Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pengelolaan Limbah Di Kawasan Industri Medan (KIM)

(1)

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN

LIMBAH DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM)

TESIS

Oleh

SYARIFUDDIN SIBA

067005079/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN

LIMBAH DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYARIFUDDIN SIBA

067005079/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM)

Nama Mahasiswa : Syarifuddin Siba Nomor Pokok : 067005079 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Syamsul Arifin, SH, MH) K e t u a

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal

07 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Syamsul Arifin, SH, MH

Anggota

:

1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Kawasan Industri Medan yang disingkat dengan KIM adalah sebuah Perusahaan Daerah yang mengelola Kawasan Industri di Kota Medan. Dalam menjalankan operasional sistem manajemennya, KIM berpedoman kepada aturan baku yang berlaku di Indonesia terhadap sebuah kawasan industri. Dalam konteks legal framework, KIM juga mengacu kepada aturan yang telah berlaku termasuk dalam pengendalian dampak lingkungannya.

Kawasan Industri Medan (KIM) sebagai pengelola Kawasan Industri didirikan pada tahun 1977 yang semula diberi nama proyek Industrial Estate Medan di bawah Departemen Perindustrian, dan pada tanggal 7 Oktober 1988 berubah menjadi Perusahaan Perseroan dengan nama PT. Kawasan Industri Medan (Persero).

Sebagai pengelola kawasan industri, dari mulai berdirinya hingga saat ini seluruhnya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Dalam pandangan masyarakat umum mapun aparat penegak hukum, seluruh aktivitas industri berikut dampaknya merupakan tanggung jawab PT. KIM saja. Padahal, tanggung jawab hukum yang berlaku tidaklah demikian. Semua akibat dan permasalahan yang ada dalam Kawasan Industri Medan merupakan tanggung jawab bersama sesuai dengan Undang-Undang PT Pasal 97 ayat 1 – 5.

Dengan membaiknya pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan, secara otomatis agak semakin menggerakkan roda ekonomi baik untuk PT. KIM sendiri maupun masyarakat luas.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab hukum terhadap pengelolaan limbah di Kawasan Indsutri dan bagaimana tanggung jawab hukum KIM terhadap pengelolaan limbah di dalam Kawasan Industri Medan serta apa dampak ekonomi terhadap penataan lingkungan di Kawasan Industri Medan

Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan diatas, dilakukan penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan metode deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian perpustakaan (library research) yaitu Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, buku – buku referensi, makalah dan dokumen – dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan secara yuridis dengan pendekatan kualitatif, melalui metode berpikir deduktif dan induktif, dimana pembahasan mengutamakan tinjauan dari peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum pengelolaan limbah di Kawasan Industri. Dari hasil pembahasan dan analisa diperoleh kesimpulan yang memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti serta ditulis dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanggung jawab hukum yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan Perseroan terlihat bahwa segala urusan maupun permasalahan yang muncul dalam suatu Perseoran yang terdiri dari 2 (dua) Direksi atau lebih menjadi tanggung jawab bersama setiap Direksi dan merupakan tanggung renteng. Sehingga image masyarakat maupun penegak hukum


(6)

yang menempatkan PT. KIM sebagai penanggung jawab tunggal dari semua aktivitas bisnis di dalam Kawasan akan berubah dan akan terpola menjadi sebuah pemikiran yang menempatkan PT. KIM sebagai pengelola Kawasan Industri Medan bersama – sama dengan investor yang ada dalam Kawasan Industri Medan bertanggung jawab dalam menjalankan aktivitas industrinya, khususnya dalam hal pengelolaan limbah industri yang muncul akibat dari aktivitas industri itu sendiri.

Penulis menyarankan agar segera dibuat produk hukum yang dikeluarkan oleh Dewan Direksi PT. KIM yang mengatur tanggung jawab pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan sehingga PT. KIM mempunyai kekuatan hukum dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan limbah yang ada di Kawasan Industri Medan. Selain itu PT. KIM sendiri harus segera meningkatkan posisi Manager Pengendalian Limbah menjadi setingkat dengan Direktur sehingga wewenang kerja yang dilakukan dapat lebih meningkat.

Hingga akhirnya, dengan berjalannya tanggungjawab hukum dalam pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan dan tertatanya lingkungan hidup di dalam Kawasan, maka secara ekonomi akan menimbulkan dampak positif baik bagi PT. KIM sendiri maupun masyarakat luas.


(7)

ABSTRACT

Formally, Medan Industrial Zone was used to abreviated by KIM is a such Regional Company managed industrial zone in Medan Municipality. Regarding with management operational system, KIM adopted standard regulation running in Indonesia toward industrial zone. Based on legal framework context, KIM also adopted regulation related to environmental impact assessment.

Medan Industrial Zone (KIM) was built on 1977. Formerly named by Medan Indutrial Estate Project under Industry Department of Republic of Indonesia but on October, 7, 1988 changed by Perusahaan Perseroan (Limited Company) entitled PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Medan Industrial Zone)

As the leader of industrial zone, since its building till now, entire the company produced various waste. According both public and law officer view, all of industrial activities and the impacts are fully the responsible of PT. KIM itself. Meanwhile, the update law responsible is not recognized like this way. All of impact and internal cases are carried out together as mentioned on PT. (Limited Company) Regulations’ Clause 97 Verse 1 – 5.

Should the waste management be running well at Medan Industrial Zone, automatically, improve economic spirit for both PT. KIM or community.

This thesis talked about how law responsible for waste management at Industrial Zone and how to behave KIM related to law responsible system toward waste management at Medan Industrial Zone and how the economic impact toward environmental management at Medan Industrial Zone.

To find out the solution of mentioned cases will be used normative juridical analysis assisted by descriptive analysis method. The second data Data will be taken by library research, namely Roles, Government roles, book references, hand outs and documents related to analysis. The data analysis is operated by juridical approach assisted by qualitative application by both deductive and inductive thought method, in which the narration is concerned by the roles act view related to law responsible of waste management at Industrial Zone. The result of the analysis is visible summary answer all of the cases and write down with descriptive form.

Basically, the result denotes that law responsible adopted Company Regulation of Republic of Indonesia shows that all of affairs or cases at company consists of 2 (two) Directors or more will be gathering responsibility for each Director, called responsibility each other. So, public or legal officer image where PT. KIM is single majority responsible for all business activities at Medan Industrial Zone will be changed and formatted that all of the responsible will be both parties, PT. KIM as the leader for Medan Industrial Zone and Investor Company as the trouble maker, especially, at industrial waste management system produced by industries activities itself.

Ideally, the writer suggests to produce immediately regulation produced by Direction Management of PT. KIM talked about responsible of waste management at


(8)

Medan Industrial Zone, so PT. KIM has right position in law to responsible waste management at Medan Industrial Zone. Besides, PT. KIM itself has to increase Manager of Waste Impact to Direction Position level, so the authority will be improved automatically.

The last, by running law responsible towards waste management at Medan Industrial Zone and managed environmental, economically, will invited positive impact for both parties, PT. KIM and community.


(9)

KATA PENGANTAR

Dikelelahan kemampuan pada usia lebih separuh abad ini, Penulis sampai pada tahap akhir penyelesaian tesis berjudul “ TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH DIKAWASAN INDUSTRI MEDAN “ sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi magister ilmu hukum pada Univeritas Sumatera utara.

Sungguh terasa, belajar diusia seperti ini tidak seringan belajar dimasa muda dahulu, yang penuh energik dan bebanpun masih ringan. Diantara berat beban yang menonjol adalah ketika kecemburuan akan kekaguman terhadap staf pengajar/dosen dosen muda yang amat luas pengetahuan dan sangat tinggi kwalitas ilmunya, yang membuat penulis selalu tertegun :

“ mengapa penulis terlambat “ !!!

Syukurlah...! dan Puji syukur yang tiada taranya penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, atas terhenyahkannnya kata “ terlambat “ dan bangkitnya sebuah semangat muda baru untuk melangkah memulai studi ini dan sampai pada gilirannya untuk penyempurnaan penyelesaian tesis ini sesuai dengan ketentuan standart yang ditetapkan.

Rasa syukur itu bertambah pula karena judul yang penulis ambil dan teliti dapat juga dikembang gandakan manfaatnya, dimana pembahasan dalam tesis ini bukan saja berfaedah bagi penyelesaian studi, tetapi juga berbarengan menjadi


(10)

tambahan pengabdian penulis kepada kemajuan Kawasan Industri Medan ( KIM ) selaku Komisaris lebih dari lima tahun ini di KIM.

