Pertanggungjawaban North Atlantic Treaty Organization (NATO) Terhadap Pelanggaran Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 Dalam Konflik Di Libya

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY

ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM

KONFLIK DI LIBYA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JANRI MARTUA MANURUNG NIM: 080200210

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI

DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA.

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

JANRI MARTUA MANURUNG NIM: 080200210

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

NIP: 196403301993031002 Arif,S.H.,M.H.

Pembimbing I Pembimbing II

NIP.196201171989032002 NIP.197308012002121002 Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,S.H.,M.LI.Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Jesus Kristus, dan Roh Kudus, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN NORTH

ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA” ini telah selesai dengan baik dan sesuai dengan harapan.

Penulisan skripsi ini bukanlah semata-mata hanya untuk kelulusan kegiatan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum saja. Penulis juga ingin memberikan seidikit sumbangsih pemikiran dan gagasan tentang hukum internasional khususnya mengenai organisasi internasional dalam hal pertanggungjawabannya. Pengakuan organisasi internasional sebagai salah satu subjek hukum internasional telah lama diakui oleh masyarakat internasional sehingga ia mampu menjalankan hal dan kewajibannya berdasarkan personalitas yuridik yang diberikan padanya.

Isu-isu mengenai tuntutan pertanggungjawaban organisasi internasional mulai terangkat kepermukaan ketika masyarakat internasional mulai menyadari bahwa betapa pentingnya hal tersebut dilakukan guna menjamin seluruh kepentingan baik kepentingan negara-negara anggota secara langsung maupun negara-negara non anggota yang secara sengaja maupun tidak sengaja terkena imbas dari kegiatan yang dilakukan organisasi internasional. Dikatakan bahwa hanya organisasi internasional yang memiliki personalitas yuridik saja yang dapat


(4)

dimintai pertanggungjawaban. Pada dasarnya suatu organisasi internasional dibentuk guna menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Akan tetapi dalam prakteknya dewasa ini, tidak jarang beberapa organisasi internasional justru pelanggaran-pelanggaran yang tidak sedikit menimbulkan dampak buruk bagi negara-negara lain dalam melakukan praktek kegiatan organsiasinya. Oleh karena itu banyak para ahli hukum internasional ingin mengkaji lebih dalam mengenai organisasi internasional khususnya dalam hal pertanggungjawabannya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengakui dengan sadar bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan, baik didasarkan karena keterbatasan kemampuan penulis maupun disebabkan karena perkembangan hukum internasional begitu pesat dan luas mengenai pertanggungjawaban organisasi internasional sehingga suatu karya tulis sering menemukan kesulitan untutk menjelaskan serta menggambarkan perkembangan hukum yang begitu dinamis secara lengkap dan akurat. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun demi kesempurnaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang dengan senag hati memberikan bantuan dan dukungan serta doa yang begitu berharga selama penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Teristimewa buat Bapakku Wilson Manurung dan Mamaku tersayang Rosmery Butar-Butar. Terima kasih buat kedua Orang Tuaku yang


(5)

selama ini telah mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih dan sabar. Terima kasih buat doa dan dukungan Bapak dan Mamak.

2. Seluruh adik-adikku yang tersayang : Tigor Ericson Manurung, Rezeki Apriyanto Manurung, Roni Oberton Manurung, Ester Yuni Wati Manurung. Tidak lupa buat itok awak Romina Manurung.

3. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu.,S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan.

4. Bapak Arif.,S.H.,M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara,Medan.

5. Ibu Prof.Ningrum Natasya Sirait.,S.H.,M.LI,selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr.Jelly Leviza.,S.H.,M.Hum selaku dosen pembimbing II serta Sekretaris Departemen Hukum Internasional yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Rafiqoh Lubis.,S.H dan selaku dosen pembimbing akademik penulis. 8. Seluruh dosen Fakultas Hukum USU yang telah memberikan sumbangsih

berupa ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga buat penulis selama mengikuti kegiatan akademik di Fakultas Hukum USU. Terlebih buat Pak Deni Purba, makasih motivasi yang bapak berikan, semoga bias dapat Scholarship di luar negeri seperti bapak.Amin.


(6)

9. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU : jajaran staff administrasi dan seluruh pegawai Fakultas hukum USU.

10.Sahabat-sahabat ku selamanya, Wira Yudha Nugraha.,S.H, Dedy Fanata Ginting.,S.H, ( Impal awak…), Lidya Tarigan.,S.H., Angfier Sinaga.,S.H. terima kasih buat dukungan dan doa kalian semua. Semoga kita jadi orang yang sukses sesuai impian kita.

11.Buat kakak kelompok awak, kak Ingrid dan kak Evlyn tidak lupa buat bang Iman, makasih bimbingan rohani dari kalian smua walaupun masih banyak bolong-bolong ibadah awak.

12.Kawan-kawan awak Heri Ginting, Haryanto, Ranto”artis Korea”, Kufner Gultom, Marthin, Ode, Jepri“Jepli”, Gorby. Kawan-kawan ILSA yang awak banggakan Doroty, Saddam, Bowok, Rahayu, Nissa Cibi, serta seluruh teman-teman angkatan 2008. Sukses buat kita semua.Amin.

Akhir kata penulis ucapkan kembali terimakasih sebesar-besarnya terlebih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kiranya karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, 2012 Hormat Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 7

D. Keaslian Penelitian ……….. 8

E. Tinjauan Pustaka ………. 9

F. Metode Penelitian ……… 13

G. Siatematika Penelitian………. 16

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP RESOLUSI PBB A. Pegertian resolusi dan Fungsi Resolusi………... 19

B. Resolusi Majelis Umum PBB………. 21

1. Proses Pembuatan Resolusi Majelis Umum PBB……….… 21

2. Kekuatan Mengikat Resolusi Majelis Umum PBB……… 29

C. Resolusi Dewan Keamanan PBB………. 33

1. Proses Pembuatan Resolusi Dewan Keamanan PBB………. 33


(8)

BAB III. INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA

A. Latar Belakang Konflik di Libya……….. 40

B. Tinjauan Umum Tentang NATO………. 52

1. Sejarah dan perkembangan NATO……… 52

2. Kedudukan NATO dalam HukumInternasional……… 62

C. Intervensi NATO dalam Konflik di Negaraibya……… 65

D. Pelanggaran yang Dilakukan NATO diibya……….. 74

E. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pelanggaran Resolusi Dewan Keamanan PBB NO.1973 yang Dilakukan NATO di Libya……….… 76

BAB IV. PERTANGGUNG JAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO ) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973. A. Pertanggungjawaban Organisasi Internsional Terhadap Pelanggaran yang Dilakukannya Menurut Hukum Internasional……… 80

B. Sanksi terhadap pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB……….. 81

C. Pertanggungjawaban North Atlantic Treaty Organization ( NATO ) Terhadap Pelanggaran Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 dalam Konflik di Negara Libya………... 86


(9)

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan……….. 92

B. Saran ………...……… 93


(10)

PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY

ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI

DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA Prof.Ningrum Natasya Sirait,S.H.M.LI *)

Dr. Jelly Leviza,S.H.**) Janri Martua Manurung***)

ABSTRAKSI

Tuntutan terhadap tanggung jawab organisasi internasional hanya dapat dilakukan terhadap organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum internasional. Personalitas North Atlantic Treaty Organization (NATO) dapat dilihat pada praktiknya dimana organisasi diberikan hak-hak kekebalan (immunities right) dalam mengadakan hubungan dengan negara anggotanya dan melakukan perjanjian internasional dengan subjek hukum internasional lainnya.

Metode penelitian yang dipakai ialah metode peneltian penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam hukum organisasi internasional. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan.

Secara yuridis normatif NATO telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973. Namun NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum disebabkan adanya kekosongan hukum yang membuat NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik oleh Mahkamah Internasional maupun pengadilan Internasional ad hoc. Advisory Opinion Mahkamah Internasional pada kasus Reparation for Injuries Suffered in the

Service of The United Nations case 1949 dinilai kurang cukup dijadikan sebagai

landasan hukum dalam menuntut pertanggungjawaban NATO. Seharusnya, sebagai konsekuensi logis jika suatu organisasai internasional dapat menuntut jika organisasi internasional maka ia juga dapat dituntut.

Kata Kunci : NATO, Pertanggungjawaban Organisasi Internasional. *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(11)

PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY

ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI

DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA Prof.Ningrum Natasya Sirait,S.H.M.LI *)

Dr. Jelly Leviza,S.H.**) Janri Martua Manurung***)

ABSTRAKSI

Tuntutan terhadap tanggung jawab organisasi internasional hanya dapat dilakukan terhadap organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum internasional. Personalitas North Atlantic Treaty Organization (NATO) dapat dilihat pada praktiknya dimana organisasi diberikan hak-hak kekebalan (immunities right) dalam mengadakan hubungan dengan negara anggotanya dan melakukan perjanjian internasional dengan subjek hukum internasional lainnya.

Metode penelitian yang dipakai ialah metode peneltian penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam hukum organisasi internasional. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan.

Secara yuridis normatif NATO telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973. Namun NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum disebabkan adanya kekosongan hukum yang membuat NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik oleh Mahkamah Internasional maupun pengadilan Internasional ad hoc. Advisory Opinion Mahkamah Internasional pada kasus Reparation for Injuries Suffered in the

Service of The United Nations case 1949 dinilai kurang cukup dijadikan sebagai

landasan hukum dalam menuntut pertanggungjawaban NATO. Seharusnya, sebagai konsekuensi logis jika suatu organisasai internasional dapat menuntut jika organisasi internasional maka ia juga dapat dituntut.

Kata Kunci : NATO, Pertanggungjawaban Organisasi Internasional. *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang.

Sejak lama masyarakat internasional ingin mewujudkan suatu organisasi internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini disebabkan sebagai reaksi terhadap banyaknya sengketa maupun konflik yang terjadi antar negara di dunia ini. Masyarakat internasional memerlukan sebuah wadah yang mampu menghimpun semua negara ke dalam suatu badan yang terorganisir untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah internasional tersebut.

Rasa aman suatu negara dapat dinilai dengan tidak adanya bahaya ancaman dan tekanan bersifat militer, politik, serta pemaksaan kebijakan ekonomi, sehingga setiap negara mampu untuk melakukan pembangunan khususnya bagi negara-negara berkembang agar mampu mengejar ketertinggalan mereka dari negara maju. Keamanan internasional merupakan kumulatif daripada keamanan nasional setiap bangsa dan negara. Kemanan internasional mustahil dapat diwujudkan jikalau tidak adanya integrasi kerjasama internasional.1

Seluruh negara di dunia memiliki hak atas keamanan serta berhak untuk mempertahankan keamanan nasional mereka. Negara dapat mempergunakan kebijakan nasional mereka yakni dengan penggunaan kekuatan militer, namun


(13)

hanya untuk melindungi dan mempertahankan diri. Selain tujuan tersebut, penggunaan kekuataan militer dianggap tidak sah.2

Konflik Libya terjadi pada tanggal 15 Februari 2011 yang diawali dengan demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Benghazi yang ingin menuntut digulingkannya rezim pemerintahan Moammar Qadhafi yang sedang berkuasa. Terjadinya demonstrasi besar-besaran yang ingin menggulingkan rezim Qadhafi menjadi awal dari pemberontakan anti pemerintah. Hal ini ditanggapi

Didalam pasal 2 ayat (4) Piagam PBB secara tegas melarang penggunaan kekuatan militer terhadap sebuah negara yang berdaulat, kecuali semata-mata untuk kepentingan self defense dari serangan militer negara lain. Prinsip non-intervensi dalam hukum internasional ini harus diterapkan demi menghormati prinsip kedaulatan sebuah negara (state sovereignty principle). Dengan prinsip non-intervensi ini maka semua negara dilarang keras melakukan intervensi terhadap permasalahan dalam negeri sebuah negara yang berdaulat.

Ketentuan mengenai hal tersebut bukanlah dipandang sebagai ketentuan yang mutlak. Dalam kondisi-kondisi tertentu, Bab VI dan VII Piagam PBB memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan

non-defensive use of force untuk menanggapi segala bentuk ancaman terhadap

perdamaian dan keamanan dunia. Pada kasus Libya, pengeluaran Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973 untuk Libya berdasarkan pada Bab VII Piagam PBB.


(14)

Qadhafidengan jalan kekerasan. Ia memerintahkan para tentara untuk menembak mereka. Jikalau mereka menolak maka tentara tersebut akan dibunuh, demikianlah pengakuan tentara yang ditangkap para demonstran. Pihak oposisi yang selama ini di kekang bersama kekuatan rakyat segera mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai “Hari Kemarahan”. Moammar Qadhafi mulai mengerahkan tentara sewaan dari Chad untuk menembak para demonstran.3

Pada awal bulan Maret 2011, masyarakat internasional mulai tidak tahan dengan sikap pemimimpin Libya tersebut. Banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia serta tindakan keji yang dilakukan Qadhafi mendapat respon amarah dari dunia internasional. Negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika serikat dan Perancis mulai melakukan tindakan pengancaman militer dengan cara melakukan pengiriman ratusan penasihat militer mereka ke Libya serta mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Libya yakni di kota Benghazi dan Tobruk yang telah dikuasai oleh penduduk anti- Qadhafi.4

Banyaknya jatuh korban selama berlangsungnya konflik di Libya, memaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk turut campur terhadap kedaulatan

Sebelumnya juga Amerika Serikat dan Inggris telah lebih dahulu memasuki kota Benghazi dan Tobruk pada tanggal 24 Februari lalu. Bahkan Pentagon dalam konfirmasinya melalui juru bicara Departemen Pertahanan AS, telah mengkerahkan pasukan Angkatan Laut dan Udara ke wilayah dekat Libya.

3

Apriadi Tamburaka, ”Revolusi Timur Tengah : Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di


(15)

negara yang tengah mengalami krisis tersebut.5

NATO yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB tanggal 24 Maret 2011 dengan nama operasi ''Operation Unified Protector'' mengintervensi Libya dari darat laut dan udara demi melindungi warga sipil.

Desakan masyarakat internasional yang mengecam tindakan yang dilakukan pemerintah Libya yang represif disambut hangat oleh PBB. Akhirnya, pada tanggal 17 Maret 2011, Dewan Keaman PBB melakukan sidang ke- 6.498, lalu mengeluarkan serta mengesahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 terkait dengan situasi di Libya yang semakin memburuk. Resolusi tersebut secara garis besar antara lain mengatur mengenai penerapan gencatan senjata (cease-fire) dan penghentian seluruh tindakan kekerasan serta penyerangan terhadap penduduk sipil dalam waktu sesegera mungkin, perlunya upaya-upaya yang intensif untuk merumuskan suatu solusi politik yang damai dan berkelanjutan atas krisis di Libya, kewajiban bagi Otoritas Libya untuk mematuhi hukum internasional, perlindungan atas penduduk sipil (Protection of Civillians), pelaksanaan Zone Larangan Terbang (No Fly

Zone), pelaksanaan Embargo Senjata (Enforcement of the Arms Embargo), dan

pembekuan sejumlah aset perorangan, instansi pemerintah maupun perusahaan Libya.

6

5“PBBSiap Melakukan Intervensi”, Media Indonesia, 18 Maret 2011,hal. 7. 6

NATO and Libya - Operation Unified Protector, NATO, diunduh tanggal

2November2011http://www.nato.int/cps/en/SID-492E0213-1D7EE83A/natolive/topics_71652.html.

Setelah pemberontakan rakyat yang dimulai di Benghazi pada tanggal 17 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 pada 17 Maret. Resolusi PBB dilakukan dengan embargo senjata, membekukan aset pribadi Qadhafi dan


(16)

menerapkan larangan perjalanan tokoh politik Libya.7

Sebagaimana telah dinyatakan diatas, PBB memberikan mandat kepada NATO untuk mengintervensi Libya bertujuan untuk menegakkan zona larangan terbang serta demi melindungi penduduk sipil. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama berlangsungnya konflik di Libya, NATO tidak sedikit memberikan peluang bagi rakyat Libya untuk bebas dari rezim yang selama ini telah membatasi hak konstitusi mereka. Namun dalam kenyataannya di lapangan, NATO gagal dalam melindungi penduduk sipil.

Bahkan Dewan Keamanan PBB berdasarkan Resolusi No. 1973, yang menyetujui negara anggota dan organisasi regional untuk mengambil “semua langkah yang diperlukan” untuk melindungi warga sipil di Libya.

8

Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Kemanan PBB tentang konflik di Libya yang bertujuan untuk melindungi rakyat sipil bukan hanya berlaku pada pemerintahan Libya melainkan juga kepada seluruh negara-negara anggota yang melakukan tindakan yang diperlukan guna mencapai perdamaian dan kemananan di negara tersebut. Serangan NATO yang membabi-buta dan sistematis telah menodai mandat yang diberikan PBB kepadanya. Dalam hukum humaniter internasional dinyatakan bahwa,yang dapat dijadikan sasaran tembak ialah

7Ibid.

8 “NATO Serang Rumah Sakit di Libya”.

membom pusat medis di Sirte, yang terletak 400 kilometer (250 mil) timur ibukota Tripoli, pada hari Kamis. Jumlah korban masih belum diketahui. NATO telah melakukan lebih dari 9.300 serangan udara di Libya sejak Maret, menurut Associated Press. Ratusan warga sipil Libya telah kehilangan nyawa mereka sejak NATO mengambil alih serangan udara pada 31 Maret.Serangan udara NATO telah merusak infrastruktur Libya. Diakses tanggal 03 Maret


(17)

hanyalah kombatan, sementara penduduk sipil serta tempat pemukiman penduduk tidak dapat dijadikan sasaran tembak. Sebagai salah satu subjek hukum intermasional, NATO yang merupakan organisasi internasional harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Internasional.9

Pemilikan personalitas yuridik NATO sebagai suatu organisasi intetnasional yang merupakan salah satu subjek hukum internasional bukan berarti menjadikan NATO kebal dari hukum. Ia harus menghormati hukum internasional. Tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan hukum internasional merupakan suatu pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini tanggung jawab internasional yang dirumuskan untuk negara dengan sedikit adaptasi kiranya dapat berlaku bagi organisasi internasional.10

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian diatas inilah yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini untuk meneliti tanggung jawab NATO terkait situasi di Libya.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan mengikat suatu Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam pelaksanaannya?

2. Pelanggaran seperti apa yang dilakukan NATO sehingga menimbulkan dampak di Negara Libya?

9

Ibid.

10 Boer Mauna, “Hukum Internasional : Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era


(18)

3. Bagaimana pertanggungjawaban NATO sebagai subjek hukum internasional terhadap pelanggaran yang dilakukannya menurut hukum internasional ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini selain daripada untuk melengkapi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum adalah :

1. Agar dapat mengetahui serta memahami resolusi yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya kekuatan hukum mengikatnya ditinjau dari hukum internasional.

2. Mampu mengetahui, menganalisis serta mengkategorikan pelanggaran seperti yang yang dilakukan NATO selama melakukan intervensi di negara Libya ditinjau dari sudut pandang hukum internasional.

3. Agar mengetahui pertanggungjawaban NATO terhadap pelanggaran yang dilakukannya selaku organisasi internasional yang juga merupakan salah satu subjek hukum internasional yang dapat menuntut dan dituntut dihadapan hukum.

Selain itu kiranya penelitian ini dapat memberikatan manfaat sebagaimana beriktut :

1. Secara Teoritis.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum secara umum, khususnya bagi perkembangan hukum internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat hukum


(19)

internasional khususnya pada bidang hukum organisasi internasional dalam hal pertanggung jawabannya dihadapan hukum selayaknya subjek hukum hukum internasional yang lain.

2. Secara Praktis

Diharapkan juga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi organisasi-organisasi internasional manapun di dunia agar tidak hanya memahami hak-hak istimewa yang melekat padanya melainkan juga memahami tanggung jawab mereka dihadapan hukum internasional.

D. Keaslian Penulisan.

Bahwasanya penelitian ini merupakan karya tulis asli oleh penulis. Peneliti berupaya untuk menuangkan seluruh gagasannya melalui analisis-analisnya dengan berdasarkan sudut pandang dari segi hukum internasonal terhadap pertanggung jawaban suatu organisasi internasional yakni North Atlantic

Treaty Organization ( NATO ) terhadap pelanggarannya terhadap resolusi Dewan

Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 1973 pada konflik di negara Libya. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui peneliti di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian yang berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY

ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI

DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA” belum pernah dibahas san diteliti sebelumnya.


