PENGARUH KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SAINS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3 E (LC 3 E) TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA

(1)

PENGARUH KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SAINS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING

CYCLE 3 E TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA

Oleh PUJIATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan MIPA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SAINS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3 E (LC 3 E) TERHADAP PENGUASAAN KONSEP

FISIKA SISWA Oleh PUJIATI

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran sains termasuk fisika, pada umumnya siswa dituntut untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran. Cara pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa hanya megenal banyak peristilahan sains secara hafalan tanpa makna. Salah satu upaya yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa khususnya pada materi Fluida Statis adalah menumbuhkan kemampuan berkomunikasi sains siswa baik secara verbal maupun non-verbal. Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui peningkatan penguasaan kosep fisika siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains, dan (2)


(3)

Pujiati

iii

Mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis.

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia, menggunakan satu kelas yaitu kelas XI IPA3 dengan jumlah sampel 30 siswa dan menggunakan desain One Group Pretest-Posttest. Pada penelitian ini diperoleh data keterampilan berkomunikasi sains, data pretest dan posttest penguasaan konsep fisika siswa yang berdistribusi normal dan linier. Kemudian untuk menguji peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dilakukan perhitungan persentase kenaikan skor N-gain dan uji paired sample t test dari data pretest dan posttest penguasaan konsep fisika siswa. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh dilakukan uji linearitas, korelasi, dan regresi linear sederhana antara data keterampilan berkomunikasi sains dan data posttest penguasaan konsep fisika siswa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat peningkatan rata-rata penguasaan konsep fisika siswa yang cukup signifikan dengan menggunakan pendekatan keterampilan berkomunikasi sains, dengan nilai N-gain rata-rata 0,55 yang termasuk kategori sedang, dan (2) Terdapat pengaruh yang linear dan signifikan antara keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis dengan kontribusi sebesar 14% dan

persamaan regresinya adalah Y = 20,666 + 0,647X.


(4)

(5)

(6)

(7)

xii DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR GAMBAR...xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ...1

B. Rumusan Masalah.. ...4

C. Tujuan Penelitian.. ...4

D. Manfaat Penelitian...5

E. Ruang Lingkup Penelitian. ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis. ...7

1. Keterampilan Berkomunikasi Sains.. ...7

2. Penguasaan Konsep. ...10

3. Pembelajaran Konstruktivisme. ...11

4. Modep Pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E). ...13

B. Kerangka Pemikiran. ...17

C. Hipotesis Penelitian. ...20

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian. ...21

B. Sampel Penelitian. ...21

C. Variabel Penelitian. ...22


(8)

xiii

E. Instrumen Penelitian...23

F. Analisis Instrumen. ...24

1. Validitas. ...24

2. Reliabilitas. ...25

G. Teknik Pengumpulan Data. ...27

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis. ...28

1. Teknik Analisis Data.. ...28

2. Pengujian Hipotesis. ...29

a. Hipotesis Pertama 1) Normalitas.. ...30

2) Uji Paired sample T Test.. ...30

b. Hipotesis Kedua 1) Uji Normalitas. ...31

2) Uji Linieriatas...31

3) Uji Regresi Linier Sederhana.. ...32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian.. ...34

1. Tahap Pelaksanaan.. ...34

2. Uji Instrumen.. ...36

a. Uji Validitas.. ...36

b. Uji Reliabilitas.. ...37

3. Hasil Pengumpulan Data.. ...37

a. Data Keterampilan Berkomunikasi Sains...37

b. Data Penguasaan Konsep Fisika Siswa .. ...39

4. Pengujian Hipotesis.. ...40

a. Hipotesis Pertama...40

1) Uji Normalitas...40

2) Uji Paired Sample T Test .. ...40

b. Hipotesis Kedua.. ...42

1) Uji Normalitas.. ...42

2) Uji Linearitas.. ...43

3) Uji Regresi Linier Sederhana.. ...44

B. Pembahasan 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains.. ...48


(9)

