Kajian beban pencemaran dan daya tampung pencemaran sungai Ciliwung di Segmen kota Bogor

(1)

PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN KOTA BOGOR

DANY TROFISA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

Study of Waste Discharge and Pollution’s Capacity of Ciliwung River at Bogor City’s Segment. By Dany Trofisa (E34050861) under supervise of Ir. Agus Priyono, MS and Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

Population growth in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment lead to increasing of daily need, thus emerge many kinds of industry and farms. Ciliwung River as an open ecosystem receives waste discharge through water channels and many source of pollutants such as household waste, industrial waste, farming and agricultural waste. Moreover, water utilization of Ciliwung River by community causes the decreasing of river water’s quality. Thus need an inventory and mapping of industries and also farms by GIS as a base of efforts to control the pollution of Ciliwung River entirely.

This research carried out in region of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Secondary data collection held on February – March 2010, while primary data collection in field held on October – November 2010. The objectives of this research are to identify the source of pollution in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment, to evaluate the conditional development of ciliwung river water quality from upstream to downstream in bogor city’s segment, to calculate the total of waste discharge of each source of pollutant, and to calculate the pollution’s capacity of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Method used to collect secondary data was data inventory from some source/instances, included data of water quality, data of river’s debit, data of population, and map of Bogor City’s land cover, while method for primary data was direct observation to industries and farms and also interview to community about their perceptions and habits to water resource of Ciliwung River.

Source of pollutant which pollutes Ciliwung River at Bogor city’s segment originated from domestic, industrial and farming wastes. These pollutant sources were mostly located in the edge of river. Water quality parameters value such as temperature, TDS, TSS, DO, pH, and Phosphate were still in ambience of water quality standard, exception for BOD and COD. Status of water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. It was caused by the accumulation of pollutant from the upstream. Domestic waste has a greater contribution than industrial and farming wastes. Amount of waste discharge from domestic, industry and farming have passed the ambience of waste discharge capacity. It indicates that the water has been polluted. Based on interview result fro 150 respondents, 30.67% of them still use Ciliwung River mostly for self hygiene. At 2007-2009, land use of Bogor City keep changing into settlements. It was caused by the growth of population.

There are source of pollutant in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment such as domestic, industrial and farming wastes. Water quality of Ciliwung river keep decreasing from upstream to downstream in Bogor City’s segment, indicated by the increasing of BOD and COD which over the ambience of water quality standards of PP No. 82 2001. Status of Ciliwung River at Bogor City’s water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. Te greatest waste discharge was originated from domestic waste. Potential of domestic waste discharge was 843.36 ton/month of BOD, 1,495.47 ton/month of COD, 112.16 ton/month of TN, and 679.76 ton/month of TP, while the real domestic waste discharge was 351.36 ton/month of BOD, 785.75 ton/month of COD, 58.86 ton/month of TN, and 356.71 ton/month of TP. Maximum capacity of waste discharge was in February and minimum capacity of waste discharge was in September.


(3)

Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor. Oleh Dany Trofisa (E34050861) di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

Perkembangan kependudukan di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor mendorong peningkatan kebutuhan hidup sehingga bermunculan berbagai macam industri dan peternakan. Sungai Ciliwung sebagai ekosistem terbuka menerima beban pencemaran melalui saluran-saluran air dari berbagai sumber pencemar seperti limbah rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Disamping itu, pemanfaatan air sungai Ciliwung oleh masyarakat juga menyebabkan penurunan kualitas dan mutu air sungai. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri serta peternakan dengan menggunakan SIG sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara keseluruhan.

Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Pengambilan data sekunder pada Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor, mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar, menghitung besar daya tampung beban pencemaran. Metode yang digunakan untuk data sekunder adalah inventarisasi data dari beberapa sumber/instansi meliputi: data kualitas air, debit sungai, data kependudukan, dan peta tutupan lahan kota bogor, sedangkan untuk data primer adalah observasi lansung ke industri-industri dan peternakan serta wawancara masyarakat mengenai persepsi dan perilaku mereka terhadap sumberdaya air Sungai Ciliwung.

Sumber pencemar yang mencemari Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor berasal dari limbah domestik, industri dan peternakan. Sumber pencemar ini banyak berada di pinggiran sungai. Nilai parameter kualitas air seperti suhu, TDS, TSS, DO, pH dan Fosfat masih berada dalam baku mutu air kecuali BOD dan COD. Status mutu air berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong dalam kategori sedang-buruk. Hal ini karena akumulasi pencemaran dari arah hulu. Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemaran yang besar jika dibandingkan dengan limbah industri dan peternakan. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari domestik, industri dan peternakan telah melebihi daya tampung beban pencemaran. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Berdasarkan hasil wawancara kepada 150 responden sebanyak 30.67% responden masih memanfaatkan sungai Ciliwung dan banyak digunakan untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK). Pada tahun 2007-2009 pengunaan lahan di Kota Bogor setiap tahun cenderung beralih menjadi permukiman. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin pesat.

Terdapat sumber- sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor seperti limbah dari domestik, industri, peternakan dan pertanian. Kualitas air Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, ditandai dengan peningkatan BOD dan COD yang melebihi baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Status mutu air Sungai Ciliwung segmen Kota Bogor berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong kategori sedang-buruk. Beban pencemaran banyak bersumber dari limbah domestik. Beban pencemaran limbah domestik potensial (843,36 ton/bulan BOD, 1.495,47 ton/bulan COD, 112,16 ton/bulan TN, 679,76 ton/bulan TP) dan riil (351,36 ton/bulan BOD, 784,75 ton/bulan COD, 58,86 ton/bulan TN, 356,71 ton/bulan TP). Daya tampung maksimum berada pada bulan Februari dan minimum berada pada bulan September.


(4)

KOTA BOGOR

DANY TROFISA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak ditertibkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa NRP. E34050861


(6)

Nama Mahasiswa : Dany Trofisa

NRP : E34050861

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Agus Priyono, MS Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP. 19610812 198601 1 001 NIP. 19620316 198803 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih saying-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu dan kedua adikku tercinta, serta seluruh keluarga dan rekan-rekan atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Ungakapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi input serta memberikan kontribusi terhadap strategi dan proses pengendalian pencemaran air DAS Ciliwung khususnya Kota Bogor guna menjaga kualitas air sungai. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, sebuah karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa NRP E34050861


(8)

Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1987 dari pasangan Bapak Andi Suwandi dan Ibu Dariah Eliana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1993-1999 di SDN 08 Pagi Pela Mampang dan melanjutkan ke SLTPN 141 Jakarta pada tahun 1999-2002. Tahun 2002 meneruskan pendidikan ke SMUN 55 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun itu juga penulis lulus seleksi masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu anggota dan pengurus Kelompok Pemerhati Flora Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) tahun 2006-2007, ketua umum Lembaga Dakwah Fakultas DKM ‘Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2007-2008, dan tahun 2008-2009 diamanahkan sebagai ketua MS DKM ‘Ibaadurrahmaan, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun 2005-2009.

Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Indramayu-Kuningan dan Praktek Umum Konservasi Ex-situ (PUKES) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yaitu di Taman Burung dan Museum Serangga serta di Taman Sringanis tahun 2008. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: “Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor” dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.


(9)

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan hidayah, karunia, cinta dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Andi Suwandi, ibunda Dariah dan kedua adikku tercinta Anisa Septiwindari dan Tiara Rayna Yustika serta keluarga-keluarga lainnya atas do’a, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

5. Seluruh pihak dan instansi yang telah memberikan bantuan berupa data-data sekundernya.

6. Murabbiku dan teman seperjuangan dalam bundaran kecil yang telah berbagi suka dan duka, berbagi tausiyah sehingga saya masih bias diberikan kekuatan dalam meniti jalan yang panjang ini.

7. Keluarga besar Lembaga Dakwah Fakultas DKM Ibaadurrahmaan .

8. Keluarga besar SALAM ISC 2007 atas ukhuwah yang selama ini terjalin begitu akrab.

9. Keluarga besar Ikhwah IPB khususnya Ikhwah Fahutan. 10.Keluarga besar KSHE 42 (Tarsius 42).

11.Ahmad Wahyudi, Harry Tri Atmojo, Teguh Pradityo, Hafiz Herbowo, Agus Prayitno, Azhar Anas dan Ahmad Baiquni atas bantuan baik moral dan moril selama penulis melaksanakan penelitian sampai sidang komprehensif.

12.Penghuni Madani, Wisma Biru, Dar’Esyabaab dan Wisma Krakatau atas ukhuwah yang selama ini terjalin.

13.Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(10)

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa NRP E34050861


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 3

2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung ... 4

2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung ... 5

2.4 Parameter Pencemaran Air ... 6

2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air. ... 11

2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air ... 12

2.7 Penginderaan Jauh ... 13

2.8 Sistem Informasi Geografis ... 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Kerangka Pemikiran ... 19

3.4 Pengumpulan Data... 21

3.5 Analisis Data ... 21

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kota Bogor ... 29

4.2 Kondisi Umum Sungai Ciliwung ... 29

4.3 Kependudukan ... 30

4.4.Industri ... 30


(12)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sumber Limbah Cair dan Karakteristiknya ... 32

5.2 Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 34

5.3 Status Mutu Air ... 50

5.4 Beban Pencemaran Setiap Sumber Pencemardi Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor... 53

5.5 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor ... 61

5.6 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai Ciliwung Kota Bogor ... 62

5.7 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor ... 64

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kegiatan dan Jenis Limbah Yang Dihasilkan ... 5

Tabel 2. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut ... 9

Tabel 3. Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD ... 9

Tabel 4. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian ... 19

Tabel 5. Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI ... 22

Tabel 6. Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation ... 23

Tabel 7. Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air ... 24

Tabel 8. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency) ... 24

Tabel 9. Faktor Konversi Beban Limbah ... 27

Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor ... 30

Tabel 11 Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor ... 31

Tabel 12 Bentuk Penanganan Sampah Oleh Masyarakat ... 33

Tabel 13 Nilai Rata-rata Kualitas Air Sungai dari Beberapa Parameter Tahun 2005-2009 ... 35

Tabel 14 Hasil Pengamatan Nilai Suhu (°C) tahun 2005-2009 ... 37

Tabel 15 Hasil Pengamatan Nilai TDS (mg/l) tahun 2005-2009 ... 38

Tabel 16 Hasil Pengamatan Nilai TSS (mg/l) tahun 2005-2009 ... 40

Tabel 17 Hasil Pengamatan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 ... 42

Tabel 18 Hasil pengamatan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 ... 44

Tabel 19 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD ... 44

Tabel 20 Hasil Pengamatan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ... 46

Tabel 21 Hasil Pengamatan Nilai pH tahun 2005-2009 ... 47

Tabel 22 Hasil Pengamatan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 ... 48

Tabel 23 Nilai IKA-NSF WQI tahun 2005-2009 ... 50

Tabel 24 Nilai Storet dan Status Mutu Air DAS Ciliwung segmen Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 52


(14)

Tabel 26 Potensi Beban Pencemaran Limbah Industri Kecil ... 57 Tabel 27 Potensi Beban Pencemaran Limbah Peternakan ... 60 Tabel 28 Daya Tampung Beban Pencemaran ... 62 Tabel 29 Persentase Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai di DAS Ciliwung

Segmen Kota Bogor ... 63 Tabel 30 Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2007-2009 ... 65


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen Dasar SIG (Sistem Informasi Geografi) ... 16

Gambar 2. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor... 18

Gambar 3. Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung Di Kota Bogor ... 20

Gambar 4. Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ... 25

Gambar 5. Proses Pengolahan Citra Landsat ... 26

Gambar 6. Limbah Domestik ... 32

Gambar 7. Limbah Peternakan ... 32

Gambar 8. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Katulampa ... 36

Gambar 9. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Sempur ... 36

Gambar 10. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Kedunghalang ... 36

Gambar 11. Grafik Perubahan Nilai Suhu (°C) Tahun 2005-2009 ... 35

Gambar 12. Grafik Perubahan Nilai TDS (mg/l) Tahun 2005-2009 ... 39

Gambar 13. Grafik Perubahan Nilai TSS (mg/l) Tahun 2005-2009 ... 41

Gambar 14. Grafik Perubahan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 ... 43

Gambar 15. Grafik Perubahan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 ... 45

Gambar 16. Grafik Perubahan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ... 47

Gambar 17. Grafik Perubahan Nilai pH tahun 2005-2009 ... 48

Gambar 18. Grafik Perubahan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 ... 50

Gambar 19. Perbandingan Fluktuasi Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) Dari Tahun 2005-2009 ... 51

Gambar 20. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Potensial ... 55

Gambar 21. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Riil ... 55

Gambar 22. Industri Tempe... 58

Gambar 23. Industri Tahu ... 59

Gambar 24. Peternakan Sapi Perah... 60

Gambar 25. Peternakan Ayam Potong ... 60

Gambar 26. Aktivitas Mencuci Masyarakat di Katulampa ... 63

Gambar 27. Aktivitas Penggalian Pasir di Kedunghalang ... 64


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ... 75

Lampiran 2. Peta Lokasi Wawancara ... 76

Lampiran 3. Peta Lokasi Titik Pantau Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor ... 77

Lampiran 4. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Riil)... 78

Lampiran 5. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Potensial) ... 79

Lampiran 6. Peta Sebaran Industri dan Peternakan dengan Tutupan Lahan Tahun 2009... 80