(20)

Khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, keaslian penelitian ini ditunjukkan dengan adanya surat penegasan dari administrator jurusan Hukum Internasional serta pengesahan dari ketua jurusan Hukum Internasional.

E. Tinjauan Pustaka

Menurut Oppenheim, hukum internasional merupakan kumpulan kebiasaan dan perjanjian yang secara hukum dianggap mengikat oleh negara-negara dalam hubungan mereka satu dengan yang lain. Hal serupa juga dikemukakan oleh Breiery yang mengatakan, bahwa hukum internasional tersebut ialah seerangkat kaedah perilaku yang mengikat negara yang satu dengan negara yang lainnya. Kedua pendapat sarjana tersebut menyatakan bahwa yang menjadi subjek hukum internasional hanyalah negara saja, selain daripada itu bukanlah dianggap sebagai suatu subjek hukum internasional.11

Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, hukum internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat publik yang melintasi batas-batas negara antara negara

Pendapat kedua sarjana tersebut didasarkan pada kenyataan sejarah, dimana pada awalnya penggunaan istilah hukum yang mengatur hubungan antar negara ialah hukum antar negara atau hukum antar bangsa-bangsa dan praktik internasional yang berlaku pada masa itu pribadi negara lebih menonjol.

11

Sumaryo Suryokusumo, ”Studi Kasus Hukum Internasional”, (Alumni, Bandung,1997), Yang dimaksud dengan subjek dari suatu sistem hukum adalah semua yang menurut ketentuan hukum diakui mempunyai kemampuan untuk bertindak di dalam hukum, yang


(21)

dengan negara; dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.12

1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara.

Pada dasarnya setiap negara adalah pelaku-pelaku dalam hubungan internasional, setiap negara berupaya menjalin interaksi dengan negara lain, dengan membuka kerangka kerjasama baik itu berupa bentuk hubungan resmi yang membentuk kewajiban seperti keterlibatan dalam suatu organisasi internasional. Dalam hal ini organisasi internasional adalah NATO sebagai organisasi yang diberi mandat oleh PBB guna menangani konflik di Libya dengan menggunakan tindakan militer.

Suatu organisasi bisa dinamakan organisasi internasional jika memiliki unsur-unsur:

2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama 3. Baik antar-pemerintah maupun non-pemerintah 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap 5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan.

Clive Archer, dalam bukunya International Organization mengemukakan peranan organisasi international dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu:13

1. Sebagai Instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.

2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-angotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, atapun masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.

3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi.

12 Mochtar Kusumaatmadja, Etty.R.Agoe, Pengantar Hukum Internasional.cetakan

ke-2.( Alumni, Bandung,2003). hal. 98.

13 Clive Archer, International Organization. (London : Allen & Unwin Ltd, 1983), hal.


(22)

Organisasi Internasional, akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut: Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda.14

Penentuan dan interpretasi wewenang suatu organisasi internasional berasal dari campuran antara beberapa ketentuan hukum internasional umum dan ketentuan-ketentuan yang berasal dari organisasi itu sendiri. 15

Disamping wewenang normatif suatu organisasi internasional juga mencakup hak untuk ikut dalam konvensi-konvensi internasional. Pasal 6 Konvensi Wina tahun 1986 memberikan kepada organisasi internasional kapasitas

Wewenang normatif adalah wewenang yang memperbolehkan organisasi internasional membuat norma-norma seperti ketentuan hukum dan keuangan. Organisasi-organisasi internasional banyak yang menggunakan wewenang normatif dengan tujuan untuk memperlancar kegiatan intern. Wewenang ini akan lebih luas lagi bila organisasi melakukan kegiatan operasional dan untuk itu diperlukan rezim yuridis dari kegiatan-kegiatan tersebut.

14 T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, (Bandung, PT.Refika

Aditama ,2005). hal 93-95.


(23)

untuk membuat perjanjian internasional dengan subjek-subjek hukum lainnya.16 Organisasi internasional juga memiliki hak pengawasan pada dirinya. Wewenang pengawasan adalah wewenang suatu organisasi internasional untuk mengawasi negara-negara anggota yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya.17

Persoalan sumber hukum internasional merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam setiap pembahasan topik mengenai hukum internasional. Berdasarkan pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International

Court Of Justice), dinyatakan bahwa yang menjadi sumber-sumber hukum

internasional antara lain :18

a. international convention,whether general or particular,estabilishing rules expressly recognized by the contesting states.

b. international custom, as evidence of a general practice acctepted as law. c. the general principles of law recognized by civilized nations.

d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various, as subsidiary means for the determination of rules of law.

Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat operasional (operative paragraph ).

16

Ibid, hal. 442.

17Ibid, hal. 443.


(24)

North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan suatu organisasi

internasional yang bergerak pada bidang pertahanan dan keamanan yang berkantor pusat di Brussel, Belgia. Pada dasarnya NATO merupakan aliansi militer regional yang dibentuk guna mencari dukungan dan solidaritas anggotanya apabila suatu waktu terjadi penyerangan terhadap anggota-anggotanya. Ppenyerangan terhadap salah satu atau lebih kepda negara-negara anggota NATO dianggap sebagai penyerangan terhadap semua anggota dan oleh karena itu baik secara individu maupun kolektif, para pihak dapat melakukan tindakan yang dianggap perlu termasuk penggunaan kekuatan bersenjata untuk mejaga keamanan wilayah Atlantik Utara.19

F. Metode Penelitian

Ditegaskan pula bahwa dalam pembukaan Piagam Atlantik Utara bahwa NATO menjalankan kegiatan organisasinya berdasarkan tujuan dan prinsip-prinsip piagam PBB dan untuk hidup dalam perdamaian terhadap semua bangsa dan semua pemerintahan.

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan manusia untuk memperkuat, membina, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penelitian tidak bisa dipisahkan dari ilmu pengetahuan dan begitu pula sebaliknya. Metode merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian, teknik yang umum dipergunakan dalam ilmu penggetahuan serta cara untuk melaksanakan prosedur.


(25)

Skripsi ini, sebagai bentuk kegiatan ilmiah, mengguankan pula metode penelitian. Adapun pengertian daripada skripsi adalah :

“karya ilmiah yang mengemukanan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif., baik penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak langsung (studi kepustakaan) . Skripsi ditulis biasanya, untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau sarjana dan penyusunannya dibimbing oleh dosen atau tim yang ditunjuk oleh suatu lembaga pendidikan tinggi” 20

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normative dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBBNo. 1973, Piagam PBB, Statuta Mahkamah Internaional, dan Piagam NATO. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum organisasi internasional. Hal ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Olehkarena penelitian yang digunakan adalah yuridis

normative maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan yang berhubungan dengan tanggung jawab organisasi internasional.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, penulis menelaah sejumlah literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal, dokumen, artikel dalam berbagai media, baik internet maupun surat kabar harian.

20Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : P.T.Raja Grafindo Persada, 1994). hal. 108


(26)

Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh dari beberapa tempat yang telah penulis kunjungi, yaitu:

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara.

b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. c. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum antara lain :

a. Bahan hukum primer

Berbagai dokumen tertulis, yang sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam skripsi ini antara lain adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB, Piagam PBB, Piagam NATO, Statuta Mahkamah Internasional, dan Konvensi Wina 1969.

b. Bahan hukum Sekunder

Yakni bahan-bahan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, serta dapat dipergunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang berisikan informasi atau hasil kajian tentang pertanggungjawaban suatu organisasi internasional serta Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya resolusi Dewan Keamanan PBB misalnya tulisan para pakar hukum internasional, hasil seminar atau makalah, buku,


(27)

jurnal, artikel, majalah, media massa, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan persoalan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Sumber yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhdap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam hal ini mencakup Black’s Law Dictionary.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun dalam menganalisis permasalahan dengan cara mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan.

Dalam pembahsannya penulis telah menyusunnya secara sistematis dimana setiap bab saling berhubungan dengan bab lain. Adapaun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang masalah penulisan skripsi, rumusan permasalahan,tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjaun pustaka,metode penelitian, serta sistematika penelitian.


(28)

BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP RESOLUSI PBB

Bab ini menjelaskan mengenai resolusi yang dikeluarkan oleh PBB,khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamana PBB. Tidak hanya menjelaskan pengertian daripada resolusi itu sendiri, melainkan latar belakang serta tujuan suatu resolusi yang dikeluarkan PBB. Pemaparan mengenai bagaimana mekanisme penerbitan suatu resolusi yang dikeluarkan baik itu oleh Majelis Umum PBB maupun Dewan Keamanan PBB. Serta tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya resolusi PBB yang telah banyak dikeluarkan oleh PBB selama ini banyak memberikan kontribusi bagi hukum internasional. Oleh karena itu dalam bab ini juga menjelaskan bagaimana kekuatan hukum mengikat daripada resolusi itu sendiri.

BAB III : INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA

Di dalam bab ini mengemukakan tentang latar belakang konflik di negara Libya. Selanjutnya membahas tinjuan umum NATO antara lain tentang sejarah dan perkembangan NATO serta Kedudukan NATO dalam hukum internasional. Pada sub bab selanjutnya membahas tentang intervensi NATO dalam konflik di negara Lilbya dan berusaha menjawab legalitas intervensinya. Lebih lanjut lagi, dalam bab ini membahas pelanggaran serta dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran resolusi yang dikeluarkan


(29)

oleh Dewan Kemanan PBB terkait situasi di Libya,dalam hal ini dilakukan oleh NATO.

BAB IV: PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY

ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973.

Bab ini menjelasakan bagaimana pertanggungjawaban yang seharusnya suatu organisasi internasional terhadap pelanggaran yang dilakukannya. Dijelaskan juga apa yang menjadi sanksi terhadap pelanggaran resolusi yang dikeluarkan oleh PBB khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Dan terakhir, bab ini menjelaskan bentuk pertanggung jawaban seperti apa yang harus dilakukan oleh NATO dalam mempertanggung jawabkan tindakannya.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan apa yang menjadi kesimpulan daripada penelitian yang mencakup isi dari semua pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya. Disertai juga saran-saranyang mencakup gagasan-gagasan maupun pendapat daripada penulis terhadap permasalahn yang dianggkat serta dibahas dalam penulisan ini berdasarkan fakta-fakta serta pertimbangan hukum yang telah diuraikan sebelumnya.