xiv V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.. ...56

B. Saran.. ...57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan Standar Kompetensi – Kompetensi Dasar. ... 60

2. Silabus. ... 62

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 67

4. Lembar Kerja Siswa.. ... 95

5. Kunci Lembar Kerja Siswa.. ... 138

6. Kisi-Kisi Tes Formatif.. ... 160

7. Rubrikasi Tes Formatif... 169

8. Soal Tes Formatif.. ... 174

9. Jawaban Tes Formatif.. ... 178

10.Nilai Uji Coba Soal Instrumen (Penguasaan Konsep).. ... 181

11.Hasil Uji Validitas Soal.. ... 182

12.Hasil Uji Reliabilitas Soal.. ... 183

13.Hasil Pretest.. ... 184

14.Hasil Posttest.. ... 185

15.Nilai N-Gain. ... 186

16.Hasil Uji Keterampilan Berkomunikasi Sains. ... 188

17.Rekapitulasi Nilai. ... 194

18.Hasil Uji Normalitas... 196

19.Hasil Uji Paired Sample T Test. ... 197

20.Hasil Uji Linearitas. ... 198


(10)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika adalah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran sains termasuk fisika, pada umumnya siswa dituntut untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran. Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa pada umumnya hanya mengenal banyak peristilahan sains secara hafalan tanpa makna. Selain itu, banyaknya konsep dan prinsip-prinsip sains yang perlu dipelajari siswa, menyebabkan munculnya kejenuhan siswa belajar sains secara hafalan. Oleh karena itu, belajar sains hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan peristilahan dalam bidang sains saja.

Hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia, proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran konvensional yang didominasi dengan ceramah oleh guru dan latihan soal. Kegiatan pembelajaran tersebut kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapakan pada Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu proses pembelajaran yang


(11)

2 menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered). Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, serta kegiatan pembelajaran KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus setelah proses

pembelajaran. Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang kurang optimal. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan bahwa masih terdapat beberapa siswa yang hasil belajar/ulangan hariannya belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dengan standar KKM sebesar 75.

Hal ini dapat diatasi dengan melatihkan keterampilan berpikir secara ilmiah kepada siswa. Sehingga diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang dimiliknya, atau lebih dikenal dengan ketarampilan proses sains. Oleh karena itu, materi pembelajaran tidak hanya bersifat hafalan dan sebatas kemampuan untuk menjawab soal tanpa memikirkan keterkaitan antara ilmu yang diperolehnya dengan yang terjadi di lingkungan kita.

Banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan fluida statis seperti tekanan hidrostatik misalnya peristiwa pada dongkrak hidrolis. Pembelajaran dapat dilakukan dengan praktikum. Ilmu fisika dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti observasi, klasifikasi, interpretasi dan berkomunikasi. Keterampilan-keterampilan proses sains tersebut harus dilatihkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf


(12)

3 perkembangannya. Keterampilan Proses Sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pada pembentukan keterampilan untuk memperoleh

pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.

Satu hal yang tidak akan terlepaskan dalam keterampilan proses sains adalah keterampilan berkomunikasi sains. Komunikasi penting bagi siswa dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pengamatan langsung pada materi fluida statis, siswa dituntut mampu menjelaskan hasil percobaan, menghitung dan

menginformasikan, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas serta mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Kemampuan-kemampuan ini merupakan indikator keterampilan berkomunikasi sains. Pembelajaran fisika perlu model pembelajaran yang mendukung, oleh karena itu penulis merasa perlu menerapkan model pembelajaran learning cycle 3 E (LC 3 E) karena model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang cocok untuk mendukung pencapaian keterampilan berkomunikasi sains siswa.

Model pembelajaran learning cycle 3 E (LC 3 E) adalah model pembelajaran yang dilakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang

diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai komeptensi yaitu menganalisis hukum-hukum yang berkaitan dengan fluida statis serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.


(13)

4 Fase-fase pembelajaran meliputi (1) fase eksplorasi (exploration); (2) fase penjelasan konsep (explaination); dan (3) fase penerapan konsep

(elaboration).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka telah dilakukan penelitian eksperimen untuk melihat seberapa besar pengaruh keterampilan

berkomunikasi sains tersebut terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis dengan judul “Pengaruh Keterampilan Berkomunikasi Sains Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Siswa.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains?

2. Apakah terdapat pengaruh katerampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.


(14)

5 2. Mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap

penguasaan konsep fisika siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, yaitu dapat:

1. Menjadi alternatif bagi guru dalam menyajikan materi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan kemampuan belajar fisika siswa.

2. Mengetahui penguasaan konsep fisika siswa terhadap suatu materi belajar dalam proses pembelajaran dengan menggunakan keterampilan

berkomunikasi sains.

3. Menjadi variasi belajar yang menarik bagi siswa serta dapat membantu siswa meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi-materi fisika.

4. Sebagai penambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan keterampilan meneliti serta pengetahuaan lebih mendalam terutama pada bidang yang diakaji.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Keterampilan berkomunikasi sains adalah keterampilan untuk


(15)

6 tulisan maupun lisan. Keterampilan berkomunikasi sains meliputi

indikator mampu memperoleh data hasil percobaan, menghitung hasil percobaan, menyusun laporan secara sistematis dan jelas. Keterampilan berkomunikasi sains dibatasi pada keterampilan berkomunikasi secara non-verbal.