Bahasan dari judul tesis diatas adalah mengupas tentang prinsip prinsip hukum dalam pengelolaan limbah dikawasan industri Medan (KIM) yang pada muaranya ditemukan kendala – kendala yang harus diatasi dalam penerapan hukum di Kawasan Industri Medan ( KIM )

Penulias menyadari bahwa, uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh, tetapi disadari bahwa masih, mengandung kelemahan, kekurangan dan kaya dari serba kekurangannya, baik dalam untaian kata dan kalimatnya maupun substansi yang menjadi topik bahasan. Oleh karena itulah diharapkan keritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua fihak sehingga segala kekurangan dan ketidak sempurnaan dimksud dapat diatasi dan diminimalisir.

Atas sumbangsih keritikdan saran tersebut panulis ucapkan terima kasih. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan penulis menyelesaikan tugas penulisan tesis dan study ilmu hukum. Beberapa pribadi perlu kiranya dikemukakan secara khusus dengan tidak mengurangi penghargaan kepada banyak pihak, mereka itu adalah :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara,


(11)

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas desempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumataera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan juga sebagai pembimbing yang telah memberikan perhatian penuh, mendorong dan membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam menyelesaikan studi

4. Bapak Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH dan Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS, selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian serta banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis. Ucapan tarima kasih penulis sampaikan juga lepada seluruh guru besar dan dosen pada Sekolah Pascasarjana khususnya dan Universitas Sumatera Utara pada umumnya.

5. Terima kasih kepada rekan rekan di PT KIM Medan dari mulai Komisaris, Direksi, staf dan karyawan yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan dan pengadaan data data yang dibutuhkan penulis dalam pembahasan tesis ini.

6. Kepada Isteri tercinta Hj.Latifah SH, yang selalu memberikan pengertian, dorongan , kasih sayang dan ketabahan yang luar biasa dan demikian juga kepada anak anakku Olki Olila Siba dan suaminya Lettu Inf Muhammad Eko Prastyo, Olvi Yuliza Siba dan Olko Olila Siba serta cucuku Muhammad Rafi


(12)

Al Falah Yudistira yang memberikan cambukan teladan warisan intlektual kemasa depan.

7. Secara khusus pula ucapan terima kasih ini disampaikan kepada Bapak Mertua Hasbullah seisi keluarga dan adikku Hj.Rohani dan Hj. Ribuana Siba dan juga sekaligus pula untuk mengingat jasa kakanda almarhum Chaidir Usman dan almarhum Siti Zahara kakak kandung yang dengan kasih sayang mereka banyak membentuk karakter penulis untuk berjuang.

8. Kepada rekan rekan di Kantor Yayasan Pembina Beasisa Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Deli ( IPMD ) Medan yang merupakan institusi pendorong pemacu semangat istimewa untuk menyelesaikan study ini, karena di Yayasan inilah Penulis selama 35 tahun ini mendirikan dan memimpin pemberian bantuan beasiswa kepada ratusan anak anak tidak mampu dari mulai SMP sampai kejenjang Perguruan tinggi dan bahkan S3.

9. Puncak ucapan terima kasih ini melalui renungan khidmad yang mendalam Penulis persembahkan kepada almarhum ayahanda tercinta Buyung Abbas dan almarhum ibunda tercinta Siti Khadijah, yang dikala hayatnya sebagai orang desa tertinggal menginginkan penulis untuk meretas hambatan dan merintis kemajuan ditengah gelimang ketidak punyaan , terutama ketika penulis sempat terhenti selama empat tahun di Kelas I SMP, dengan harapan mudah mudahan keberhasilan ilmu yang diperoleh ini dapat menjadi karya amal penulis yang bisa membahagiakan kedua mereka.Amin.


(13)

Sesungguhnya ucapan terima kasih ini penulis sebarkan pada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam menempuh study maupun dalam penulisan tesis ini yang tak dapat disebutkan satu persatu, namun tetap terukir dalam ingatan jasa dan kalung budi yang takkan terlupakan bahkan akan dijadikan intan dalam kehidupan sepanjang zaman. Semoga semua jasa baik dan bantuan ini senantiasa mendapat balasan yang baik dan berganda dari Allah SWT. Amin

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi Penulis dan bagi kemajuan kita semua. Insya Allah.

Terima kasih

Siba Island, September 2008.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syarifuddin Siba

Temp/Tgl. Lahir : Hamparan Perak/ 09 Agustus 1952 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan :

1. Sekolah Rakyat Negeri Hamparan Perak (Lulus tahun 1965) 2. Sekolah PGAP Labuhan Deli (Lulus tahun 1971)

3. Sekolah PGAP Negeri Medan (Lulus tahun 1973)

4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (Lulus tahun 1983)

5. Program Studi Magister Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus tahun 2008)


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP ... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SKEMA ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Kerangka Teori/Konsep ... 13

F. Keaslian Penulisan ... 15

G. Metode Penelitian ... 15

BAB II : LINGKUNGAN HIDUP DAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN LIMBAH KAWASAN INDUSTRI... 18

A. Lingkungan Hidup ... 18

1. Konsep Lingkungan Hidup ... 18

2. Pengelolaan Lingkungan Hidup... 19

3. Tanggung Jawab Hukum Dalam Pencegahan Serta Penanggulangan Pencemaran Kawasan Industri... 22

B. Limbah dan Pengolahannya ... 33

C. Dampak Limbah Bagi Kesehatan... 36


(16)

A. Kawasan Industri Medan ... 54

1. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kawasan Industri Medan... 68

2. Pengelolaan Limbah di Kawasan Industri Medan ... 74

B. Bentuk Tanggung Jawab Hukum PT. Kawasan Industri Medan dalam Pengelolaan Limbah...82

BAB IV : KENDALA DALAM PENERAPAN TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PENGELOLAAN LIMBAH DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN ... 86

A. Pertanggunggjawaban Hukum KIM sebagai Korporasi ... 86

1. Asas Subsidiaritas ... 90

2. Hukum Pidana... 91

3. Kejahatan Korporasi... 93

B. Dampak Lingkungan di KIM ... 99

1. Pengendalian Dampak Lingkungan di KIM ... 99

C. Kendala – Kendala dalam Penerapan Hukum Pengelolaan Limbah di KIM ... 108

BAB V : PENUTUP... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran... 114


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1 Hubungan Kerja ... 74


(18)

DAFTAR SKEMA

Nomor Judul Halaman 1 Skema dan Uraian Proses Pengolahan Air Limbah Tahap I ... 75 2 Skema dan Uraian Proses Pengolahan Air Limbah Tahap II... 80


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak manusia mengenal peradaban, ribuan tahun yang lalu, manusia selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup tidak lain merupakan usaha untuk mendapatkan “kenyamanan hidup”. Kenyamanan hidup yang dimaksudkan selain untuk dapat dinikmati oleh dirinya sendiri pada saat masih hidup, juga diharapkan dapat diberikan atau diwariskan kepada anak cucu. Usaha untuk meningkatkan kualitas hidup manusia tidak akan pernah berhenti sampai akhir zaman nanti.

Usaha peningkatan kualitas hidup manusia sangat terasa sejak revolusi industri yang melanda benua Eropa pada pertengahan Abad ke-19, kemudian menyebar ke Amerika. Pada saat itu manusia berlomba untuk menciptakan mesin-mesin baru untuk menghasilkan produk-produk baru yang diharapkan dapat segera dinikmati dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang kita cita-citakan berupa masyarakat yang adil dan makmur baik moril maupun materil, maka berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu usaha yang sedang digalakkan sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah ditingkatkannya sektor industri baik yang berupa industri berat maupun yang berupa industri ringan. Industri berat yang dimaksudkan adalah industri yang memproduksi


(20)

mesin-mesin industri serta pengadaan bahan baku maupun industri untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak. Tidak ketinggalan juga halnya dengan industri yang dikelola oleh masyarakat itu sendiri berupa industri kecil dan kerajinan rakyat dimana akhir-akhir ini sedang tumbuh maupun industri yang dialokasikan dalam sebuah kawasan industri yang dikelola oleh insitusi pemerintah. Tumbuhnya berbagai industri seperti ini menunjukkan bahwa negara kita sedang mengalami pergeseran dari negara agraris menjadi negara industri.

Dalam istilah ekonomi “pembangunan” biasanya diartikan sebagai kapasitas dari suatu perekonomian nasional, yang kondisi awalnya lebih kurang statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk berupaya menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan produk nasional bruto1.

