No Soal
Validitas Daya Pembeda
Tingkat Kesukaran Keterangan
Koefisien Interpretasi Nilai DP
Interpretasi Nilai
IK Interpretasi
6. 0,66
Tinggi 0,81
Signifikan 77,5
Sukar Digunakan
7. 0,76
Tinggi 0,73
Signifikan 30
Sedang Digunakan
8. 0,68
Tinggi 0,63
Signifikan 37,5
Sedang Digunakan
9. 0,69
Tinggi 0,73
Signifikan 77,5
Sukar Digunakan
10. 0,57
Cukup 0,45
Signifikan 40
Sedang Digunakan
G. Analisis Data
Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan, pada saat data telah terkumpul maka langkah selanjutnya yaitu dengan menganalisis data
tersebut melalui pendekatan statistika. Adapun urutan langkah-langkah dalam pengolahan data pada penelitian ini, sebagai berikut:
a. Penskoran
Skor setiap siswa ditentukan oleh jumlah jawaban siswa yang benar, namun untuk soal uraian jawaban siswa yang salah pun tetap diberi skor 1. Proses
penskoran ini dilakukan baik pada prestest maupun posttest, kemudian dari masing-masing data skor prestest dan posttest tersebut dihitung rata-ratanya.
b. Menghitung skor rata-rata menggunakan rumus:
=
∑
Sudjana, 2005:67 Keterangan
= nilai rata-rata yang dicapai = skor yang diperoleh
= jumlah sampel ∑ = jumlah
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaraan distribusi data yang diperoleh. Hal ini berkaitan dengan sampel yang diambil. Melalui uji normalitas
peneliti dapat mengetahui apakah sampel yang diambil mewakili populasi atau tidak. Uji normalitas dilakukan pada data skor gain posttest-pretest. Pengujian ini
dimaksudkan untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan selanjutnya. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan tes
kecocokan Kolmogorov-Smirnov dengan rumus sebagai berikut: T = sup |Fx
– Sx| Keterangan:
T = normalitas data F = F kumulatif
S = simpangan baku Normalitas data dibandingkan dengan nilai α yaitu 0,05. Jika T ≥ 0,05 maka data
berdistribusi normal. d.
Uji Homogenitas Pengujian homogenitas data dilakukan dengan menggunakan
Levene’s test, yaitu sebagai berikut.
W = −
− 1 ∑
=1 .
−
..
² ∑
=1
∑
=1
−
.
²` Keterangan:
W = hasil tes = jumlah sampel
= jumlah sampel di kelompok = jumlah sampel dari kelompok
Homogenitas data dibandingkan dengan nilai α yaitu 0,05. Jika W ≥ 0,05 maka
data berdistribusi homogen.
e. Uji Kesamaan Rata-Rata
Uji kesamaan dua rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan antara dua sampel. Jika data memenuhi
asumsi distribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka dilakukan uji t, yaitu Independent Samples T Test dengan asumsi varians kedua sampel
homogen. Jika data hanya memenuhi asumsi distribusi normal saja tetapi variansinya tidak
homogen maka pengujiannya menggunakan uji t‟ yaitu Independent Samples T Test dengan asumsi varians kedua sampel tidak homogen.
Untuk data yang tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik.
1. Uji statistik parametris
Uji statistik parametris adalah uji t satu perlakuan yaitu untuk menguji apakah data yang diperoleh mempenyai perbedaan yang signifikan atau tidak. Uji
statistik parametrik digunakan jika data memnuhi asumsi statistik, yaitu jika terdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen.
Uji t dilakukan dengan mencari harga
�
dari selisih antara skor pretest dengan skor posttest dengan menggunakan rumus:
t =
∑ 2 −1
Keterangan:
=
mean dari perbedaan
pretest dan posttest
X
d
=
deviasi dari masing-masing subjek X
2
d
=
jumlah kuadrat masing-masing deviasi N = subjek pada sampel
Hasil yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel distribusi t dengan tes dua ekor. Jika -
� �
maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan mean yang signifikan antara skor pretest dan skor posttest. Cara
mengkonsultasikan
�
dengan
�
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan derajat kebebasan v = Ni-1
b. Melihat tabel distribusi t untuk tes dua ekor dengan taraf signifikasi tertentu,
misalnya pada taraf 0,05 atau interval kepercayaan 95. Bila pada v yang diinginkan tidak ada maka diadakan interpolasi.
2. Uji Statistik Non Parametrik
Jika data tidak berdistribusi normal maka dilakukan pengujian non-parametrik dengan menggunakan rumus Mann-Whitney.
U =
1 2
+
+1 2
– R Keterangan:
U = hasil
1
= jumlah sampel 1
2
= jumlah sampel 2 R = jumlah rangking
f. Pengujian hipotesis.
Rumusan hipotesis adalah sebagai berikut : H
: pretes = postes H
1
: pretes postes Rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah.
T =
1
−
2
− 1
1
+ 1
2
Keterangan: T = T
hitung
Sp = sampel
1
= jumlah sampel kelompok 1
2
= jumlah sampel kelompok 2 Untuk mengetahui H
diterima atau ditolak dilakukan dengan melihat tabel distribusi t. Jika T
hitung
lebih besar dari nilai positif tabel distribusi t atau lebih
kecil dari nilai negatif tabel distribusi t, maka H ditolak. Dengan kata lain H
1
diterima. g.
Gain Ternormalisasi Gain ternormalisasi digunakan untuk menghitung peningkatan yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran. Untuk perhitungan dan pengklasifikasian gain yang dinormalisasi menggunakan rumus N-Gain menurut Meltzer Faujan, 2012:
25 adalah sebagai berikut: g=
� − �
−
Keterangan
�
= skor postest
�
= skor pretest = skor maksimum
Kriteria tingkat N-Gain menurut Hake Faujan, 2012: 26 adalah sebagai berikut: g 0,7 Tinggi
0.3 g 0,7 Sedang
g 0,3 Rendah
h. Anova Satu Jalur One Way Anova
Tujuan dari uji Anova satu jalur adalah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata. Yang berguna untuk menguji kemampuan generalisasi. Nilai Anova atau
F Fhitung dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
ℎ �
=
�
�
�
�
=
� �
=
�∶ � �:
�
=
� �
� �
Riduwan, 2003: 218 Keterangan:
KR = kuadrat rerata db = derajat bebas degree of freedom
JR = jumlah rerata i.
Perhitungan normalitas, homogenitas, dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16 for Windows.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran penemuan
Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V secara signifikan. Dari hasil
perhitungan uji dua rata-rata pretest dan posttest didapatkan nila P-value Sig 2-tailed sebesar 0,000. Dimana 0,000 lebih kecil dari
� = 0,05 sehingga
� ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
penemuan Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat-sifat cahaya secara signifikan.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran penemuan
Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V secara signifikan.
Dari hasil perhitungangan uji dua rata-rata pretest dan posttest didapatkan nila P-value Sig 2-tailed sebesar 0,000. Dimana 0,000 lebih kecil dari
�= 0,05 sehingga
� ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran penemuan Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat-sifat cahaya secara signifikan.
3. Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan Discovery
Learning terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada kelompok siswa rendah, sedang dan tinggi secara signifikan. Dari perhitungan uji anova,
diketahui bahwa nilai P-value Sig sebesar 0,084. Nilai P-value Sig lebih kecil dari nila
i α = 0,05 sehingga � diterima. Artinya, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara peningkatan hasil belajar siswa pada kelompok rendah, sedang, dan tinggi.
4. Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan Discovery
Learning terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa pada kelompok rendah, sedang dan tinggi secara signifikan. Dari perhitungan uji anova,
diketahui bahwa nilai P-value Sig sebesar 0,436. Nilai P-value Sig
130
lebih kecil dari nilai α = 0,05 sehingga �
diterima. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan berpikir
kreatif siswa pada kelompok rendah, sedang, dan tinggi.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bagian terdahulu, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut
.
1. Kemampuan berpikir kreatif merupakan potensi yang harus dimiliki oleh
setiap orang, terutama siswa. Maka sudah selayaknya kemampuan berpikir kreatif dikembangkan pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Hendaknya
para guru tidak hanya dapat menciptakan suasuna yang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, tetapi juga ciri-ciri
afektif dari kreatifitas. 2.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan model pembelajaran penemuan Discovery Learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya. Untuk itu, sebaiknya pembelajaran ini digunakan sebagai alternatif dalam
merencanakan pembelajaran, khususnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD.
3. Diharapkan adanya kajian lebih lanjut mengenai pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan menggunakan model pembelajaran penemuan Discovery Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa pada materi yang berbeda.