pendidikan agama mungkin tidak lebih hanya proses belajar mengajar agama. Itu mungkin juga lebih tepat disebut “transmisi pengetahuan agama”, melalui cara didaktis- metodis seperti halnya pengatahuan umum Abdurrahman, 1997: 239 Salah satu solusi yang ditawarkannya Moeslim Abdurrahman adalah meluruskan kembali filsafat pendidikan Islam, yang kemudian dijadikan dasar pengembangan cara-cara teknis pendidikan, baik dalam lingkup sekolah maupun keluarga dan masyarakat Abdurrahman, 1997: 140 Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan Islam pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan Islam harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.

B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan