Post 96784c9322408d07

(1)

PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN

AGAMA ISLAM

(Perbandingan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I

Dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun oleh:

AHMAD MUZAKI

121 06 014

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) SALATIGA

2 0 1 0


(2)

DEKLARASI

Bismilahirrahmanirrahim

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikiran juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqasah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, Salatiga, September 2010 Penulis

AHMAD MUZAKI 121 06 014

KEMENTERIA N A G A MA

SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id


(3)

Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah skripsi

Saudara Ahmad Muzaki

Kepada

Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : AHMAD MUZAKI

NIM : 121 06 014

Jurusan : TARBIYAH

Judul Skripsi : PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP

Muhammadiyah dan SMP NU Kota Salatiga)

Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'alaikum, wr, wb

Salatiga, September 2010 Pembimbing

Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 19670112 199203 1 005 KEMENTERIA N A G A MA

SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id


(4)

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudari : AHMAD MUZAKI dengan Nomor Induk Mahasiswa: 12106014 yang berjudul : " PENDIDIKAN NILAI DALAM

PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP

Muhammadiyah dan SMP NU Kota Salatiga)", Telah dimunaqasahkan dalam

sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Sabtu, 14 Maret 2009 yang bertepatan dengan tanggal 17

Rabiul Awal 1430 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.

29 Agustus 2010 M Salatiga,

18 Ramadhan 1431 H

Panitia Ujian

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dr. Imam Sutomo, M.Ag Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd

NIP. 19580827 198303 1 002 NIP. 19670112 199203 1 005

Penguji I Penguji II

H. Sidqon Maesur, LC, M.A. Achmad Maimun, M.Ag

NIP. 19630722 199803 1 001 NIP. 19700510 199803 1 003

Pembimbing

Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 19670112 199203 1 005

KEMENTERIA N A G A MA

SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A

Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id


(5)

MOTTO



















Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam

kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat

menasehati supaya menetapi kesabaran.

(Q.S Al 'Ashr)


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1.

Bapak M arzuqi dan I buku N ur Aliyah yang selalu

kuhormat i dan aku sayangi sampai mati

2.

K akak dan Adikku dan keponakan-keponakanku

t ersayang (Yu Holis, Yu Z anah, Fahmi, I ntan K .S,

Reza U lin N uha)

3.

Tyas I stiqomah yang selalu mengingatkanku art i

sebuah perjuangan.

4.

M as Fauzi yang selalu membant u dan men suport.

5.

Teman-t wman sat u kos di Pak Sahlan. (Pak K af idz,

Pak Ali, Pak Hakim n Pak M uslih, Pak K ojek)

6.

Teman-t eman HM I Wahyu ,Reza, D ulah, Cahyo,

Rofiq, L utf i, Torik, M ir, Ana, dll

7.

Abang-abangku semua (Bang L eman, K ang Saemuri,

M as Bambang, Pak Hury, Pak M aman, Pak M ufiq,

M as Wihaji, Pak Yahya)


(7)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﲪﺮﻟﺍ ﷲﺍ ﻢﺴﺑ

Bismillahir rahmaanir rahiim.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada rintangan dan halangan yang cukup berarti. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. keluarga, shahabat, dan para pengikutnya..

Penyusunan skripsi ini merupakan tugas dan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan program S1 dalam ilmu Pendidikan Agama Islam pada Jurusan Tarbiyah Progdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga Tahun 2010.

Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian skripsi ini tidak mungkin berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M Ag. selaku ketua STAIN Salatiga.

2. Bapak Dra. Siti Asdiqoh, M.Ag selaku Kaprogdi PAI STAIN Salatiga. 3. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 4. Segenap staf Pengajar/Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

5. Keluarga besar MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga yang telah menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian ini.

6. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga

Semoga jasa dan pengorbanan yang tiada terhingga dari mereka mendapat balasan, disertai permohonan maaf atas segala kekhilafan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari


(8)

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dan penyempurnaan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya, demi peningkatan mutu, pola dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Salatiga, September 2010


(9)

ABSTRAK

AHMAD MUZAKI, (NIM 12106014) PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah dan SMP NU Kota Salatiga)

Keyword: Pendidikan nilai, pembelajaran keislaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pelaksanaan matapelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga. (2) Penekanan pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga. (3) Model yang spesifik dalam pendidikan nilai pada pembelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif dan teori-teori yang diangkat dari dasar (grounded theory). Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara secara langsung dan melalui metode dokumentasi

Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menelaah seluruh data yang tersedia, melakukan pengecekan keabsahan data. Teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu yaitu: 1) derajat kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) kebergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran agama Islam ditujukan untuk pembentukan pribadi yang ber-akhlaqul karimah dan menjadikan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Untuk mendukung hal itu maka metode pembelajaran menggunakan perpaduan antara active learning dan passive

learning dan bersifat fleksibel. Orientasi pembelajaran ditujukan untuk applied science dan menjadikan output sekolah yang berkarakter dan berakhlak mulia.


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN DEKLARASI ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II LANDASAN TEORI A. Potret Pendidikan Islam di Indonesia ... 21

B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan ... 24

C. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pengajaran Agama Islam ... 29

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Sejarah Singkat MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga ... 40

B. Keadaan Siswa dan Guru ... 45

C. Pelaksanaan Pembelajaran Agama Islam ... 55

BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Pembelajaran Keislaman ... 66


(11)

B. Strategi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Keislaman ... 68 C. Model yang Spesifik dalam Pendidikan Nilai pada Pembelajaran

Keislaman ... 69 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 73 Daftar Pustaka


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 DATA SISWA MTs NU SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

TABEL 2 DATA SISWA SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

TABEL 3 DAFTAR GURU MTs. NU SALATIGA

TABEL 4 DAFTAR GURU SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA TABEL 5 SARANA DAN PRASARANA MTS. NU SALATIGA

TABEL 6 SARANA DAN PRASARANA SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA

TABEL 7 JADUAL PELAJARAN MTs. NU SALATIGA


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam dapat dikatakan sebagai “lumbung” dalam setiap referensi mengenai ilmu. Islam secara doktrinal sangat mendukung pengembangan ilmu, sebagaimana dalam Alquran surat al-Alaq: 1-5 yang berintikan dorongan bagi umat Islam (muslimin) untuk mengembangkan dan menggunakan akal pikirannya atau dengan kata lain untuk menuntut ilmu. Motivasi lain agar umat Islam menuntut ilmu juga ditekankan dalam hadis nabi.1

Dengan demikian Alquran dan Hadis merupakan sumber bagi pengembangan ilmu, baik ilmu-ilmu agama ataupun ilmu-ilmu umum. Pengembangan pendidikan dengan ciri Islam merujuk pada sumber Alquran dan Hadis. Sebagaimana halnya dengan pendidikan pada umumnya, pendidikan Islam juga melibatkan aspek-aspek normatif. Oleh sebab itu, pendidikan Islam juga mengarah kepada pembinaan moral (akhlaq), juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (hablum min an nas) dan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum min Allah).

Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Alquran dan Hadis merupakan sumber bagi ilmu-ilmu Islam. Menurut Prof. DR. Azyumardi Azra, MA., selain sebagai sumber pokok Islam Alquran dan Hadis juga memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Setidaknya ada dua peran yang disandarkan kepada Alquran dan

1


(14)

Hadis, yaitu: Pertama, prinsip-prinsip seluruh ilmu dipandang kaum muslim terdapat dalam Alquran. Kedua, Alquran dan Hadis menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam segi apapun berujung pada penegasan tauhid (Azra, 1999:13).

Disinilah para pendidik harus menyusun konsep pendidikan Islami yang sesuai dengan perubahan zaman beserta tantangannya dan mampu menatap masa depan. Dengan asumsi bahwa Islam memiliki daya terhadap berbagai perubahan apalagi dalam dunia era globalisasi dewasa ini dan di masa mendatang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya, atau pendidikan Islam pada khususnya. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa masyarakat muslim tidak bisa menghindar diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif .

Pendidikan Islami yang diterapkan selayaknyalah menempatkan manusia sesuai dengan Alquran surat Adz-Zariyat (51) : 56 yang berbunyi:



“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka

mengabdi kepada-Ku” (Al-Hikmah. 1980:326)

Dari ayat tersebut di atas, maka tujuan pendidikan Islam adalah melahirkan manusia yang taat sepenuhnya kepada Allah dalam gerak-gerik,


(15)

tingkah laku, tindakan, dan kegiatan hidupnya (Thalib, 2001: 17). Oleh karena itu, tidak ada perbuatan atau tingkah lakunya yang menyimpang dari perintah atau larangan Allah dan ia selalu melaksanakan apa yang menjadi anjuran Allah untuk dikerjakannya selama hidup di dunia (Thalib, 2001: 17).

Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan abdullah (hamba Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi di dalam dirinya.Al-Ghazali menegaskan bahwa manusia diciptakan dari tubuh luar dan makna batin (ma’ni-yi bathin). Yang terakhir dinamakan

nafs (jiwa), jan (ruh), dil (hati) (Takashita, 2005: 112).

Dalam pandangan Fazlur Rahman sebagaimana dikutip Prof. DR. Sutrisno, M.Ag, pendidikan Islam dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat kritis, dinamis, inovatif, progresif, adil, dan jujur (Sutrisno, 2008: 42). Pendidikan dalam pegertian ini, sebagaimana pendidikan pada umumnya, memiliki berbagai faktor, seperti peserta didik, pendidik, kurikulum, sarana, dan lingkungan.

Dengan mendasarkan pada Alquran, tujuan pendidikan Islam menurut Rahman adalah untuk mengembangkan manusia—sedemikian rupa—sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memunginkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia (Sutrisno, 2008:42).


(16)

Kedepannya pendidikan agama Islam selayaknyalah diorientasikan pada upaya membangun mentalitas yang berkarakter. Obyeknya adalah pembangunan manusia-manusianya, bukan hanya pembangunan insfrastruktur yang serba mewah, melainkan pada konstruksi mentalitas manusia-manusianya, agar selaras dengan nilai-nilai yang menjadi acuan (nilai-nilai agama) (Mu’arif, 2008: 54).

Mengapa pendidikan agama yang berorientasi pada pembangunan mentalitas perlu dikedepankan? Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu. Oleh karena itu, pendidikan agama yang mengarah pada pembentukan moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya. Ini mengingat bahwa dunia afektif yang ada pada setiap manusia harus selalu dibina secara berkelanjutan, terarah, dan terencana sehubungan dengan sifatnya yang labil dan kontekstual.

Untuk dapat melakukan pendidikan agama tersebut, tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan oleh guru saja. Pendidikan moral dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Meskipun demikian, umumnya disebut tiga lingkungan yang amat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral, yakni lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat.


(17)

Dari pemikiran di atas, maka pendidikan Islam merupakan proyek masa depan dalam rangka membangun mentalitas bangsa yang berkarakter. Dalam konteks sekarang, pendidikan agama Islam harus melakukan instrospeksi diri dan memperbarui sistemnya. Sistem yang diterapkan haruslah sistem yang dinamis, mengikuti alur perubahan zaman akan tetapi tetap mempunyai karakter keislaman yang jelas. Juga dalam hal metode pembelajarannya yang seringkali mengundang kritik karena kurang bersahabat dalam pespektif pendidikan kritis. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan masih banyak yang menerapkan sebatas proses transformasi pengetahuan belaka.

Metode pembelajaran pendidikan Islam setidaknya harus memperhatikan dan mengakomodir kepentingan-kepentingan murid dalam rangka pengembangan potensi-potensi mereka. Disamping itu juga harus ada keseimbangan antara pengetahuan agama (moral) dan orientasi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian pendidikan Islam yang dilaksanakan dapat dijadikan sebagai pendidikan alternatif dalam upaya mengantisipasi krisis moralitas bangsa yang semakin hari semakin kronis.

Pendidikan sebagai perisai moral, menempatkan posisi guru agama Islam menjadi semakin sentral.Guru menempati posisi strategis bagi lahirnya generasi baru sebagaimana cita-cita sebuah bangsa dan masyarakat. Citra guru berkembang dan berubah sesuai perkembangan dan perubahan konsep dan perubahan persepsi manusia terhadap pendidikan. Perubahan menjadi penting


(18)

untuk terjadi, manakala pendidikan dipandang sebagai usaha menguasai pengetahuan baik teotitik maupun praktis. Seluruh komponen pendidikan diarahkan untuk maksud tersebut dan profesi guru dikonsep sebagai kemampuan memberi dan atau mengembangkan pengetahuan peserta didik, tidak terkecuali pebgetahuan tentang moral—secara teoritik—dan mampu mewujudkan perilaku moral yang praktis.

Guru yang jabatannya dalam bidang studi moral dan agama (akhlak) mempunyai posisi yang lebih berat—dalam kacamata masyarakat— dikarenakan menjadi ujung tombak dalam mengembangkan pengetahuan anak mengenai moral (teoritis) dan perilaku keseharian anak didik, baik di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, cara pandang seperti menempatkan guru terbebabni dengan kewajiban yang cukup berat. Padahal untuk mewujudkan keberhasilan suatu pendidikan diperlukan seluruh elemen yang terkait dengan pendidikan tersebut.

Praktik pendidikan seperti ini telah menjadikan kepribadian seseorang (anak didik) menjadi tanggungjawab penuh para guru moral dan agama. Karena itulah setiap kasus perilaku buruk dari peserta didik selalu dikembalikan pada tanggungjawab moral dan agama tersebut. Terlepas dari itu semua, guru yang ideal harus terus meningkatkan kecakapan profesi sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan modern (Mulkhan, 2003: 248). Dengan cara seperti tersebut, akan menjadikan guru moral dan agama semakin siap dengan tanggungjawab yang diembannya yaitu, melakukan pendidikan agama dan


(19)

mampu mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangka panjangnya adalah, dengan ketrampilan mengajar yang dimiliki serta kompetensi pengetahuan yang ada akan semakin mempermudah dalam pembinan moral peserta didik, baik di sekolah, lingkungan keluarga, atau dalam masyarakat.

Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam penelitian ini adalah: ”PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga)”

B. Fokus Penelitian

Terkait dengan latar belakang di atas, penulis mencoba menghadirkan beberapa rumusan masalah yang ada dalam judul, sehingga akan menjadi acuan dan focus penelitian, serta mempermudah secara maksimal dalam melakukan penelitian. Tentunya berdasarkan pada prinsip nyata, dan empirik agar dapat dipercaya.

Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan nilai di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga?

2. Bagaimanakah strategi pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga?

3. Adakah model yang spesifik dalam pendidikan nilai pada pembelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang kami susun, maka dapat ditarik dari tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui tentang : 1. Pelaksanaan pendidikan nilai di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota

Salatiga.

2. Penekanan pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.

3. Model yang spesifik dalam pendidikan nilai pada pembelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Dari aspek kegunaan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik dari segi teoritik maupun praktis. Dari segi teoritik diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memperoleh pemahaman tentang prinsip pelaksanaan sistem pendidikan sebagai usaha perbaikan dan pengembangan pendidikan pada umumnya, pada khususnya dapat menambah khazanah pengetahuan dalam dunia pendidikan yang diperoleh dari penelitian lapangan.

Sedangkan dari segi praktis, apabila ternyata ada problematika yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga, maka diperlukan suatu solusi yang mampu menjawab problematika yang bersangkutan.

E. Penegasan Istilah

Dalam penulisan karya ilmiah ini perlu diberikan sebuah kerangka penelitian sebagai batasan sejauhmana cakupan yang akan menjadi pokok


(21)

penelitian. Untuk lebih mudah dalam memahami judul di atas, penulis akan mencoba menjelaskan berapa istilah yang dimaksudkan dalam judul tersebut, yaitu:

1. Pendidikan nilai

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Depdikbud, 1994: 232). Sedangkan pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti menurut ‘Athiyah al-Abrasy sebagaimana dikutip Abudin Nata, merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam (Nata, 1997: 49).

2. Pembelajaran Agama Islam

Pembejaran agama Islam dapat juga diartikan sebagai pendidikan agama Islam. Beberapa pakar pendidikan Islam memberikan rumusan pendidikan Islam, diantaranya Sedangkan Endang Syaifuddin Anshari memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam (Anshari, 1976: 85).


(22)

Hasan Langgulung mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Langgulung, 1980: 94).

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Karakter riset kualitatif mempunyai latar alami, karena yang merupakan alat pentingnya adalah sumber data yang langsung dan perisetnya. Riset kualitatif ini bersifat deskriptif, dan dalam menganalisis data dilakukan secara induktif (Hadi, 1999: 42).

Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (Moleong, 2003: 3). Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2003: 3).


(23)

Menurut S. Nasution, penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test (Nasution, 2003: 18). Penelitian kualitatif bersifat generating theory bukan hypothesis testing sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif dan teori-teori yang diangkat dari dasar (grounded theory).

