commit to user
E. Tata Kerja DPPKA
commit to user
Dalam melaksanakan tugasnya DPPKA Kotamadya II Surakarta mendapatkan pembinaan teknis fungsional dan DPPKA Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan
tugasnya Kepala Dinas menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi baik dalam lingkungan DPPKA sesuai dengan bidang tugasnya. Kepala
Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas harus menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Kepala Sekretariat, para Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung jawab memberikan
bimbinganpembinaan kepada bawahannya serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya menurut herarkis jabatan masing-masing. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi,
Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
Para Kepala Seksi pada DPPKA bertanggung jawab kepada Kepala Bagian SekretariatKepala Bagian yang membidanginya. Kepala Dinas, Kepala Sekretariat, dan
Kepala Seksi di lingkungan DPPKA Kotamadya Dati II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat II Surakarta. Kepala Urusan, Kepala
Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Surakarta.
F. Visi Misi DPPKA
a. Visi DPPKA
commit to user
Visi DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
b. Misi DPPKA Misi DPPKA adalah sebagai berikut:
1. Menggali sumber pajak dan retribusi tiada henti. 2. Meningkatkan pendapatan daerah tiada kenal menyerah.
3. Mengutamakan kualitas pelayanan ketertiban. DPPKA
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan berlakunya Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah sebagai pengganti dari UU No 22 tahun 1999 Otonomi Daerah diartikan sebagai hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan Suryono dkk, 2007. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, saat ini diperlukan strategi
yang baik untuk menunjang pembangunan daerah. Diantaranya mengumpulkan segenap potensi dari sumber-sumber penerimaan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No 25
Tahun 1999 disebutkan bahwa sumber penerimaan daerah antara lain berupa: Pendapatan Asli Daerah, Pinjaman Daerah, Lain-Lain penerimaan yang sah. Salah satu unsur dalam
pendapatan daerah yang mempunyai prosentase yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah adalah pajak.
commit to user
Pemerintah membuat kebijaksanaan dengan ditetapkannya Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang mengandung maksud bahwa pajak daerah dan retribusi daerah juga merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah
PAD dan agar pemerintah daerah dapat mengurusi kepentingan daerahnya dengan otonomi daerah. Dalam rangka peningkatan PAD, pajak daerah diharapakan menjadi
salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Pajak daerah ditempatkan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang
merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan dalam pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab dengan titik berat pada kotakabupaten. Salah satunya
adalah dengan mengoptimalisasi pendapatan dari sektor pajak Pratiwi, 2010. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah pada saat ini memerlukan sumber
pembiayaan yang memadai, terutama harus bersumber pada kemampuan dalam negeri yakni dari sektor pajak. Untuk itu maka pemerintah membuat Undang-Undang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan UU BPHTB No.20 Tahun 2000 dengan tujuan untuk menambah penerimaan negara pada kegiatan pendaftaran tanah yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.101961 yang telah diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No.241997. Dipilihnya self assessment dalam pemungutan pajak
dengan pertimbangan karena biaya pemungutan relatif kecil, dan kepada wajib pajak diberi kewenangan, kepercayaan, serta tanggung jawab untuk menghitung, membayar
dan melaporkan sendiri, besarnya pajak yang harus dibayar ke Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan tata cara ini maka kegiatan pemungutan diletakkan pada
aktivitas masyarakat sendiri Sanyoto, 2002.
commit to user
BPHTB merupakan salah satu unsur dari pajak daerah yang diharapkan memiliki kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah. BPHTB adalah salah satu sumber PAD
yang baru bagi pemerintah kotakabupaten khususnya Kota Solo. Pemungutan BPHTB oleh Dinas Pengelolaan, Pendapatan, Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Surakarta baru
dilakukan dalam tahun ini, karena sebelumya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini adalah pajak yang dipungut oleh Negara yang menggantikan Ordonaso Bea
Balik Nama Staatsblad 1924 No 291Mardiasmo,2008. Belum diketahui potensi yang dimiliki oleh BPHTB ini, karena pengelolaan oleh Pemerintah Kota Solo baru dilakukan
dalam tahun ini. Pelimpahan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB
dari pusat ke pemerintah kota ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah, dan dilakukan mulai 1 Januari 2011.
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang selanjutnya disebut pajak, atau perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan Wiryosaputro, 2007.
Awalnya BPHTB adalah pajak daerah yang dikelola oleh propinsi, dan daerah hanya mendapat pemasukan melalui bagi hasil, setelah keluar Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah maka pengelolaan BPHTB diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah. Mulai dari pemungutan hingga
pengelolaannya. Karena masih dalam masa transisi, termasuk pembenahan sistem pascaperalihan,
pembayaran di Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset DPPKA masih
commit to user
dilayani di satu loket. Masyarakat atau wajib pajak belum bisa melakukan pembayaran secara online di bank-bank maupun kantor pos seperti sebelumnya ketika masih dipegang
kantor pajak. Belum semua daerah di Indonesia siap dalam memungut BPHTB secara mandiri.
Sampai November 2010, baru 17 daerah yang siap melakukan penarikan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Jumlah ini baru mewakili 10 dari 450
kabupatenkota. Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk
mengambil judul “EVALUASI KESIAPAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN BPHTB”
C. RUMUSAN MASALAH