Lampiran 7. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2007 ... 81

Lampiran 8. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2008 ... 82

Lampiran 9. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2009 ... 83

Lampiran 10. Perhitungan Modifikasi Bobot Parameter (Wi) ... 84

Lampiran 11. Hasil Pengukuran Kualitas Air per Titik Pantau pada 14x Pengukuran ... 85

Lampiran 12 Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI ... 86

Lampiran 13. Perhitungan Metode Storet ... 92

Lampiran 14. Beban Pencemaran Air DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.... 94

Lampiran 15. Faktor Konversi Beban Limbah Domestik, Industri dan Peternakan... 96

Lampiran 16. Hasil Perhitungan Daya Tampung Sungai Ciliwung Tahun 2009 ... 97

Lampiran 17. Kurva Sub-Indeks TDS, DO, pH, BOD, Fosfat dan Suhu ... 98

Lampiran 18. Contoh Foto-foto Kondisi Sungai Ciliwung ... 99

Lampiran 19. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 100


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan luas areal 347 km2 mencakup areal mulai dari bagian hulu di Cisarua, Kabupaten Bogor sampai di hilir Teluk Jakarta sebagai outlet DAS. Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dengan pertambahan penduduk yang tinggi, sebagai dampak tingginya dinamika pembangunan di wilayah Jabodetabek.

Perkembangan penduduk Kota Bogor dengan laju pertumbuhan 2,39 persen per tahun berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor mendorong peningkatan berbagai kebutuhan pangan, sandang dan papan sehingga bermunculan berbagai macam industri dan peternakan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Kota Bogor laju pertumbuhan industri mencapai 2,82 persen pada tahun 2010 dan total produksi daging Kota Bogor tahun 2010 mencapai 13.241.967 kg. Meningkatnya jumlah dan jenis industri serta peternakan di Kota Bogor diperkirakan telah banyak menimbulkan beban pencemaran pada Sungai Ciliwung. Kondisi hutan DAS Ciliwung yang juga berkurang menyebabkan debit sungai fluktuatif, sehingga berpengaruh terhadap dinamika fluktuasi kualitas air sungai.

Berbagai program pengendalian pencemaran sungai pada umumnya belum menyentuh permasalahan pencemaran mulai dari limbah domestik, industri kecil sampai besar dan peternakan. Terutama beragamnya jenis industri kecil serta penyebarannya yang sporadis hingga kawasan pemukiman sangat sulit untuk dikelola dengan efektif. DAS Ciliwung sebagai ekosistem terbuka dan mengalir, maka pencemaran industri-industri kecil dari wilayah daerah aliran sungai akan memasuki Sungai Ciliwung melalui saluran-saluran air ataupun anak-anak sungai. Dengan demikian akumulasi beban pencemar di bagian hulu di Cisarua Kabupaten Bogor akan membuat tingkat pencemaran Sungai Ciliwung di wilayah Kota Bogor semakin besar.


(18)

Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri dan peternakan selain menurunkan mutu air sungai, juga menimbulkan bau busuk dan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri di wilayah Kota Bogor sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara keseluruhan. Adapun penyediaan data dan informasi yang akurat, cepat dan mencakup areal yang luas dapat dilakukan dengan aplikasi SIG dan teknik penginderaan jauh (remote sensing).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.

2. Mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor.

3. Menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar. 4. Menghitung besar daya tampung beban pencemaran.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat: memberikan informasi yang berguna, khususnya bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap pengelolaan DAS Ciliwung seperti pemerintah Kota Bogor, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Cisadane-Ciliwung dan masyarakat pada umumnya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa puncak-puncak, gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang alam tersebut menyimpan curah hujan yang jatuh diatasnya dan kemudian mengatur dan mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke laut maupun danau. Sub DAS adalah bagian DAS dimana air hujan diterima dan dialirkannya melalui anak sungai utama. Setiap DAS terbagi ke dalam sub DAS-sub DAS.

Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran:

1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air bumi selalu berada di bawah dasar sungai.

2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja. Selanjutnya debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar sungai. Permukaan air buni berada diatas dasar sungai hanya selama musim hujan. Pada musim kemarau permukaan tersebut berada di dasar sungai.

3. Aliran abadi/permanen, mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang lebih tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaan air tanah selalu berada di atas dasar sungai.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat kompleks yang dipengaruhi karakteristik fisik variabel meteorologinya. Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan


(20)

kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi klimatnya (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi, 1994).

2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung

Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990). Bahan-bahan yang masuk dan mencemari lingkungan menurut Hynes (1978) dalam Nugroho (2003) dapat berupa zat-zat beracun, bertambahnya padatan tersuspensi, dioksidasi dan naiknya air akan merubah kondisi ekologi perairan pada umumnya dan kualitas biota pada khususnya.

Sumber pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang termasuk sumber non domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan dan transportasi. Lahan di sepanjang Sungai Ciliwung dipergunakan untuk berbagai kegiatan antara lain untuk pemukiman, pertanian, perkebunan dan industri. Limbah tersebut didistribusikan ke badan sungai sepanjang DAS Ciliwung sehingga terjadi pencemaran air (Sastrawidjaya, 1991).

Menurut Saeni (1989) sumber pencemaran yang terjadi di Sungai Ciliwung berasal dari buangan penduduk, pertanian dan industri. Sugiharto (1987) menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) akan menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD, COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar yang berasal dari pertanian akan menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain akan menghasilkan limbah BOD, COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan. Jenis kegiatan industri dengan limbah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.


(21)

Tabel 1 Kegiatan dan Jenis Limbah yang Dihasilkan No Jenis Kegiatan Limbah yang Dihasilkan

1 Industri pangan BOD, COD, TOC, TOD, pH, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor dan fenol.

2 Industri minuman BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu kekeruhan dan buih.

3 Industri makanan BOD, COD, TOC, pH, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor dan fenol.

4 Industri percetakan BOD, COD, TOC, total solids, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, amoniak, sulfit, nitrat, fosfor, warna, jumlah coli, coli faeces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid.

5 Perkayuan dan motor COD, logam berat, dan bahan beracun.

6 Industri pakaian jadi BOD, COD, TOD, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logamberat, kromium, warna, bahan beracun, suhu, klorinated, benezoid dan sulfida.

7 Industri plastik BOD, COD, total solids, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea

anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida. 8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, pH,

endapan kapur, dan BOD.

9 Industri besi dan logam COD, suspended solids, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, suspended solid, kromium, besi, seng, klorida, sulfat, amoniak, dan kekeruhan. 10 Aneka industri BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak

dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan, amoniak dan kekeruhan.

11 Pertanian/tanaman pangan Pestisida, bahan beracun, dan logam berat.

12 Perhotelan Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOC, TOD, nitrogen, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan.

13 Rekreasi BOD, COD, kekeruhan dan warna.

14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, BOD, COD, TOM dan

jumlah coli.

15 Perdagangan BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun dan kekeruhan.

16 Pemukiman Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOD, TOC, nitrogen, fosfor, kalsium, klorida dan sulfat.

17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun dan COD.

18 Perikanan darat BOD, COD, TOM dan pH.

19 Peternakan BOD, COD, TOC, pH, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor, warna, bahan beracun, suhu dan kekeruhan. 20 Perkebunan COD, pH, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,

kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, sodium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faeces dan suhu.

Sumber: Donal W. S dan H. E. Klei (1979) dalam Sugiharto dalam Taufik (2003)

2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 beban pencemaran adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah. Menurut Djabu (1999) beban pencemaran adalah bahan pencemar dikalikan


(22)

kapasitas aliran air yang mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah berat pencemar dalam satuan waktu tertentu, misalnya kg/hari. Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemar atau campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung) oleh suatu industry aatau kelompok industry pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada kasus limbah rumah tangga dan kota, istilah beban pencemaran berkaitan dengan jumlah total limbah yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung dari komunitas kota selama periode waktu tertentu (Djajadiningrat dan Amir, 1991).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada suatu sumber air atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 tahun 2003).

2.4 Parameter Pencemaran Air 2.4.1 Parameter Fisik

2.4.1.1 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi di dalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup suatu organisme (Palmer, 2001). Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu ini juga akan dapat menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974). Menurut Hawkes (1979) suhu perairan yang tidak lebih dari 30°C tidak akan berpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos.

Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:


(23)

a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

Temperatur air terutama merupakan pencerminan dari kondisi iklim. Bagaimanapun manusia mampu memodifikasi temperatur misalnya air digunakan untuk pendinginan dalam pembangkit listrik, dimana mentransfer buangan limbah panas ke dalam perairan. Pembuangan limbah mungkin juga meningkatkan temperatur air. Pelepasan air pada dasar perairan dari waduk-waduk mungkin memasukkan air yang lebih dingin ke dalam sungai penerima.

2.4.1.2 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid/TDS)

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran-ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan-padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air/mineral dan garam-garamnya. Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air yang ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991). Keberadaan sebagai larutan-larutan ditunjukkan dalam keberadaan fisik dan kimia air. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri).

Menurut Priyono (1994) aliran dasar dari suatu jalan air mendapatkan mineral yang terpilih dalam bentuk garam-garam terlarut dalam larutan seperti sodium, khlorit, magnesium, sulfat, dan lain-lain. Aliran ini dapat mengkontribusi bahan-bahan terlarut untuk perairan.

2.4.1.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid/TSS)

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).


(24)

TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air yang selanjutnya akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan CO2 di perairan.

Menurut Priyono (1994) Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis.

2.4.2Parameter Kimia

2.4.2.1 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001).

Oksigen terlarut dalam perairan dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang tergantung pada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air (Sastrawidjaya, 1991). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar oksigen akan meningkat (Odum, 1971). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut Shandi dalam Sutamiharja (1978) melakukan penggolongan kualitas air (Tabel 2) sebagai berikut:


(25)

Tabel 2 Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut

DO (mg/l) Tingkat Pencemaran

>5 Tercemar Ringan

2-5 Tercemar Sedang

0-2 Tercemar Buruk

Kelarutan oksigen di air berasal dari atmosfer atau fotosintesis tumbuhan akuatik termasuk phytoplankton. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen. Bahan-bahan tersebut terdiri dari Bahan-bahan yang mudah dibusukkan atau diuraikan oleh bakteri dengan adanya oksigen.

2.4.2.2 Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand/BOD)

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik yang ada. Menurut APHA (1978) nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik.

Menurut Fardiaz (1992) bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik, kotoran manusia dan hewan, tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan industri dan sebagainya. Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD nya mancapai 5 mg/l atau lebih. Lee et al. (1978) telah melakukan kasifikasi kualitas air (Tabel 3) berdasarkan nilai BOD, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD

Nilai BOD (mg/l) Kualitas Air

< 3,0 Tidak Tercemar

3.0 – 4,9 Tercemar Ringan

5,0 – 15,0 Tercemar Sedang

> 15,0 Tercemar Berat

Bahan organik di perairan yang mengalir berasal dari sumber alam seperti gangguan atau kerusakan tumbuh-tumbuhan akuatik. Tetapi pulp, paper, dan sampah pertanian dapat juga menambah kuantitas yang berarti dari permintaan oksigen ke suatu perairan.


(26)

2.4.2.3 Derajat Keasaman (pH)

Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5-8,5.

Menurut Brook et al. (1989) dalam Fakhri (2000) menyebutkan bahwa perairan sudah dianggap tercemar jika memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat keasaman atau pH air biasanya digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al. dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam akan bersifat korosif. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah.

Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum dari pada perairan alkali. Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air.

2.4.2.4 Fosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Menurut Moriber dalam Anggraeni (2002), senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan lapukan tumbuhan. Dalam perairan senyawa fosfat berada dalam bentuk anorganik (ortofosfat, metafosfat dan polifosfat) dan organik (dalam tubuh organisme melayang, asam nukleat, fosfolipid, gula fosfat, dan senyawa organik lainnya).

Menurut Effendi (2003), semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang


(27)

mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH.

Secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam (Hutagalung dan Rozak, 1977). Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih dari satu mg/l PO4-P dapt menimbulkan

blooming (Mackentum dalam Abdurochman, 2005).

Menurut Effendi (2003) bahwa sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari derah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor.

2.4.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan

organik di perairan (APHA, 1976).

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000).

2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air

Kriteria kualitas air merupakan batas konsentrasi parameter-parameter kualitas air yang diinginkan bagi kelayakan kualitas air untuk penggunaan tertentu. Sedangkan baku mutu air merupakan peraturan menurut undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah yang mencamtumkan pembatasan konsentrasi berbagai parameter kualitas air (Rushayati, 1999).

Kualitas suatu perairan sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemaran pada perairan tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik


(28)

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada pasal 8 disebutkan penggolongan air berdasarkan peruntukkannya yang diikuti dengan kriteria kualitas air tersebut sesuai dengan golongannya, yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Air

Vink (1975) menyebutkan bahwa perubahan atau perkembangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor alam seperti iklim, topografi, tanah, atau bencana alam dan faktor manusia yang berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan.

Menurut Leopold and Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) perubahan penggunaan lahan secara umum akan mengubah: karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan. Sudadi et al. (1991) menyebutkan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap


(29)

aliran sungai terutama erat kaitannya terhadap fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Sedangkan menurut Sutamiharja (1978) kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung berdampak negatif, khususnya bila ditinjau dari segi erosi.

2.7 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Dengan menggunakan berbagai sensor, dilakukan pengumpulan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, maupun agihan elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1987). Lebih lanjut dikatakan, sistem penginderaan jauh yang paling sering digunakan bekerja pada satu atau beberapa spektrum tampak, inframerah dekat, inframerah termal atau gelombang mikro.

Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1995). Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai penggunaan data (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Citra merupakan gambar yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya (Hornby, 1974 dalam Sutanto, 1986), sedangkan interpretasi citra merupakan


(30)

pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Este dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Foto udara merupakan sumber informasi yang penting mengenai perubahan-perubahan tata guna lahan sepanjang waktu (Paine, 1981).

Citra Landsat merupakan citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi. Thematik Mapper (TM) adalah suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada cahaya tampak dan inframerah bahkan spektral (Lo, 1995). Thematik Mapper dipasang pada Landsat dengan tujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisaan spektral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik.

Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan analisis data Landsat dengan komputer dapat dikelompokkan atas butir berikut:

1. Pemulihan citra (image restoration), meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli.

2. Penajaman citra (image enhancement) sebelum menayangkan data citra untuk analisis visual teknik, penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara kenampakan di dalam adegan.

3. Klasifikasi citra (image classification), pada proses ini maka tiap pengamatan pixel dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori yang ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brighteness value/VB atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan.

2.8 Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronof, 1989). Sedangkan menurut Bern (1992) dalam Prahasta (2001) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer untuk: (1) Akuisisi dan verifikasi data (2) Kompilasi data (3) Penyimpanan data (4) Perubahan dan updating data (5)


(31)

Manajemen dan pertukaran data (6) Manipulasi data (7) Pemanggilan dan presentasi data (8) Analisa data.

Selain itu juga, Barus (1999) menyatakan, kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan.

Ardiansyah et al (2002) mengelompokkan komponen SIG ke dalam empat komponen yaitu:

1. Perangkat keras

Perangkat keras komputer utama dalam SIG adalah sebuah Personal Computer (PC) yang terdiri dari:

Central Processing Unit (CPU) sebagai pemroses data Keyboard untuk memasukkan data atau perintah Mouse untuk memasukkan perintah

Monitor untuk menyajikan hasil atau menampilkan proses yang sedang berlangsung

Hard disk untuk menyimpan data

Perangkat keras tambahan yang diperlukan adalah:

Digitizer untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data vektor

Scanner untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data raster

Plotter untuk mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik utnuk data vektor atau data raster

CD Writer sebagai media penyimpanan cadangan (back up) selain hard disk

2. Perangkat lunak

SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci.Saat ini banyak sekali perangkat lunak SIG baik yang berbasis vektor maupun yang berbasis raster. Nama perangkat lunak SIG yang berbasis vektor antara lain ARC/INFO, Arc View, Map INFO, CartaLINX dan AUTOCAD Map;


(32)

sedangkan perangkat lunak SIG yang berbasis raster antara lain ILWIS, IDRISI, ERDAS, dan sebagainya.

3. Data dan Informasi Geografi

Data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta-fakta data di permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relative maupun referensi secara absolute, dan disajikan dalam sebuah format yang bernama peta. SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001).

4. Sumberdaya Manusia

Komponen terakhir yang tidak terelakkan dari SIG adalah sumberdaya manusia yang terlatih.Peranan sumberdaya manusia ini adalah untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat tersebut.Sumberdaya manusia juga merupakan sistem analisis yang menerjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG, sehingga permasalahan tersebut bisa teridentifikasi dan memiliki pemecahannya.

Gambar 1 Komponen Dasar SIG SDM

SIG

Perangkat Keras Perangkat

Lunak


(33)

Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk perencanaan lalu lintas dan transportasi, perencanaan pertanian, manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, perencanaan rekreasi, lokasi/alokasi keputusan, perencanaan tata guna lahan (landuse), perencanaan pelayanan umum (pendidikan, pelayanan social, kepolisian, dan lain-lain). Penerapan SIG lainnya dapat dilakukan antara lain dalam kegiatan jaringan jalan dan pipa, pertanian, penggunaan tanah, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, geologi, dan perencanaan kota (Aronof, 1989 dalam Febriana, 2004).

Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan pembuatan konvensional dan masukan data manual atau informasi manual adalah memperkecil kesalahan manusia dan kemampuan memangil kembali peta tumpang tindih (overlay) dari simpanan atau SIG secara cepat. Program tumpang tindih (overlay) digunakan untuk menggabungkan dua atau lebih data-data SIG dan menghasilkan data baru yang dikehendaki pengguna. Teknik tumpang tindih dapat digunakan bagi peta-peta yang sudah sama formatnya dan skalanya. Tumpang tindih dapat menghasilkan peta tematik kesesuaian lahan untuk suatu wilayah.Analisis kesesuian lahan suatu wilayah dapat dihitung dalam satuan areal luasan (hektar) maupun perhitungan presentase (Kartono, 2001).


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah DAS Ciliwung di wilayah Kota Bogor. Sungai Ciliwung dengan panjang aliran sungai ± 117 Km, dengan luas DAS sekitar 347 km². Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2010.

Gambar 2 Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

3.2 Alat dan Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi langsung dan kuesioner di lapangan dan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan berkala


(35)

dari berbagai instansi dan hasil survey penelitian sebelumnya. Peralatan yang digunakan untuk mengolah data-data yang didapatkan yaitu alat tulis dan hitung, kamera, Global Positioning System (GPS) dan seperangkat komputer dilengkapi dengan paket SIG (perangkat keras dan lunak) termasuk software ArcGIS 9.3 dan ArcView Avswat 2005. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4 Data yang Digunakan dalam Penelitian

No Jenis Data Sumber Data

1 Data Kualitas Air Tahun 2005-2009 Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

2 Data Debit Sungai Tahun 2005-2009 Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

3 Data Curah Hujan Tahun 2005-2009 Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung-Cisadane

4 Data Jenis dan Jumlah Industri yang ada di

DAS Ciliwung Observasi Lapangan

5 Data Kependudukan Kota Bogor Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil Kota Bogor

6 Data Jumlah Ternak Observasi Lapangan

7 Peta (topografi, penutupan lahan,

administrasi) KLH, PPLH IPB

3.3 Kerangka Pemikiran

Sungai Ciliwung di Kota Bogor merupakan bagian dari lingkungan hidup yang senantiasa akan terus mengalami perubahan, khususnya kualitas air. Perubahan tersebut cenderung berupa penurunan kualitas air yang disebabkan oleh pencemaran yang masuk ke badan perairan sungai. Kondisi penutupan lahan suatu DAS berpengaruh terhadap kondisi kualitas air sungai di DAS tersebut. Ketika debit sungai besar akan menyebabkan pengenceran berbagai bahan pencemar di sungai, sebaliknya ketika debit kecil maka terjadi peningkatan kadar bahan pencemar. Hal ini dimungkinkan pula oleh kondisi beban pencemaran yang relative stabil sepanjang tahun. Untuk itu upaya pengelolaan kualitas air adalah melalui pengendalian kondisi dan pemanfaatan DAS secara tepat. Secara skematik pengaruh kondisi DAS terhadap kualitas air Sungai Ciliwung dapat digambarkan sebagai berikut :


(36)

Gambar 3 Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran Air dan Daya Tampung Sungai Ciliwung di Kota Bogor

Curah Hujan

Kualitas air Sungai Kondisi Tutupan

Hutan di DAS

Kondisi Penggunaan Lahan


(37)

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Pengumpulan data terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan atau diperoleh dari pengolahan peta-peta tematik dan penginderaan jauh, diantaranya peta topografi, peta, peta ketinggian tempat atau elevasi, peta penutupan lahan, peta saluran atau sungai. Selain data spasial, data lain yang diperlukan adalah data atribut, yaitu data dalam bentuk tulisan ataupun angka-angka, diantaranya data kualitas air dan debit sungai, data jumlah ternak, data kependudukan, data jumlah dan jenis indutri-industri.

3.4.2 Sumber Data 3.4.2.1 Data primer

Sumber data primer dalam kegiatan ini diperoleh dari hasil observasi lapangan dan wawancara di lapangan (daftar pertanyaan terlampir). Wawancara masyarakat dilakukan di lima kelurahan yaitu Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedunghalang. Masing-masing kelurahan sebanyak 30 responden.

3.4.2.2 Data sekunder

Sumber data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. 3.4.3 Cara Pengumpulan Data

3.4.3.1 Observasi langsung

Observasi langsung dilakukan di lapangan dengan bantuan kamera, GPS dan pengamatan fisik.

3.4.3.2Mencatat dokumen (content analysis)

Mencatat dokumen/data/informasi dari berbagai instansi.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Status Mutu Air

3.5.1.1 Analisis Nilai Indeks Kualitas Air (IKA)

Untuk melihat kondisi kualitas air pada sungai secara keseluruhan digunakan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-NSF) berdasarkan Ott (1978) dalam Perdani (2001) yang bertujuan untuk menganalisis perubahan kualitas air pada periode yang berbeda dalam suatu lokasi pengambilan


(38)

contoh yang sama. Metode IKA ini pada dasarnya merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan mutu air untuk peruntukan air minum.

Perhitungan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-NSF) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

IKA−NSF = .

Keterangan:

IKA-NSF = Indeks kualitas air – national sanitation foundation Wi = Bobot akhir masing-masing parameter setelah disesuaikan

Ii = Sub indeks kualitas air tiap parameter yang di dapat dari hasil analisis dan hasil pengukuran yang dibandingkan dengan kurva sub indeks

n = Jumlah parameter

Tahap-tahap pemakaian indeks tersebut adalah:

1. Menentukan terlebih dahulu jumlah parameter yang akan digunakan atau yang diamati.

2. Penentuan nilai bobot dari masing-masing parameter yang digunakan (Wi) dengan menggunakan standar yang digunakan Ott (1978) maupun dengan cara melakukan penyesuaian (Lampiran 10).

Adapun bobot parameter dalam perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI (Ott, 1978)

No Parameter Bobot Parameter

(Wa)

Bobot Parameter

Penyesuaian (Wb) Satuan

1 Oksigen Terlarut 0.17 0.25 % saturnasi

2 pH 0.12 0.18 -

3 BOD 0.10 0.15 Mgl

4 Nitrat 0.10 - Mgl

5 Fospat 0.10 0.15 Mg/l

6 Suhu 0.10 0.15 °C

7 Kekeruhan 0.08 - NTU

8 Padatan Total 0.08 0.12 mg/l


(39)

3. Menghitung nilai Ii dengan cara memplotkan nilai hasil pengukuran setiap parameter dengan kurva sub indeks dari Ott (1978).

4. Setelah nilai Wi dan Ii didapat, dihitung indeks dengan menggunakan persamaan IKA-NSF diatas.

Adapun kriteria indeks kualitas air – National Sanitation Foundation dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (Ott, 1978)

No Nilai Kriteria

1 0 – 25 Sangat Buruk

2 26 – 50 Buruk

3 51 – 70 Sedang

4 71 – 90 Baik

5 91 - 100 Sangat Baik

Sumber: Ott, (1978) dalam Perdani (2001)

3.5.1.2 Analisis Metode Storet

Metode storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air.

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan mengguunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas. Sedangkan untuk klasifikasi mutu air berdasarkan EPA dapat dilihat pada Tabel 8.

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu.

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.


(40)

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor:

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter yang dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. Adapun penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air dapt dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air (Canter, 1977)

Jumlah Contoh

*) Nilai

Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10

Maksimum -1 -2 -3

Minimum -1 -2 -3

Rata-rata -3 -6 -9

≥ 10 Maksimum Minimum -2 -2 -4 -4 -6 -6

Rata-rata -6 -12 -18

Ket *) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air.

Tabel 8 Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency)

Kelas Jumlah Total Skor Mutu Air

A 0 Baik Sekali

B -1 s.d -10 Baik

C -11 s.d -30 Sedang

D ≤ -31 Buruk

3.5.2 Analisis Sumber Pencemaran dengan Sistem Informasi Geografis

Analisis ini menggunakan software sistem informasi geografis berupa Arc GIS 9.3 dan ArcView Avswat 2005 yang berhubungan dengan proses pembangunan basis data. Proses pembangunan basis data terdiri dari 3 kegiatan yaitu pembuatan peta digital, peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dan peta sebaran industri di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Proses dari masing-masing kegiatan dapat dilihat sebagai berikut:

3.5.2.1Pembuatan Peta Digital

Pada penelitian kali ini peta digital berupa peta topogarafi telah tersedia, diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dan peta tutupan lahan DAS Ciliwung segmen Kota Bogor tahun 2007-2009 diperoleh dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup.


(41)

Arc View 3.3

Arc GIS 9.3

3.5.2.2Pembuatan Peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor

Pada proses pembuatan peta DAS dibutuhkan peta topografi/kontur yang kemudian diubah menjadi DEM untuk selanjutnya diolah menjadi peta DAS yang diinginkan. Proses pembuatan peta DAS Ciliwung selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut :

Arc View 3.3

Gambar 4 Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor 3.5.2.3Peta Sebaran Industri dan Peternakan

Peta sebaran industri dibuat setelah dilakukan pengecekan di lapangan dengan penitikan pada setiap industri yang menghasilkan limbah cair.

3.5.2.4Peta Penutupan Lahan

Pemetaan penutupan lahan (land cover) merupakan suatu upaya untuk menyajikan informasi tentang pola penggunaan lahan atau tutupan lahan di

Surfacing

DEM

Grid Peta Kontur

Digital

AVSWAT 2005

Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor


(42)

suatu wilayah secara spasial. Berikut ini disajikan gambar proses pengolahan citra untuk memperoleh peta penutupan lahan.

Tidak

Ya

Gambar 5 Proses Pengolahan Citra Landsat

3.5.3 Analisis Beban Pencemaran

Perhitungan beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar dilakukan melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil limbah

masing-Citra Landsat tahun 2009

Pemotongan Citra Koreksi Geometrik

Citra Terkoreksi

Citra Lokasi Penelitian

Cek Lapangan (Ground Check)

Klasifikasi Citra Terbimbing

Citra Hasil

Klasifikasi Akurasi

Diterima ?

Penggunaan/ Penutupan Lahan


(43)

masing dari pemukiman, industri, peternakan, pertanian dan tata guna lahan. Setelah semua informasi yang diperlukan dikumpulkan, beban limbah dan pencemaran air dapat dihitung mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memasukkan data produksi dan limbah ke dalam tabel kerja yang sesuai. 2. Mencari faktor limbah atau pencemaran yang berkaitan untuk

masing-masing proses industri atau sumber pencemar dan dicatat dalam kolom yang tersedia. Adapun faktor konversi beban limbah dari suatu pencemar dapat dilihat pada Tabel 9.

3. Jumlah produksi atau limbah tersebut dikalikan dengan faktor limbah atau pencemaran dalam kolom yang disediakan.

4. Membuat ringkasan beban limbah dan pencemaran yang sudah dihitung dalam tabel ringkasan untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai total pencemaran air di areal studi.

Selain dengan langkah diatas, perhitungan beban pencemaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

P = C x L x R Diketahui:

P = Beban Pencemaran (ton/bulan) C = Koefisien Beban Polutan

L = Kapasitas Limbah Cair (liter/hari) R = (3x10-8)

Tabel 9 Faktor Konversi Beban Limbah Sumber Limbah BOD (kg/unit/ tahun) COD (kg/unit /tahun) TSS (kg/unit /tahun) TN (kg/unit /tahun) TP (kg/unit /tahun)

Limbah Cair Domestik 19.7 44 20 3.3 0.4

Sapi potong/Kerbau 250 - 1716 80.3 -

Sapi perah 539 - - - -

Ayam potong/Itik 1.4 - 14.6 0.51 -

Ayam petelur 4.6 - - - -

kambing 36.6 - 201 8.4 -

Sumber : Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution (WHO, 1982)

3.5.4 Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran

Perhitungan daya tampung beban pencemaran sesuai dengan PP No.82 tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai berikut :


(44)

DT = Q x BMA x R Diketahui:

DT = Daya Tampung (ton/bulan)

Q = Debit Aliran Air Sungai (m³/dt)

BMA = Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 R = (bulan x 24x 60 x60) / 1.000.000.000


(45)

BAB IV

KONDISI UMUM PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Kota Bogor

Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106°43’30’’ BT sampai dengan 106°51’100’’ BT dan 6°30’00’’ LS sampai dengan 6°41’00’’ LS. Memiliki luas wilayah 11.850 ha terdiri dari 6 kecamatan, 67 kelurahan dan 792 rw.

Secara administratif, Kota Bogor memiliki batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong

Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

4.2Kondisi Umum Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung berada dalam batas wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta. Sungai ini bersumber di lereng Gunung Gede yaitu daerah Leuwimalang Kecamatan Cisarua dengan anak sungai Ciesek, Ciluar dan Cisugutamu. Menurut Pawitan (2002) dalam Prasetio dan Arifjaya (2004) menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Secara administratif pemerintahan sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor merupakan peralihan dari DAS Ciliwung Hulu (Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan) ke DAS Ciliwung Tengah (Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal).

Berdasarkan klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson tipe ikim yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu adalah tipe A dengan curah hujan tahunan sebesar 3.336 mm, sementara DAS Ciliwung Tengah termasuk tipe A dan B dengan


(46)

jumlah curah hujan tahunan 3.285 mm (BAPEDAS Citarum-Ciliwung, 2000). Menurut BMG Bogor (2005) curah hujan yang teramati di Stasiun Kebun Raya Bogor dari tahun 1993-2003 berada pada kisaran 2.226 mm hingga 5.184 mm. Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor memiliki panjang ± 7,99 km dan melewati 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara (KPLH Kota Bogor, 2002). Menurut BAPEDAS Citarum-Ciliwung (2000), debit harian rata-rata yang teramati di Stasiun Katulampa (periode tahun 1991-1996) untuk masing-masing nilai terendah 7,2 m³/detik dan tertinggi 16,8 m³/detik.

4.3Kependudukan

Kondisi kependudukan di Kota Bogor berdasarkan data statistik Kota Bogor tahun 2004 yang meliputi jumlah dan kepadatan penduduk disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor

Kecamatan Luas Wilayah

(km²)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)

Bogor Selatan 30,81 165.146 5.360,14

Bogor Timur 10,15 87.829 8.653.10

Bogor Utara 17,72 153.429 8.658,52

Bogor Tengah 8,13 101.057 12.430,13

Bogor Barat 32,85 188.901 5.750,41

Tanah Sareal 18,84 173.813 9.225,74

Total 118,5 870.175 50.078,04

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Tahun 2010

Berdasarkan data dalam Tabel 10, terlihat bahwa kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 12.430 jiwa/km². Sementara yang memiliki kepadatan terendah adalah Kecamatan Bogor Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 5.360 jiwa/km².

4.4 Industri

Sebagai daerah yang dilalui Sungai Ciliwung, kegiatan industri di Kota ini akan berpengaruh terhadap tingkat pencemaran sungai. Menrut data statistik di Kota Bogor terdapat sejumlah industri yang berpotensi sebagai sumber pencemaran DAS Cilliwung Kota Bogor. Sementara menurut Taufik (2003) di


(1)

26 Encep Hidayat

Kp. Rambai, Rt02/Rw06, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.507'

106°.49.802' Tahu 2.000 biji/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3

m³/hari

Di buang ke sungai

27 Cahya

Pondok Aren, Rt03/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.33.688'

106°.49.700' Tahu 2.000 biji/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3

m³/hari

Di buang ke sungai

28 Dadih

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.240'

106°.49.806' Sagu 1 ton/hari Singkong

Air limbah 2.000 liter/hari

Di buang ke sungai

29 H. Toha

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.251'

106°.49.806' Sagu 400 kg/hari Singkong

Air limbah 1.000 liter/hari

Di buang ke sungai

30 Oib

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.236'

106°.49.807' Sagu 1 ton/hari Singkong

Air limbah 2.000 liter/hari

Di buang ke sungai

31 Mardi

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.245'

106°.49.808' Sagu 400 kg/hari Singkong

Air limbah 1.000 liter/hari

Di buang ke sungai

32 Wahyudi

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar,

Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.34.248'