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat dilakukan dengan cara selalu pergi kepada situasi baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang terjadi, mewawancarai beberapa orang kemudian mencatat hasil wawancara tersebut (Moleong,2001: 124-125).

Kedudukan peneliti di sini sebagai pemeran serta sebagai pengamat. Kedudukan seperti ini menurut Moleong dibatasi sebagai pengamat yang tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi melakukan fungsi pengamatan. Ia menjadi sebagai anggota pura-pura jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subyek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia (Moleong,2001: 125)


(24)

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) NU Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. SMP Muhammadiyah berlokasi di Jl.Cempaka 5-7 Kota Salatiga. Sedangkan MTS. NU berada di Jalan Kartini 1 Kota Salatiga.

Pemilihan SMP Muhammadiyah dan MTs. NU ini dakarenakan

background kelembagaannya adalah Islam, dimana pembelajaran

keagamaan secara umum lebih banyak alokasi waktunya dibandingkan dengan sekolah lainnya yang murni sekolah umum tanpa embel-embel agama yang disandangnya. Tentunya dengan alokasi jam pelajaran agama Islam lebih banyak, apakah sinergi dengan peningkatan moral siswa-siswanya. Dengan berbekal hipotesis ini peneliti berharap dapat menemukan titik temu antara pembelajaran agama Islam ditunjang dengan alokasi waktu pelajaran agama Islam dengan peningkatan moral siswa di kedua sekolah tersebut.

4. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah komponen sekolah meliputi: kepala sekolah, waka kurikulum, dan guru yang mengampu PAI atau guru Aqidah Akhlak dari kelas VII-IX. Untuk menentukan subyek penelitian untuk dijadikan informan menurut Molleong ada beberapa kriteria yaitu: Ia harus jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, tidak


(25)

termasuk salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian, dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal atau peristiwa yang terjadi (Moleong, 2003: 90).

5. Prosedur pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian (Pohan, 2007: 71). Guba Lincoln sebagaimana dikutip Dr. Lexy J. Moleong, MA, observasi mempunyai manfaat yang besar. Hal ini didasarkan pada: pertama, teknik pengamatan didasarkan atas pengalaman langsung. Kedua, teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. Keempat, pengamatan dapat juga dijadikan rujukan dalam mengecek tingkat kepercayaan terhadap data yang ada. Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat (Moleong, 2003: 125-126).


(26)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pengamatan langsung (direct observation), dimana peran peneliti sebagai pengamat, tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan (Moleong, 2003: 127). Pengamatan dilakukan terhadap guru mata pelajaran PAI SMP Muhammadiyah atau guru mata pelajaran Aqidah Akhlaq MTS NU dan kepada siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dan kondisi siswa selama pembelajran berlangsung dan bagaimana kehidupan keseharian sswa selama di lingkungan sekolah.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik wawancara mampu menggali pengetahuan, pendapat, dan pendirian seseorang tentang suatu hal (Pohan, 2007: 57).

Wawancara menurut Koentjaraningrat adalah cara yang digunakan seseorang untuk tujuan atau tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan cara bercakap-cakap dengan orang itu (Koentjaraningrat, 1981: 137). Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai


(27)

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (dept

interview). Wawancara mendalam dilakukan pada para pengelola

madrasah/sekolah, yaitu kepala sekolah, guru mata pelajaran PAI, serta dari TU. Teknik wawancaranya adalah wawancara tak-berstruktur yaitu wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2003: 138).

Tujuannya wawancara ini ialah untuk memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai perspektif yang ada dalam hati serta pikiran orang lain karena hal ini tidak bisa didapat dengan cara observasi. Pada mulanya belum dipersiapkan pertanyaan yang spesifik, karena belum dapat diramalkan keterangan yang akan diberikan oleh responden, belum jelas ke arah mana pembicaraan akan berkembang. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan responden.

Wawancara dilakukan penulis terhadap kepala sekolah SMP Muhammadiyah dan Kepala MTs. NU, Guru PAI SMP Muhammadiyah dan guru Aqidah AKhlaq MTs. NU Salatiga. Adapun materi wawancara adalah mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah, target pembelajaran yang diharapkan serta untuk mengetahui metode pembelajaran serta kendala yang dihadapi selama pembelajaran.

6. Analisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah


(28)

dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mereduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi.

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah-langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat coding. Tahap terakhir dalam analisa data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data (Moleong, 2003: 190).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi: 1) mendemonstrasikan nilai yang benar; 2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, 3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dan prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. (Moleong, 2008: 320-321) Dalam memperoleh keabsahan data, maka ada beberapa teknik pemeriksaan yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kriteria kredibilitas. Kriteria kredibilitas menurut Moleong terdiri dari: a) perpanjangan keikut-sertaan; 2) ketekunan pengamatan; 3) triangulasi; 4) pengecekan sejawat; 5) kecukupan referensial; 6) kajian kasus negatif; dan 7) pengecekan anggota. (Moleong, 2001: 175)


(29)

Untuk menetapkan keabsahan data, penulis lakukan dengan teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu yaitu: 1) derajat kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) kebergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability). (Moleong, 2008: 324)

8. Tahap-tahap Penelitian

a. Tahap pra-lapangan

Kegiatan pra lapangan yang dilakukan dalam penelitian mengacu pada Moleong (2008: 127-133) adalah sebagai berikut:

1)Menyusun rancangan penelitian 2)Memilih lapangan penelitian

3)Mengajukan ijin operasional untuk penelitian dari Ketua STAIN Salatiga kepada pihak SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.

4)Menjajaki dan menilai lapangan

5)Memilih informan yang dalam hal ini peneliti fokuskan adalah kepala sekolah, waka kurikulum, guru PAI atau Aqidah Akhlak, serta TU.

6)Menyiapkan perlengkapan penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan


(30)

1)Melakukan survey awal untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian.

2)Memilih sejumlah responden yaitu kepala sekolah, waka kurikulum, guru PAI atau Aqidah Akhlak, sebagai informan dengan jalan melakukan wawancara.

3)Melakukan observasi lapangan sebagai langkah pengumpulan data. c. Tahap analisis data

Dalam tahap analisis data langkah-langkah yang dilakukan penulis adalah :

1)Mengumpulkan semua data–data yang sudah diperoleh untuk kemudian dilakukan pengolahan baik data dari informan maupun data administrasi.

2)Menyaji data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan memudahkan untuk melakukan pengolahaan.

3)Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau menyimpang, setelah mulai muncul adanya kelemahan data sebagai akibat proses reduksi.

4)Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian.

5)Melakukan evaluasi dari data yang sudah diolah. 6)Menyusun laporan akhir untuk dilaporkan.


(31)

d. Interpratasi data

Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan (Moleong, 2008: 149).

Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian di lapangan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan mendapatkan gambaran tentang bahasan yang dilakukan dalam tulisan ini maka akan disampaikan garis-garis besar yang terdiri dari lima bab.

Bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II berisi landasan teori, dalam bab ini penulis mengemukakan kepada para pembaca agar mengetahui dasar-dasar teori ini yang meliputi definisi pendidikan, pembelajaran agama Islam, serta pendidikan nilai, dan pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam melalui tinjauan pustaka.

Bab III berisi laporan hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan variabel penelitian, yaitu data mengenai pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam pada tahun 2010. Disamping laporan mengenai variabel penelitian, juga dilaporkan beberapa hal mengenai lembaga yang dijadikan


(32)

tempat penelitian, baik yang berkaitan dengan monografi sekolah, situasi sekolah, dan beberapa instrumen lain sebagai data komplementer.

Bab IV berisi analisis terhadap data yang terkumpul, dengan pertahapan klasifikasi data, tabulasi data, dan persentase, untuk menjawab terhadap pokok masalah pertama dan kedua. Selanjutnya melakukan analisa pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam secara kualitatif.

Pada bab V ini akan diuraikan mengenai kesimpulan akhir mengenai penelitian, saran-saran yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait dari subjek penelitian.


(33)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Potret Pendidikan Islam di Indonesia

pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Dengan pendidikanlah manusia dapat mengenal dan memposisikan manusia sebagai makhluk Tuhan yang istimewa. Bekal akal adalah keistemewaan tersendiri yang hanya dimiliki manusia daripada makhluk Tuhan yang lain. Dengan akal pulalah manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Islam adalah agama yang mempunyai tata aturan dan norma yang apabila hal tersebut dilakukan akan menjauhkan umatnya dari perilaku yang bertentangan dengan norma-norma agama dan sosial yang ada. Untuk menyebarkan aturan dan norma tersebut salah satunya lewat pelaksanaan pendidikan Islam. Di dalam pendidikan Islam terdapat tuntunan pendidikan nilai yang dalam hal ini disebut pendidikan akhlaq atau budi pekerti. Perdidikan nilai ini ter-cover dalam bingkai pendidikan Islam.

Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (isan kamil) sesuai dengan norma Islam. Konsep seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformalisasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, serta dengan alam sekitarnya secara baik positif dan


(34)

kontruktif. Demikianlah manusia produk pendidikan Islam yang diharapkan prioritasnya menjadi khalifah fil ard (Achmadi, 1992: 22).

Dengan dilaksanakannya pendidikan Islam tersebut dimaksudkan sebagai upaya peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak mulia. Atau dengan kata lain, pendidikan Islam diharapkan mampu menginternalisasikan sikap nilai-nilai (akhlak mulia) kepada anak didik. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral, sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.

Disamping itu, bahwa pendidikan Islam harus mampu mengembangkan wawasan subyek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga menumbuhkan kreatifitas yang dapat melestarikan nilai-nilai insani dan menentukan jalan hidupnya. Adapun akhirnya mengarah kepada keberadaan diri anak didik, baik secara individual maupun sosial akan lebih bermakna (Achmadi, 1992: 23).

Dunia pendidikan Islam di Indonesia sekarang masih dihadapkan pada pelbagai persoalan, mulai dari rumusan tujuan pendidikan yang kurang dengan tuntutan perubahan gobal (globalisasi), ketersedian sumber daya manusia (SDM) guru yang berkualitas, metode pengajaran, sampai persoalan kurikulum yang dijadikan acuan. Di pihak lain, sarana dan prasarana pendidikan masih jauh dari memadai karena anggaran biaya pendidikan masih relatif rendah. Akibatnya tingkat ketercukupan bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang bermutu masih sangat kurang.


(35)

Tren globalisasi juga ikut menjadi faktor penting yang mempengaruhi tuntutan reformasi di dalam tubuh pendidikan Islam itu sendiri. Globalisasi juga melahirkan sebuah gaya hidup baru yang diwarnai oleh semangat persaingan. Gejala ini menuntut pendidikan Islam mau tidak mau mengikuti perubahan yang serba cepat tersebut. Dengan kata lain, mempertahankan

status quo berarti membiarkan diri tertinggal oleh perubahan tersebut.

Selain persoalan tersebut di atas, potret pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan adanya dikotomi dalam pendidikan. Dikotomi pendidikan telah memposisikan dua kubu pendidikan. Pertama, pendidikan umum yang memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Kedua, pendidikan agama yang juga memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan Departemen Agama (Depag) (Mu’arif, 2008: 28). Dua wajah pendidikan inilah yang telah mewarnai pendidikan di Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini.

Disamping itu, salah satu kritik tentang pendidikan Islam ialah belum ditemukannya pengetahuan pedagogis agama yang memadai. Apa yang selama ini dilaksanakan di sekolah-sekolah tentang pendidikan agama mungkin tidak lebih hanya proses belajar mengajar agama. Itu mungkin juga lebih tepat disebut “transmisi pengetahuan agama”, melalui cara didaktis-metodis seperti halnya pengatahuan umum (Abdurrahman, 1997: 239) Salah satu solusi yang ditawarkannya Moeslim Abdurrahman adalah meluruskan kembali filsafat pendidikan Islam, yang kemudian dijadikan dasar


(36)

pengembangan cara-cara teknis pendidikan, baik dalam lingkup sekolah maupun keluarga dan masyarakat (Abdurrahman, 1997: 140)

Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan Islam pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan Islam harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.

B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini telah menggiring manusia kepada persaingan dalam segala lini kehidupan. Masyarakat modern terlihat kecenderungan berperilaku serba instan, praktis, ingin serba cepat. Akibatnya keinginan serba cepat itu kadangkala menyebabkan aturan dilanggar, nilai-nilai moral terabaikan, dan lain sebagainya. Sesungguhnya tidak salah keinginan serba cepat dan tidak bertele-tele itu sepanjang tetap dalam koridor nilai-nilai dan norma-norma moral. Sikap ingin serba cepat dalam setiap persoalan ini memang merupakan salah satu karakteristik manusia.

Manusia dalam kehidupan pada umumnya mendambakan segala sesuatu yang benar, yang baik, tidak menyimpang dari aturan yang ada. Keinginan seperti ini pada akhirnya menjadi ide dasar atau ukuran bagi seseorang dalam melakukan-pertimbangan-pertimbangan. Berangkat dari kemampuan dasar itulah yang selanjutnya melahirkan konsep nilai.


(37)

Menurut Chabib Thoha, sebelum menguraikan pendidikan nilai, perlu dirumuskan bahwa fungsi utama pendidikan dilihat dari sudut sosiologis dan antropologis adalah untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi manusia yang baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan (Thoha, 1996: 59).

Pendidikan nilai memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral (budi pekerti) dan pendidikan akhlak. Pemberdayaan masyarakat untuk tetap memegang nilai-nilai bukanlah suatu perkara mudah, tetapi harus dilakukan. Sebab, tanpa memahami nilai-nilai itu, maka mustahil seseorang mampu mempraktekkannya dalam kehidupan. Salah satu cara yang paling tepat adalah melalui jalur pendidikan. Dewasa ini banyak tuntutan dalam peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan budi pekerti pada lembaga pendidikan. Tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh dua kondisi. Pertama, bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang-rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial, dan sebagainya, yang merupakan jati diri bangsa seolah-olah hilang begitu saja (Zubaedi, 2007: 1).

Kedua, kondisi lingkungan sosial kita belakangan ini diwarnai oleh

maraknya tindakan barbarisme, vandalisme baik fisik maupun non fisik, adanya model KKN baru, hilangnya keteladanan pemimpin, sering terjadinya pembenaran politik dalam berbagai permasalahan yang jauh dari kebenaran


(38)

universal, larutnya semangat berkorban bagi bangsa dan negara. Dapat dikatakan, krisis moral yang melanda bangsa ini semakin menjadi-jadi (Zubaedi, 2007: 1-2).

Dalam konteks kesejarahan, ketika Islam lahir, maka konsep moral yang ditawarkan adalah mengenai konsep tauhid—monoteisme—kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan, Pencipta semua makhluk. Hal ini tentu saja menuai pertentangan di kalangan mayoritas masyarakat yang telah menganut paham politeisme. Namun demikian fakta moral yang diusung Islam sangat penting bagi perkembangan moral orang-orang Arab, karena memiliki makna munculnya kali pertama prinsip moral yang sangat sesuai dan sangat patut untuk disebut sebagai “prinsip” (Izutsu, 2003: 128).

Dalam zaman jahiliyah sudah ada nilai-nilai moral yang sudah dikenal. Tetapi nilai-nilai itu hanyalah sebagai membra disjecta, tanpa adanya prinsip yang jelas yang mendasarinya untuk mendukung nilai moral tersebut, dan nilai moral tersebut pada umumnya secara eksklusif berdasarkan pada emosi moral yang tidak rasional, atau malahan nafsu yang membabi buta dalam cara hidup yang diperoleh secara turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai kekayaan suku yang tidak ternilai (Izutsu, 2003: 128).

Sejak awal Islam telah berhasil mengajak orang-orang Arab untuk mempertimbangkan dan menilai semua perbuatan manusia berdasarkan prinsip yang secara teori dapat dibenarkan secara moral. Etika moral tersebut bersendikan pada pandangan keakhiratan. Artinya, sistem moral yang


(39)

diterapkan dan dipraktekkan di dunia ini diperuntukkan untuk kehidupan setelah mati (akhirat).

Dalam era kekinian peranan pendidikan Islam masih diperlukan, karena salah satu nilai luhur yang disandang pendidikan Islam adalah sebagai salah satu kekuatan budaya (Tilaar, 2002:77). Salah satu kekuatan yang disandangnya adalah sebagai penyandang nilai moral. Pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat-pusat pemeliharaan dan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Madrasah-madrasah, pesantren-pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat-pusat pendidikan, tetapi juga pusat-pusat atau benteng-benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia (Tilaar, 2002: 78).

