Pendekatan Nilai dalam Pendidikan

pengembangan cara-cara teknis pendidikan, baik dalam lingkup sekolah maupun keluarga dan masyarakat Abdurrahman, 1997: 140 Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan Islam pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan Islam harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.

B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini telah menggiring manusia kepada persaingan dalam segala lini kehidupan. Masyarakat modern terlihat kecenderungan berperilaku serba instan, praktis, ingin serba cepat. Akibatnya keinginan serba cepat itu kadangkala menyebabkan aturan dilanggar, nilai-nilai moral terabaikan, dan lain sebagainya. Sesungguhnya tidak salah keinginan serba cepat dan tidak bertele-tele itu sepanjang tetap dalam koridor nilai-nilai dan norma-norma moral. Sikap ingin serba cepat dalam setiap persoalan ini memang merupakan salah satu karakteristik manusia. Manusia dalam kehidupan pada umumnya mendambakan segala sesuatu yang benar, yang baik, tidak menyimpang dari aturan yang ada. Keinginan seperti ini pada akhirnya menjadi ide dasar atau ukuran bagi seseorang dalam melakukan-pertimbangan-pertimbangan. Berangkat dari kemampuan dasar itulah yang selanjutnya melahirkan konsep nilai. Menurut Chabib Thoha, sebelum menguraikan pendidikan nilai, perlu dirumuskan bahwa fungsi utama pendidikan dilihat dari sudut sosiologis dan antropologis adalah untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi manusia yang baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan Thoha, 1996: 59. Pendidikan nilai memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral budi pekerti dan pendidikan akhlak. Pemberdayaan masyarakat untuk tetap memegang nilai-nilai bukanlah suatu perkara mudah, tetapi harus dilakukan. Sebab, tanpa memahami nilai-nilai itu, maka mustahil seseorang mampu mempraktekkannya dalam kehidupan. Salah satu cara yang paling tepat adalah melalui jalur pendidikan. Dewasa ini banyak tuntutan dalam peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan budi pekerti pada lembaga pendidikan. Tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh dua kondisi. Pertama, bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang-rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial, dan sebagainya, yang merupakan jati diri bangsa seolah-olah hilang begitu saja Zubaedi, 2007: 1. Kedua, kondisi lingkungan sosial kita belakangan ini diwarnai oleh maraknya tindakan barbarisme, vandalisme baik fisik maupun non fisik, adanya model KKN baru, hilangnya keteladanan pemimpin, sering terjadinya pembenaran politik dalam berbagai permasalahan yang jauh dari kebenaran universal, larutnya semangat berkorban bagi bangsa dan negara. Dapat dikatakan, krisis moral yang melanda bangsa ini semakin menjadi-jadi Zubaedi, 2007: 1-2. Dalam konteks kesejarahan, ketika Islam lahir, maka konsep moral yang ditawarkan adalah mengenai konsep tauhid—monoteisme—kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan, Pencipta semua makhluk. Hal ini tentu saja menuai pertentangan di kalangan mayoritas masyarakat yang telah menganut paham politeisme. Namun demikian fakta moral yang diusung Islam sangat penting bagi perkembangan moral orang-orang Arab, karena memiliki makna munculnya kali pertama prinsip moral yang sangat sesuai dan sangat patut untuk disebut sebagai “prinsip” Izutsu, 2003: 128. Dalam zaman jahiliyah sudah ada nilai-nilai moral yang sudah dikenal. Tetapi nilai-nilai itu hanyalah sebagai membra disjecta, tanpa adanya prinsip yang jelas yang mendasarinya untuk mendukung nilai moral tersebut, dan nilai moral tersebut pada umumnya secara eksklusif berdasarkan pada emosi moral yang tidak rasional, atau malahan nafsu yang membabi buta dalam cara hidup yang diperoleh secara turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai kekayaan suku yang tidak ternilai Izutsu, 2003: 128. Sejak awal Islam telah berhasil mengajak orang-orang Arab untuk mempertimbangkan dan menilai semua perbuatan manusia berdasarkan prinsip yang secara teori dapat dibenarkan secara moral. Etika moral tersebut bersendikan pada pandangan keakhiratan. Artinya, sistem moral yang diterapkan dan dipraktekkan di dunia ini diperuntukkan untuk kehidupan setelah mati akhirat. Dalam era kekinian peranan pendidikan Islam masih diperlukan, karena salah satu nilai luhur yang disandang pendidikan Islam adalah sebagai salah satu kekuatan budaya Tilaar, 2002:77. Salah satu kekuatan yang disandangnya adalah sebagai penyandang nilai moral. Pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat-pusat pemeliharaan dan pengembangan nilai- nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Madrasah-madrasah, pesantren- pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat-pusat pendidikan, tetapi juga pusat-pusat atau benteng-benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia Tilaar, 2002: 78. Dari pemikiran di atas, menunjukkan bahwa pendidikan Islam menempati posisi strategis dan penting dalam mengusung pembinaan moral. Posisi strategis dan penting tersebut didasarkan pada dua hal. Pertama, pendidikan itu sangat penting karena pendidikan yang dilandasi nilai-nilai Islam akan menuntun umat Islam menuju ketakwaan total kepada Allah, dengan mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan manusia. Kedua, pendidikan Islam itu penting karena secara akademis pendidikan merupakan aktivitas intelektual sebagai sarana terwujudnya formulasi Islamisasi pengetahuan Wasim, 2005: 234 Lembaga pendidikan Islam memiliki tugas mempersiapkan terbentuknya individu-individu yang cerdas dan berakhlak mulia. Terpenuhinya kedua kriteria itu memungkinkan terwujudnya nilai kehidupan sosial yang ideal, yang memiliki semangat kebersamaan, menghindari konflik sosial, mengembangkan potensi diri nafs, dan memanfaatkannya untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, serta keselamatan umat manusia pada umumnya. Secara umum hal ini berarti pendidikan yang dimaksud di atas adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan nafs, membekali peserta didiknya dengan pelajaran-pelajaran agama, etika, hukum, sejarah, dan peradaban Islam Wasim, 2005: 235. Pelaksanaan pendidikan sebagaimana kerangka ideal di atas, tidak hanya mengajarkan agama kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya Thoha, 1999: 2. Hal tersebut perlu juga didukung dengan kecakapan secara teknis tenaga-tenaga pengajarnya, agar pengajaran yang dilaksanakan mampu menanamkan benih iman percaya kepada Tuhan dalam hati dan diri peserta didik. Disamping hal tersebut, diperlukan pula pendekatan-pendekatan pengajaran yang sesuai dengan tingkat kebutuhan supaya pendidikan agama tersebut dapat menuai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman bahwa pendidikan bukanlah semata-mata tugas para guru dan pihak sekolah an sich. Diperlukan kerjasama antar seluruh stakeholders pendidikan itu sendiri. Para orang tua maupun masyarakat—umat Islam—secara keseluruhan mempunyai tanggungjawab untuk melatih mereka dalam semua aspek ajaran Islam sampai mendapatkan kematangan diri. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggungjawab yang sama dalam mendukung dan mewujudkan suatu pendidikan yang bermutu. Bermutu dalam hal ini bukan hanya dalam hal fisk semata, akan tetapi dapat juga berarti ada hasil yang nyata dari proses pendidikan dengan hasil dari tujuan yang ditetapkan, salah satunya adalah pembinaan moral. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pendidikan dalam pembentukan dan penanaman nilai terhadap peserta didik sangat menentukan kehidupan mereka. Tanpa pendidikan, nilai sangat sulit untuk ditemukan atau didapatkan. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah membuka kemampuan unlock the capacity yang dimiliki seseorang seoptimal mungkin melalui sharing of information untuk menjadi manusia yang bukan hanya pintar, tetapi juga kreatif, kritis dan memiliki ketahanan kemalangan adversity yang tinggi BASIS, 2007: 37. Selain hal tersebut, fungsi pendidikan adalah untuk menanamkan nilai-nilai yang baik kepada peserta didik bukan hanya transfer pengetahuan sebagaimana yang popular selama ini. Pengetahuan tanpa memahami nilai cenderung melahirkan konflik, baik antar-kelompok agama, budaya, dan wilayah.

C. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pengajaran Agama Islam