Latar Belakang. PENUTUP A.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Sejak lama masyarakat internasional ingin mewujudkan suatu organisasi internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini disebabkan sebagai reaksi terhadap banyaknya sengketa maupun konflik yang terjadi antar negara di dunia ini. Masyarakat internasional memerlukan sebuah wadah yang mampu menghimpun semua negara ke dalam suatu badan yang terorganisir untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah internasional tersebut. Rasa aman suatu negara dapat dinilai dengan tidak adanya bahaya ancaman dan tekanan bersifat militer, politik, serta pemaksaan kebijakan ekonomi, sehingga setiap negara mampu untuk melakukan pembangunan khususnya bagi negara-negara berkembang agar mampu mengejar ketertinggalan mereka dari negara maju. Keamanan internasional merupakan kumulatif daripada keamanan nasional setiap bangsa dan negara. Kemanan internasional mustahil dapat diwujudkan jikalau tidak adanya integrasi kerjasama internasional. 1 Seluruh negara di dunia memiliki hak atas keamanan serta berhak untuk mempertahankan keamanan nasional mereka. Negara dapat mempergunakan kebijakan nasional mereka yakni dengan penggunaan kekuatan militer, namun 1 “Berbagai Konsep Keamanan, New York : PBB, 1986, terjemahan, Nana. S. Sutresna, Dirjen Politik Deplu. hal. 9. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hanya untuk melindungi dan mempertahankan diri. Selain tujuan tersebut, penggunaan kekuataan militer dianggap tidak sah. 2 Konflik Libya terjadi pada tanggal 15 Februari 2011 yang diawali dengan demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Benghazi yang ingin menuntut digulingkannya rezim pemerintahan Moammar Qadhafi yang sedang berkuasa. Terjadinya demonstrasi besar-besaran yang ingin menggulingkan rezim Qadhafi menjadi awal dari pemberontakan anti pemerintah. Hal ini ditanggapi Didalam pasal 2 ayat 4 Piagam PBB secara tegas melarang penggunaan kekuatan militer terhadap sebuah negara yang berdaulat, kecuali semata-mata untuk kepentingan self defense dari serangan militer negara lain. Prinsip non- intervensi dalam hukum internasional ini harus diterapkan demi menghormati prinsip kedaulatan sebuah negara state sovereignty principle. Dengan prinsip non-intervensi ini maka semua negara dilarang keras melakukan intervensi terhadap permasalahan dalam negeri sebuah negara yang berdaulat. Ketentuan mengenai hal tersebut bukanlah dipandang sebagai ketentuan yang mutlak. Dalam kondisi-kondisi tertentu, Bab VI dan VII Piagam PBB memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan non- defensive use of force untuk menanggapi segala bentuk ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia. Pada kasus Libya, pengeluaran Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973 untuk Libya berdasarkan pada Bab VII Piagam PBB. 2 Ibid, hal. 10. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Qadhafidengan jalan kekerasan. Ia memerintahkan para tentara untuk menembak mereka. Jikalau mereka menolak maka tentara tersebut akan dibunuh, demikianlah pengakuan tentara yang ditangkap para demonstran. Pihak oposisi yang selama ini di kekang bersama kekuatan rakyat segera mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai “Hari Kemarahan”. Moammar Qadhafi mulai mengerahkan tentara sewaan dari Chad untuk menembak para demonstran. 3 Pada awal bulan Maret 2011, masyarakat internasional mulai tidak tahan dengan sikap pemimimpin Libya tersebut. Banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia serta tindakan keji yang dilakukan Qadhafi mendapat respon amarah dari dunia internasional. Negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika serikat dan Perancis mulai melakukan tindakan pengancaman militer dengan cara melakukan pengiriman ratusan penasihat militer mereka ke Libya serta mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Libya yakni di kota Benghazi dan Tobruk yang telah dikuasai oleh penduduk anti- Qadhafi. 4 Banyaknya jatuh korban selama berlangsungnya konflik di Libya, memaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk turut campur terhadap kedaulatan Sebelumnya juga Amerika Serikat dan Inggris telah lebih dahulu memasuki kota Benghazi dan Tobruk pada tanggal 24 Februari lalu. Bahkan Pentagon dalam konfirmasinya melalui juru bicara Departemen Pertahanan AS, telah mengkerahkan pasukan Angkatan Laut dan Udara ke wilayah dekat Libya. 3 Apriadi Tamburaka, ”Revolusi Timur Tengah : Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah”, Yogyakarta : Narasi, 2011. hal. 224. 