Dari pemikiran di atas, menunjukkan bahwa pendidikan Islam menempati posisi strategis dan penting dalam mengusung pembinaan moral. Posisi strategis dan penting tersebut didasarkan pada dua hal. Pertama, pendidikan itu sangat penting karena pendidikan yang dilandasi nilai-nilai Islam akan menuntun umat Islam menuju ketakwaan total kepada Allah, dengan mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan manusia. Kedua, pendidikan Islam itu penting karena secara akademis pendidikan merupakan aktivitas intelektual sebagai sarana terwujudnya formulasi Islamisasi pengetahuan (Wasim, 2005: 234)

Lembaga pendidikan Islam memiliki tugas mempersiapkan terbentuknya individu-individu yang cerdas dan berakhlak mulia. Terpenuhinya kedua kriteria itu memungkinkan terwujudnya nilai kehidupan


(40)

sosial yang ideal, yang memiliki semangat kebersamaan, menghindari konflik sosial, mengembangkan potensi diri (nafs), dan memanfaatkannya untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, serta keselamatan umat manusia pada umumnya. Secara umum hal ini berarti pendidikan yang dimaksud di atas adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan nafs, membekali peserta didiknya dengan pelajaran-pelajaran agama, etika, hukum, sejarah, dan peradaban Islam (Wasim, 2005: 235).

Pelaksanaan pendidikan sebagaimana kerangka ideal di atas, tidak hanya mengajarkan agama kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya (Thoha, 1999: 2). Hal tersebut perlu juga didukung dengan kecakapan secara teknis tenaga-tenaga pengajarnya, agar pengajaran yang dilaksanakan mampu menanamkan benih

iman (percaya kepada Tuhan) dalam hati dan diri peserta didik. Disamping hal

tersebut, diperlukan pula pendekatan-pendekatan pengajaran yang sesuai dengan tingkat kebutuhan supaya pendidikan agama tersebut dapat menuai hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman bahwa pendidikan bukanlah semata-mata tugas para guru dan pihak sekolah an sich. Diperlukan kerjasama antar seluruh stakeholders pendidikan itu sendiri. Para orang tua maupun masyarakat—umat Islam—secara keseluruhan mempunyai tanggungjawab untuk melatih mereka dalam semua aspek ajaran Islam sampai mendapatkan kematangan diri. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggungjawab yang sama dalam mendukung dan mewujudkan suatu pendidikan yang bermutu.


(41)

Bermutu dalam hal ini bukan hanya dalam hal fisk semata, akan tetapi dapat juga berarti ada hasil yang nyata dari proses pendidikan dengan hasil dari tujuan yang ditetapkan, salah satunya adalah pembinaan moral.

Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pendidikan dalam pembentukan dan penanaman nilai terhadap peserta didik sangat menentukan kehidupan mereka. Tanpa pendidikan, nilai sangat sulit untuk ditemukan atau didapatkan. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah membuka kemampuan (unlock the capacity) yang dimiliki seseorang seoptimal mungkin melalui

sharing of information untuk menjadi manusia yang bukan hanya pintar,

tetapi juga kreatif, kritis dan memiliki ketahanan kemalangan (adversity) yang tinggi (BASIS, 2007: 37). Selain hal tersebut, fungsi pendidikan adalah untuk menanamkan nilai-nilai (yang baik) kepada peserta didik (bukan hanya transfer pengetahuan) sebagaimana yang popular selama ini. Pengetahuan tanpa memahami nilai cenderung melahirkan konflik, baik antar-kelompok agama, budaya, dan wilayah.

C. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pengajaran Agama Islam

1. Keterlibatan Ajaran Moral dalam Pendidikan Agama Islam

Fungsi pendidikan ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam sekitarnya sehingga dimungkinkan tumbuh kreatifitas yang dapat membangun dirinya dan lingkungannya. Interaksi manusia dapat berlangsung secara harmonis karena ada nilai-nilai kemanusian yang disepakati bersama antara lain kejujururan, keadilan, tolon menolong dan lain sebaginya.


(42)

Perlu ditegaskan bahwa orientasi pendidikan nilai adalah memanusiakan manusia untuk lebih mengenali dirinya sehingga mengenal Tuhan. Konsep tersebut menunjukkan bahwa pendidikan adalah meliputi pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai-nilai. Dalam Islam nilai-nilai tersebut tidak hanya berdasarkan norma aturan manusia, tetapi berdasarkan norma Tuhan yang memiliki kebebasan yang mutlak dan bersifat universal, karena itu disebut nilai-nilai taransidental.

Untuk dapat mengaktualisasikan atau mengamalkan nilai nilai tersebut dalam kehidupan diperlukan kemauan moral. Menumbuhkan kemauan moral diperlukan penghayatan dan untuk menghayati nilai-nilai moral diperlukan pemahaman. Proses pemahaman dan penghayatan dan pengamalan nilai- nilai tersebut disebut pendidikan (Achmadi, 1987:14). 2. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai

Secara historis, pendidikan dalam arti luas telah mulai dilaksanakan sejak manusia berada di muka bumi ini. Adanya pendidikan adalah setua dengan adanya kehidupan manusia itu sendiri. Dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula isi dan bentuk, termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sejalan dengan kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif


(43)

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003).

Dari uraian pengertian pendidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara implisit terkandung nilai-nilai pendidikan bagi individu, masyarakat dan bangsa. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain:

a. Membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan tanggung jawab, mampu mengungkapkan dirinya melalui media yang ada, mampu melakukan hubungan manusiawi, dan menjadi warga negara yang baik. b. Membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan terampil serta dapat

meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja.

c. Melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara.

d. Mengembangkan nilai-nilai baru yang dipandang serasi oleh masyarakat dalam menghadapi tantangan ilmu, teknologi dan dunia modern.

e. Merupakan jembatan masa lampau kini dan masa depan (UU No. 20 Tahun 2003).

Pendidikan mengandung suatu pengertian yang luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia termasuk hati nurani, nilai-nilai,


(44)

perasaan, pengetahuan dan keterampilan. Diharapkan dengan pendidikan tersebut manusia berusaha untuk meningkatkan, mengembangkan, serta memperbaiki nilai-nilai dalam kehidupannya.

Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut harus ada sehingga terciptalah situasi pendidikan. Menurut Ahmad D. Marimba, situasi pendidikan adalah suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dengan hasil yang memuaskan (Marimba, 1989: 38). Dalam situasi pendidikan tersebut terjadi usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Nilai tersebut antara lain nilai-nilai religi, kebudayaan, sains dan teknologi, seni, dan ketrampilan. Nilai-nilai tersebut dapat mempertahankan, mengembangkan bahkan merubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Di sini akan berlangsung pendidikan dalam kehidupan manusia.

Seperti disebutkan di atas, bahwa pendidikan adalah meliputi pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai-nilai. Dari sisni, maka antara guru dan peserta didik diharapkan tidak hanya yerjalin hubungan fungsional saja, tetapi hubungan personal, berdampingan, dialogis, dan dinamis untuk memperlancar proses pembelajaran yang dilaksanakan. Artinya proses pendidikan yang diharapkan adalah bisa melahirkan manusia yang dewasa, bebas, mampu menjaga keseimbangan dengan alam dan sesama manusia dan Tuhan.


(45)

Untuk mendukung supaya proses pembelajaran tersebut di atas dapat terlaksana, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu mengakomodir seluruh komponen pembelajarn agar dapat berjalan secara beriringan. Ada bebarapa faktor yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Berpedoman pada tujuan b. Perbedaan individu anak didik c. Kemampuan guru

d. Sifat bahan pelajaran e. Situasi kelas

f. Kelengkapan fasilitas

g. Kelebihan dan kelemahan metode (Djamarah, 2005: 229-231)

Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap dan perbuatan yang kongkret. Oleh karena itu perlu dirumuskan mengenai pendekatan yang dipakai dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan nilai tersebut.

Ada lima pendekatan dalam pengajaran nilai, yaitu: a. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)

Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri peserta didik.


(46)

b. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral

development approach)

Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.

c. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach)

Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan peserta didik untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.

d. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)

Pendekatan klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.

e. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).

Pendekatan pembelajaran berbuat memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. (Teuku Ramli dalam http://www.pdk.go.id)


(47)

3. Model Pengajaran Pendidikan Nilai

Oleh karena tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk membantu memanusiakan manusia, humanisasi, maka jelas penghargaan terhadap manusia termasuk anak didik mendapat penghargaan manusia maka model yang dipilih pun harus sangat menghargai manusia. Untuk itu dalam pendidikan budi pekerti sendiri perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Model demokratis bukan otoriter dan paksaan. Penyampaian nilai budi pekerti supaya tidak dilakukan dengan paksaan atau otoriter. Pendidik dan peserta didik berkerja-sama mencari dan menemukan nilai. Meski pendidik sudah tahu nilai akan disampaikan, akan tetapi peserta didik diajak untuk menggali sendiri. Hal ini lebih memuaskan dan meneguhkan yang ditemukan. Modelnya adalah dialog dengan dengan peserta didik, aktif bekerja, dan pendidik lebih sebagai pendamping atau fasilitator.

b. Model penyadaran (konsientasi). Peserta didik bersama pendidik menggali bersama nilai tersebut sehingga menjadi sadar sendiri bahwa nilai itu nilai yang baik dan berguna bagi kehidupan mereka. Karena mereka menyadari sendiri pentingnya nilai tersebut untuk kehidupan mereka (baik dalam hidup sendiri maupun bersama), diharapkan mereka akan lebih rela melakukan nilai tersebut. Apalagi dengan kesadaran mereka di muka akan lebih yakin penghayatan mereka.


