1 Praperadilan tidak berfungsi dengan baik; 2 Fungsinya sudah digantikan dengan pengaturan tentang Hakim Komisaris.
c. Dihapuskannya ketentuan tentang pemeriksaan koneksitas Hal ini disesuaikan dengan adanya rencana agar tindak pidana yang dilakukan
oleh Militer, tetap diproses berdasarkan peradilan umum. Pengadilan Militer hanya memeriksa pelanggaran disiplin militer murni.
2. Beberapa isu penting yang perlu dimasukkan dalam RUU HAP di antaranya:
a. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Pasal 32 dan 33 UN Convention Against Corruption pada tahun 2003
disebutkan bahwa kepada setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan atau
intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjamin tercapainya due process of law.
Proses hukum yang adil merupakan cita-cita dari pelaksanaan hukum acara pidana. Hal ini tidak saja berkaitan dengan tersangkaterdakwa, namun juga
dengan saksi dan korban. Dikemukakan oleh Tobias dan Peterson, bahwa unsur- unsur minimal dari due process itu adalah: hearing, counsel, defense, evidence and
a fair and impartial court. b. Pembatasan Masa Penahanan
Konsekuensi Indonesia sudah meratifikasi ICCPR, tidak bisa diingkari lagi, harus diakomodasi dalam RUU HAP. Sebagai negara yang telah meratifikasi
konvensi-konvensi tersebut terdapat kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang diatur dalam konvensi. Sebagai contoh dapat dikemukakan dalam kovenan
tentang hak-hak sipil dan politik ICCPR terdapat ketentuan yang berkaitan dengan hukum acara pidana, misalnya tentang hak-hak tersangka dan ketentuan
penahanan yang diperketat. Berhubungan dengan hal tersebut ada Negara- negara yang membuat KUHAP baru untuk mengikuti kovensi ntara lain : Italia,
Rusia, Lithuania dan lain sebagainya. Ketentuan tentang penahanan dalam ICCPR misalanya, tentang penahanan yang dilakukan oleh penyidik harus sesingkat
mungkin dan segera di bawa kepada hakim. Amerika Serikat menafsirkan segera mungkin adalah dua kali dua puluh empat jam. Di Eropa umumnya diartikan
paling lama 5 lima hari atau 1 satu hari penangkapan dan 4 empat hari penahanan. Sedangkan dalam KUHAP masa penahanan masih menggunakan
waktu hingga 20. Jika mengikuti ICCPR hal ini harus diperbaiki. c. Intersepsi Penyadapan
Penyadapan diperkenalkan dalam rancangan, akan tetapi diberi persyaratan yang ketat. Pasal 83 ayat 1 Rancangan berbunyi: “Penyadapan
pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau
diduga keras akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan”.
d. Hakim Komisaris 1 Dengan dibentuknya hakim komisaris, maka diharapkan dapat dicapai tujuan
hukum acara pidana due process of law atau behoorlijk process recht. 2 Salah satu tujuan dibentuknya lembaga hakim komisaris ialah untuk menjaga
praduga tak bersalah Inggeris: presumption of innocence, Belanda: presumptie
van onschuldig, Perancis: presumption d’innocence dan demi kepentingan penyidikan sendiri jangan sampai orang menghilangkan bukti-bukti.
3 Hal itu sesuai dengan tujuan hukum acara pidana yaitu untuk mencapai objective truth dan melindungi hak asasi terdakwa dan jangan sampai orang
tidak bersalah dijatuhi pidana. Diadakan pengecekan terhadap terdakwa, saksi dan bukti lain, hakim komisaris diberi wewenang untuk memberi perintah
penahanan, penggeledahan dan upaya paksa coercive measure. e. Putusan Pengadilan Tentang Ganti Kerugian Terhadap Korban
Sanksi Ganti kerugian, merupakan suatu sanksi yang mengharuskan seseorang yang telah bertindak merugikan orang lain untuk membayar sejumlah
uang ataupun barang pada orang yang dirugikan, sehingga kerugian yang telah terjadi dianggap tidak pernah terjadi. Dewasa ini sanksi ganti kerugian tidak
hanya merupakan bagian dari hukum perdata, tetapi juga telah masuk ke dalam hukum Pidana. Perkembangan ini terjadi karena semakin meningkatnya
perhatian masyarakat dunia terhadap korban tindak pidana. Ketentuan ganti kerugian bagi korban yang dalam RUU HAP dicantumkan
dalam Bab ke-9 ini, sesuai dengan himbauan konvensi internasional PBB agar hukum pidana di negara anggota lebih memperhatikan kepentingan korban.
3. Dampak pengaturan beberapa ketentuan yang akan dicantumkan dalam RUU HAP: