pemarginalan. Kisah perlawanan tersebut tidak mempunyai dampak yang signifikan terhadap keadilan yang diharapkan, akan tetapi mampu menyuarakan
kehendak para korban kekerasan kolektif yang menghendaki keadilan dan sirnanya kisah-kisah yang diselimuti kabut misteri.
Metafora kedua adalah hutan bambu dengan wujud ‘fisiknya’ yang beralih ke mall merujuk pada suatu wilayah yang terhegemoni secara total oleh penguasa.
Dengan demikian, penghadiran hutan bambu di Kalatidha adalah sebagai metafor terhadap ruang gerak para korban peristiwa tragedi kemanusiaan yang sangat
dibatasi, diatur, dan dikuasai yang dalam narasi pemerintah Orde Baru tentang G 30 SPKI bentuknya adalah deskriminasi melalui stigmasi pada eks tapol dan
keluarga mereka yang terlibat PKI.
c. Rajapati
Rajapati adalah sebuah nama yang diberikan untuk makhluk purba haus darah yang menikmati pencabutan nyawa dalam penyiksaan. Sifatnya yang kasar, kejam,
dan sangat bangga dengan kejahatannya dalam Kalatidha diibaratkan sebagai kelompok massa yang dikisahkan telah melakukan pencidukan, pembunuhan,
penganiayaan, pemerkosaan, pembakaran, pemfitnahan, dan penjagalan manusia yang tidak tahu kesalahannya. Ironisnya, rajapati yang disimbolkan sebagai massa
yang melakukan kekerasan kolektif tersebut adalah orang biasa yang melakukan kejahatan secara sadar atau dengan kata lain ia adalah orang waras.
“Sang rajapati yang kasar, kejam, dan sangat bangga dengan kejahatannya menyelusuri malam seperti ular naga, menyelusup masuk
rumah-rumah bukan untuk mencabut nyawa selain untuk menyiksa...Rajapati hina yang berubah menjadi ratusan mengendap-
endap dari rumah ke rumah untuk menculik penghuninya.” hlm. 66— 67
75
Menggugat dunia..., Dian Susilastri, FIB UI, 2008
“M
ereka yang senang melihat nasib manusia lain yang buruk karena dipermalukan, direndahkan, dihina, disiksa, dan dianiaya—setidaknya
mereka tidak berbuat apa-apa menyaksikan penindasan manusia yang satu kepada manusia yang lain di depan hidung mereka, adalah
manusia-manusia yang jika dilahirkan kembali akan jadi kecoa, kelabang, atau tikus-tikus got.” hlm. 129—130
Rajapati dalam Kalatidha dikisahkan berjumlah ratusan orang yang melakukan kekerasan kolektif. Rajapati akhirnya dibunuh oleh gadis meraga
sukma dengan cara yang lebih kejam dari yang dilakukan rajapati kepada korbannya. Tubuh sang rajapati yang di masyarakat wujudnya adalah kelompok
massa dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya, dicacah tubuhnya, dan dipotong kemaluannya. Bahkan roh rajapati yang telah keluar dari tubuhnya tetap dikejar
dan disiksa oleh gadis meraga sukma tersebut. Prosesi pembasmian rajapati tersebut bermakna sebagai sebuah tuntutan keadilan dengan pembalasan terhadap
sumber ketidakadilan. Dalam narasi pemerintah Orde Baru tentang G 30 SPKI disebutkan
bahwa rakyat marah kepada PKI karena tindakan kontra revolusi dan menimbulkan gejolak massa, Rajapati dianalogikan dengan massa tersebut.
d. Gadis Meraga Sukma