Latar Belakang Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah menempati posisi yang sangat penting dalam pembangunan. Oleh karena itu, tanah kemudian ditempatkan sebagai modal bagi pembangunan. Sebagai modal yang sangat penting dalam pembangunan maka kompleksnya masalah pertanahan dapat menghambat proses pembangunan yang sedang berjalan. Untuk menghindari hambatan-hambatan yang kemungkinan timbul maka salah satu langkah yang dilakukan adalah pembaruan hukum pertanahan nasional. Salah satu upaya pembaharuan hukum pertanahan nasional yang dilakukan adalah dengan lahirnya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang dikenal dengan Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT. Lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan menunjukkan bahwa lembaga jaminan atas tanah juga mengalami unifikasi karena sebelum lahirnya Undang-undang Hak tanggungan terdapat dualisme hukum jaminan atas tanah di Indonesia. Dualisme yang dimaksud adalah keberadaan hipotik sebagai lembaga yang berasal dari hukum tanah barat dan credietverband sebagai lembaga yang berasal dari hukum adat. Bagi masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan komsumtif atau produktif sangat membutuhkan pendanaan dari bank sebagai salah satu sumber dana yang di antaranya dalam bentuk perkreditan, agar mampu mencukupi dalam mendukung usahanya. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, Universitas Sumatera Utara sudah semestinya jika pemberi dan penerima kreditur serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan sebagai upaya mengantisipasi timbulnya resiko bagi kreditur pada masa yang akan datang, untuk usaha tersebut dapat menggunakan jasa perbankan. Berdasarkan Pasal 8 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa dalam pemberian kredit, bank harus mempunyai keyakinan atau kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan dengan maksud bahwa bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan praktek usaha dari debitur untuk memenuhi prestasinya. Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Hal itu didasari adanya kemudahan dalam mengidentifikasi obyek hak tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, disamping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek hak tanggungan. 1 Hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, jika debitur cidera janji, kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor yang lain. 2 1 Agus Yudha Hernoko, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Penunjang Kegiatan Perkreditas Perbankan Nasional Surabaya: Tesis, Pascasarjana, UNAIR, 1998, hal.7 2 Andrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, hal 5 Universitas Sumatera Utara Pada hak tanggungan sebagai salah satu hak penguasaan atas tanah yang bersifat perseroangan terdapat pihak yang menguasai adalah pihak kreditur secara yuridis atas tanah yang dijaminkan oleh debitur. Pada hak tanggungan, pihak kreditur mempunyai hak untuk menjual lelang untuk mengambil pelunasan utang jika debitur wansprestasi. 3 Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 UU NO. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang di maksud dengan hak tanggungan adalah : “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya di sebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan kepada hak atas tanah sebagai mana dimaksud dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur terhadap kreditur- kreditur lainnya”. 4 Dari ketentuan di atas, maka Hak Tanggungan pada dasarnya hanya di bebankan kepada hak atas tanah dan juga seringkali terdapat benda-benda diatasnya bisa berupa bangunan, tanaman dan hasil-hasil lainnya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan sebagaimana yang dimaksud dalam perjanjian yang dibuat bersama sebelumnya. Menurut pasal 4 ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, obyek hak tanggungan harus berupa hak atas tanah yang dapat di alihkan oleh pemegang haknya yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, serta Hak Pakai Atas 3 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak katas Tanah, Jakarta : Penerbit Kencana, 2011, hal 412 4 Undang-undang no. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Universitas Sumatera Utara Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga di bebani Hak Tanggungan. 5 Dalam UUHT diuraikan bahwa tidak semua hak atas tanah dapat dibebani dengan hak tanggungan. Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani dengan tanggungan hanyalah hak-hak primer. 6 Pemanfaatan lembaga eksekusi Hak Tanggungan dengan demikian merupakan cara percepatan pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat segera kembali kepada kreditur bank, dan dana tersebut dapat digunakan dalam perputaran roda perekonomian. Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah selanjutnya disingkat dengan UUHT, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 7 Biasanya Eksekusi Hak Tanggungan bukanlah merupakan eksekusi riil, akan tetapi yang berhubungan dengan penjualan cara lelang obyek Hak Tanggungan, dan apabila ada sisanya dikembalikan kepada debitur. 