(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG RESOLUSI PBB

A. Pengertian Resolusi.

Seiring perkembangan kedinamisan hukum internasional melahirkan suatu tatanan sumber hukum baru yaitu resolusi atau keputusan suatu organisasi internasional yang menurut kebiasaan internasional diakui oleh negara-negara di dunia saat ini. Keputusan-keputusan yang dikeluarkan dapat berasal dari organ eksekutif, legislatif maupun yudikatif suatu organisasi internasional.21

Menurut Black’s Law Dictionary, Keputusan (decision): “a determination

arrived at after consideration of facts, and in legal context law”. Disebutkan

bahwa keputusan itu adalah suatu ketentuan yang telah dicapai setelah mempertimbangkan fakta-fakta, dan dalam konteks hukum. Sedangkan Resolution “ a formal expression of the opinion or will of an official body or a

Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat operasional (operative paragraph ).


(31)

public assembly, adopted by vote; as a legislative resolution.22

Istilah “resolusi” sebagaimana yang digunakan oleh PBB memiliki arti yang luas, yakni tidak hanya mencakup akan suatu rekomendasi melainkan juga keputusan.

Hal ini berarti bahwa suatu resolusi merupakan suatu bentuk pertnyataan yang resmi mengenai suatu pendapat atau kehendak dari suatu badan yang resmi atau suatu majelis yang bersifat umum serta disahkan melalui pemungutan suara serta dinyatakan bahwa suatu resolusi intu merupakan sebagai suatu bentuk penyelesaian secara legislatif.

23

Pada umumnya resolusi merupakan suatu pernyataan tercatat yang berisi kesepakatan oleh negara-negara anggota.24 Secara umum, organisasi internasional merupakan suatu betuk kerjasama atau koordinasi antar negara dalam suatu wadah yang telah mereka sepakati.25

22

Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary. hal. 457

23 Marko Divac Oberg, The Legal Effect of Resolution of The UN Security Council and

General Assembly in The Jurisprudence of The ICJ, 16 Eur.J.Int’l.L.2006. hal. 879.

24

Richard K.Gardiner, International Law, (England : Pearson Education Limited,2003), hal. 254.

25 Boer Mauna, Op.Cit, hal. 465.

Kesepakatan-kesepakatan antar negara tersebut mereka tuangkan dalam bentuk suatu perjanjian yang mengikat antar negara tersebut. Keputusan-keputusan atau resolusi yang dilahirkan oleh suatu organisasi internasional ada yang mengikat pada ruang lingkup intern organisasinya saja. Namun ada juga organisasi interanasional yang mana keputusan yang dikeluarkannya tidak hanya berlaku dan mengikat bagi negara-negara anggotanya saja melainkan juga mengikat bagi negara-negara-negara-negara non anggota. Oleh karena itu pengaruh dan ruang lingkup berlakunya keputusan tersebut sangat besar dan luas. Hal ini dapat dilihat pada keputusan-keputusan


(32)

yang dikeluarkan oleh Majelis Umum maupun Dewan Keamanan PBB dimana ruang lingkup resolusi yang dikeluarkannya juga berlaku bagi negara non anggota PBB.26

Dalam praktiknya, adapaun fungsi-fungsi suatu resolusi yang dikeluarkan oleh suatu organisasi internasional adalah :27

1. menciptakan kewajiban, hak dan tau kekuatan mapupun wewenang (fungsi subtantif)

2. menentukan fakta atau keadaan hukum yang dapat menentukan fungsi subtantif tersebut.

3. Menentukan bagaimana dan kapan suatu fungsi subtantif tersebut dapat berlaku.

B. Resolusi Majelis Umum PBB

1. Proses Pembuatan Resolusi Majelis Umum PBB

Dari keseluruhan badan terpenting PBB, Majelis Umum merupakan badan PBB yang berfungsi sebagai badan paripurna secara menyeluruh. Wewenang badan ini bersifat umum, dan bukan bersifat khusus. Dilihat dari susunan internal organisasinya,28

Dalam hal susunan eksternalnya, organ ini merupakan fungsi-fungsi dalam bidang politik, social, ekonomi, kemanusiaan dan kebudayaan. Badan ini Majelis Umum merupakan inti daripada organisasi dan melaksanakan fungsi-fungsi yang saling berbeda dalam kaitannya dengan badan PBB lainnya dan tentu saja juga dalam kaitannya dengan aturan, prosedur dan metode serta prosedur operasinya sendiri.

26

Ibid.

27 Marko Divac Oberg,Op.Cit, hal. 881.

28 J.G.Starke, Pengantar hukum Internasional. Edisi ke-10,Jilid II,( Jakarta : Sinar

Grafika,2000), hal. 836. Majelis Umum merupakan satu-satunya badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari semua anggota, setiap anggota hanya memiliki satu suara,


(33)

merupakan konferensi diplomatik bagi seluruh anggota PBB. Badan ini berhak meminta pendapat serta nasihat dari Mahkamah Internasional dan memberi kuasa kepada badan-badan lainnya untuk melakukan hal yang serupa. Namun Majelis Umum bukanlah badan pembuat undang-undang layaknya badan paripurna suatu negara. Organ ini tidak menghasilkan undang-undang, melainkan menghasilkan suatu keputusan bersama yang disebut resolusi. Majelis Umum juga bukanlah sebuah parlemen, karena Majelis Umum tidak memiliki kekuasaan untuk menggeser Dewan Keamanan dari kedudukannya.29

Dipandang dari perspektif historis yang luas, ketentuan-ketentuan Piagam PBB mengenai Majelis Umum, melambangkan formulasi cara-cara yang telah dibentuk oleh pendahulunya, yaitu Majelis Umum Liga Bangsa-Bangsa.30 Majelis Umum terdiri dari seluruh anggota PBB. Beberapa negara bukan anggota yang mempunyai wakil yang mereka tunjuk di PBB menghadiri sidang-sidang Majelis Umum hanya sebagai tamu saja. Majelis Umum biasanya mengadakan sidang tetap sekali setahun, dimulai pada hari Selasa ketiga pada bulan September. Majelis Umum biasanya mengadakan sidangnya di markas PBB di New York, kecuali manyoritas anggota menyetujui tempat lain 120 hari sebelum persidangan Majelis Umum mengeluarkan garis-garis prosedurnya.31

29 James Barros, United Nation, Past,Present and Future, diterjemahkan oleh D.H.Gulo,

PBB, Dulu,kini dan Esok, Edisi Pertama, (Jakarta: Bumi Aksara,1984). hal 64.

30

Ibid., hal. 65. Piagam merumuskan kebiasaan sidang-sidang tahunan Majelis Umum

sebagaimana Liga Bangsa-Bangsa itu sendiri memutuskan dalam siding pertamanya pada tahun 1920, meskipun negara Inggris dan Perancis berpendapat agar organ tersebut hanya bertemu sekali dalam empat tahun dan merupakan suatu “Badan Sementara.”

31 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional


(34)

Tidak satupun negara anggota yang boleh mengirim lebih dari lima orang wakilnya dalam sidang-sidang Majelis Umum. Ketetapan ini dikeluarkan dalam Konferensi San Fransisco (25 April – 26 Juni 1945) dengan maksud melindungi kepentingan-kepentingan negara-negara anggota yang lebih kecil. Namun berdasarkan prosedur Majelis Umum, negara-negara anggota dapat mengirim lima wakil yang bergantian pada sidang-sidangnya. Tiap-tiap delegasi tersebut dapat memiliki sejumlah penasihat dalam stafnya untuk membantu pekerjaan dam meliputi berbagai komite Majelis Umum. Mandat dari wakil-wakil pemerintah ini harus dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal oleh Kepala Negara atau Pemerintah atau Menteri Luar Negeri, tidak kurang dari satu minggu sebelum tanggal pembukuan sidang. Majelis Umum beroperasi melalui :32

1. Sidang-sidang paripurna; 2. Tujuh komite utama; 3. Dua komite organisasi; dan

4. Komite-komite ad hoc tak berkala ( occansional ) yang dibentuk untuk memperlancar pekerjaan sidang.

Pemilihan ketua Majelis Umum PBB bersifat rahasia dan tanpa penunjukan calon. Larangan ini memperkecil adanya pidato-pidato pencalonan dan protes pencalonan ini mengambil tempat di belakang panggungsampai pada pemilihan selesai. Dengan meningkatnya jumlah anggota PBB, Majelis Umum memutuskan untuk memilih 17 orang wakil ketua dan memilih mereka berdasarkan kepastian sifat representatif dari General Committee, yaitu: 7 dari negara Asia Afrika, 3 dari negara Amerika Latin, 2 dari negara-negara Eropa Barat dan negara-negara-negara-negara lainnnya, dan 1 dari negara-negara Eropa Timur.


(35)

Bersama dengan ketua Majelis dan ketua ketujuh Komite Utama serta Wakil Ketua Majelis membentuk General Committee yang mengorganisasikan pekerjaan Majelis Umum diseluruh persidangannya. General Committee menganjurkan kepada Majelis pencakupan, pengeluaran dan penanggungan pokok-pokok dalam agenda; penyusunan kembali kata-kata dan pengelompokan atau penggabungan pokok-pokok acara tersebut kepada siding Majelis Paripurna itu sendiri atau kepada komite-komite utama ; dan tanggal penutupan sidang. Majelis Umum juga menunjuk anggota-anggota Credential Committee berdasarkan usul ketua sidang sementara. Untuk mempersiapkan hal-hal untuk dipertimbangkan lebih jauh oleh Majelis Umum untuk implementasi resolusinya, Majelis Umum berhak membentuk berbagai badan subsider.33

Untuk membuat keputusan dalam Majelis Umum, setiap anggota mempunyai satu suara. Hal ini sesuai dengan kebiasaan internasional dimasa lalu ataupun sesuai dengan pernyataan piagam bahwasanya organisasi PBB didasarkan atas prinsip persamaan hak dari negara-negara anggota. Hal ini tidaklah mengherankan jika negara-negara yang lebih kecil, meskipun mempunyai sumber-sumber yang terbatas dalam wilayah, populasi dan kemakmuran akan menolak setiap usaha yang hendak membuang prinsip hukum internasional yang telah mengakar tradisional. Suara yang berat sebelah hanya terdapat dalam Dewan Keamanan PBB dengan adanya kekuasaan Veto dari anggota-anggota tetapnya.

