pada tempatnya. Namun fakta yang ia tahu adalah sebaliknya, sehingga muncul kekhawatiran yang diungkapkan dengan sikap skeptis.
c. Kebohongan sejarah
Tokoh utama yang pada awalnya tidak tertarik membaca koran, akhirnya menjadi tertarik karena pada awalnya ingin mengetahui perihal PKI, “istilah” yang selalu
disebut orang dan menjadi biang keladi malapetaka bagi orang-orang di sekelilingnya. Ia memilih kliping kakaknya sebagai bahan bacaan, dan itu terus
dilakukannya hingga ia dewasa dan menjadi narapidana kasus pembobolan bank. Berita yang dikliping kakak perempuan tokoh utama sebagian besar
tentang berita politik. Kakaknya pernah berpesan: “Jangan pernah melupakan sejarah,” katanya suatu hari, “supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang
sama...” .
44
Dari membaca kliping koran itu tokoh utama mengharapkan dapat mengungkapkan sisi kehidupan.
45
Baginya, meskipun kisahnya telah berlalu, namun apa yang dicatat dalam koran itu merupakan sejarah yang sengaja dicatat
untuk diingat, meskipun setiap pencatat mempunyai kepentingannya sendiri.
46
Dari sekian banyak berita yang ia baca, banyak yang menurutnya bahasanya buruk, isi berita yang memprovokasi rakyat untuk berperang, dan
banyak berita yang di balik kalimat-kalimatnya masih ada sesuatu yang disembunyikan atau ada kepentingan tertentu hingga muncul pertanyaan tokoh
utama:
“Apakah koran-koran, dulu maupun sekarang, memiliki dirinya sendiri? Apakah atas nama keberadaannya sebagai media boleh
44
Kalatidha, hlm. 119
45
Kalatidha, hlm. 155
46
Kalatidha, hlm. 151
44
Menggugat dunia..., Dian Susilastri, FIB UI, 2008
menjadi milik siapa pun yang memanfaatkannya?” hlm. 216— 217.
Baginya ini merupakan suatu ketidakadilan bagi generasi mendatang yang seharusnya mendapatkan catatan sejarah yang menampilkan realitas kisah atau
sejarah. Menyelewengkan realitas sejarah bagi tokoh utama merupakan kejahatan bagi pendidikan.
“Berapa lama kami semua mendapatkan pelajaran sejarah yang ternyata kini hanya bisa dibaca sebagai pelajaran cara
berbohong?“ hlm. 159
Ungkapan skeptis tersebut sekaligus menjadi keprihatinan tokoh utama terhadap sejarah yang tidak mencerminkan realitas. Berita di koran yang sudah
ditulis dengan sengaja dan terpublikasi secara tersistem merupakan salah satu sumber sejarah yang fakta penulisannya tidak bisa diubah lagi. Sehingga menjadi
tanggung jawab penyebar berita sejarah bila terbukti isinya merupakan kebohongan pada publik dan pada gilirannya menjadi kejahatan edukasi yang
berkepanjangan. Ini mencerminkan ketidakadilan bagi sumber-sumber sejarah dan orang-orang yang mempercayai atau memanfaatkan berita sebagai pengungkapan
fakta, terutama terhadap generasi mendatang.
3.2 “Dunia Kabut” dalam Kalatidha