Pembangunan pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an secara keseluruhan hampir selalu dilihat sebagai fenomena ekonomi, dimana pertumbuhan GNP (Growth National Product) per kapita yang cepat akan “menetes ke bawah” (trickle down) kepada masyarakat luas dalam bentuk pekerjaan dan kesempatan-kesempatan ekonomi lainnya, atau terciptanya syarat-syarat yang diperlukan bagi distribusi manfaat-manfaat ekonomi dan social yang lebih luas. Masalah – masalah seperti kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan dan pencemaran lingkungan dianggap soal kedua, yang penting adalah menyelesaikan tugas-tugas pertumbuhan dulu.

1

Todaro. M.P, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga. 1994), hlm. 87.


(21)

Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui tingkat pendapatan riil per kapita yang tinggi. Jadi, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil masyarakat per kapita meningkat dalam jangka panjang2.

Secara umum pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan tingkat hidup dan menaikkan mutu hidup rakyat. Mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar esensial untuk kehidupan kita ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:1) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati; 2) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi; 3) derajat kebebasan untuk memilih. Aktivitas pembangunan ekonomi cenderung terfokus pada pengeksploitasian sumberdaya alam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa melakukan tindakan nyata dalam melakukan konservasi terhadap bahan baku ini.

Kenyataan dari hasil pemikiran yang hanya terfokus pada perkembangan pertumbuhan saja terlihat pada hasil yang dialami pada sejumlah negara berkembang dimana mengalami tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita yang tinggai pada periode tahun 1960-1970-an. Namun disamping itu terjadi hasil yang sangat kontradiktif yaitu hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali perbaikan pada

2


(22)

tingkat kesempatan kerja, tidak ada pemerataan dan pendapatan riil 40% masyarakat terbawa justru menurun. Sehingga Edger Owen3 (Todaro 1994) mengatakan bahwa pembangunan telah diperlakukan oleh para ekonom tidak lebih sebagai ajang percobaan ilmu ekonomi, tanpa mengkaitkannya dengan gagasan-gagasan politik, bentuk-bentuk pemerintahan dan peranan orang-orang di masyarakat. Lanjutnya, sudah waktunya kita menggabungkan teori-teori politik dan ekonomi untuk memahami berbagai hal yang lebih uas dari sekadar membuat masyarakat lebih produktif, misalnya, bagaimana membuat kualitas hidup secara keseluruhan masyarakat itu menjadi lebih baik, pembangunan manusia lebih penting dari pada pembangunan benda-benda mati.

Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara – negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era

3


(23)

informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya4.

Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.

Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.

Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan karena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang5.

4

Henry Sitorus: Makalah, Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri Adalah Masalah Itikad, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Universitas Sumatera Utara. hlm 1

5


(24)

Selain itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidakperdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun komsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.

Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidakharmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurangtepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyaakat dan pemerintah.

Itikad penanganan dan pemecahan masalah lingkungan telah ditunjukan oleh pemerintah melalui Kantor Menteri Lingkungan Hidup yang mempersyaratkan seluruh bentuk kegiatan industri harus memenuhi ketentuan Amdal dan menata hasil buangan industri baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Disamping itu, berbagai seruan dan ajakan telah disampaikan kepada konsumen dan rumah tangga pengguna produk industri yang buangannya tidak dapat diperbaharui ataupun didaur ulang.

Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia juga telah mengalokasikan suatu kawasan khusus untuk kawasan industrinya. Kawasan industri ini disebut dengan Kawasan Industri Medan yang disingkat dengan KIM.


(25)

Dalam menjalankan operasional manajemennya, KIM berpedoman kepada aturan baku yang berlaku di Indonesia terhadap sebuah kawasan industri. Dalam konteks legal framework, KIM juga mengacu kepada aturan yang telah berlaku termasuk dalam pengendalian dampak lingkungannya.

Kawasan Industri Medan (KIM) sebagai pengelola Kawasan Industtri didirikan pada tahun 1977 yang semula diberi nama proyek Industrial Estate Medan di bawah Departemen Perindustrian, dan pada tanggal 7 Oktober 1988 berubah menjadi Perusahaan Perseroan dengan nama PT. Kawasan Industri Medan (Persero).

Sebagai pengelola kawasan industri, dari mulai berdirinya hingga saat ini seluruhnya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair.

PT. KIM sebagai suatu korporasi yang berbadan hukum sudah tentu memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ – organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu korporasi atau badan hukum merupakan subjek hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus menerus dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota – anggota baru atau berhentinya atau meninggalnya anggota – anggota yang ada.


(26)

PT. KIM sebagai subyek hukum tidak hanya menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip ekonomi (mencari keuntungan yang sebesar – besarnya) tetapi juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi peraturan hukum di bidang ekonomi yang digunakan pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial6

Dengan semakin berkembangnya kegiatan industri di Kawasan Industri Medan, pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya, tentunya lingkungan hidup perlu mendapat perlindungan hukum. Hukum pidana dapat memberikan sumbangan dalan perlindungan hukum bagi lingkungan hidup, namun demikian perlu diperhatikan pembatasan – pembatasan yang secara inheren terkandung dalam penerapan hukum pidana tersebut, seperti azas legalitas maupun azas kesalahan.

Mengenai sifat pertanggungjawaban korporasi (badan hukum) dalam hukum pidana terdapat beberapa cara atau sistem perumusan yang ditempuh oleh pembuat undang – undang, yaitu:

a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnyalah yang bertanggung jawab;

b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggung jawab;

c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab.

6

Sonny Keraf, A., 1998, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), hlm. 122 – 123, 126


(27)

Pertanggungjawaban pidana badan hukum dalam kasus lingkungan hidup termasuk tanggung jawab dalam pengelolaan limbah, diatur dalam pasal 46 Undang – Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pertanggungjawaban pidana badan hukum dapat dimintakan kepada badan hukum, pengurus badan hukum, atau badan hukum bersama – sama dengan pengurus.

Secara yuridis, PT. KIM sebagai pengelola kawasan industri memiliki Kewajiban yang telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 230/M/SK/10/1993 yang mewajibkan setiap perusahaan Kawasan Industri membuat Tata Tertib Kawasan Industri. Tata Tertib Kawasan Industri adalah peraturan dan ketentuan yang khusus disusun pengelola yang mengatur hak dan kewajiban antara perusahaan Kawasan Industri dan perusahaan – perusahaan Industri yang berlokasi di dalam Kawasan Industri tersebut.

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri Pasal 11 Ayat 2 butir a menyebutkan bahwa Perusahaan Kawasan Industri berkewajiban untuk membuat AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa mengurangi kewajiban pengusaha industri dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986.

Dan berdasarkan Lampiran I Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 29/M/SK/10/1989 bahwa Standard Teknis yang berlaku bagi Perusahaan Industri Pengolahan yang berada dalam Kawasan Industri wajib melengkapi kapling industrinya dengan sarana pengendalian limbah cair, limbah gas, limbah debu,


(28)

kebisingan dan bau yang mengganggu yang dikeluarkan oleh kegiatan industrinya, sehingga kualitas air dan udara lingkungannya tidak melampaui ketentuan baku mutu udara ambient dan nilai ambang batas.

Ini berarti bahwa perusahaan industri yang berada di dalam kawasan industri yang jumlahnya lebih kurang 231 perusahaan dengan keterangan 29 perusahaan yang menggunakan jasa olah limbah PT. KIM7 juga mempunyai andil dalam mempertanggungjawabkan akibat dari aktivitas industri yang dilakukannya. Hal ini juga diperkuat dengan kebijakan atau aturan hukum yang telah dikeluarkan oleh PT. KIM kepada beberapa perusahaan industri yang mengeluarkan limbahnya dan tidak dipertanggung jawabkan oleh PT. KIM itu melainkan menjadi tanggung jawab sepenuhnya kepada perusahaan industri yang dimaksud.