33James Barros ,Ibid., Sejak awal berdirinya PBB, Majelis Umum telah membentuk lebih

dari dua ratus badan subsider, komite, komisi, panel pengurus, peragenda, atau perwakilan-perwakilan khusus yang membantu melaksanakan tugas-tugas internal dan eksternalnya yang berbeda-beda dan beroperasi secara independen dari sidang-sidangnya.


(36)

Keputusan-keputusan Majelis Umum selalu berbentuk resolusi-resolusi. Resolusi terdiri dari klausul-klausul preambular atau deklaratif dan klausul operatif. Klausul pertama menerangkan alasan-alasan atau latar belakang pengeluaran resolusi. Majelis Umum mengeluarkan resolusi dengan dua tipe suara mayoritas. Dibandingkan dengan kebiasaan konferensi internasional sebelumnya, pemungutan suara mayoritas merupakan suatu pembaharuan. Sesuai dengan piagam, kebulatan suara merupakan suatu peraturan kecuali dalam hal-hal yang secara tegas ditetapkan dalam piagam dan dalam masalah-masalah prosedur Majelis Umum.

Pemilihan pejabat-pejabat Majelis Umum PBB maupun komite dilakukan dengan pemungutan suara rahasia. Atas permintaan dari salah satu anggota manapun, suatu roll call vote dapat diterapkan.34

Majelis Umum dapat mengeluarkan suatu resolusi dengan suatu mayoritas sederhana dari anggota yang hadir dan pemungutan suara. Dalam hal yang dianggap penting dan mendesak, harus terdapat mayoritas dua pertiga suara. Peserta yang bersikap abstain dianggap non-partisipan dalam pemungutan suara Untuk menghemat waktu, tidak perlu diadakan pemungutan suara resmi apabila terdapat suatu consensus, dimana dalam hal ini diumumkan oleh Ketua Majelis. Anggota-anggota baru yang direkomendasikan oleh Dewan Kemanan PBB biasanya disambut dengan aklamasi.

34Ibid.hal 72., Dalam masalah-masalah teknis pemungutan suara dalam Majelis Umum

PBB, mekanisme roll call vote dilakukan dengan cara menyusun nama-nama calon pejabbat Majelis Umum berdasarkan urutan abjad bahasa Inggris, dimulai dengan namanya ditarik melalui


(37)

tersebut. Oleh sebab itu kadang-kadang Majelis Umum mengeluarkan resolusinya dengan suatu pemungutan suara minoritas dari total keanggotaannya.

Dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa terhadap sejumlah masalah penting dimana Majelis Umum harus menerapkan prinsip suatu mayoritas dua pertiga. Tetapi dengan suatu suara mayoritas sederhana, Majelis Umum dapat menentukan apakah sebuah masalah yang sedang dipertimbangkan harus diputuskan oleh dua pertiga suara. Masalah-masalah penting yang dimaksud ialah masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi konstituante dan pemilihan, fungsi-fungsi yang berkaitan dengan operasi sistem perwalian dan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Majelis Umum juga terpaksa menggunakan suara mayoritas dua pertiga untuk memasukkan pokok-pokok tambahan dalam Piagam PBB. Untuk hal ini, suara mayoritas dua pertiga dala keanggotaan total PBB harus dengan persetujuan kelima anggota tetap Dewan Kemanan PBB.35

1. Fungsi konstituante

Dalam menjalankan tugasnya, Majelis Umum PBB memiliki fungsi internal dan eksternal. Fungi-fungsi internal Majelis Umum adalah :

2. Fungsi elektif

3. Fungsi finansial dan administasi Ad 1. Fungsi Konstituante

Majelis Umum melakukan pemungutan suara terhadap sesuatu atas rekomendasi Dewan Keamanan mengenai hal pengakuan anggota baru PBB,


(38)

skorsing anggota dimana Dewan Keamanan telah mengambil tindakan penyelenggaraan berdasarkan Bab VII Piagam, atau melakukan pemecatan anggota karena melakukan pelanggaran Piagam secara terus-menerus.36

Fungsi dimana Majelis Umum memilih sepuluh anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang bertugas selama selama dua tahun dan tidak dapat dipilih dua kali berturut-turut. Majelis Umum juga memilih dua puluh tujuh anggota Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial) untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat dipilih lagi pada pemilihan berikutnya. Atas dasar rekomendasi Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum PBB menunjuk Sekretaris Jenderal.

Ad 2. Fungsi Elektif

37

Majelis umum mempertimbangkan dan menyetujui anggaran bealanja organisasi serta mengawasi seluruh keuangan dan administrasi organisasi. Pemeriksaan rencana-rencana finansial badan-badan spesialisasi dan berhak membuat rekomendasi kepada badan-badan tersebut. Dalam kondisi-kondisi tertentu Majelis Umum juga menguasakan Sekretaris Jenderal untuk memperkirakan biaya-biaya tak terduga dan biaya-biaya ekstra. Dalam fungsi administrasinya, Majelis Umum juga diberi wewenang untuk meninjau kembali Ad 3. Fungsi Finansial dan Aministrasi

36

Ibid., hal. 74.

37Ibid., hal. 75.Dalam memilih anggota dewan keamanan tidak tetap, Majelis Umum

harus memperhatikan pendapat-pendapat dari anggota PBB. Diaharapkan anggota tidak tetap tetap tersebut dapat memberi pengaruh positif terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, tujuan daripada organissi dan pemilihannya harus berdasarkan distribusi geografis


(39)

pekerjaan organ-organ PBB lainnya yang mengirim laporan tahunan atau laporan khusus mengenai pekerjaan mereka. Bahkan Majelis Umum PBB diberi kuasa untuk meninjau ulang laporan tahunan Dewan Keamanan PBB.38

Dalam menjalankan fungsi eksternalnya Majelis Umum berhak mendiskusikan dan mengeluarkan resolusi bukan saja terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi-fungsi PBB maupun hal-hal yang bersifat internal lainnya melainkan juga terhadap masalah-masalah yang berada dalam jangkauan ruang lingkupnya, yaitu setiap masalah yang timbul dari lingkungan eksternal PBB, tak peduli apakah hal tersebut berkaitan dengan ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, atau lainnya bahkan yang melibatkan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental selama masalah tersebut berada dalam lingkup Piagam PBB. Dalam artikel 10 dan 11 Majelis dikatakan bahwa Majelis Umum PBB berwenang untuk mendiskusikan tanggung jawab Dewan Keamanan PBB yaitu pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu Majelis Umum PBB dapat mengeluarkan resolusi yang pada dasarnya adalah wewenang Dewan Keamanan dengan syarat Dewan Keamanan mendiskusikan masalah yang sama. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1967, Majelis Umum PBB mengeluarkan sebuah resolusi mengenai Krisis Timur Tengah dimana pada saat yang sama Dewan Keamanan sedang mempertimbangkan resolusi terhadap masalah tersebut.39

38Ibid.


(40)

Oleh karena itu, peranan Majelis Umum dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional adalah bersifat pembantuan dan mengembangkan kondisi-kondisi politik, ekonomi, sosial dan kondisi-kondisi lainnya untuk perdamaian dan kerjasama internasional. Dengan mengaju pada artikel 10 dan 11 piagam, Majelis dapat memperbesar peranannya dalam menciptakan dan juga ikut serta dalam pembuatan keputusan dan pengelolaan krisis apabila Dewan Keamanan tidak sanggup menjalankan fungsi utamanya. Setiap anggota PBB dan bahkan negara yang bukan anggggota PBB selama negara tersebutota PBB selama negara tersebut menyatakan keinginannya untuk lebih dulu menerima kewajiban berdasarkan Piagam untuk mencari penyelesaian sengketa secara damai atau Dewan Keamanan dapat meminta Majelis Umum mendiskusikan dan mengeluarkan sebuah reesolusi yang melibatkan masalah perdamaian dan keamanan internasional.

1. Kekuatan Mengikat Resolusi Majelis Umum PBB

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa resolusi Majelis Umum PBB dikeluarkan melalau prosedur-prosedur yang telah dinyatakan tegas dalam Piagam PBB. Terhadap keseluruhan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB atau dalam hal ini disebut resolusi, haruslah diuji sifat, ruang lingkup serta efek hukumnya.

Resolusi-resolusi dalam hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan internal organisasi atau dikategorikan bersifat non-rekomendatory memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali resolusi tersebut dinyatakan secara eksplisit


(41)

dikategorikan sebagai rekomendasi. Yang termasuk ke dalam ruang lingkup resolusi Majelis Umum PBB yakni resolusi yang berkaitan dengan agenda Majelis Umum, pelaksanaan fungsi-fungsi konstituante, elektif, dan fungsi finansial dan aministasi serta hal yang berkaitan dengan pengakuan anggota baru, penunjukan Sekretaris Jenderal, pemilihan berbagai dewan PBB serta ketua Majelis dan wakilnya maupun hakim-hakim Mahkamah Internasional.

Dengan demikian Resolusi Majelis Umum untuk memilih negara-negara tertentu sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan juga mengikat anggota-anggota yang bersuara tidak setuju. Anggota-anggota-anggota yang tidak setuju tersebut dapat melakukan pemboikotan kerja atau menarik diri dari struktur keanggotaan organisasi. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia melakukan penarikan diri dari keanggotaan PBB karena tidak setuju dengan pengangkatan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan pada tahun 1960. Penolakan terhadap pembayaran anggaran belanja organisasi baik seluruhnya maupun sebagian akan dikenakan sanksi akan kehilangan hak suara dalam pemungutan suara.40

Reolusi-resolusi Majelis Umum yang berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat eksternal pada pokoknya adalah dalam bentuk

Tidak ada pertolongan hukum ataupun uapaya hukum apapun yang dapat dilakukan terhadap anggota yang menentang keputusan-keputusan Majelis Umum tersebut. Dengan demikian nyatalah kekuatan hukum mengikat suatau resolusi Majelis Umum PBB dengan memberikan suatu sanksi yang tegas sebagaimana tertuang dalam Piagam PBB.