(48)

c. Teladan guru/pendidik. Penanaman nilai budi pekerti hanya akan lancar bila para guru atau pendidik sendiri melakukan nilai tersebut. Dengan kata lain teladan hidup atau kesaksian hidup pendidikan sangat diperlukan. Tanpa kesaksiaan dari pendidik peserta didik akan meremehkan nilai yang akan ditawarkan pendidik. Maka, misalnya pendidikan akan menanamkan nilai penghargaan terhadap orang lain, pendidik sendiri memang sungguh menghargai peserta didik, guru lain, tetapi dalam sikap merendahkan dan menghina pasti akan sulit diterima.

d. Suasana sekolah yang menunjang. Suasana sekolah yang perlu mendukung penanaman nilai yang ada. Misalnya kita mau menanamkan nilai demokratis, maka suasana sekolahpun perlu dikelola secara demokratis dimana setiap warga negaranya boleh andil diu dalamnya. Bila guru punya gagasan lain, jelas suasana ini tidak demokratis apalagi kepala sekolah sudah menskor, maka siswa akan sulit menghayati nilai tersebut. Nilai demokratis tidak dapat dibangun sekaligus dan sekali jadi, tetapi perlu dibagun secara praktis mulai sejak dini. Bentuk penyampaiannya bukan dalam bentuk indoktrinasi, tetapi dengan praktik diskusi dan pembahasan dan refleksi kritis. Nilai tersebut perlu dengan penyampaian dengan model klarifikasi nilai. Dalam model pendekatan tersebut peserta didik mencari dan mendiskusikannya, mengambil yang berguna dan mempraktikannya. Dengan demikian peserta didik aktif berperan dalam mencari dengan


(49)

pendalaman nilai tersebut. Misal menggeluti nilai kerukunan dengan teman, maka sisswa dapat mendiskusikan tentang kegunaan hidup rukun dengan teman. Dengan cara tersebut mereka bebas untuk untuk memikirkan dan mengungkapkan gagasan mereka sendiri. Akhirnya mereka dapat mengambil langkah yang perlu dibuat untuk menambah kerukunan tersebut. Dan mereka dapat membuat refleksi apakah semakin menghayati nilai kerukunan tersebut.

4. Isi Pendidikan Nilai

Budi pekerti berisikan pandangan dari dalam diri orang lain itu sedang sebagai perilaku budi pekerti haruslah berupa tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang tersebut. Dengan demikian ada dua unsur pemahaman atau pengertian dan unsur tindakan dan perbuatan. Kedua unsur saling melengkapi. Sikap menjadi dasar bertindak dan tindakan menjadi sikap yang dapat diungkapkan melalui perilaku yang dapat dicontohkan olah tindakan riil seseorang dalam melakukan proses tindakan.

Nilai moral atau sikap dapat dikelompokkan menjadi nilai yang universal, yaitu yang berlaku bagi semua orang siapapun mereka dan nilai partikular yang hanya berlaku untuk limgkungan atau situasi tertentu saja. Di sini nilai universal sangatlah ditentukan dalam pendidikan nilai dari pada yang partikular. Meskipun yang partikular tidak dapat diabaikan karena kita hidup dalam lingkungan partikular juga. Dari segi nilai dapat


(50)

dikelompokkan dalam sikap sosial, sikap kesusilaan, sikap religiositas, sikap kewarganegaraan, sikap lingkungan hidup, dan lannya.

Sikap tingkah laku berlaku umum yang lebih mengembangkan sikap kemanusiaan dan pengembangan kesatuan warga masyarakat perlu mendapatkan tekanan. Beberapa sikap dan beberapa perilaku itu antara lain sebagai berikut:

a. Sikap penghargaan terghadap sikap manusia. Pengharhgaan bahwa pribadi manusia itu barnilai yang tidak bolah direndahkan atau disingkirkan harus dikembangkan. Setiap manusia sebagai manusia sebagai sesama ciptaan tuhan siapapun mereka adalah bernilai.

b. Berlaku adil tenggang rasa merupakan wujud penghargaan kita terhadap orang lain terhadap sesama kita. Sikap jujur sangat penting ditekankan.

c. Sikap demokratis dan menghargai gagasan orang lain serta mau hidup bersama orang lain yang berbeda sikap ini sangat membantu kita menjadi manusia karena memanusiakan manusia lain.

d. Kebebasan dan bertanggung jawab. Sikap khas manusia sebagai pribadi adalah dia yang punya kebebasan untuk mengungkapkan dirinya dan bertanggung jawab terhadap ungkapannya.

e. Penghargaan terhadap alam. Alam diciptakan oleh Tuhan untuk digunakan manusia agar hidup berbahagia. Maka dalam penggunaan alam digunakan secara sendiri tentunya tidak dibenarkan. Apalagi


(51)

dalam pengerusakan alam sehingga hanya memberikan manfaat bagi segelintir orang juga tidak benar.

f. Penghormatan kapada Pencipta. Kita menghormati Sang Pencipta dengan cara beriman, menghormati dan memuji Sang Pencipta.

g. Beberapa sikap pengembangan sebagai pribadi manusia seperti disiplin bijaksana cermat mandiri percaya diri semuanya lebih menunjang kesemurnan diri pribadi. Meskipun secara tidak langsung tidak berkaitan dengan orang lain tapi dapat membantu dalam kerjasama dengan orang lain.


(52)

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga

1. Letak Geografis a. MTs. NU Salatiga

MTs. NU Salatiga berlokasi di Jalan Kartini No. 2 Salatiga. Dilihat secara geografis, letak MTs. NU tergolong strategis, dikarenakan berada di dalam kota, akses transportasi mudah dari segala jurusan. Lokasinya diapit oleh jalan Osamaliki dan jalan Kartini Salatiga.

b. SMP Muhammadiyah Salatiga

SMP Muhammadiyah Salatiga lokasinya di jalan Cempaka No. 5-7 Salatiga. SMP Muhammadiyah Salatiga berada di tengah kota dan akses transportasi masih sangat terjangkau karena tidak terlalu jauh dari jalur utama Solo – Semarang. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Barat : Desa Kauman 2) Sebelah Utara : Jl. Cempaka

3) Sebelah Timur : Jl. Raya Monginsidi

4) Sebelah Selatan : Jl. Kartini dan Jl. Pattimura

Melihat letak geografisnya yang strategis ini maka SMP Muhammadiyah Salatiga mempunyai prospek yang bagus, disamping


(53)

mudahnya transportasi juga didukung oleh masyrakat lingkungan sekolah yang kondusif, ditambah banyaknya sekolah SLTP baik swasta maupun negeri disekitar lingkup kawasan itu, SMP Muhamadiyah juga terletak ditengah kawasan perkotaan.

2. Sejarah Berdiri a. MTs. NU Salatiga

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Salatiga didirikan pada tahun 1959 M oleh tokoh agama yaitu K.H. Khumaidi Shaleh yang dibantu oleh tokoh-tokoh Islam pada waktu itu antara lain :

1) K.H. Zubair

2) K.H. Badrudin Honggowongso 3) K.H. Ghufron

4) K.H. Kasmuni 5) K.H. Zainudin

Sejak berdirinya hingga tahun 1964 lembaga pendidikan tersebut belum memiliki gedung sendiri, sehingga selama kurun waktu tersebut (1956-1964) pelaksanaan belajar mengajar dilaksanakan di rumah Bapak K.H. Badrudin Honggowongso yaitu di Jalan Makam Pahlawan No. 20 Salatiga.

Setelah berkisar 8 tahun atas usaha beberapa tokoh dan pengurus Yayasan Imaratul Masajid Wl Madaris (YAIMAM) MTs NU


(54)

berhasil membangun gedung sendiri di Jl. Kartini No. 02 Salatiga sampai sekarang ini.