2. Penguasaan konsep adalah kemampuan dalam memaknai suatu konsep yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan

mengaplikasikan suatu konsep fisika yang dimiliki siswa sebelum, selama, dan setelah proses pembelajaran yang dapat diketahui dari perolehan hasil tes.

3. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E adalah salah satu model

pembelajaran berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase penerapan konsep (elaboration). Dalam penerapan pembelajaran ini menggunakan media LKS.

4. Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1 Rumbia semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.


(16)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Keterampilan Berkomunikasi Sains

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika mempunyai keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) didefiniskikan sebagai berikut:

Keterampilan proses merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains, baik berupa keterampian mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Beberapa keterampilan proses yaitu: 1. melakukan pengamatan (observasi)

2. menafsirkan pengamatan (interpretasi) 3. mengelompokkan (klasifikasi)

4. meramalkan (prediksi) 5. berkomunikasi

6. berhipotesis

7. merencanakan percobaan atau penyelidikan 8. menerapkan konsep atau prinsip

9. mengajukan pertanyaan.

Jadi keterampilan proses merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam belajar IPA, sehingga suatu permasalah


(17)

8 yang terjadi pada lingkungan IPA dapat diselesaikan dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains.

Secara lebih rinci indikator dan karakteristik menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 14) dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 2.1 Indikator dan Karakteristik Keterampilan Proses Sains

No

Indikator Keterampilan

Proses Sains

Karakteristik 1. Melakukan

pengamatan (observasi)

- Menggunakan indra penglihatan, pembau, pendengar, pengecap dan peraba.

- Menggunakan fakta yang relevan dan memadai.

2. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

- Mancatat setiap hasil pengamatan. - Menghubungkan hasil pengamata. - Menemukan pola atau keteraturan

dari suatu seri pengamatan. - Menyimpulkan.

3. Mengelompokkan (klasifikasi)

- Mancari perbedaan. - Mengkontraskan ciri-ciri. - Mencari kesamaan. - Membandingkan.

- Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada.

4. Meramalkan (prediksi)

- Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasakan suatu kecenderungan. 5. Berkomunikasi - Membaca grafik, tabel atau diagram.

- Menjelaskan hasil percobaan. - Menyusun dan menyampaikan

laporan secara sistematis dan jelas. 6. Berhipotesis - Menyatakan hubungan antara dua


(18)

9 No Indikator Keterampilan Proses Sains Karakteristik sesuatu terjadi.

7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan

- Menentukan alat dan bahan.

- Menentukan variabel atau perubah. - Menentukan variabel kontrol dan

variabel bebas.

- Menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis.

- Menentukan cara dan langkah kerja. - Menentukan cara pengolahan data. 8. Menerapkan konsep

atau prinsip

- Menjelaskan sesuatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.

- Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam siatuasi baru. 9. Mengajukan

pertanyaan

- Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasana tentag apa, mengapa, begaimana ataupun

menanyakan latar belakang hipotesis.

Upaya untuk mengetahui keterampilan berkomunikasi siswa dapat dilakukan dengan pemberian butir soal keterampilan proses sains. Nuryani dalam Rismawati (2011: 26) menyatakan, pokok uji

keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep. Hal ini diupayakan agar pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep hanya dijadikan sebagai konteks dan konsep-konsep disini

mestinya sudah dikuasai siswa.

Jadi, pemberian butir soal untuk mengukur keterampilan berkomunikasi harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dalam menguasai konsep. Oleh karena itu, sebelum pemberian soal tersebut harus dilakukan


(19)

10 pembelajaran supaya siswa mempunyai bekal dalam mengerjakan soal-soal kemapuan berkomunikasi tersebut.

2. Penguasaan Konsep

Penguasaan berasal dari kata kuasa. Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, kuasa artinya kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu sedangkan penguasaan artinya perbuatan menguasai atau menguasakan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka menurut Latifah (2012: 15) mengungkapkan penguasaan konsep merupakan kemampuan untuk mengungkapkan arti dari objek-objek atau kejadian-kejadian yang diperoleh melalui pengalaman untuk membuat keputusan dalam

penyelesaian masalah.

Pada pembelajaran fisika penguasaan konsep dimaksudkan sebagai tingkatan dimana siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, namun siswa tersebut benar-benar memahaminya dengan baik, seperti siswa tersebut mampu menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang berkaitan dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya.

Erika (2011: 22-23) mengemukakan bahwa:

Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip, hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur dengan jenjang kognitif Bloom. Adapun penguasaan konsep fisika dimaksudkan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh


(20)

11 terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru.

Jadi, penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip, hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur dengan jenjang kognitif Bloom, serta siswa tidak hanya memahami teori, prinsip, hukum saja, tetapi siswa juga mampu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik persolan yang menyangkut dengan konsep itu sendiri maupun situasi yang lain.

3. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning).

Konstruktivisme merupakan suatu pembelajaran yang tidak boleh tercipta dari luar minat pelajar, tetapi harus dibina berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki pelajar.

Suparno (2010: 122-123) menyatakan bahwa:

Teori konstruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan orang itu sendiri. Proses bentukan

(konstruksi) pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan atau persoalan. Dengan proses asimilasi dan akomodasi itu, pengetahuan seseorang dikembangkan dan dimajukan. Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam


(21)

12 Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.

Mulyana (2012) menyatakan bahwa:

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosopi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Ciri-ciri konstruktivisme yaitu:

1. pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri

2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar

3. murid aktif mengkonstruksi sacara terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah

4. guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar

5. struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

Selain itu, yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus

membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.

Berdasarkan ciri-ciri konstruktivisme di atas, jelaslah bahwa belajar adalah proses bentukan pengetahuan yang tidak hanya menerima, tetapi lebih kritis terhadap stimulasi lingkungan. Dasar pemikiran seperti inilah yang menjadikan teori konstruktivisme menjadi landasan teori-teori belajar yang ada saat ini.


(22)

13 Adam (2012: 12) menjelaskan bahwa:

Pengetahuan tidak dapat begitu saja ditransfer dari guru ke siswa dalam bentuk tertentu, melainkan siswa membentuk sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya masing-masing sehingga pengetahuan tentang sesuatu dipahami secara berbeda-beda oleh siswa.

Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa seorang siswa tidak dapat begitu saja menerima pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Siswa harus dapat menanamkan pengetahuan itu dalam dirinya sendiri. Jika siswa tidak dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya terlebih dahulu, maka pengetahuan tersebut tidak dapat diperoleh oleh siswa tersebut. Sebaliknya, jika siswa dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya sendiri, maka siswa dapat menerima pengetahuan yang diajarkan oleh guru dengan baik.

4. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E)

Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model pembelajaran konstruktivisme adalah penggunaan siklus belajar. Menurut Nurhatati (2011: 8) Siklus belajar (Learning Cycle) terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep .

Siklus belajar terdiri dari beberapa macam. Menurut Dahar dalam Nurhatati (2011: 111), mengemukakan bahwa:

Tiga macam siklus belajar, yaitu deskriptif, empiris induktif, dan hipotesis deduktif. Ketiga siklus belajar ini dijelaskan sebagai berikut:


(23)

14 Siklus belajar tipe deskriptif ini menghendaki hanya pola-pola deskriptif (misalnya klasifikasi). Dalam siklus ini siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), kemudian guru memberikan nama pada pola itu (pengenalan konsep) lalu pola iti ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep). Bentuk ini dinamakan deskriptif, sebab siswa dan guru hanya memberikan apa yang mereka amati tanpa adanya hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatan.

b. Siklus Belajar Empiris Induktif

Dalam siklus ini, selain menemukan dan memberikan suatu pola empiris dan suatu konteks khusus (eksplorasi), siswa juga dituntut untuk mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang

terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru (pengenalan konsep). Dengan bimbingan guru, siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat kesesuaian antara sebab-sebab yang dihipotesiskan dengan data dan fenomena yang lain dikenal (aplikasi konsep). c. Siklus Belajar Hipotesis Deduktif

Siklus belajar hipotesis deduktif dimulai dengan pertanyaan berupa suatu pernyataan sebab. Siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pernyataan itu. Selanjutnya siswa diminta untuk menemukan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis tersebut dan merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipoteisis-hipotesis itu (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak dan

hipotesis lain diterima, sehingga konsep-konsep dapat

diperkenalkan (pengenalan konsep). Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan dapat diterapkan pada situasi-situasi lain pada kemudian hari (aplikasi konsep). Jadi, siklus belajar hipotesisi deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi misalnya mengendalikan variabel, penalaran korelasional, penalaran hipotesis deduktif.

Siklus belajar empiris induktif merupakan proses yang sistematis dalam pembelajaran dengan langkah-langkah yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengamatan langsung berupa fakta-fakta. Siswa dituntut


(24)

15 untuk menjelaskan fenomena dan memberikan kesempatan untuk dialog dan diskusi. Fase-fase pembelajaran pada model pembelajaran

konstruktivisme menggunakan siklus belajar empiris induktif ini, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep.