106°.49.810' Sagu 500 kg/hari Singkong

Air limbah 1.000 liter/hari

Di buang ke sungai

33 H. Holik

Kp. Sawah, Rw 10, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor

Utara, Kota Bogor

06°.35.745' 106°.49.048'

Papan

Gypsum 100 lembar/hari

Bubuk

Gipsum Air limbah 1 m3

Di buang ke sungai

34 Sri

Rt02/Rw03, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor

Utara, Kota Bogor

06°.35.343'

106°.48.845' Tempe 240 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai


(2)

35 Mumu

Rt02/Rw11, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor

Utara ,Kota Bogor

06°.35.131'

106°.48.890' Oncom 500 biji/hari Ampas Tahu

Air limbah 200 kg/hari

Di buang ke sungai

36 Surahman

Rt02/Rw11, Kel. Tegal Gundil, Kec. ,Kota

Bogor

06°.35.126'

106°.48.904' Tempe 128 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

37 Mumah

Rt03/Rw07, Kel. Tegal Gundil, Kec. ,Kota

Bogor

06°.34.712'

106°.48.682' Tahu 320 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai

38 Ruslan

Rt01/Rw18, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor

Utara ,Kota Bogor

06°.34.688'

106°.48.686' Tempe 2.400 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 400 kg/hari 2.Air Limbah 11

m³/hari

Di buang ke sungai

39 Irwan

Rt01/Rw18, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor

Utara ,Kota Bogor

06°.34.686'

106°.48.682' Tempe 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

40 Wawan Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor 106°.48.326' 06°.34.467' Tahu 80 kg/hari Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

41 Kardi Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor

06°.34.480'

106°.48.337' Tempe 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

42 Mulud

Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara

,Kota Bogor

06°.34.482'

106°.48.335' Tempe 48 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai kg/hari 2.Air Limbah

m³/hari

Di buang ke sungai

43 Darmin

Rt02/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor

06°.34.542'

106°.48.729' Tempe 320 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai


(3)

44 Alhayati

Rt01/Rw10, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor

06°.34.769'

106°.48.130' Tahu 20 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 10 kg/hari 2.Air Limbah 0,5

m³/hari

Di buang ke sungai

45 Casmun

Rt03/Rw02, Kel. Babakan, Kec. Bogor

Tengah, Kota Bogor

06°.35.544'

106°.48.482' Tempe 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

46 Fatma

Jl. Bojong Neros, Rt01/Rw13, Kel. Paledang, Kec. Bogor

Tengah, Kota Bogor

06°.36.264' 106°.47.698'

Bakpao, Siomay

100 biji/hari,

1.000 biji/hari Sagu

Air limbah 0,5 m³/hari

Di buang ke sungai

47 Tomo

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.36.996'

106°.47.687' Oncom 800 biji/hari Ampas Tahu

Air limbah 300 kg/hari

Di buang ke sungai

48 Raytina

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.36.988'

106°.47.687' Oncom 1.500 biji/hari Ampas Tahu

Air limbah 500 kg/hari

Di buang ke sungai

49 Tuti

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.026'

106°.47.665' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

50 Min

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.043'

106°.47.667' Tahu 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

51 Min

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.046'

106°.47.669' Oncom 700 biji/hari

Kacang Kedelai

Air limbah 300 kg/hari

Di buang ke sungai

52 Ami

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.47.030'

106°.47.657' Oncom 2.500 biji/hari Ampas Tahu

Air limbah 800 kg/hari

Di buang ke sungai


(4)

53 Adis

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.030'

106°.47.657' Tempe 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

54 Wahyudi

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.36.576'

106°.48.135' Tempe 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

55 Emad

Rt01/Rw08, Kel. Bondongan, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.36.595'

106°.48.133' Tahu 32 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 15 kg/hari 2.Air Limbah 0,5

m³/hari

Di buang ke sungai

56 Diono

Rt03/Rw12, Kel. Gudang, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor

06°.36.596'

106°.48.152' Tempe 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

57 Sujirah

Rt01/Rw01, Kel. Lawang Gintung, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.556'

106°.48.775' Tempe 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

58 Noneng

Rt01/Rw05, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.150'

106°.48.547' Tahu 480 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3

m³/hari

Di buang ke sungai

59 Mangjari

Rt01/Rw05, Kel. Empang, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.150'

106°.48.547' Oncom 250 kg/hari Ampas Tahu

Air limbah 100 kg/hari

Di buang ke sungai

60 H. Nana Ruhaimi

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.301'

106°.48.616' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

61 Maryam

Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.280'

106°.48.705' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m3/hari

Di buang ke sungai


(5)

62 Amah

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.261'

106°.48.682' Tahu 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

63 Soma

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.260'

106°.48.684' Tahu 64 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

64 Misbah

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.261'

106°.48.681' Tahu 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

65 Amir

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.260'

106°.48.682' Tahu 64 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

66 M. Rohim

Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec.

Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.280'

106°.48.706' Tempe 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

67 Supriyadi

Jl. Warung Bandrek, Rt01/Rw05, Kel. Bondongan, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.36.858'

106°.48.366' Oncom 1.000 biji/hari Ampas Tahu

Air limbah 400 kg/hari

Di buang ke sungai

68 Hj. Jaini

Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.067'

106°.48.494' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

69 Rohma

Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.089'

106°.48.526' Tahu 240 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai

70 Ano

Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.37.070'

106°.48.520' Tahu 240 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai


(6)

71 Ujo

Rt03/Rw03, Kel. Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.841'

106°.49.256' Tahu 40 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 15 kg/hari 2.Air Limbah 0,5

m³/hari

Di buang ke sungai

72 Maman

Rt03/Rw03, Kel. Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.819'

106°.49.232' Tahu Pong 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

73 Nuh

Rt05/Rw09, Kel. Katulampa, Kec. Bogor

Timur, Kota Bogor

06°.37.827'

106°.50.045' Pala 3.000 biji/hari Buah Pala

Air limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

74 Entay

Rt01/Rw09, Kel. Sindangrasa, Kec. Bogor Timur, Kota

Bogor

06°.38.123'

106°.50.324' Tahu 80 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

75 Eko

Rt03/Rw05, Kel. Harjasari, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.38.039'

106°.50.280' Krupuk Kulit

6-10 lembar

kulit/hari Kulit Hewan

Air limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

76 Yaya

Rt01/Rw05, Kel. Harjasari, Kec. Bogor

Selatan, Kota Bogor

06°.39.260'

106°.50.533' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

77 Mukat

Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec. Bogor Timur, Kota

Bogor

06°.39.347'

106°.50.415' Tahu 160 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1

m³/hari

Di buang ke sungai

78 Mukat

Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec. Bogor Timur, Kota

Bogor

06°.38.905'

106°.50.870' Tempe 240 kg/hari

Kacang Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2

m³/hari

Di buang ke sungai