Oleh karena pandangan masyarakat atau publik terhadap PT. KIM sebagai pengelola kawasan industri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengolahan limbah industri yang berada dalam kawasan, maka seringkali terjadi protes baik dalam bentuk demonstrasi, surat – surat maupun penyelidikan oleh instansi terkait terhadap penyimpangan – penyimpangan pengelolaan limbah oleh perusahaan – perusahaan industri yang semestinya tidak dipertanggungjawabkan oleh PT. KIM. Pendek kata, prediksi penulis (hypotesa) bahwa masalah – masalah limbah yang diproduksi oleh perusahaan industri di PT. KIM tetap saja ada sepanjang masa dan keterbatasan kemampuan PT. KIM untuk mengatasinya selalu menjadi masalah yang terus menerus dan tidak pernah putus terutama tentang perusahaan mana yang

7


(29)

bertanggung jawab. Dan pandangan inilah yang menjadi menarik untuk dianalisa mengingat pandangan ini belum dapat dibuktikan kebenarannya di depan hukum maka penulis memilih judul tentang “Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pengelolaan Limbah Di Kawasan Industri Medan (KIM)” sehingga tanggung jawab hukum terhadap pengolahan limbah industri yang berada dalam Kawasan Industri Medan dapat benar-benar didudukkan sebagaimana mestinya.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut tentang :

1. Bagaimana tanggung jawab hukum terhadap pengelolaan limbah di Kawasan Indsutri?

2. Bagaimana implementasi tanggung jawab hukum KIM terhadap pengelolaan limbah di dalam Kawasan Industri Medan?

3. Kendala – kendala apa yang dihadapi KIM dalam pertanggung jawaban hukum berkaitan dengan pengelolaan limbahnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tentang

1. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum terhadap pengelolaan limbah di Kawasan Indsutri.


(30)

2. Untuk mengetahui implementasi dari tanggung jawab hukum PT. KIM terhadap pengelolaan limbah di dalam Kawasan Industri Medan

3. Untuk melihat kendala – kendala yang dihadapi Kawasan Industri Medan dalam pertanggung jawaban hukum berkaitan dengan pengelolaan limbahnya.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti penting bagi Kawasan Industri Medan dalam kaitannya dengan tanggung jawab hukum pengolahan limbahnya menurut peraturan perundang – undangan. Dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang ilmu hukum secara umum dan hukum administrasi negara secara khusus.

2. Secara praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional kearah penerapan peraturan perundang – undangan pengolahan limbah suatu kawasan industri umumnya dan Kawasan Industri Medan khususnya.

b. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum terutama dalam bidang hukum administrasi negara, khususnya mengenai pengolahan limbah suatu kawasan industri.


(31)

E. Kerangka Teori/Konsep

Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O. Siahaan mengatakan “The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifiying realitations among cariables, with the purposes of exploring and prediction the

phenomenona”8

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis serta untuk menganalisis berbagai permasalahan mendasar dalam penelitian ini adalah :

1. Doktrin Vicarious Liability

Doktrin yang pada mulanya diadopsi di Inggris ini menyebutkan bahwa korporasi bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai – pegawainya, agen/perantara atau pihak – pihak lain yang menjadi tanggung jawab korporasi. Dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu individu tersebut, kesalahan itu secara otomatis didistribusikan kepada korporasi. Dalam hal ini korporasi bisa dipersalahkan meskipun tindakan yang dilakukan tersebut tidak disadari atau tidak dapat dikontrol. Pendekatan doktrin ini digunakan di Pengadilan Federal Amerika Serikat. Dan Indonesia sendiri juga mengadopsi doktrin ini yang diterapkan dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

8

Lintong O. Siahaan. Prospek PTUN sebagaimana Penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia. Cetakan pertama. (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI. 2005) hal. 5


(32)

2. Identification Tests/Directing Mind Theory

Berdasarkan teori identfikasi atau direct mind theory, kesalahan dari anggota direksi atau organ perusahaan/korporasi yang tidak menerima perintah dari tingkatan yang lebih tinggi dalam perusahaan, dapat dibebankan kepada perusahaan/korporasi. 3. Teori Sistem Hukum Analitis Mekanis9

Teori ini dikenal juga dengan sebutan Metode Mekanis (piecemeal Method Analytic). Konsep dasar teori ini adalah:

“Piecemeal approach; it is analytic in the sense that the entity of interest is divided into simple component parts, which are investigated separately”

Teori ini mengatakan bahwa setiap bagian dari keseluruhan dipandang sebagai bagian yang terpisahkan dari keseluruhan itu.

Dari teori tanggung jawab ini dapat diurut sebuah konsep tentang tanggung jawab pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan, sebab sebagai sebuah Perseroan Terbatas (PT) yang tunduk pada UU Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Nomor 23 Tahun 1997, KIM adalah sebuah Corporate yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah tidak dipandang berbenturan atau sebaliknya bersekutu dengan perusahaan – perusahaan industri lainnya di Kawasan tersebut, melainkan akan jelas kedudukan dan tanggung jawab masing – masing ke dalam sebuah sistem yang dibuat khusus untuk itu.

9

Lili Rasjidi dan I.B Wyas Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2003), hlm. 52


(33)

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pengelolaan Limbah Di Kawasan Industri Medan ( KIM )” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli dan sesuai dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Penelitian tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan mengacu kepada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan pendapat ahli hukum maupun pendapat praktisi hukum.

2. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan rumusan penelitian maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang betujuan menggambarkan prinsip-prinsip hukum dalam pengolahan limbah suatu kawasan industri khususnya Kawasan Industri Medan (KIM)


(34)

3. Metode Pengumpulan Data

Menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (library research) dan berdasarkan kepada data sekunder, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu:10

a. Bahan Hukum Primer; b. Bahan Hukum Sekunder; c. Bahan Hukum Tersier 4. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga data yang dikumpulkan pada dasarnya merupakan data sekunder. teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan kepustakaan berupa peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Dilakukan pula penelaahan terhadap bahan – bahan hukum lainnya, seperti karya ilmiah dan kamus yang membantu dalam menganalisis dan memahami kajian masalah tanggung jawab hukum dalam pengolahan limbah di Kawasan Industri Medan

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data kepustakaan dan sebagai pendukung digunakan data lapangan yang pengumpulan datanya melalui wawancara11.

10

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, “Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 14

11

Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara yaitu pewawancara (interviewer), responder, pedoman wawancara yang digunakan pewawancara dan situasi wawancara. Sedangkan pedoman yang digunakan pewawancara menguraikan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat


(35)

5. Metode Analisis Data

Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui wawancara (Depth Interview) secara langsung dan terarah, inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang – undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisa penelitian. Dengan analisa kualitatif juga dilakukan interpretasi. Berdasarkan metode interpretasi ini diharapkan dapat menjawab permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Penelitian hukum normatif yang dilakukan disini mengutamakan penelitian tanggung jawab hukum dalam pengolahan limbah di Kawasan Industri Medan.

jalannya wawancara. Herman Tarsito, Pengantar Metodologi Penelitian. Buku Pedoman Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia, 1971), hlm. 171


(36)

BAB II

LINGKUNGAN HIDUP DAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN LIMBAH KAWASAN INDUSTRI

A. Lingkungan Hidup

1. Konsep Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakuknya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut. Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem yang terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ke tiga sub sistem ini saling berinteraksi (saling mempengaruhi). Ketahanan masing-masing subsistem ini akan meningkatkan kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan suatu yang berkelanjutan yang tentunya akan memberikan peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup di dalamnya.


(37)

2. Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan nasional, seperti ditetapkan dalam pasal 28H dan 33 UUD 1945. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 Amandemen ke-2 menyatakan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” serta pasal 33 ayat (4) UUD 1945 Amandemen ke-4 menyatakan “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Senada dengan hal itu, pasal 3 UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengemukakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, keberlanjutan, dan manfaat mempunyai tujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, secara jelas dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban menjaga kelestarian lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada seluruh masyarakat, melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan hidup secara baik dan harmonis.


(38)

Adapun sasaran pembangunan lingkungan hidup di Indonesia adalah:

1. Meningkatnya kualitas air permukaan (sungai, danau dan situ) dan kualitas air tanah disertai pengendalian dan pemantauan terpadu antarsektor;

2. Terkendalinya pencemaran pesisir dan laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan konservasi tanah di wilayah daratan dengan ekosistem pesisir dan laut; 3. Meningkatnya kualitas udara perkotaan;

4. Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon (BPO)

5. Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global; 6. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; 7. Meningkatnya upaya pengelolaan sampah perkotaan;

8. Meningkatnya sistem pengelolaan dan pelayanan limbah B3 bagi kegiatan – kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan;

9. Tersusunnya informasi dan peta wilayah – wilayah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan, bencana banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami serta bencana – bencana alam lainnya;

10.Tersusunnya aturan pendanaan lingkungan yang inovatif; 11.Meningkatnya diplomasi internasional di bidang lingkungan;

12.Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup.


(39)

Kealpaan dalam pengelolan lingkungan hidup yang baik akan berakibat buruk terhadap kelangsungan hidup manusia. Seperti terjadinya polusi udara, pencemaran lingkungan akibat limbah industri dan rumah yang kesemuanya melebihi ambang batas daya tampung alam itu sendiri.

