Ashton 1991, mengemukakan bahwa pengetahuan frekuensi base rate auditor terhadap kekeliruan laporan keuangan sangat tidak teliti dan bahwa
pengetahuan ini tidak menjadi lebih teliti dengan pengalaman. Beberapa penelitian sebelumnya, yang mempelajari mengenai pengaruh
pengalaman dalam bidang audit, telah menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hal tersebut kemungkinan disebabkan pada penelitian tidak mepertimbangkan faktor
pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas Bonner, 1990; Abdolmohammadi dan Wright, 1987. Penerapan atau pengulangan dari beberapa
penelitian dalam bidang auditing juga mengungkapkan hasil yang sama yang mengungkapkan bahwa auditor yang berpengalaman membuat judgment frekuensi
relatif yang lebih baik dalam tugas-tugas profesional dibandingkan auditor yang belum berpengalaman.
2.3 Pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan kekeliruan yang tak lazim
Choo dan Trotman 1991 mengatakan bahwa probabilitas penyebutan sebuah butir informasi adalah sebuah fungsi jumlah hubungan yang dimilikinya dengan
butir-butir yang lain. Informasi yang tak lazim relatif tentang hal-hal baru lebih sulit untuk dipahami dibandingkan informasi yang umumnya biasa terjadi, informasi itu
akan disimpan dalam ingatan kerja untuk waktu yang lama. Selama waktu tersebut, seseorang diasumsikan mengungkapkan tambahan informasi dari ingatan jangka lama
dalam upaya untuk lebih memahami sepenuhnya terhadap informasi tak lazim. Ketika
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak informasi yang tersimpan sebelumnya dipanggil dan berhubungan dengan informasi tak lazim dalam ingatan kerja, jejak-jejak jalinan hubungan
tambahan berkembang. Ketika berlangsung pengolahan kolaboratif internal ini, informasi tak lazim menjadi semakin terjalin dengan potongan-potongan informasi
yang lain, yang membuatnya lebih mudah diungkapkan dan lebih mudah dipanggil dari pada butir-butir yang lazim.
Peningkatan ketelitian penyebutan butir-butir informasi yang tak lazim dibanding yang lazim seharusnya benar untuk para ahli karena mereka lebih sensitif
terhadap ketidakselarasan dan pengetahuan para ahli lebih terorganisasi dari pada masyarakat umumnya, sehingga para ahli memiliki kapasitas yang lebih besar untuk
menangani informasi relevan. Hal ini memungkinkan para ahli memberikan lebih banyak perhatian pada butir tak lazim yang memerlukan tambahan pengolahan untuk
memadukan pengetahuan dengan informasi yang ada.
2.4 Pengaruh Penggunaan Intuisi Terhadap Kekeliruan
Intuisi merupakan Eureka Factor yang artinya bahwa pengetahuan yang diperoleh tanpa pemikiran rasional. Berdasarkan kamus bahasa Indonesia intuisi
merupakan daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa difikirkan atau dipelajari. Agor 1989 menyatakan bahwa intuisi merujuk pada
kemampuaan untuk memberi kode, menyortir, dan mengakses kebermaknaan atau relevansi hasil keputusan masa lalu secara efisien. Intuisi bukan merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
daya kognitif yang terlahir atau kemampuan yang digunakan sesuai kehendak, melainkan suatu kemampuan belajar dariatau diambil dari pengalaman. Ketika para
pembuat keputusan menggunakan intuisi, mereka mengalami suatu proses yang otomatis dan secara tidak sadar mengambil dari struktur kognitif yang dibentuk
melalui pengalaman. Meskipun secara tidak langsung menyebut intuisi, Gibbins yang dikutip Sularso 1999 mengungkapkan, setelah menelaah berbagai pustaka juga
mengembangkan preferensi respon yang lebih cepat dibandingkan akuntan yang belum berpengalaman karena efisiensi pemanfaatan struktur memori yang tersimpan
dalam ingatan jangka panjang. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa proses seleksi dilakukan oleh apa yang disebutnya sebagai subliminal self. Subliminal self menurut
penelitian tersebut akan mengevaluasi kombinasi yang luar biasa banyak yang mungkin menghasilkan solusi atas masalah, tetapi hanya kemungkinan solusi yang
menarik yang akan muncul kekesadaran. Solusi atas masalah tersebut diseleksi oleh subliminal berdasarkan keindahan matematisnya. Cara kerja proses kreatif fenomena
dari alam bawah sadar atau intuisi terdiri empat tahapan yaitu: a.
Tahap persiapan, pada tahapan ini kita mendefenisikan masalah atau tujuan dan mengumpulkan semua informasi terkait dan menentukan kriteria untuk
memverifikasi apakah sebuah solusi bisa diterima atau tidak. b.
Tahap inkubasi, pada tahap ini mundur dari persiapan dan membiarkan pikiran kita bekerja dibelakang layar. Sama seperti tahap persiapan, tahap ini bisa
berakhir dalam beberapa menit, minggu ataupun bahkan bertahun-tahun.
Universitas Sumatera Utara
c. Tahap iluminasi, pada tahap ini ide-ide muncul dari pikiran yang menyediakan
dasar untuk respons kreatif. Ide-ide tersebut berupa bagian-bagian dari keseluruhan atau langsung keseluruhan. Berbeda dengan tahap lainnya, tahap ini
berlangsung singkat dan sering berupa inspirasi sesaat yang intens. d.
Tahap verifikasi, tahap ini merupakan tahapan akhir dimana pengujian dilakukan untuk menentukan apakah inspirasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya
memenuhi kriteria dan keinginan yang ditentukan pada tahap persiapan. Adanya kerja sama yang erat antara alam bawah sadar yang berpikiran
rasional dengan alam bawah sadar yang bercorak intuitif untuk membantu pemecahan masalah yang kreatif. Intuisi tampaknya bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh.
Peranannya dalam penyelesaian masalah sangat besar dan tidak kalah dengan cara berpikir rasional karena itu intusi merupakan suatu bentuk dari pengalaman yang
dapat dimanfaatkan oleh seseorang sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusannya.
2.5 Kerangka Penelitian