(42)

rekomendasi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Piagam. Dalam hal ini rekomendasi Majelis Umum diartikan sebagai nasihat yang ditujukan oleh organisasi kepada pelaku atau sejumlah pelaku tertentu dalam dunia politik yang memintanya melaksanakan atau menahan diri dari pelaksanaan tindakan atau serangkaian tindakan tertentu tanpa tidak menyatakan secara tidak langsung bahwa negara atau pelaku yang dituju dalam resolusi tersebut mempunyai suatu kewajiban hukum untuk dilaksanakan. Bentuk dari komunikasi politik internasional ini adalah berbentuk kerjasama sukarela dari para negara yang dapat diikat atau bertindak maupun menahan diri dari tindakan tanpa persetujuan sesuai dengan prinsip kedaulatan.41

41

Affandi Sitamala, Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Majelis Umum PBB, http:/ /www.docstoc.com/mobile/doc/51765894/General Assembly. diakses tanggal 02 November

Isi daripada rekomendasi ini dapat berbentuk prosedural ataupun subtantif bahkan dapat berbentuk kedua-duanya. Berbentuk procedural jika meminta peranan mediator dari Majelis Umum dan berbentuk subtantif jika rekomendasi ini meminta pelayanan perdamaian dari Majelis Umum. Rekomendasi ini merupakan suatu nasihat atau pendapat dari konsesnsus diplomatik, baik berasal dari dua pertiga suara anggota yang hadir maupun berasal dari suara bulat dari seluruh anggota PBB. Efek dari rekomendasi ini lebih cenderung bersifat moril bagi pelakunya.


(43)

Mengutip dari pendapat pakar hukum internasional, Mochtar Kusumaatmadja yang memandang dari unsur psikologis dan hukum kebiasaan suatu Resolusi Majelis Umum PBB, mengatakan bahwa:42

Ada unsur-unsur psikologis dan hukum kebiasaan yang mengikat negara-negara untuk mematuhi resolusi Majelis Umum tersebut. Hal dapat dilihat dari

“Resolusi Makelis Umum PBB mau tidak mau mempunyai pengaruh besar pada pembentukan suatu pendapat umum yang tersebar di seluruh dunia apabila yang diputuskan itu menyangkut hal-hal yang bertalian dengan hukum seperti misalnya hak-hak asasi manusia, kemerdekaan bangsa-bangsa dan hak bangsa-bangsa atas kekayaan alam di wilayah negaranya, maka mau tidak mau keputusan-keputusan dengan demikian mempunyai akibat terhadap pembentukan suatu pendapat umum (communis opinion) mengenai hal-hal tersebut tadi yang memegang peranan penting dalam membina suatu kesadaran hukum walaupun keputusan-keputusan tadi mungkin dalam tingkat pertama terdorong oleh motif-motif politik.”

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat beberapa resolusi yang dikeluarkan Majelis Umum PBB memiliki karakter mengikat serta memberikan sumbangsih bagi perkembangan hukum internasional. Secara menyeluruh, resolusi Majelis Umum PBB dalam dunia politik sangat bergantung pada faktor-faktor yang sama seperti yang menyebabkan adanya karakter mengikat, yaitu inti yang jelas dan stabil dari persetujuan negara-negara besar. Memang didalam Pasal 10 Piagam PBB menyebutkan bahwa keputusan Majelis Umum hanya merupakan anjuran-anjuran yang ditujukan kepada anggota-anggota PBB. Walaupun demikian tidak dapat disangkal bahwa keputusan-keputusan Majelis Umum PBB ini ada kalanya mempunyai kekuatan yang jauh melebihi arti formal keputusan itu sebagaimana diatur dalam Piagam PBB.


(44)

Resolusi Majelis Umum tanggal 10 Desember 1948 tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Pernyataan Majleis Umum ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan. Namun demikian hingga saat ini belum ada negara yang dengan terang-terangan tidak mengakui ataupun menentang keputusan Majelis Umum tersebut dengan tegas. Contoh lain dari Resolusi Majelis Umum PBB yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat namun mempunyai pengaruh yang lebih besar yakni Keputusan Majelis Umum PBB tentang Kedaulatan Bangsa-Bangsa Atas Kekayaan Alamnya.43

D. Resolusi Dewan Keamanan PBB

1. Prosedur Pembuatan Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Menurut Pasal 23 Piagam PBB yang telah diamandemen, Dewan Keamanan PBB terdiri atas 15 negara anggota. Dari 15 negara anggota ini, 5 negara diantaranya merupakan Negara yang merupakan anggota tetap dan 10 negara lainnya merupakan Negara yang merupakan anggota tidak tetap. Yang merupakan Negara anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB adalah Amerika serikat, Rusia, Perancis, China, dan Inggris. Sebagai Negara yang merupakan Negara anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB, kelima Negara ini memiliki beberapa hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh Negara-negara lain yang merupakan Negara anggota tidak tetap. Kelima anggota tetap ini memiliki status


(45)

luar biasa (eksepsional) tidak hanya berdasarkan atas kepermanenannyasaja akan tetapi juga oleh alasan-alasan hak-hak suara khusus terutama hak “veto”.

Alasan sah bagi pemberian status luar biasa untuk kelima anggota tetap ini terletak dalam “inescapable fact of power differential”. Dengan perkataan lain, dasar pemikiran yang melandasinya yaitu bahwa negara-negara inilah yang dibebabankan tanggung jawab terberat untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan oleh karena itu kepada mereka harus diberikan hak suara final dan menentukan dalam memutuskan tentang bagaimana tanggung jawab itu harus dilaksanakan.44

Namun terdapat asumsi yang bernuansa politis terkait penunjukan kelima Negara ini sebagai Negara naggota tetap dari Dewan Keamanan PBB adalah karena kelima Negara ini dianggap sebagai Negara-negara yang memiliki kemampuan dan kekuatan besar (great powers) yang merupakan Negara-negara pemenang dalam Perang Dunia kedua. Sementara untuk Negara-negara yang merupakan Negara anggota tidak tetap, akan dipilih dengan mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Piagam PBB. Adapun formulasi alokasi kursi dari Negara-negara yang merupakan Negara anggota tidak tetap adalah 5 kursi untuk Negara-negara Afrika-Asia, 1 kursi untuk Negara-negara Eropa Timur, 2 kursi untuk Negara-negara Amerika Latin dan Karibia, dan 2 kursi untuk Negara-negara Eropa Barat dan Negara-negara lainnya.45

44

James Barros, Op.Cit., hal. 8.

45

Pengaturan tentang formulasi ini diatur dalam General Assembly Resulotion 1991 (XVIII)A yang menggantikan gentleman’s agreement tahun 1946.


(46)

Kesepuluh anggota Dewan Keamanan lainnya, anggota-anggota tidak tetap, dipilih untuk masa jabatan dua tahun melalui Majelis Umum, dana tidak dapat dipilih kembali pada pemilihan periode berikutnya. Agar terjaminnya suatu kontinuitas tertentu, pemilihan itu dilakukan secara bergilir, setiap tahun dipilih lima anggota dengan melalui 2/3 suara mayoritas.

Syarat-syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota tidak tetap DK PBB sesuai dengan pasal 23 ayat 1 Piagam PBB adalah:

1. Mempertimbangkan sumbangan dalam memberikan pemeliharan dan

keamanana internasional dan tujuan lain dari organisasi PBB. 2. Mempertimbangkan pembagian secara geografis.

Dalam penyelesaian sengketa internasional, Dewan Kemanan memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi berdasarkan Bab VI, yaitu mengadakan penyelidikan atas sengketa dan menentukan apakah suatu situasi tampaknya akan membahayakan perdamaian dan kemanan internasional.

2. Fungsi Dewan kemanan memberikan rekomendasi kepada para pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 38). Rekomendasi terdiri atas :

a. Rekomendasi yang berisi syarat-syarat penyelesaian sengketa tertentu (Pasal 36)

b. Rekomendasi kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai.


(47)

c. Rekomendasi terhadap penyelesaian sengketa berdasarkan atau menurut ketentuan yang berlaku di organisasi regional ( Bab VII).46

PBB bukanlah organisasi supra-negara atau supra-nasional, hal ini tercermin dalam pasal 2 ayat (1) Piagam PBB bahwa badan tersebut didirikan atas dasar prinsip persamaan kedaulatan diantara semua anggotanya. Karena itu, walaupun Dewan Keamanan dikatakan mempunyai kekuasaan yang berlebihan (ultra vires), hal ini bukanlah berarti kekuasaannya tidak terbatas, melainkan ada pembatasan-pembatasan secara hukum.

Oleh karena itu Dewan Keamanan tidak dapat bertindak di luar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Piagam PBB, yakni semua tindakan Dewan Keamanan yang dilakukan termasuk tindakan dalam rangka pengenaan sanksi ekonomi maupun militer haruslah tetap didasarkan atas prinsip-prinsip dan tujuan PBB yaitu tetap menghormati persamaan kedaulatan hak negara untuk mempertahankan kemerdekaan politik dan keutuhan wilayah suatu negara. Dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional melalui langkah-langkah secara kolektif untuk mengatasi adanya ancaman dan pelanggaran perdamaian maupun tindakan agresi terhadap suatu negara. Tindakan Dewan Kemanan tersebut haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional tanpa merugikan kepentingan nasional suatu negara.47

46

J.G.Merrills, International Dispute Settlement, (Cambridge : Cambridge U.P,1995), hal. 105.


(48)

Dalam melakukan pemungutan suara dalam forum Dewan Keamanan PBB, dilaksanakan :48

1. Setiap anggota Dewan Keamanan memiliki satu suara.

2. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai masalah-masalah prosedural harus ditetapkan dengan suara setuju dari 9 anggota.

3. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai hal-hal lainnya diputuskan dengan melalui suara setuju dari 9 anggota termasuk suara bulat dari anggota tetap;

Dengan ketentuan bahwa, dalam keputusan-keputusan berdasarkan Bab VI, dan menurut Pasal 52 ayat 3, pihak yang bersengketa tidak diperkenankan memberikan suaranya.

2. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB

Sifat dan keputusan atau resolusi yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB adalah sangat berbeda dengan resolusi yang dikeluarkan oleh badan utama lainnya seperti Majelis Umum PBB, Dewan Perwalian, dan Dewan ECOSOC. Keputusan-keputusan dari ketiga badan utama tersebut mempunyai dua sifat, yakni bersifat hanya mengikat secara internal dan rekomendatif.49Sedangkan keputusan Dewan Keamanan benar-benar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan bahkan dapat bertentangan dengan prinsip hukum internasional, yang mana kekuatan mengikat resolusi Dewan kemanan tidak hanya mengikat bagi negara yang merupakan anggota PBB melainkan juga mengikat bagi negara-negara yang bukan anggota PBB.50

Untuk menjamin agar PBB dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan lancar dan tepat maka anggota memberikan tanggung jawab utama

48

Pasaal 27 Piagam PBB.