Polusi dan pengelolaan limbah yang buruk membawa dampak negatif yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia:

1. Total kerugian ekonomi dari terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi, diestimasi, secara konservatif, adalah sebesar 2 persen dari PDB (Product Domestic Bruto) setiap tahunnya.

2. Biaya yang timbul dari polusi udara terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan sekitar 400 juta dollar setiap tahunnya.

3. Biaya yang timbul akibat polusi udara di wilayah Jakarta saja diperkirakan sebanyak 700 juta dollar per tahunnya.

Biaya – biaya ini biasanya lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang berpendapatan rendah karena dua sebab. Pertama, merekalah yang memiliki kemungkinan terbesar terkena dampak dari polusi. Kedua, mereka kurang memiliki kemampuan untuk membiayai pencegahan dan mengatasi dampak polusi itu sendiri. Permasalahan yang akan muncul adalah sebagai berikut :

− Kualitas Air Menurun, Sementara Akses ke Air Bersih dan Sanitasi Sangat Terbatas.


(40)

− Kualitas Udara Yang Buruk, Berakibat Pada Meningkatnya Masalah Kesehatan dan Rendahnya Produktivitas.

− Produksi Limbah Padat Terus Meningkat dan Berdampak Terhadap Air dan Kualitas Udara

− Polusi Industri Kian Mengancam

− Masalah – Masalah Tersebut Timbul Karena Lemahnya Kerangka Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Adapun usaha yang dilakukan dalam rangka menuju pengelolaan lingkungan yang lebih baik adalah sebagai berikut:

− Menjadikan pemberian air bersih dan sanitasi sebagai prioritas investasi;

− Cari dan dukung dan peluang – peluang yang efektif dan berbiaya rendah untuk memperbaiki kualitas udara;

− Membantu pemerintahan daerah mengatasi masalah pengelolaan limbah padat;

− Mengurangi dan menghindari polusi industri;

− Mereformasi sistem pengelolaan lingkungan.

3. Tanggung Jawab Hukum Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran Kawasan Industri

Pencemaran lingkungan sering diungkapkan dengan pembicaraan atau pemberitaan melalui media massa. Ungkapan tersebut bermacam ragam popularisasinya dikalangan pendengar atau pembaca, antara lain pernyataan yang


(41)

menyebutkan: Pencemaran udara oleh gas buang kendaraan bermotor amat terasa dikota-kota besar yang padat lalulintasnya; pencemaran sungai oleh limbah cair industri sangat mengganggu kehidupan di perairan ; limbah pulp (bubur kayu) pabrik kayu mengandung unsur BOD dan COD yang tinggi.; sampah bahan berbahaya beracun mencemari air dan sebagainya.

Didalam bahasa sehari-hari, pencemaran lingkungan dipahami sebagai sesuatu kejadian lingkungan yang tidak diingini, menimbulkan gangguan atau kerusakan lingkungan bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan sampai kematian. Hal – hal yang tidak diinginkan yang dapat disebut pencemaran, misalnya udara berbau tidak sedap,air berwarna keruh, tanah ditimbuni sampah. Hal tersebut dapat berkembang dari sekedar tidak diingini menjadi gangguan. Udara yang tercemar baik oleh debu, gas maupun unsur kimia lainnya dapat menyakitkan saluran pernafasan, mata menjadi pedas atau merah dan berair. Bila zat pencemar tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), kemungkinan dapat berakibat fatal.

Hal yang sama dapat terjadi pada air. Air yang tercemar dapat menimbulkan gangguan gatal pada kulit, atau sakit saluran pencernaan bila terminum dan dapat berakibat lebih jauh bila ternyata mengandung B3. Demikian pula halnya dengan tanah yang tercemar, yang pada gilirannya dapat mengotori sumber air didekatnya.

Menurut UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah: masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam


(42)

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Karena limbah dibuang ke lingkungan, maka masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah gas terbawa angin dari satu tempat ke tempat lainnya. Limbah cair atau padat yang dibuang ke sungai, dihanyutkan dari hulu sampai jauh ke hilir, melampaui batas-batas wilayah akhirnya bermuara dilaut atau danau, seolah-olah laut atau danau menjadi tong sampah. Limbah bermasalah antara lain berasal dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan rekreasi.

Limbah pemukiman selain berupa limbah padat yaitu sampah rumah tangga, juga berupa tinja dan limbah cair yang semuanya dapat mencemari lingkungan perairan. Air yang tercemar akan menjadi sumber penyakit menular.

Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3.

Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah.


(43)

Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.

Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk. Walau pestisida digunakan untuk membunuh hama, ternyata karena pemakaiannya yang tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja, pestisida menjadi biosida pembunuh kehidupan. Pestisida yang berlebihan pemakaiannya, akhirnya mengkontaminasi sayuran dan buah – buahan yang dapat menyebabkan keracunan konsumennya. Pupuk sering dipakai berlebihan, sisanya bila sampai diperairan dapat merangsang pertumbuhan gulma penyebab timbulnya eutrofikasi. Pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya.

Pertambangan memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses dipertambangan emas, memerlukan bahan


(44)

air raksa atau mercury akan menghasilakan limbah logam berat cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Kegiatan sektor pariwisata menimbulkan limbah melalui sarana transportasi, dengan limbah gas buang di udara, tumpahan minyak dan oli dilaut sebagai limbah perahu atau kapal motor dikawasan wisata bahari.

Karena limbah industri pada umumnya bersifat sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di lingkungan yang sangat menjadi perhatian ialah yang bersumber pada kegiatan manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah.

Pasal 14 ayat (2) UUPLH menyatakan bahwa disamping ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup, ketentuaan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 17 UULH menyatakan mengenai pencegahan serta penanggulangan pencemaran:

“ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau secara sektoral ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan “.

Penjelasannya berbunyi :

“ketentuan sebagai mana tersebut dalam pasal ini memuat upaya penegakan hukumnya”


(45)

Dalam rangka penanggulangan, pemerintah dapat membantu golongan ekonomi lemah yang usahanya dipekirakan telah merusak atau mencemari lingkungan.

Pada umumya, tanggapan industri terhadap ketentuan stándar tersebut adalah untuk menerapkan teknologi yang disebut end-of-pipe technology (tekhnologi akhir pipa) pada proses produksi yang ada untuk menangkap bahan pencemar atau polutan sampai batas yang diizinkan. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa teknologi end-of-pipe yang ditambahkan pada akhir proses produksi adalah untuk mengelola polutan setelah polutan tidak ada.

Dengan diidentifikasikannya berbagai masalah lingkungan, pemerintah menetapkan peraturan untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi, biasanya karana dampak negatifnya terhadap lingkungan serta dapat dilihat, seperti terjadinya kabut bercampur asap, danau dan sungai yang memburuk, spesies dan ruangan yang dibahayakan punah. Taktik dan tujuan dari berbagai peraturan ini jarang konsisten dan terkordinasikan, meskipun polutan yang dikendalikan adalah sama. Ditambah pula, struktur administratif pemerintahan yang diadakan untuk menerapkan berbagai peraturan tersebut terkordinasikan dan bersifat relatif.

Meskipun sering diperdebatkan, pendekatan tersebut diatas memberikan hasil yang positif. Akan tetapi, berdasarkan berbagai alasan pendekatan end-of-pipe yang bersifat relatif itu terhadap perlindungan lingkungan bagi masa yang akan datang tidaklah akan demikian berhasilnya dengan dimasa yang lalu.


(46)

Alasan pertama adalah fokus pemahaman dan kepedulian telah beralih secara dramatis dari masalah lingkungan yang nampak dengan kasat mata dan jelas ke kegiatan yang jauh lebih komplek dan mengandung resiko potensial untuk lebih merusak lingkungan. Kepedulian tentang hilangnya nilai pasilatas yang diakibatkan oleh asap hitam diganti dengan kekhawatiran akan kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh konsentrasi –konsentrasi kecil dari bahan-bahan kimia tertentu yang hanya dapat dideteksi dengan peralatan yang sangat canggih. Masalah lokal yang dfitimbulakn oleh sebuah pabrik ini memperoleh dimensi nasional dan internasional.

Alasan kedua adalah biaya yamg berkaitan dengan peningkatan perlindungan telah bertambah secara eksponensial. Karana pengendalian yang jelas beserta pembiayaanya telah diterapkan pada masalah lingkungan yang jelas pula, maka jumlah biaaya yang perlu disediakan untuk mengatur risiko lingkungan yang lebih kompleks dari pada masalah lingkungaan yang jelas tadi akan sangat meningkat. Alasan ketiga adalah bahwa non-poin sources pollution, termasuk didalamnya pupuk, pestisida, mobil, AC, lemari es, tidaklah dengan mudah dikaitkan dengan pemecahan melalui end-of-pipe.

