37
Istilah yang digunakan oleh M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang di terima kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam
masyarakat.
45
Dengan demikian secara sistematik, sistem hukum jaminan kebendaan merupakan sub sistem dari hukum benda. Sistem Hukum Jaminan Kebendaan
meliputi jaminan gadai pand, hipotik, hak tanggungan dan jaminan fidusia. Dapat disimpulkan bahwa jaminan hak tanggungan merupakan bagian dari hukum jaminan
kebendaan merupakan sub sistem hukum jaminan. Tanpa menetapkan suatu sistem hukum benda terlebih dahulu, bangunan hukum jaminan nasional tidak akan jelas dan
undang-undang yang diciptakan sebagai bagian dari hukum jaminan itu akan berdiri sendiri. Konsekuensi yang dikhawatirkan adalah undang-undang itu akan bercerai
berai atau tidak berkaitan satu dengan lainnya.
46
2. Asas-asas Hak Tanggungan
Adapun asas-asas Hak Tanggungan dalam UUHT adalah sebagai berikut: 1.
Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak
Tanggungan atau disebut droit de preference Pasal 1 ayat 1; 2.
Tidak dapat dibagi-bagi Pasal 2 ayat 1; 3.
Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada Pasal 8 ayat 2; 4.
Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut Pasal 4 ayat 4;
5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan
ada di kemudian hari Pasal 4 ayat 4 dengan syarat diperjanjikan tegas; 6.
Sifat perjanjiannya adalah tambahan accessoir Pasal 10 ayat 1 dan Pasal 18 ayat 1;
45
M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rejeki Agung, 2002, hal. 27
46
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia-Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2006, hal. 156
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
38
7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada Pasal 3 ayat 1;
8. Dapat menjamin lebih dari satu utang Pasal 3 ayat 2;
9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada atau droit de suite
Pasal 7; 10. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu Pasal 8, Pasal 11 ayat 1;
11. Wajib didaftarkan Pasal 13; 12. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;
13. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu Pasal 11 ayat 2.
47
Di samping itu, dalam UUHT ditentukan juga suatu asas bahwa objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan
bila pemberi hak tanggungan cidera janji. Apabila hal itu dicantumkan, maka perjanjian seperti itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu
dianggap tidak ada karena bertentangan dengan substansi UUHT.
48
3. Pemberi dan Penerima Hak Tanggungan
a. Pemberi Hak Tanggungan
Menurut ketentuan Pasal 8 UUHT, pemberi Hak Tanggungan bisa orang perseorangan, bisa juga badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap benda yang dijadikan objek Hak Tanggungan. Umumnya pemberi Hak Tanggungan adalah Debitor sendiri. Tetapi dimungkinkan
juga pihak lain, jika benda yang dijadikan jaminan bukan milik Debitor. Bisa juga Debitor bersama pihak lainnya, jika yang dijadikan jaminan lebih dari satu, masing-
masing kepunyaan Debitor dan pihak lain atau bersama. Juga mungkin bangunan milik suatu Perseroan Terbatas, sedang tanah milik Direkturnya.
47
Salim, H.S., op.cit., hal. 102-103
48
Salim, H.S., Ibid, hal. 103
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
39
Kewenangan pemberi Hak Tanggungan itu harus ada dan terbukti benar pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan, yaitu pada tanggal dibuatnya buku
tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan, yang menentukan saat diterbitkannya Hak Tanggungan yang dibebankan. Tetapi sebenarnya kewenangan itu juga harus sudah
ada pada waktu diberikan Hak Tanggungan dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT oleh Pejabat Pembuat Hak Tanggungan PPAT, biarpun tidak
selalu wajib dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan, kalau tanah yang bersangkutan memang belum didaftar.
Kalau tanahnya belum didaftar, kewenangan pemberi Hak Tanggungan dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti lain, misalnya surat keterangan waris atau akta
pemindahan hak, yang dapat memberikan keyakinan kepada PPAT yang membuat APHT-nya bahwa pemberi Hak Tanggungan memang mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Pada pokoknya pemberian hak tanggungan adalah perjanjian kebendaan yang
terdiri dari rangkaian perbuatan hukum dari Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT sampai dilakukan pendaftaran dengan mendapatkan sertipikat Hak
Tanggungan dari Kantor Pertanahan yang diawali dengan proses membuat perjanjian kredit, pembuatan APHT dan diakhiri dengan pendaftaran APHT dikantor
Pertanahan.
49
b. Penerima Hak Tanggungan.
49
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank , Jakarta : Alfabeta, 2005, hal.167
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
40
Tidak ada persyaratan khusus bagi Penerima Hak Tanggungan. Ia bisa orang perorangan, bisa badan hukum. Bisa orang asing, bisa juga badan hukum asing, baik
yang berkedudukan di Indonesia atau pun di luar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah negara
Republik Indonesia Pasal 9 dan Penjelasan Pasal 10 ayat 1 UUHT.
50
Setelah dibuatnya APHT, Kreditor berkedudukan sebagai penerima Hak Tanggungan. Setelah
dilakukan pembukuan Hak Tanggungan yang bersangkutan dalam Buku-tanah Hak Tanggungan, penerima Hak Tanggungan menjadi pemegang Hak Tanggungan.
3. Berakhirnya Hak Tanggungan dan Pencoretan