Sidik (2011: 8) menyatakan bahwa:

Model pembelajaran Learning Cycle ini pertama kali dicetuskan oleh Karplus pada tahun 1960-an. Menurut Karplus model pembelajaran leraning cycle ini dibagi menjadi tiga tahapan atau fase yaitu: fase eksplorasi, fase penemuan, dan fase ekstensi atau lanjutan. Model learning cycle pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974 dengan

menggunakan tiga fase yaitu: fase exploration, fase invention, dan fase discovery. Kemudian pengembangan learning cycle berikutnya menggunakan istilah yang berbeda untuk fase-fase tersebut yaitu: fase exploration (eksplorasi), fase concept introducation (pengenalan konsep), dan fase concept application (aplikasi konsep).

Suatu model pembelajaran mempunyai langkah-langkah pengajaran yang harus dilaksanakan. Model pembelajaran Learning Cycle mempunyai langkah-langkah atau fase-fase pembelajaran yang harus dilaksanakan.

Yusriati (2012) menjelaskan bahwa:

Fase-fase pembelajaran dengan model siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3 fase penting, yaitu:

1. Fase eksplorasi

Pada fase eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk

mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan,

mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya,

sehingga siswa menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas.


(25)

16 2. Fase pengenalan konsep

Pada fase pengenalan konsep, peran guru lebih dominan. Guru mengumpulkan informasi dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi.

3. Fase penerapan konsep

Pada fase penerapan konsep, siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan barbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase ini, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya dengan melakukan percobaan. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Fase-fase pembelajaran dalam siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3 fase penting, yaitu (1) fase eksplorasi, yaitu siswa menggali pengetahuan yang terkait materi pembelajaran secara bebas, sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep penting tentang materi yang dibahas. (2) fase pengenalan konsep, pada fase ini peran siswa kurang aktif jika

dibandingkan dengan peran guru dalam proses pembelajaran. Pada fase pengenalan konsep ini guru harus mengumpulkan sejumlah informasi-informasi atau sumber-sumber yang dapat digunakan dalam menunjang proses pembelajaran. (3) fase penerapan konsep, pada fase ini guru memberikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan penerapan materi pembelajaran pada kehidupan nyata kepada siswa untuk dipecahkan. Sehingga siswa dapat memahami materi pembelajaran tersebut pada kehidupan nyata.


(26)

17 B. Kerangka Pemikiran

Salah satu upaya untuk dapat berargumen yaitu siswa harus mampu memberikan penjelasan kritis dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bias didapatkan dengan melakukan pengamatan, bereksperimen, dan

mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat bahwa siswa tidak akan mampu merancang proses belajarnya sendiri. Guru harus membimbing dan

mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya untuk dapat membantu siswa dalam membangun sebuah konsep sains.

Pembelajaran fisika yang demikian memberikan pengalaman belajar kepada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu

memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran fisika pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan di kelas sangat mempengaruhi ketercapaian tujuan pembelajaran. Tingkat penguasaan konsep seseorang sangat tergantung dari bagaimana ia mulai menanamkan suatu konsep dalam pikirannya, sebab konsep merupakan buah pemikiran. Siswa dapat

membangun sendiri konsep dari mengolah informasi yang mereka peroleh. Dengan membangun konsep maka ia telah memiliki tingkat pemahaman yang baik sehingga dia mampu menguasai konsep dengan baik pula.


(27)

18

Perubahan konsep sangat penting dalam proses pembelajaran fisika. Hanya dengan adanya perubahan konsep, baik yang memperluas konsep ataupun yang meluruskan konsep yang tidak tepat, seorang siswa benar-benar berkembang dan memahami konsep-konsep fisika. Semakin banyak dan semakin tepat konsep fisika yang dipahami siswa, berarti semakin baik penguasaan siswa terhadap konsep-konsep fisika.

Materi fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi Fluida pada sub materi Fluida Statis. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena konsep fluida sangat akrab dalam keseharian siswa. Selain itu, sub materi ini

dianggap sebagai materi yang cukup sulit karena dalam sub materi ini siswa dituntut dapat memahami data yang diperoleh dari hasil percobaan. Selain itu siswa dituntut mampu melakukan perhitungan secara matematis terkait besaran-besaran yang lain. Apabila siswa mampu memahami dari data hasil percobaan, maka siswa pasti dapat melakukan perhitungan besaran-besaran lain. Hal ini menunjukkan bahwa setelah siswa menanamkan konsep awal pada data yang telah diperoleh, maka mereka akan menguasai konsep-konsep yang ada dalam materi tersebut.