Alasan keempat adalah adanya peningkatan kesadaran bahwa penanggulangan melalui end-of-pipe yang dibuat untuk mengolah sebuah polutan dalam salah satu medium lingkungan dapat mengaakibatkan kontaminasi dari medium lainnya. Masalah tidak terpecahkan pencemaran hanyalah beralih kemedium lainya.


(47)

Alasan terakhir adalah adanya apreasi yang makin meningkat, bahwa upaya untuk menanggulangi pencemaran setelah terjadinya dari sudut sosial kurang begitu diinginkan dibanding dengan pencegahan terjadinya pencemaran.

Konsep pencegahan penceamaran dapat digambarkan sebagai penggunaan proses, praktek, bahan dan energi guna menghindarkan atau mengurangi timbulnya pencemaran dan limbah. Pencegahan dan pencemaran secara fundamental mengalihkan fokus perlindungan lingkungan dari penanggulangan melalui end- of-pipe yang reaktip dengan pengolahan pencemaran setelah terjadinya pencemaran ke pemikiran front-of-process yang prepentip dengan menekankan bahwa pencemaran seharusnya tidak boleh terjadi.

Pada umumnya, kalangan industri bersikeras dengan pendapatnya bahwa definisi pencegahan pencemaran harus meliputi kegiatan yang memajukan on-site closed-loop and out- of-loop recycling, reuse and reclamation maupun off-side recycling, reuse and reclamation. Argumentasi yang diajukannya adalah bahwa apabila kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan risiko minimal (yang masih dapat diterima) bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan, kegiatan-kegiatan tersebut mengurangi pembuangan polutan dan memberikan manfaat netto ekonomi yang signifikan bagi industri dan masyarakat. Sebuah bahan kimiawi yang merupakan produk sampingan yang tidak diinginkan dalam proses aslinya seyogyanya tidak dipandang sebagai polutan, apbila sebagai bahan skunder ia mempunyai nilai sebagai bahan baku bagi proses reuse, recycle, and reclamation.


(48)

Para anggota lingkungan dan pekerja sependapat bahwa inprocess recyling and re-use (on-site closed-loop recyling) adalah kegiatan pencegahan pencemaran karena bahan kimiawi bergerak hanya di dalam proses produksi khusus dan tidak akan muncul sebagai limbah. Akan tetapi, mereka berargumentasi bahwa out-of-process recycling tidak boleh dipandang sebagai kegiatan pencegahan pencemaran. Penggunaan kembali bahan atau produk sampingan nya oleh proses manufacturing terpisah (meskipun di pabrik yang sama) atau melalui sebuah fasilitas di luar (off-site facility) tidak dapat diterima sebagai pencegahan pencemaran. Alasannya adalah bahwa pencemaran/limbah telah terjadi (meskipun bahan atau produk sampingan kemudian digunakan kembali sebagai bahan baku yang berharga) dan risikonya untuk pekerja, konsumen dalam masyarakat dan lingkungan bertambah karena kebutuhan untuk out-of-process handling, storage, transportation, and reuse. Anggota-anggota ini menekan bahwa recycling dan reuse adalah pilihan-pilihan pngelolaan limbah yang bagus yang perlu digalakkan di mana dimungkinkan. Akan tetapi, dalam pandangan mereka, pilihan-pilihan ini hanyalah boleh diambil apabila kegiatan pencegahan pencemaran lainnya tidak dimungkinkan.

Sehubungan dengan masalah pencemaran oleh industri, perlu diperhatikan 2 hal, yaitu :

a. pencemaran lingkungan kerja/ruang kerja;

b. pencemaran lingkungan pabrik/kawasan industri dan pencemaran pada daerah sekitarnya.


(49)

Mengenai lingkungan kerja/ruang kerja dikaitkan dengan tenaga kerja atau pengusaha yang ada di tempat tersebut, yang akan menghirup udara yang tercemar yang biasanya disebabkan oleh bahan-bahan bakar yang digunakan, proses pengolahan, mesin-mesin yang digunakan, dan lain sebagainya. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Sebagai dasar dipakai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. bahwa setiap tenega kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatanya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional;

b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya;

c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan diperguanakan secara aman efisien.

Pencemaran yang menyebabkan kondisi yang tidak menghiraukan kenikmatan kerja dan kesehatan karyawan menurunkan efisiensi kerja dan produktivitas karyawan. Pada kondisi demikian pengusaha akan menanggung akibat oleh karena angka sakit yang tinggi, angka kecelakaan, absenteisme dan lain-lain.

Langkah-langkah pencegahan pencemaran lingkungan kerja/ ruang kerja perlu dilakukan seperti:


(50)

b. Perbaikan teknik pada instalasi atau gudang guna mengurangi kondisi lingkungan kerja (engineering control) sepertinya misalnya perbaikan ventilasi, exhauster, membuang debu/gas berbahaya, baik langsung keluar gedung ataupun melalui cerobong asap dan lain-lain.

Pada umumnya, usaha pencegahan pencemaran industri dapat berupa:

a. Peningkatan kesadaran lingkungan diantara karyawan dan pengusaha khususnya, masyarakat umumya,tentang akibat-akibat buruk suatu pencemaran;

b. Pembentukan organisasi penanggulangan pencemaran untuk antara lain mengadakan monitoring berkala guna mengumpulakn data selengkap mungkin yang dapat dijadikan dasar menentukan kriteria tentang kualitas udara, air, dan sebagainya:

c. Penanganan atau penerapan kriteria tentang kualitas tersebut dalam peraturan perundang-undangan:

d. Penentuan daerah industri yang terencana dengan baik, dikaitkan dengan planologi kota, pedesaan,dengan memperhitungkan berbagai segi penentuan daerah industri ini mempermudah usaha pencegahan dengan perlengkapan instalasi pembuangan, baik melaluio air maupun udara;

e. Penyempurnaan alat produksi melaluai kemajuan teknologi, diantaranya melalui modipikasi alat produksi sedemikian rupa sehingga bahan-bahan pencemaran yang bersumber pada proses produksi dapat dihilangkan, setidak-tidaknya dapat


(51)

dikurangi. Pencemaran dapat dicegah dengan pasangan dengan alat-alat khusus pre-treatment12.

Sebagaimana telah dikemukan diatas pada butir (3) tentang ”kewajiban pengusaha”, dibidang prindustrian telah dikeluarkan ”ketentuan-ketentuan pokok perizinan usaha industri dan tata cara pelaksanaannya dalam lingkungan departemen perindustrian”, dimana didalam pasal 14 dengan tegas dinyatakan kewajiban pengusaha untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap tata lingkungan hidup

Mengingat kemampuan pengusaha didalam mencegah terjadinya pencemaran tersebut masih terbatas, maka pelaksanaan ketentuan teknologi yang digunakan untuk mengendalikan limbah industri (control technology) haruslah dilakukan secara bertahap.

B. Limbah dan Pengolahannya

Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Demikian juga di Indonesia, permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri, walaupun industrialisasi itu sendiri sedang menjadi prioritas dalam pembangunan. Tidak kecil jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh masyarakat luas tanpa ada konpensasi yang sebanding dari pihak industri.

12


(52)

Walaupun proses perusakan lingkungan tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan harus ditanggung oleh banyak pihak, tetapi solusinya yang tepat tetap saja belum bisa ditemukan. Bahkan di sisi lain sebenarnya sudah ada perangkat hukum yaitu Undang-Undang Lingkungan Hidup, tetapi tetap saja pemecahan masalah lingkungan hidup menemui jalan buntu. Hal demikian pada dasarnya disebabkan oleh adanya kesenjangan yang tetap terpelihara menganga antara masyarakat, industri dan pemerintah termasuk aparat penegak hukum.

Kesan pelik semakin jelas bisa dilihat apabila kita mencoba memperhatikan respon maupun persepsi para pihak yang berwenang mengenai permasalahan lingkungan hidup, baik hakim, jaksa, kepolisian, pengacara, pengusaha maupun masyarakat umum. Respon dan persepsi mereka mengenai konsep, konteks, substansi dan penanganan terhadap lingkungan hidup sangat berbeda dan beragam. Padahal untuk menangani suatu kasus lingkungn hidup, misalnya pencemaran suatu sungai, segnap pihak yang berwenang menanganinya harus mempunyai visi dan persepsi yang sama mengenai lingkungan hidup, sehingga bisa diperoleh solusi yang optimal dan dirasakan adil bagi berbagai pihak.