(49)

(primary responsibility) kepada Dewan Keamaan PBB untuk memelihara perdamaian dan kemanan internasional, dan menyetujui agar Dewan Keamanan dalam menjalankan kewajibannya bertindak atas nama semua anggota PBB.51

Kekuasaan Dewan Keamanan PBB yang begitu besar ini dapat menimbulkan suatu kekuasaan yang luar biasa besarnya (ultra vires) yang terkadang diluar kekuasaan yang telah ditetapkan dalam piagam. Hal ini terjadi dengan dalih untuk menjaga perdamaian dan kemanan internasional. Walaupun demikian, bukan berarti kekuasaan Dewan Keamanan PBB tersebut tidak terbatas melainkan tetap memiliki aturan-aturan yang membatasinya secara hukum. Oleh karena itu Dewan Keamanan hanya dapat bertindak dengan dan atas dasar ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam pasal 24 ayat (2), Pasal 1 ayat (1), dan Pasal ayat (7) Piagam PBB.

Sehingga pada prinsipnya Dewan Kemanan tidak dapat bertindak sewenang-wenang . Pada saat yang sama, anggota-anggota PBB terikat dengan tindakan yang dilakukan oleh Dewan Kemanan dan menurut pasal 25 Piagam PBB, mereka setuju dan menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan yang dikeluarkan Dewan Kemanan sesuai dengan piagam. Sehingga resolusi-resolusi yang dikeluarkan mempunyai daya hukum yang mengikat (legal binding).

52

Keputusan –keputusan Dewan Keamanan PBB mempunyai dampak bagi suatu negara yang terlibat konflik atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakan keputusannya tersebut. Dalam hal ini jika tindakan-tindakan

51 Lihat Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Piagam PBB 52 Sumaryo Suryokusumo,Op.Cit., hal. 203.


(50)

pencegahan atau pemaksaan terhadap suatu negara yang dilakukan oleh Dewan Kemanan, maka negara lain baik negara yang merupakan anggota PBB maupun negara yang bukan anggota PBB yang menghadapi persoalan-persoalan ekonomi akibat tindakan yang dilakukan oleh Dewan Dewan Keamanan, berhak untuk menyelesaikan persoalan tersebut.53

Dengan demikian suatu keputusan Dewan Keamanan memiliki kekuatan hukum mengikat baik bagi negara anggotanya maupun bukan anggotanya. Jika dipandang berdasarkan prinsip hukum internasional, yakni prinsip internasional tentulah hal ini sangat bertentangan.54

53

Lihat Pasal 50 Piagam PBB

54 Pasal 24 Konvensi Wina 1969 menyatakan bahwa suatu perjanjian internasional tidak

Tetapi ketentuan tentang keputusan Dewan Kemanan PBB adalah mengikat secara hukum. Hal ini telah dijamin sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (6) Piagam yang menyatakan bahwa negara-negara yang bukan negara-negara anggota PBB bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu negara-negara yang bukan anggota PBB terikat oleh keputusan Dewan Keamanan apabila keputusan tersebut bertujuan untuk perdamaian dan kemanan internasional, sehingga bagi negara yang melanggar keputusan-keputusan Dewan Kemanan akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Piagam PBB.


(51)

BAB III

INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA

A. Latar Belakang Konflik di Libya

Pada akhir tahun 2010 pergolakan revolusi tengah terjadi di kawasan Afrika Utara hingga merambat ke kawasan Timur Tengah. Tuntutan untuk menggulingkan pemerintahan yang diktator dan otoriter dimulai dari Tunisia lalu kemudian menyebar bagaikan virus ke Mesir, Aljajair, Yaman, Bahrain, Libya dan yang masih panas saat ini adalah Suriah.55 Tidak dapat dipungkiri revolusi yang terjadi pada seluruh kawasan tersebut tidak hanya mengganggu stabilitas politik negara tersebut melainkan juga mengganggu stabilitas perekonomian dunia dan ketertiban serta perdamaian dunia. Bagaimana tidak, saat terjadinya konflik pada negara-negara menyebabkan harga minyak dunia melambung tinggi.56

Revolusi Melati, demikian istilah yang diberikan masyarakat Timur Tengah pada awalnya dimulai dari kasus bakar diri yang dilakukan pada hari jum’at tanggal 17 desember 2010 oleh seorang pemuda 26 tahun bernama Mohammad Bouazizi didepan kantor gubernur Sidi Bouzid setempat. Yang mana sebelumnya ia menghadap Gubernur Sidi Bouzid guna menyampaikan rasa

Tidak hanya itu isu pelanggaraan hak asasi manusia mencuat kepermukaan akibat konflik antara penguasa yang otoriter dengan para demonstran yang menginginkan kehidupan yang bebas dan layak.

55

Mudjia Rahardjo,Perang di Libya: Siapa yang Untung, Diakses tanggal 02 Februari 2011.

56


(52)

kecewanya akbibat tindakan semena-mena yang dilakukan oleh aparat keamanan setempat yang telah merusak barang dagangannya serta menghina dirinya serta mendiang ayahnya. Namun Gubernur Sidi Bouzid menolak untuk bertemu dan mendengarkannya. Sehingga pada akhirnya ia nekad melakukan aksi bakar diri tersebut.57

Aksi Mohammad Bouazizi mendapat simpati dan perhatian publik Sidi Bouzid. Publik menganggap pemerintahan Zein Al-Abidine Ben Ali yang otoriter dan tidak demokratis serta mengekang kebebasan hak asasi manusia sudah melampaui batas yang dapat diterima rakyat Tunisa. Keesokan harinya tanggal 18 desember 2010 sejumlah warga melakukan aksi demonstran hingga mencapai ibukota negara Tunisa. Dan akhirnya rakyat Tunisia berhasil menumbangkan pemerintahan Zein Al-Abidine Ben Ali.58

Libya merupakan negara yang terletak di Afrika Utara, berbatasan dengan Laut Tengah, Mesir di sebelah timur, Sudan di tenggara, Chad dan Niger di

Keberhasilan rakyat Tunisia menumbangkan rezim pemerintahan penguasa mereka yang otoriter dan diktator mengilhami negara-negara disekitar kawasan Afika Utara dan Timur-Tengah lainnya. Persoalan akan penolakan rezim penguasa yang diktator dan otoriter serta persoalan pengangguran dan kemiskinan membuat revolusi melati semakin cepat menyebar. Aksi bakar diri pun menular ke negara Mesir didepan gedung Parlemen Mesir, kemudian di Aljajair.

57

“P e r a n g S i p i l L i b y a ya n g me n ga k h i r i r e z i m G a d d a f i ” , D i a k s e s t a n g g a l 0 2 fe b r u a r i 2 0 1 2 .


(53)

selatan serta Aljazair dan Tunisia di sebelah barat. Ibu kota negaranya adalah Tripoli. Terdapat tiga seksi tradisional, yaitu Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica. Libya mulai bergabung dengan PBB pada tanggal 18 September 1990.59

Pada awal kemerdekaannya merdeka pada tahun 1952 berbentuk kerajaan (Kingdom of Libya) berdasarkan resolusi PBB. Pada masa itu Libya dipimpin oleh seorang raja, yakni Raja Idris I. Sebelumnya, pada tahun 1911-1943 Libya dijajah oleh Italia. Italia menjadikan Libya sebagai daerah jajahannya setelah merebutnya dari kekaisaran Ottoman,Turki. Setelah Perang Dunia II pemerintah Inggris dan Perancis memberikan wilayah Libya pada tahun 1943-1952. Libya dianggap sesuai dengan Misi Ekonomi PBB - sebagai salah satu negara termiskin di dunia, kurang sumber daya alam atau sumber daya manusia untuk dikembangkan.60

Baru pada akhir 1950-an dan setelah upaya pencarian ekstensif oleh perusahaan minyak internasional, reservoir minyak yang besar ditemukan. Pengiriman minyak pertama yang diekspor pada tahun 1962, dengan pendapatan minyak negara itu memulai berbagai program pembangunan mengganti bantuan asing dalam proses. Program-program ini terkonsentrasi pada sektor-sektor pembangunan infrastruktur, seperti pendidikan dan kesehatan.61

Moammar Abu Minyar Al-Qadhafi merupakan pemimpin Libya sejak tahun 1969. Jabatan yang disandangnya bukan merupakan jabatan resmi, tetapi ia

59

Konflik yang terjadi di Libya,

Diakses tanggal 12 Desember 2011.

60“Libya Fact, National Transitional Council ”http://www.ntclibya.

com/InnerPage.aspx?SSID=21& ParentID=20&LangID=1. Diakses tanggal 2 November 2011.