4 “Pasukan AS disiagakan Dekat Libya”, Media Indonesia. 01 Maret 2012. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA negara yang tengah mengalami krisis tersebut. 5 NATO yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB tanggal 24 Maret 2011 dengan nama operasi Operation Unified Protector mengintervensi Libya dari darat laut dan udara demi melindungi warga sipil. Desakan masyarakat internasional yang mengecam tindakan yang dilakukan pemerintah Libya yang represif disambut hangat oleh PBB. Akhirnya, pada tanggal 17 Maret 2011, Dewan Keaman PBB melakukan sidang ke- 6.498, lalu mengeluarkan serta mengesahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 terkait dengan situasi di Libya yang semakin memburuk. Resolusi tersebut secara garis besar antara lain mengatur mengenai penerapan gencatan senjata cease-fire dan penghentian seluruh tindakan kekerasan serta penyerangan terhadap penduduk sipil dalam waktu sesegera mungkin, perlunya upaya-upaya yang intensif untuk merumuskan suatu solusi politik yang damai dan berkelanjutan atas krisis di Libya, kewajiban bagi Otoritas Libya untuk mematuhi hukum internasional, perlindungan atas penduduk sipil Protection of Civillians, pelaksanaan Zone Larangan Terbang No Fly Zone, pelaksanaan Embargo Senjata Enforcement of the Arms Embargo, dan pembekuan sejumlah aset perorangan, instansi pemerintah maupun perusahaan Libya. 6 5 “PBBSiap Melakukan Intervensi”, Media Indonesia, 18 Maret 2011,hal. 7. 6 NATO and Libya - Operation Unified Protector, NATO, diunduh tanggal 2November2011http:www.nato.intcpsenSID-492E0213- 1D7EE83Anatolivetopics_71652.html. Setelah pemberontakan rakyat yang dimulai di Benghazi pada tanggal 17 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 pada 17 Maret. Resolusi PBB dilakukan dengan embargo senjata, membekukan aset pribadi Qadhafi dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menerapkan larangan perjalanan tokoh politik Libya. 7 Sebagaimana telah dinyatakan diatas, PBB memberikan mandat kepada NATO untuk mengintervensi Libya bertujuan untuk menegakkan zona larangan terbang serta demi melindungi penduduk sipil. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama berlangsungnya konflik di Libya, NATO tidak sedikit memberikan peluang bagi rakyat Libya untuk bebas dari rezim yang selama ini telah membatasi hak konstitusi mereka. Namun dalam kenyataannya di lapangan, NATO gagal dalam melindungi penduduk sipil. Bahkan Dewan Keamanan PBB berdasarkan Resolusi No. 1973, yang menyetujui negara anggota dan organisasi regional untuk mengambil “semua langkah yang diperlukan” untuk melindungi warga sipil di Libya. 8 Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Kemanan PBB tentang konflik di Libya yang bertujuan untuk melindungi rakyat sipil bukan hanya berlaku pada pemerintahan Libya melainkan juga kepada seluruh negara-negara anggota yang melakukan tindakan yang diperlukan guna mencapai perdamaian dan kemananan di negara tersebut. Serangan NATO yang membabi-buta dan sistematis telah menodai mandat yang diberikan PBB kepadanya. Dalam hukum humaniter internasional dinyatakan bahwa,yang dapat dijadikan sasaran tembak ialah 7 Ibid. 8 “NATO Serang Rumah Sakit di Libya”. , http:www.islamtimes.orgvdcc10qso2bqx18.5fa2.html .Pesawat-pesawat tempur NATO membom pusat medis di Sirte, yang terletak 400 kilometer 250 mil timur ibukota Tripoli, pada hari Kamis. Jumlah korban masih belum diketahui. NATO telah melakukan lebih dari 9.300 serangan udara di Libya sejak Maret, menurut Associated Press. Ratusan warga sipil Libya telah kehilangan nyawa mereka sejak NATO mengambil alih serangan udara pada 31 Maret.Serangan udara NATO telah merusak infrastruktur Libya. Diakses tanggal 03 Maret 2012. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hanyalah kombatan, sementara penduduk sipil serta tempat pemukiman penduduk tidak dapat dijadikan sasaran tembak. Sebagai salah satu subjek hukum intermasional, NATO yang merupakan organisasi internasional harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Internasional. 9 Pemilikan personalitas yuridik NATO sebagai suatu organisasi intetnasional yang merupakan salah satu subjek hukum internasional bukan berarti menjadikan NATO kebal dari hukum. Ia harus menghormati hukum internasional. Tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan hukum internasional merupakan suatu pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini tanggung jawab internasional yang dirumuskan untuk negara dengan sedikit adaptasi kiranya dapat berlaku bagi organisasi internasional. 10

B. Rumusan Masalah.