Untuk mengelola air limbah secara baik diperlukan keterpaduan dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik yang bersifat teknis administrative maupun bersifat teknis operasional.


(53)

Air limbah adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya, dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.

Air limbah berasal dari dua jenis sumber yaitu air limbah rumah tangga dan air limbah industri. Secara umum didalam limbah rumah tangga tidak terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan didalam limbah industri harus dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan yang tidak.

Untuk yang mengandung zat-zat yang berbahaya harus dilakukan penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa di minimalisasi terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sewage plant, karena zat-zat berbahaya itu bisa mematikan fungsi mikro organisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa di dalam air limbah. Sebagian zat-zat berbahaya bahkan kalau dialirkan ke sawage plant hanya melewatinya tanpa terjadi perubahan yang berarti, misalnya logam berat.

Penanganan limbah industri tahap awal ini biasanya dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan zat-zat kimia yang bisa mengeliminasi zat-zat yang berbahaya. Tujuan pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme pathogen. Selain tujuan di atas, pengolahan air limbah juga bertujuan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun serta bahan yang tidak dapat didegrasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah.


(54)

C. Dampak Limbah Bagi Kesehatan

Dalam UU RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Adapun derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :

− Faktor Lingkungan

− Faktor Perilaku

− Faktor Pelayanan Kesehatan

− Faktor Bawaan (Keturunan)

Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan ketiga faktor yang lain.

Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya berada dalam keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini tergangggu atau mungkin tidak dapat tercapai, maka dapat

menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan.

Keseimbangan tersebut sangat kompleks. Dari lingkungan alaminya manusia mengambil makanan dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan materinya, ke lingkungan alami pula manusia membuang berbagai bahan buangan baik dari badannya maupun dari proses produksinya.


(55)

Proses pengambilan maupun pembuangan ini bila tidak terkendali, menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang dapat merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri, antara lain gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan, gangguan ekonomi dan sosial. Dalam hal tersebut diatas yang perlu kita cermati adalah bahwa alam mempunyai daya dukung dan daya tampung yang terbatas. Bila pengelolaannya tidak seimbang maka kelestarian lingkungan juga akan terganggu.

Perilaku manusia yang tidak sehat, akan memperburuk kondisi lingkungan dengan timbulnya “man made breeding places” bagi kuman dan vektor penyakit maupun sumber pencemar yang dapat memajani manusia.

Selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk dengan mobilitas yang cepat, sangat berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang tidak hanya kebutuhan dasar saja. Dari kebutuhan dasar yang berupa makanan dan sandang sampai pada kebutuhan materi sebagai hasil proses industri, memunculkan kecenderungan semakin meningkatnya tempat / kegiatan yang juga menghasilkan limbah berupa bahan berbahaya dan beracun bagi kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Kondisi tersebut, bila tidak terkendali akan menimbulkan masalah kesehatan yang semakin berat dan luas dengan semakin tingginya angka kesakitan, baik karena penyakit infeksi maupun non infeksi sebagai akibat dari pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan yang tidak diinginkan.


(56)

Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi transisi epidemiologik, yaitu bergesernya pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit infeksi, pada saat ini penyakit non infeksi antara lain hipertensi, jantung, diabetes melitus, gangguan fungsi ginjal, kanker, lebih menonjol dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Karena kajian toksikologi adalah bahan beracun, maka obyek toksikologi lingkungan ialah limbah kimia yang beracun, umumnya termasuk kelompok limbah bahan berbahaya dan beracun (hazardous waste and toxic chemical).

Sedangkan yang dimaksud dengan toxicologi lingkungan adalah pengetahuan yang mempelajari efek substansi toksik (beracun) yang terdapat di lingkungan alam maupun lingkungan binaan; mempelajari dampak atau resiko keberadaan substansi tersebut terhadap makhluk hidup.

Didalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan B3 dapat diartikan “Semua bahan/senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut”.

Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik :

− mudah meledak

− mudah terbakar


(57)

− beracun

− penyebab infeksi

− bersifat korosif.

Toksikologi lingkungan menjadi sangat penting, karena kenyataanya adalah bahwa yang paling merasakan dampak suatu kegiatan adalah manusia, bagian dari makhluk hidup.

Kata racun (toksin, toksikan) memang berhubungan dengan sistem kehidupan; sistem biologi. Toksisitas suatu bahan kimia ditentukan dengan LD 50 atau LC 50, yaitu dosis atau konsentrasi suatu bahan uji yang menimbulkan kematian 50 % hewan uji. Pada manusia, sasaran toksikan pertama-tama adalah saluran pencernaan. Toksikan yang masuk melalui makanan pertama kali di dalam mulut akan diabsorbsi atau mengkontaminasi kelenjar ludah (saliva) yang kemudian dapat meracuni alat-alat pencernaan, dan selanjutnya menyebar keorgan vital lainnya.

Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar.

Contoh, kasus penyakit Minamata :

Dipinggir teluk Minamata di Jepang bermukim rakyat nelayan. Beberapa industri membuang limbahnya keteluk Minamata. Para ahli kimia pabrik mengatakan


(58)

bahwa limbah pabrik yang mengandung methylmercury (MeHg) tidak berbahaya karena kenyataannya fitoplankton, zooplankton, dan ikan tetap hidup diteluk itu. Rupanya kebiasaan penduduk nelayan teluk Minamata yang suka makan ikan, telah menyebabkan terakumulasinya kadar methylmercury yang berlipat ganda di dalam tubuh nelayan teluk tersebut. Suatu saat setelah mengakumulasi methylmercury sekitar 10 tahun, tanpa disadari kadar mercury didalam tubuh nelayan telah berlipat ganda ribuan kali dibanding dengan kadar mercury di dalam air limbah dan fitoplankton. Karena methylmercury termasuk B3, maka menimbulkan dampak kesehatan yaitu keturunan dari nelayan yang telah mengkonsumsi ikan dari teluk Minamata mengalami cacat jasmani dan mental. Cacat ini disebut sebagai penyakit Minamata.

Jadi penyakit sejenis penyakit Minamata tersebut dapat terjadi dimana saja melalui proses akumulasi dan penggandaan biologik.

Dalam paradigma Kesehatan Lingkungan ada 4 simpul yang berkaitan dengan proses pajanan B3 yang dapat mengganggu kesehatan.

Simpul 1 : Jenis dan skala kegiatan yang diduga menjadi sumber pencemar atau biasa disebut sebagai sumber emisi B3.

Sumber emisi B3 pada umumnya berasal dari sektor industri, transportasi, yang mengeluarkan berbagai bahan buangan yang mengandung senyawa kimia yang tidak dikehendaki. Emisi tersebut


(59)

dapat berupa gas, cairan, maupun partikel yang mengandung senyawa organik maupun anorganik.

Simpul 2 : Media lingkungan (air, tanah, udara, biota).

Emisi dari simpul 1 dibuang ke lingkungan, kemudian menyebar secara luas di lingkungan sesuai dengan kondisi media transportasi limbah. Bila melalui udara, maka sebarannya tergantung dari arah angin dominan dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas. Bila melalui air maka dapat menyebar sesuai dengan arah aliran yang sebarannya dapat sangat jauh. Komponen lain yang ikut menyebarkan emisi tersebut adalah biota air yang ikut tercemar.

Simpul 3 : Pemajanan B3 ke manusia

Di lingkungan, manusia dapat menghirup udara yang tercemar, minum air yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi dan dapat pula kemasukan B3 melalui kulit. Pada umumnya titik pemajanan B3 kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, oral (mulut) dan kulit

Simpul 4 : Dampak Kesehatan yang timbul akibat kontak dengan B3 atau terpajan oleh pencemar melalui berbagai cara seperti pada simpul 3, maka dampak kesehatan yang timbul bervariasi dari ringan, sedang, sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian, tergantung dari


(60)

dosis dan waktu pemajanan. Jenis penyakit yang ditimbulkan, pada umumnya merupakan penyakit non infeksi antara lain :

Keracunan, kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma bronchioli, pengaruh pada janin yang dapat mangakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental, gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dan lain-lain.

Akibat yang ditimbulkan lebih jauh :

− Biaya mahal

− Belum tentu berhasil untuk pemulihan kesehatan

− Generasi yang tidak produktif

− Kehidupan sosial yang tidak mapan

− Depresi berkelanjutan

Dampak B3 terhadap Kesehatan, antara lain : 1. Air Raksa /Hargentum/ Hg/ Mercury

Elemen Hg berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (Senyawa Anorganik) dapat mengikat carbon, membentuk senyawa organomercury. Methyl Mercury (MeHg) merupakan bentuk penting yang memberikan pemajanan pada manusia.