Pada awal berdirinya, lembaga pendidikan ini (MTs NU) kurang bisa berjalan secara baik, hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga pengajar, sarana dan prasarana saat itu. Namun keadaan semacam ini tidak berlangsung begitu lama karena sedikit demi sedikit sarana dan prasarana lembaga ini terpenuhi. Berkat bantuan dari Departemen Agama Kotamadya Salatiga, sehingga perkembangan lembaga pendidikan ini mulai membaik, baik kualitas tenaga pengajar maupun jumlah siswanya.

Atas upaya pengurus dan pendidikan di MTs Nu Salatiga, Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah memberikan

pengakuan akreditas dari terdaftar menjadi diakui dengan SK. No.WK/5c/PP.Co.5/1390.1993. Sejak itulah lembaga pendidikan

MTs NU Salatiga mengalami kemajuan pesat. b. SMP Muhammadiyah

Persyarikatan Muhammadiyah Kota Salatiga berdiri untuk masyarakat dengan mengemban visi dan misi berperan serta memajukan dan meningkatkan sumber daya manusia melalui bidang pendidikan, dengan mendirikan SMP Muhammadiyah di Jalan Cempaka No. 5-7 Salatiga 50714.

Dalam mewujudkan sebagian dari bukti nyata Amal Usaha Persyarikatan Muhammadiyah berupa sarana pendidikan ini,


(55)

Pemimpin Muhammadiyah Daerah Salatiga dan Kabupaten Semarang pada waktu itu bekerja sama dengan instansi terkait dan tokoh-tokoh agama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang dengan GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) sebagai penyandang dana, maka berdirilah bangunan gedung sebagai sarana pendidikan tingkat menengah yang sekarang menjadi SMP Muhammadiyah Salatiga pada tanggal 5 Januari 1974.

Gedung SMP Muhammadiyah Salatiga ini diresmikan penggunaannya pada hari sabtu tanggal 12 Juli 1975 M dan bertepatan dengan tanggal 3 Rajab 1395 H, yang pada waktu itu bertepatan dengan Hari Koperasi ke XXIII. Dengan demikian sarana pendidikan ini sudah digunakan sebagai tempat proses belajar mengajar sejak tahun 1974 dengan membuka pendaftaran siswa baru kelas I.

Tujuan pendidirian SMP Muhammadiyah Salatiga merupakan suatu lembaga pendidikan Islam, maka dasarnya adalah dari dasar organisasi Muhammadiyah yaitu Islam. Sedangkan dasar pendidikan agama di SMP Muhammadiyah Salatiga adalah Pancasila dan UUD 1945.

Adapun ajaran umum pendidikan Islam di SMP Muhammadiyah Salatiga adalah seperti tujuan pendidikan Muhammadiyah yaitu mewujudkan masyarakat muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri serta berguna bagi masyarakat dan Negara.


(56)

Sedangkan tujuan khusus dari yayasan Muhammadiyah yang diberikan guru untuk siswa SMP Muhammadiyah Salatiga adalah membawa dan mengembangkan pendidikan di Muhammadiyah mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi di daerah tingkat Kota Salatiga.

Sedangkan visi dan misi SMP Muhammadiyah adalah sebagai berikut: 1)Visi

a) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

b) Meningkatkan kecerdasan siswa dalam berfikir dan bertindak. c) Menanamkan norma dan tata nilai dalam meningkatkan sikap

akhlakul karimah/ budi pekerti luhur dan keteladanan.

d) Meningkatkan daya fikir kreatif, terampil, berdedikasi selaras intelektual dan emosional dalam situasi yang kondusif serta cinta tanah air.

e) Meningkatkan semangat untuk berprestasi, kinerja, kebersamaan, berpijak pada nilai-nilai ukhuwah dan jalinan silaturahmi.

f) Meningkatkan terpenuhinya kelengkapan fasilitas sarana prasarana penunjang belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan.

2)Misi

a) Menggiatkan dan memotivasi dalam beribadah (mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh).


(57)

b) Membentuk generasi yang tangguh, cerdas, dan cinta tanah air. c) Mewujudkan sikap akhlakul karimah/ berbudi luhur dalam

kehidupan sehari-hari.

d) Membentuk generasi yang cerdas, terampil, kreatif, dan berdedikasi yang tinggi.

e) Menciptakan keselarasan, keseimbangan emosi, intelektual untuk menumbuhkan jalinan ukhuwah, silaturahmi, dan keteladanan.

f) Secara bertahap memenuhi kelengkapan sarana prasarana kegiatan belajar mengajar sesuai standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan.

B. Keadaan Siswa dan Guru

1. Keadaan Siswa

Jumlah siswa MTs. NU Salatiga secara keseluruhan adalah 228 siswa yang terbagi dalam lima belas kelas meliputi kelas VII tiga kelas, kelas VIII dua kelas, dan kelas IX dua kelas. Adapun perinciannya sebagai berikut:

TABEL 1

DATA SISWA MTs NU SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

NO JUMLAH SISWA ROM

KELAS L P JML BEL


(58)

2 VIII 51 28 79 2

3 IX 28 30 58 2

JUMLAH 137 91 228 7

Jumlah siswa SMP Muhammadiyah Salatiga secara keseluruhan adalah 536 siswa yang terbagi dalam lima belas kelas meliputi kelas VII tiga kelas, kelas VIII lima kelas, dan kelas IX enam kelas.. Adapun perinciannya sebagai berikut:

TABEL 2

DATA SISWA SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

NO JUMLAH SISWA ROM

KELAS L P JML BEL

1 VII 66 47 113 3

2 VIII 117 87 204 5

3 IX 117 102 219 6

JUMLAH 300 236 536 14

2. Keadaan Guru

Jumlah tenaga pengajar di MTs. NU Salatiga seluruhnya berjumlah 17 orang, dengan princian sebagai berikut:

TABEL 3

DAFTAR GURU MTs. NU SALATIGA

NO NAMA GURU TUGAS MENGAJAR MAPEL

1 Drs. Muh Syamsul Fiqih 2 KH. Nur Abdul Majid, LC Ke-NU-an


(59)

3 Zaharah Lukluah, SPd Matematika 4 Siti Fatimah, S.Pd Fisika

5 Busyaeri Qur’an Hadis

6 Kartini, SS Bhs. Indonesia

7 Iin Indah Kurniawati, Amd TIK

8 Uswatun Hasanah, S.Pd.I Bhs. Inggris

9 Arzukoh, S.Ag SKI/Aqidah Akhlaq

10 Sri Supadmi SBK

11 Kadarwati, S.Pd Biologi 12 Desi Sinta Edia P, S.Pd Matematika

13 Su'udi Bhs. Indonesia

14 Muhtadi, S.Pd IPS

15 M. Sidiq AS PJOK

16 Ali Munabah, S.Pd.I Bhs. Arab 17 Tasdiqul Choiri, S.Pd.I / Fiqih

Sedangkan jumlah tenaga pengajar di SMP Muahammadiyah Salatiga seluruhnya berjumlah 23 orang, dengan princian sebagai berikut:

TABEL 4

DAFTAR GURU SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA

NO NAMA TUGAS MENGAJAR MAPEL

1 Yudi Haryono,S.Pd Matematika 2 Thoniek Fathonah,BA B. Indonesia

3 Khadzikkul Fikri Ket. TI Kom. & Senirupa 4 Suci Rahayu,S.Pd B. Inggris

5 Sri Harmoni,Amd.Pd PPKn 6 Emy Setyowati,S.Pd Biologi


(60)

7 Sriyono,S.Pd Olahraga & Kesehatan 8 Bambang Susmoyo,S.Ag B. Indonesia dan Agama

9 Drs. Mulyono PAI

10 Suparmi Geografi, Sejarah

11 Sri Suryani,S.Pd PKn dan Seni Musik 12 Nur Indah Widyastuti B. Indonesia

13 Noor Khanah,BA B. Jawa

14 Puji Hastuti Ekonomi

15 Neni Junaeda,S.Pd Matematika 16 Is Purwito Edi Raharjo -

17 Raharjo,S.Pd Matematika

18 Savitri Dewi,S.Psi BP/BK Dan Agama 19 Tri Rahayu,S.Pd Fisika

20 Sri Wuryantini,S.Pd Fisika & Matematika 21 Khaliyatul Husna,S.Pd.I B. Inggris

22 Mursyidatun Ni'mah,S.Pd.I Agama Islam 23 Taufikur Rahman,S.Pd P. Geografi

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan parasarana memiliki andil dalam menyukseskan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Keberadaan yang sangat urgen tersebut mengharuskan pihak penyelenggara pendidikan melakukan pengadaan sarana dan prasarana tersebut. Tanpa adanya sarana dan prasana akan mengganggu tingkat keberhasilan proses pendidikan yang dilaksanakan.

Pengajaran akan berhasil jika siswa merasa nyaman dan terfasilitasi dalam sarana yang mendukung efektivitas pembelajaran yang


(61)

dilaksanakan. Pengaturan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas misalnya memerlukan sarana seperti, meja, kursi, papan tulis (white board), yang digunakan untuk menunjang pembelajaran. Begitupun dengan fasilitas yang lain, secara tidak langsung saling terkait dan menentukan tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan.

Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga adalah sebagai berikut:

TABEL 5

SARANA DAN PRASARANA MTS. NU SALATIGA

No Nama Barang Luas Jumlah Kondisi

1 Ruang Kelas 630m2 10 kurang

2 Ruang Laborat 1 kurang

3 Ruang Perpustakaan 1 kurang

4 Ruang UKS 1 rusak

5 Ruang Pramuka 1 kurang

6 Ruang Guru 1 baik

7 Kamar Mandi 2 baik

8 Ruang Aula 1 baik

9 MCK 3 rusak

10 Mushola 1 cukup

11 Gudang 1 kurang

12 Meja Guru 20 baik

13 Kursi Guru 40 cukup

14 Meja Siswa 110 baik

15 Kursi siswa 220 cukup


(62)

17 Komputer 9 cukup

18 Almari 9 cukup

19 Tape Recorder 2 kurang

20 Sound System 1 rusak

21 Printer 3 kurang

22 Tenda 4 cukup

23 Mega Phone 1 rusak

24 Mesin Ketik 2 rusak

Data dari TU MTs. NU Salatiga2

TABEL 6

SARANA DAN PRASARANA SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA

No. Ruang Jumlah Luas Keterangan

1 R. Teori/Kelas 15 675

2 Perpustakaan 1 70 a. Jumlah Judul Buku = 825

b. Jumlah Buku=14.855

3 Lab. IPA 1 48

4 Laboratorium Bahasa

1 48

5 Lab. Komputer 1 48

6 R. Ketrampilan 1 30

7 R. Media (Audio

Visual)

- -

8 R. BK 1 12

9 R. Ibadah / Musholla

1 20

10 R. Kepala Sekolah 1 18

2


(1)

Moleong, Lexy. J. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

______________. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan, Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Mulkhan, Abdul Munir. 2003. Dari Semar ke Sufi: Kesalehan Multikultural sebagai Solusi Islam di Tengah Tragedi Keagamaan Umat Manusia. Yogyakarta: Al-Ghiyats

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nata, Abudin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Pohan, Rusdin. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Banda Aceh: Ar-Rijal

Institute

Sutrisno. 2008. Pendidikan Islam yang Menghidupkan. Yogyakarta: Kota Kembang

Takeshita, Masataka. 2005. Insan Kamil Pandangan Ibnu ‘Arabi. Surabaya: Risalah Gusti

Thalib, Muhammad. 2001. 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islam, Bandung: Irsyad Baitus Salam

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tilaar, H.A.R. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta Wasim, Alef Theria, et.all. 2005. Harmoni Kehidupan Beragama: Problem,

Praktik dan Pendidikan. Yogyakarta: Oasis Publisher

Zubaedi. 2007. Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(2)

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Metode

Pengumpulan Data

Sumber Data Jenis Data

Wawancara

Kepala

Madrasah/Sekolah

Sejarah pendirian Visi dan Misi Pendirian

Pandangan Tentang Pendidikan Islam Pandangan mengenai alokasi waktu pendidikan agama Islam di

sekolah/madrasah

Pandangan mengenai pengajar pendidikan agama dari sudut kompetensi akademis.

Pandangan mengenai pola pendidikan Islam yang sesuai dengan tingkat pendidikan SMP/MTs

Alokasi waktu pendidikan agama Islam di SMP/MTs

Pola pembelajaran Agama Islam di Madrasah SMP/MTs

Acuan Kurikulum Pembelajaran yang diterapkan

Kelengkapan sarana prasarana pembelajaran

Guru Agama Islam

Metode Pembelajaran yang diterapkan Kiat memenuhi target pembelajaran keislaman yang dilaksanakan Sarana pembelajaran Agama Islam yang digunakan


(3)

prasarana SMP/MTs

Sarana dan prasarana yang dimiliki Manajemen pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah

Manajemen pengaturan alokasi pelajaran agama Islam di Sekolah Pengaturan jadual guru agama Islam Manajemen Pengaturan Kegiatan keagamaan di sekolah/madarasah Alokasi kegiatan keagamaan di luar jam belajar

Observasi

Lingkungan

Penataan lingkungan madrasah Ruang kelas

Mushola/masjid

Pembelajaran

KBM madrasah/sekolah Kegiatan ekstra kurikuler Aktivitas di luar jam belajar

Dokumen Madrasah

Kurikulum

Data guru, siswa dan karyawan Data prestasi madrasah

Data pengurus Data sarana prasarana Penjadwalan KBM


(4)

Daftar Pertanyaan

Sumber Data Acuan Pertanyaan

Kepala

Madrasah/Sekolah

Apa Visi dan Misi Pendirian SMP/MTs?

Bagaimana pandangan Bapak tentang pendidikan Islam?

Dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam, berapa jam alokasi waktu pendidikan agama Islam di

sekolah/madrasah dalam setiap minggunya? Apakah guru pendidikan agama Islam mempunyai kompetensi akademis yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya?

Bagaimana pandangan Bapak/Ibu mengenai pola pendidikan Islam yang sesuai dengan tingkat pendidikan SMP//MTs?

Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran Agama Islam di Madrasah SMP/MTs?

Secara institusi, dikarenakan SMP/MTs merupakan sekolah berlabel Islam, maka secara umum target output yang diharapkan dengan bekal pembelajaran agama Islam yang diterapkan di sekolah seperti apa? Dasar acuan kurikulum pembelajaran yang diterapkan darimana?

Bagaimana kelengkapan sarana prasarana

pembelajaran, apakah sudah terpenuhi atau belum? Adakah kegiatan keagamaan bagi siswa di luar jam belajar? Contohnya kegiatan seperti apa?

Guru Agama Islam

Metode Pembelajaran apa yang diterapkan dalam pembelajaran agama Islam di kelas?

Bagaimana menilai efektifitas metode pembelajaran keislaman tersebut?


(5)

Apa kiat untuk memenuhi target pembelajaran keislaman yang dilaksanakan di kelas?

Sarana pembelajaran apa saja yang digunakan sebagai penunjang pembelajaran agama Islam?

Apa saja hambatan yang dijumpai dalam pembelajaran agama Islam di kelas?

Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang dijumpai tersebut?

Secara umum apa target pembelajaran agama Islam yang dilaksanakan?

Ukuran apa yang Bapak gunakan untuk menilai bahwa target pembelajaran tersebut telah terpenuhi?

Jika target tersebut belum terpenuhi, maka langkah-langkah seperti apa yang Bapak lakukan untuk memenuhinya?

Secara institusi, dikarenakan sekolah ini berlabelkan Islam, maka apa titik tekan pembinaan perilaku yang ingin dicapai dalam pembelajaran agama Islam? Bagaimana mengatasi anak yang bermasalah selama proses pembelajaran berlangsung?

Apakah ada reward dan punishment dalam setiap perilaku siswa selama mengikuti atau mengerjakan tugas sekolah terkait dengan pembelajaran agama Islam?

Bagaimana menilai tingkat keberhasilan pembelajaran keislaman di kelas?

Bagaimana menilai tingkat keberhasilan pembelajaran keislaman dalam keseharian siswa selama di


(6)

TU

Bagaimana manajemen pengelolaan sarana dan prasarana SMP/MTs?

Apa saja sarana dan prasarana yang dimiliki? Bagaimana manajemen pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah yang diterapkan?

Waka Kurikulum

Bagaimmana manajemen pengaturan alokasi jam pelajaran agama Islam?

Bagaimana pengaturan jadual guru agama Islam Bagaimana manajemen Pengaturan Kegiatan keagamaan di sekolah/madarasah?

Bagaimana mengatur alokasi kegiatan keagamaan di luar jam belajar?

Guru BP

Adakah upaya-upaya bimbingan yang diterapkan di sekolah?

Apa saja upaya bimbingan bagi siswa bermasalah dalam hal perilaku?

Apa saja usaha-usaha preventif yang dilakukan? Apakah ada reward dan punishment bagi siswa dalam hal perilaku moral di sekolah