Berdasarkan penanaman konsep tersebut siswa dapat memberikan penjelasan sederhana mengenai suatu hal yang telah siswa kuasai konsep awalnya. Proses ini merupakan suatu proses penguasaan konsep awal siswa. Setelah itu siswa akan memiliki keterampilan dasar untuk dapat menyimpulkan dan


(28)

19 membuat penjelasan lebih lanjut dari penjelasan sederhana yang telah

dipahami sebelumnya. Kemampuan-kemampuan yang berkembang tersebut merupakan ciri-ciri penguasaan konsep yang muncul dari adanya pemilihan bentuk representasi yang tepat untuk membelajarkan suatu materi. Penjelasan di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh

keterampilan berkomunikasi sains siswa. Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini keterampilan berkomunikasi sains (X),

Pembelajaran Materi Fluida Statis

Keterampilan Berkomunikasi sains

Penguasaan Konsep menerapkan

memunculkan

Proses pembelajaran Learning Cycle 3 E


(29)

20 sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep siswa (Y), dan model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) adalah variabel moderator (Z). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikat dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigm pemikiran seperti berikut ini:

Gambar 2.2. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan:

X = keterampilan berkomunikasi sains Y = penguasaan konsep siswa

Z = model pembelajaran Learning cycle 3 E (LC 3 E)

r = pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran penelitian yang relevan dan anggapan dasar yang telah diuraikan, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah:

1. Hipotesis pertama : Ada peningkatan penguasaan konsep siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.

2. Hipotesis pertama : Ada pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep.

r

X

Z


(30)

21

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 102 siswa dan tersebar dalam tiga kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, IX IPA3. Pembagian siswa pada tiap kelas dilakukan secara heterogen, sehingga proporsi jumlah siswa yang memilki kemampuan akademik yang tinggi, sedang maupun kurang dalam tiap kelas hampir sama antara salah satu kelas dengan kelas yang lainnya.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai sampel adalah dengan melihat prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai sampel adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1 Rumbia. Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi fisika yang memahami karakteristik siswa di sekolah


(31)

22 tersebut untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel dan penulis mendapatkan kelas XI IPA3 sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) yaitu keterampilan berkomunikasi sains yang diukur dengan menggunakan lembar observer keterampilan berkomunikasi sains. Satu variabel terikat (Y) yaitu penguasaan konsep fisika siswa yang diukur dengan menggunakan soal jamak beralasan. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel moderator (Z) yaitu model pembelajaran Learning cycle 3 E (LC 3 E).

D. Desain penelitian

Desain eksperimen ini menggunakan Pre-Eksperimental Desaign dengan tipe One-Group Pretest-Posttes Design. Pada desain ini, terdapat pretest sebelum diberikan perlakuan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui legih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain ekeperimen

Pretes Perlakuan Postes

O1 X O2


(32)

23 Keterangan:

O1 : Pretest yang diberikan sebelum perlakuan.

X : Perlakuan berupa penerapan model pembelajaran LC 3 E. O2 : Posttest yang diberikan setelah perlakuan.

(Sugiyono, 2010:110-111)

Kelas yang menjadi sampel diberikan tes awal untuk melihat penguasaan konsep awal siswa pada awal pertemuan, kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran Learning Cycle 3 E. Pada akhir sub bab materi, siswa diberikan tes akhir atau posttest berupa pilihan jamak beralasan. Hasil tes awal dan tes akhir tersebut dihitung dengan N-gain.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif.

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa:

1. Keterampilan berkomunikasi sains menggunakan instrumen berbentuk lembar penilaian yang digunakan untuk menilai indikator-indikator keterampilan berkomunikasi sains.

2. Penguasaan konsep fisika siswa digunakan soal pretest dan posttest yang terdiri atas soal penguasaan konsep fisika yang berupa pilihan jamak beralasan.


(33)

24 F. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel sebaiknya instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Dalam memperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk

mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

= −

2 − 2 2− 2

Arikunto ( 2008: 72)

Kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka


(34)

25 koefisien korelasi tersebut signifikan. Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r=0,3.

(Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188).

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunkakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item-total corelation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data tersebut merupakan construck yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama pula. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

11 = −

1 1−

�1

2

�2

Keterangan:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσ12 = jumlah varians skor tiap-tiap item


(35)

26 Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Dalam mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach’s 0 sampai 1.

Menurut Triton dalam Sujianto dikutip oleh Marlangen (2010: 32), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, oleh karena itu digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel.

2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel. 3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai 0,60 berarti cukup reliabel. 4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel. 5. Nila Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat

reliabel.

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlah skor setiap nomor soal.


(36)

27 H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari skor untuk keterampilan berkomunikasi sains serta skor hasil pretest dan posttest untuk penguasaan konsep adapun bentuk pengumpulan datanya berupa tabel yang dijelaskan pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Format Nilai Penguasaan Konsep Fisika siswa

No Nama Siswa Pada soal ke- Skor

1 2 3 ...

Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3 Jumlah

Skor rata-rata siswa

Tabel 3.2. Format Rekapitulasi N-gain Penguasaan Konsep Fisika N

o Nama Siswa

Skor Pretest

Skor Posttest

%

kenaikan N-gain Kategori 1. Siswa 1

2. Siswa 2 3. Siswa 3 Jumlah

Skor Rata-Rata Siswa

Tabel 3.3. Format Skor Keterampilan Berkomunikasi Sains

No. Nama Siswa Indikator Skor Keterampilan Berkomunikasi sains

1 2 3

1. 2. … Jumlah Skor Skor Maksimum Nilai rata-rata


(37)

28 Keterangan:

Pada penilaian keterampilan berkomunikasi sains terdapat 3 indikator sebagai berikut:

Tabel 3.4. Kerangka Penilaian Keterampilan Berkomunikasi Sains

No. Indikator Aspek yang Dinilai

1. Memperoleh data a. Cara merangkai atau menyusun alat percobaan.

b. Melakukan atau menjalankan percobaan.

c. Menganaalisis data. 2. Menghitung hasil

percobaan

a. Ketepatan rumus. b. Ketelitian perhitungan. c. Kebenaran hasil akhir. 3. Menyusun laporan a. Pendahuluan.

b. Prosedur percobaan. c. Data percobaan. d. Hasil percobaan. e. Kesimpulan.

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis kategori penguasaan konsep fisika siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dengan menggunkan persamaan berikut ini.

pre pre post S S S S g    max Keterangan: g = N-gain Spost = Skor postest Spre = Skor pretest Smax = Skor maksimum

Kategori:

Tinggi : 0,7 ≤ N-gain ≤ 1 Sedang : 0,3 ≤ N-gain < 0,7 Rendah : N-gain < 0,3


(38)

29 Dalam menganalisis peningkatan penguasaan konsep digunakan skor pretest dan posttest. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan

penguasaan konsep fisika siswa pada pembelajaran fisika dengan pengaruh keterampilan berkomunikasi sains, sedangkan penilaian keterampilan berkomunikasi sains dilakukan dengan melakukan penilaian keterampilan komunikasi siswa yang tertulis pada laporan praktikum pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Proses analisis untuk data keterampilan berkomunikasi sains adalah dengan melakukan penilaian keterampilan berkomunikasi sains dengan menggunakan kerangka penilaian pada setiap indikatornya. Perhitungan skor rata-rata dan presentasenya adalah:

� − = ℎ� � � � �� � � �

ℎ��

% � � � �� � � � = ℎ�

� � 100%

2. Pengujian Hipotesis

a. Hipotesis Pertama

Pengujian hipotesis pertama dilakukan menggunakan dua metode analisis dalam SPSS 17.0 yaitu:


(39)

30 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap data pretest dan data posttest penguasaan konsep menggunakan program komputer. Untuk melihat peningkatan penguasaan konsep fisika siswa maka data hasil prestest dan posttest harus terdistribusi normal. Pada

penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogrov-smirnov. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas atau

terdistribusi normal jika pada Kolmogorov-Smirnov nilai sig.>0.05 sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal mamiliki nilai sig.<0.05.

2) Uji Paired Sample T Test

Uji Paired Sample T Test atau lebih dikenal dengan pre-post design dilakukan untuk menganalisis data pretest dan posttest penguasaan konsep akibat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains siswa. dasar pemikiran sederhana, yaitu apabila suatu perlakuan tidak memberikan pengaruh maka perbadaan rata-rata adalah nol. Pada uji ini juga akan terlihat peningkatan atau

penurunan penguasaan konsep secara signifikan. Ketentuannya bila thitung lebih kecil dari ttabel, maka H0 diterima, dan H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Secara signifikan bila Sig (2-tailed) < 0,025, maka H0


(40)

31 ditolak dan sebaliknya. Untuk memudahkan dalam menguji hal tersebut maka dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 yaitu uji Paired Samples T Test.

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis Pertama

H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.

H1 :.Terjadi peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.

b. Hipotesis Kedua

Pengujian hipotesis kedua dilakukan menggunakan tiga metode analisis dalam SPSS 17.0 yaitu:

1) Uji Normalitas

Pada pengujian apakah sampel penelitian merupakan jenis

distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik Kolmogrov-Smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program komputer dengan metode Kolmogorov-Smirnov berdasarkan pada besaran prababilitas atau nilai signifikansi. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas atau terdistribusi normal jika pada Kolmogorov-Smirnov nilai sig.>


(41)

32 0.05 sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal memiliki nilai sig.< 0.05.

2) Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0.05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila

signifikansi (Linearity) kurang dari 0.05.

3) Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung

persamaan regresinya. dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pakah positif atau negatif serta untuk menghitungnya menggunakan rumus di bawah ini.


(42)

33 Dengan:

= Ʃ Ʃ

2 Ʃ Ʃ

Ʃ2 − Ʃ 2

= Ʃ − Ʃ Ʃ

Ʃ2 − Ʃ 2

(Priyatno, 2010 : 55) Untuk memudahkan dalam pengujian hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Regresi Linear.