Industri yang memberikan efluents Hg adalah :

− Yang memproses chlorin


(61)

− Tambang dan prosesing biji Hg

− Metalurgi dan elektroplating

− Pabrik Kimia

− Pabrik Tinta

− Pabrik Kertas

− Penyamakan Kulit

− Pabrik Tekstil

− Perusahaan Farmasi.

Sebagian senyawa mercury yang dilepas ke lingkungan akan mengalami proses methylation menjadi methylmercury (MeHg) oleh microorganisme dalam air dan tanah.

MeHg dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan. Kadar mercury dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar air disekitarnya.

Orang-orang yang mempunyai potensial terpajan Hg diantaranya :

− Pekerja pabrik yang menggunakan Hg

− Janin, bayi dan anak-anak :

− MeHg dapat menembus placenta

− Sistem syaraf sensitif terhadap keracunan Hg.


(62)

− Masyarakat pengkonsumsi ikan yang berasal dari daerah perairan yang tercemar mercury.

Mercury termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak. 90% ditemukan dalam darah merah.

Efek Fisiologis :

Efek toksisitas mercury terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana mercury terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor, kehilangan daya ingat.

Efek pada pertumbuhan :

MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terpajan MeHg bisa menderita kerusakan otak dengan manifestasi :

− Retardasi mental

− Tuli

− Penciutan lapangan pandang

− Buta

− Microchephaly

− Cerebral Palsy


(63)

Efek yang lain :

Efek terhadap sistem pernafasan dan pencernaan makanan dapat terjadi pada keracunan akut. Inhalasi dari elemental Mercury dapat mengakibatkan kerusakan berat dari jaringan paru. Sedangkan keracunan makanan yang mengandung Mercury dapat menyebabkan kerusakan liver.

2. Chromium

Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi Chromium digunakan oleh industri: Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistent application).

Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steels dan berbagai campuran logam

Dalam industri kimia digunakan sebagai :

− Cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orange dan hijau)

− Chrome plating

− Penyamakan kulit

− Treatment Wool

Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI Electroplating, penyamakan kulit dan pabrik textil merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air permukaan.

Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke landfill dapat merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah.


(64)

Kelompok Resiko Tinggi :

− Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr.

− Perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI lebih tinggi

− Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui pernafasan (inhalasi) atau kulit.

Pemajanan melaui :

− Inhalasi terutama pekerja

− Kulit

− Oral : masyarakat pada umumnya Efek Fisiologi :

Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal.

− Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas Efek pada Kulit :

Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV Efek pada Ginjal :

Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis Efek pada Hati :


(65)

Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.

3. Cadmium (Cd)

Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide).

Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran seng, timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri, terutama plating logam, pigmen, baterai dan plastik.

Pemajanan

Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman dan ikan.

Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat buangan limbah bahan kimia.

Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya kerusakan ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.


(1)

a. Masyarakat terbebas dari polusi dan masalah – masalah limbah PT. KIM b. Terkuranginya angka pengangguran disertai dengan semakin banyaknya

investor yang menanamkan modalnya di Kawasan Industri Medan.

c. Masyarakat pedagang kecil dapat ditata untuk berbisnis di Kawasan Industri Medan, seperti didirikannya Food Court, perbengkelan dan jasa – jasa lainnya.

D. Saran

Untuk mengatasi kendala – kendala diatas dan tercapainya hal – hal yang diinginkan, penulis mengajukan saran – saran sebagai berikut:

1. Agar tanggung jawab pengolahan limbah suatu kawasan industri benar – benar dapat dilaksanakan oleh kawasan industri. Agar pelaksanaan tanggungjawab tersebut benar – benar terlaksana, peran pemerintah sangat dibutuhkan seperti yang termaktub dalam Pasal 22 UUPLH Tahun 1997 tentang Pengawasan yang detailnya berbunyi:

1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang – undangan di bidang lingkungan hidup.

2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.


(2)

3. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan. 2. Agar tanggung jawab hukum PT. KIM sebagai sebuah korporasi dalam

pengelolaan limbahnya yang mengacu kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri Pasal 11 Ayat 2 butir a menyebutkan bahwa Perusahaan Kawasan Industri berkewajiban untuk membuat AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa mengurangi kewajiban pengusaha industri dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986, dan berdasarkan Lampiran I Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 29/M/SK/10/1989 bahwa Standard Teknis yang berlaku bagi Perusahaan Industri Pengolahan yang berada dalam Kawasan Industri wajib melengkapi kapling industrinya dengan sarana pengendalian limbah cair, limbah gas, limbah debu, kebisingan dan bau yang mengganggu yang dikeluarkan oleh kegiatan industrinya, sehingga kualitas air dan udara lingkungannya tidak melampaui ketentuan baku mutu udara ambient dan nilai ambang batas dapat dijalankan dengan baik, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia pelaksana pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan dan juga meningkatkan Divisi Manager Dampak Lingkungan yang ada dalam struktur PT. KIM menjadi setingkat dengan Direksi, sehingga terbukanya keleluasan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan di KIM.


(3)

3. Dewan Direksi PT. KIM segera mengeluarkan produk hukum berkaitan dengan pengelolaan limbah di Kawasan Industri Medan sehingga pertanggungjawaban hukum PT. Kawasan Industri Medan dalam pengelolaan limbahnya dapat menjadi jelas. Artinya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, perdata dan administratif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Ahmad, Hisyam, Pendayagunaan Ganti Rugi Proyek Untuk Pengelolaan Lingkungan, ”Majalah ANDAL No. 7, 1990

Anies, Manajemen Berbasis Lingkungan. Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2006

Arifn, Syamsul, dkk, Hukum Lingkungan Internasional: Kumpulan Materi Penataran, Medan: USU Press, 1997

Arifin, Syamsul, Falsafah Hukum, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1992.

--- ,Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan: Penerbit USU

Press, 1995

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII Cetakan kesembilan belas, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006

Lili Rasjidi dan I.B Wyas Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2003.

Mahadi, SH, Prof, Falsafah Hukum – Suatu Pengantar, Medan: Fakultas Hukum USU, 1991

Mahadi, SH, Prof, Sosiologi – Diktat Kumpulan Kuliah – Kuliah, Medan: HMI Komisariat Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Negeri USU, 1963 Nasution, Bismar, Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, Bahan

Kuliah pada Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU.

PT. (Persero) Kawasan Industri Medan, Analisis Dampak Lingkungan Kawasan Industri Medan (ANDAL KIM), Medan, 1998.

Soemarwoto, Otto, Menyinergikan Pembangunan & Lingkungan. Telaah Kritis Begawan Lingkungan, Yogyakarta: PD. Anindya, 2005.


(5)

Soeratmo, Gunawan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989.

Soerjani, Moh., Dkk, Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press, 1987.

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 1984

Solly Lubis, Dimensi-Dimensi Manajemen Pembangunan, Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 1996

Sugiharto, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah, Jakarta: UI Press, 1987.

Syahrin, Alvi, Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 1998

--- , Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Fakultas Hukum USU Medan, 1997 Tasrif, S, Bunga Rampai Filsafat Hukum, Jakarta: Penerbit cv. ABARDIN, 1987

Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi), Yogyakarta: Andi, 2004

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976.

B. UNDANG-UNDANG

Republik Indonesia, Departemen Perindustrian, Team Koordinasi Kawasan Industri, Kumpulan Peraturan – Peraturan Tentang Kawasan Industri

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1998 No. 3, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998, Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri, Jakarta, 15 Januari 1998.

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1997 No. 23, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 19 September 1997.


(6)

C. MAKALAH

A. Kumurur, Veronica, Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Lingkungan Hidup, disampaikan pada Diskusi Panel “Akselerasi Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Sulut ” diselenggarakan oleh FMIPA-UKIT Tomohon, Hotel Kawanua. Tomohon, April 2001

Henry Sitorus, Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri Adalah Masalah Itikad,– Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, USU

Nasution, Bismar, Disampaikan dalam ceramah di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bertempat di Tanjung Morawa Medan, pada tanggal 27 April 2006

Syahrin, Alvi, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau Kerusakan Lingkungan Hidup (Diucapkan pada waktu Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), di Gelanggang Mahasiswa USU, 20 Desember 2003

D. INTERNET FORA

http://www.bapenas.go.id (didownload pada tanggal 27 November 2007) http://www.menlh.go.id (didownload pada tanggal 12 Mei 2008)