(54)

menyandang “Guide of the First of September Great Revolution of the Socialist

People’s Libyan Arab Jamahiriya”. Pada tanggal 1 September 1969, sebuah

kudeta untuk menggulingkan Raja Idris I dilakukan oleh para perwira militer muda, dipimpin oleh Kolonel Qadhafi yang pada masa itu masih berumur 27 tahun. Qadhafi mengganti sistem politik negara dari kerajaan ke republik. Gaddafi, secara bertahap tapi tegas, menguasai panggung politik. Ia kemudian mengembangkan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan “sosialisme, persatuan, dan kebebasan”.62

Kemudian tepat pada tahun 1970 ia dilantik menjadi Perdana Menteri Pertama Republik Libya. Ia membawa negara Libya yang baru menjadi negara antibarat radikal dan mengibarkan Sosialisme-Islam serta memproklamasikan secara resmi sistem pemerintahan yang baru,yakni yang sebelumnya dari negara republik menjadi negara sosialis Libya Arab Jamahiriya dimana penguasa tertinggi di tangan kongres rakyat sementara Gaddafi menjabat Sekretaris Jenderal. Rezim Qadhafi berdasarkan ideologi dari perpaduan antara nasionalisme Arab, aspek kesejahterahan rakyat dan demokrasi rakyat menurutnya sendiri.63

Salah satu kebijakan ekstrim yang dilakukan oleh pemerintahan Khadafi ialah, percakapan politik dengan orang asing merupakan suatu kejahatan dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara. Bahasa inggris dihapus dalam kurikulum sekolah. Rezim Kadhafi sengaja membuat rakyatnya bodoh, sehingga mata dan


(55)

mulut mereka tertutup. Aksi sadis dan kejam terhadap para pembangkang rezimnya dan tidak jarang menampilkan siaran eksekusi yang disiarkan langsung dan berulang-ulang di saluran televisi negara. Menurut indeks kebebasan pers, Libya merupakan negara paling disensor di Timur-Tengah. Pada tahun 2006 terdapat usaha untuk penggulingkan kekuasaan Khadafi yang diduga didukung oleh kelompok-kelompok politik yang menentang khadafi. Sekitar 30 rakyat Libya dan orang asing tewas. Liga Hak Asasi Manusia Libya, yang berbasis di Jenewa memohon kepada dunia internasional untuk mengadakan penyelidikan independen terhadap kerusuhan di Benghazi pada februari 2006.64

Secara sekilas, pemerintahan Qadhafi berhasil membangun sarana serta ekonomi negaranya dengan mengandalkan hasil minyaknya saja. Alhasil, pendapatan perkapita negara itu berhasil melejit. Namun sayangnya itu hanya sebagian, ada pengecualian untuk yang lainya. Hampir sepertiga dari penduduk Libya tidak tersentuh efek domino dari kekayaan emas hitam negerinya. Pembangunan menjadi sama tidak meratanya. Ladang minyak disana dibagi rata

Akibat dari kesepakatan-kesepakatan Qadhafi dengan imperialisme adalah bencana ekonomi bagi kebanyakan rakyat, meski kekayaan minyak negeri itu berlimpah ruah. Libya adalah sebuah negeri dengan 30% pengangguran. Biaya hidup terus meninggi. Harga bahan-bahan pangan pokok seperti beras, terigu, dan gula telah naik 85% dalam tiga tahun terakhir. Ini merupakan latar belakang yang sesungguhnya bagi pemberontakan rakyat yang sedang terjadi di Libya.


(56)

kepada konsorium asing. Secara kuantitatif, Libya pun berhasil menjadi pengekspor minyak dunia.

Setelah 41 tahun rakyat Libya hidup dalam ketidakbebasan rezim diktator Qadhafi, kini saatnya perubahan diperjuangkan. Unjuk rasa besar-besaran pun dilakukan rakyat Libya di kota Benghazi pada Februari 2011 lalu. Takut efek semakin meluas, Qaddafi pun memutuskan untuk membubarkan paksa para pengunjuk rasa dengan tindakan-tindakan militer.65

Konflik yang terjadi pada negara Libya bukanlah tanpa sebab-musabab. Awal dari konflik Libya terjadi dikarenakan efek domino daripada konflik yang sebelumnya terjadi di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara khususnya Mesir. Konstelasi politik yang terjadi di Libya hampir sama dengan yang terjadi di Mesir yang menginginkan rezim yang telah berlangsung lama tidak memberikan hasil yang baik terhadap negara untuk mundur. Kekuasaan di Libya yang dipimpin oleh Moammar Qadhafi telah memakan ribuan korban jiwa. Qadhafi tidak segan untuk membunuh maupun menyingkirkan seseorang yang tidak sejalan dengan

Emosi rakyat Libya yang selama ini terpendam bertahun-tahun lalu meledak. Tidak dipungkiri juga luapan kemarahan rakyat Libya dipicu oleh aksi protes yang sudah dahulu terjadi di negara Timur-Tengah dan negara Afrika Utara sebelumnya. Demonstrasi Libya tak dapat dibendung lagi untuk melawan Qadhafi. Oposisi Qadhafi menuduh Qadhafi menggunakan tentara bayaran asing untuk memperkuat rezimnya.


(1)

dalam suatu organisasi regional yang melaksanakan mandat PBB tersebut untutk mengintervensi suatu negara tidak keluar dari tatanan hukum yang telah ditetapkan dalam resolusi tersebut terlebih tidak menyalahi ketentuan-ketentuan dalam Piagam PBB maupun hukum internasional lainnya.

2. Sebagaimana tugas yang diamanatkan kepada Dewan Keaman, maka Dewan Kemanan PBB sebagai salah satu badan utama yang memiliki kekuasaan dan wewenang yang besar seharusnya dengan tegas dan berani menjatuhkan sanksi bagi negara-negara yang melakukan pelanggaran terhadap resolusi yang dikeluarkannya. Kenyataan dalam praktik, PBB hanya berani menjatuhi sanksi bagi negara-negara kecil, sementara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Prancis serta negara-negara Sekutu NATO seakan-akan kebal terhadap hukum.

3. Diharapkan Mahkamah Internasional agar melakukan amandemen terhadap ketentuan Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional sehingga suatu organisasi internasional secara hukum dapat menjadi pihak penggugat maupun tergugat. Hal ini guna memberi kepastian hukum bagi semua subjek hukum internasional agar dapat mengajukan gugatan terhadap organisasi internasional.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Archer, Clive, 1983, International Organization, London : George Allen & Unwin Ltd.

Berbagai konsep keamanan PBB, New York.1986.terjemahan,Nana.S.Sutresna, Dirjen Politik Deplu.

Garnes, Bryan A, 2002, Black’s Law Dictionary 7th edition, Minn, west group. D.W.Bowett, 1992, Hukum Organisasi Internasional, Cetakan Ke-1, Jakarta :

Sinar Grafika.

James Barros, 1984, United Nation, Past,Present and Future, diterjemahkan oleh D.H.Gulo, PBB, Dulu,kini dan Esok, Edisi Pertama, Jakarta : Bumi Aksara.

Jones ,Walter S, 1992, Logika Hubungan Internasional, Jakarta : Persepsi Nasional, P.T. Gramedia Pustaka Utama,.

Klabbers, Jan, 2000, An Introduction to International Institutional Law, Cambridge : Cambridge University Press.

Kusumaatmadja, Mochtar & Etty.R.Agoe, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-2,P.T. Bandung,Alumni.

Leviza ,Jelly, 2000, Tanggung Jawab Bank Dunia dan IMF Sebagai Subjek Hukum Internasional : Studi tentang Dampak Negatif Kondisonalitas Pinjaman Bank Dunia dan IMF di Indonesia, Jakarta :.P.T. Sofmedia. Mauna, Boer, 2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi

dalam Era Dinamika Global,Edisi ke-2, Bandung : P.T.Alumni.

Merrills, J.G, 1995 International Dispute Settlement, Cambridge : Cambridge U.P.


(3)

Kusumaatmadja, Mochtar, 1977, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta.

NATO Handbook : NATO’s Public Diplomacy Division, 2006, Brussel, NATO Handbook : New Strategic Concept, 2010, Brussel.

Ott,David H, 1998, Public International Law in the Modern World, London : Pittman Publishing.

Rudy,T. May, 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: P.T.Refika Aditama.

Sihombing, Frans Bona, 1986, Ilmu Politik Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Starke,J.G., 2000, Pengantar hukum Internasional, Edisi ke-10, Jilid I, Jakarta: Sinar Grafika.

___________., 2000, Pengantar hukum Internasional, Edisi ke-10,Jilid II, Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto, Soerjono, 1994, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Sinagkat, Jakarta: P..Raja Grafindo Persada, ,.

Suryokusumo, Sumaryo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, Cetakan Ke-1, Jakarta: Universitas Indonesia-Press.

___________,1997, Sumaryo,Studi Kasus Hukum Internasional, Bandung : P.T. Alumni.

Suherman,Ade Maman, 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta:Ghalia Indonesia.


(4)

Tamburaka, Apriadi, 2011, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, 2011, Yogyakarta: NARASI.

2. Instrumen Hukum Konvensi Wina 1969.

North Atlantic Treaty Charter, 4 April 1949” Statuta Mahkamah Internasional.

United Nation Scurity Council, Resolution 1973 (2011) Adopted by the Security Council at its 6498th meeting, on 17 March 2011.

United Nation, Security Council, Resolution 2009 (2011) Adopted by the Security Council at its 6620th meeting, on 16 September 2011.

United Nation, Security Council, Resolution 2016 (2011) Adopted by the Security Council at its 6640th meeting, on 27 October 2011.

United Nation, Security Council, Resolution 2017 (2011) Adopted by the Security Council at its 6644th meeting, on 31 October 2011.

3. Jurnal

Oberg ,Marko Divac, The Legal Effect of Resolution of The UN Security Council and General Assembly in The Jurisprudence of The ICJ, 2006, Eur.J.Int’l.L..

Rahardjo , H. Mudjia ,Perang di Libya: Siapa yang Untung

Rimanelli, Marco, 2009, Historical Dictionary of NATO and other International Security Organizations.


(5)

4. Berita & Internet.

Depleted uranium ditemukan di Libya

Konflik yang terjadi di Libya

http://notmisterjeckyll.wordpress. com/2011/07/06/kejahatan-perang-nato-depleted-uranium-ditemukan-di-libya-oleh-ilmuwan/. Diakses tanggal 03 Maret 2012.

Libya Fact ,National Transitional Council ”

http://www.ntclibya.com/Inner Page.aspx?SSID=21& ParentID=20&LangID=1

Libya Bergejolak,

. Diakses tanggal 2 November 2011.

NATO and Libya-Operation Unified Protector, NATO,

Diakses tanggal 30 Desember 2011.

NATO Programs, http://www.nato.int/cps/en/natolive/nato_programs.htm,.04 Februari 2012.“Declaration on Peace and Cooperation, 08 November

1991”

Diakses pada tanggal 6 Februari 2012.

NATO gunakan Uranium dalam penyerangan di Libya

Perang Sipil Libya yang mengakhiri rezim Gaddafi”,

Perancis mengirim senjata kepada para pasukan pemberonta

Diakses tanggal 02 Februari 2012.


(6)

d=376bf60e57614f55010cf29d8587ef6b&jenis=8f14e45fceea167a5a36 dedd4bea2543

Waspadai! Efek Domino Gejolak Pan-Arab, Kompas,22 Februari 2011. , diakses tanggal 13 Maret 2012.

PBB siap melakukan intervensi, Media Indonesia, Diakses tanggal18 Maret 2011. Pasukan AS disiagakan Dekat Libya, Media Indonesia. Diakses tanggal 01 maret