5 Eugenia Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Jakarta, Harvarindo, 2003, hal 86 6 Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Penerbit Kaifa, 2011, hal 40 7 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal.19-20 Universitas Sumatera Utara Akhir-akhir ini, berbagai proses pelaksanaan-pelaksanaan Eksekusi atas Hak Tanggungan sebagaI jaminan kredit masih banyak memiliki berbagai kendala- kendala dalam praktek yang justru menjadi pemicu terkendalanya perlindungan akan kepentingan pihak Kreditur atas Hak Tanggungan tersebut. Misalnya, seseorang debitur sebagai pihak yang memberikan Hak Tanggungan mempermasalahkan jumlah besarnya hutang yang di jaminkan dengan Hak Tanggungan, dan alasan-alasan seperti ini sudah menjadi suatu hal yang tidak asing lagi dilakukan oleh debitur sebagai alasan dan upaya-upaya untuk menghambat pelaksanaan Eksekusi atas Hak Tanggungan tersebut. Seperti yang terjadi Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit masih ada beberapa kendala yang menjadi hambatan. Debitur pemberi Hak Tanggungan mempermasalahkan jumlah besarnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, dan alasan-alasan ini selalu dipakai sebagai alasan menghambat eksekusi Hak Tanggungan. Selain itu, dalam praktek sering dijumpai Debitur keberatan dan tidak bersedia secara sukarela mengosongkan obyek Hak Tanggungan itu bahkan berusaha mempertahankan dengan mencari perpanjangan kredit atau melalui gugatan perlawanan eksekusi Hak Tanggungan kepada Pengadilan Negeri yang tujuannya untuk menunda eksekusi Hak Tanggungan tersebut, sikap seperti ini jelas mengganggu tatanan kepastian penegakkan hukum yang mengakibatkan runtuhnya keefektifan jaminan Hak Tanggungan. Merujuk rumusan Pasal 6, proses eksekusi dilakukan tanpa campur tangan atau melalui pengadilan, dengan kata lain tak perlu meminta fiat eksekusi dari ketua pengadilan negeri. Hak dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri adalah hak berdasarkan Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,jadi tanpa perjanjian pun hak itu sudah lahir. Berbeda pula dengan ketentuan Pasal 11 ayat 2 huruf e Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Berdasarkan aturan ini, akta pemberian hak tanggungan dapat dicantumkan janji- janji. Misalnya janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan jika debitur cedera janji. Suatu janji belum ada jika kedua belah pihak belum bersepakat. Pada prakteknya tidak selalu eksekusi jaminan bisa berjalan baik padahal salahsatu ciri hak tanggungan adalah mudah dan pasti pelaksanaannya sebagaimana penjelasan UUHT nomor 3 huruf d. Persoalan yang dihadapi oleh pihak bank selaku kreditur dalam menggunakan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit bank adalah mengenai eksekusi Hak Tanggungan jika nasabah wanprestasi, tidak menjalankan kewajibannya. 8 Selain itu juga, dalam praktek kerap sering di jumpai adanya Debitur yang keberatan dan tidak bersedia secara sukarela mengosongkan obyek Hak Tanggungan sebagaimana yang ada dalam perjanjian yang dibuat sebelumnya bahkan banyak sekali debitur berusaha untuk mempertahankan dengan mencari perpanjangan kredit atau melalui gugatan perlawanan Eksekusi Hak Tanggungan kepada Pengadilan yang tujuannya untuk menunda-nunda bahkan membatalkan proses Ekeskusi Hak Tanggungan tersebut. Sikap seperti ini jelas mengganggu tatanan kepastian dalam upaya penegakan hukum di Indonesia yang mengakibatkan runtuhnya keaktifan dan fungsi, maksud dan tujuan adanya 8 Rachmadi Usman, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Jakarta, Djambatan, 1999, hal 48 Universitas Sumatera Utara jaminan Hak Tanggungan. Dalam proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak Kreditur di rugikan ketika pihak debitur melakukan suatu wanprestasi sehingga di perlukan suatu aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya dari pihak kreditur yang memberikan pinjaman kredit kepada Debitur dengan kata lain yaitu apabila Debitur melakukan suatu bentuk perbuatan Wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah yang jelas-jelas adalah sebagai Pelaksana dan Pembuat Undang- Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui dan mendalami permasalahan mengenai pengelolaan hutan tersebut, sehingga hal itu melatar belakangi penulisan skripsi yang diberi judul: “Kajian hukum eksekusi hak tanggungan atas tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum kepada kreditur, studi kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas .”

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 53 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 30 116

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 9 116

Kepastian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan Terhadap Jaminan Pelunasan Piutang Pada Bank (Studi Kasus: Bank Nagari Cabang Pasar Raya Padang).

0 1 6

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 6

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 1

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 1 13

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 39

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

0 0 2