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis Kedua

H0 : Tidak terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa.

H1 : Terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa.


(43)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat peningkatan rata-rata penguasaan konsep fisika siswa pada

materi Fluida Statis yang cukup signifikan dengan menggunakan

pendekatan keterampilan berkomunikasi sains sebesar 40,83 dengan nilai rata-rata N-gain sebesar 0,55 dengan kategori tinggi 16,67%, kategori sedang 83,33%, dan tidak ada satupun siswa dalam kategori rendah. 2. Terdapat pengaruh yang linier dan signifikan antara keterampilan

berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis sebesar 14% yang merupakan nilai koefisien determinasi dengan nilai koefisisen korelasi sebesar 0,375 dan persamaan regresi Y = 20,666 + 0,647X dimana konstanta a merupakan koefisien yang tidak signifikan dan konstanta b merupakan koefisien yang signifikan.


(44)

57 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebegai berikut:

1. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan materi lain

selain Fluida Statis untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih representatif dalam menilai keterampilan berkomunikasi sains.


(45)

58

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, R. Apriliyawati, dan Payudi. 2008. Limitation of representation mode in learning gravitational concept and its influence toward student skill problem solving. Proceeding Of The 2nd International Seminar on Science Education. PHY – 31 : 373 – 377.

Adam, W. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika pada Topik Getaran dan Gelombang. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/ Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Erika, N. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fluida Statis.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Hadianan, La Rosiani. 2011. Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. Diakses 25 November 2012.

Latifah, B. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Elastisitas Siswa SMA.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan konsep pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nisa, I. K. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam upaya Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMP. Diakses 16 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/

Priyanto, Duwi. 2010. Mengolah Analisis Statistik Data dengan SPP. Yogyakarta: Mediakom

Rismawati, I. 2011. Penerapan Model Pembelajaran TANDUR untuk

Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMA pada Pembelajaran Fisika. Diakses 16 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/


(46)

59 Sidik, Jafar. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Tipe Karplus

untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Hukum Newton tentang Gerak. Diakses 11 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/

Sucianti, Nurhatati. 2011. Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Suparno, P. (2010). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana. (2012, Juli). mulyanayutin. Pengertian Konstruktivisme. Diakses 25 November 2012 dari mulyanayutin.blogspot.com:http://mulyanayutin. blogspot.com/2012/07/pengertian-konstruktivisme.html

Yusriati, I. (2012, Juni 11). ihyayusriati. Makalah Model Pembelajaran Learning Cycle. Diakses 25 November 2012 dari ihyayusriati.blogspot.com: http:// ihyayusriati.blogspot.com/2012/06/makalah-model-pembelajaran-learning.html


(1)

32 0.05 sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal memiliki nilai sig.< 0.05.

2) Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0.05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila

signifikansi (Linearity) kurang dari 0.05.

3) Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung

persamaan regresinya. dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pakah positif atau negatif serta untuk menghitungnya menggunakan rumus di bawah ini.


(2)

33 Dengan:

= Ʃ Ʃ

2 Ʃ Ʃ

Ʃ2 − Ʃ 2

= Ʃ − Ʃ Ʃ

Ʃ2 − Ʃ 2

(Priyatno, 2010 : 55) Untuk memudahkan dalam pengujian hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Regresi Linear.

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis Kedua

H0 : Tidak terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa.

H1 : Terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa.


(3)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat peningkatan rata-rata penguasaan konsep fisika siswa pada

materi Fluida Statis yang cukup signifikan dengan menggunakan

pendekatan keterampilan berkomunikasi sains sebesar 40,83 dengan nilai rata-rata N-gain sebesar 0,55 dengan kategori tinggi 16,67%, kategori sedang 83,33%, dan tidak ada satupun siswa dalam kategori rendah. 2. Terdapat pengaruh yang linier dan signifikan antara keterampilan

berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis sebesar 14% yang merupakan nilai koefisien determinasi dengan nilai koefisisen korelasi sebesar 0,375 dan persamaan regresi Y = 20,666 + 0,647X dimana konstanta a merupakan koefisien yang tidak signifikan dan konstanta b merupakan koefisien yang signifikan.


(4)

57 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebegai berikut:

1. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan materi lain

selain Fluida Statis untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih representatif dalam menilai keterampilan berkomunikasi sains.


(5)

58

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, R. Apriliyawati, dan Payudi. 2008. Limitation of representation mode in learning gravitational concept and its influence toward student skill problem solving. Proceeding Of The 2nd International Seminar on Science Education. PHY – 31 : 373 – 377.

Adam, W. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika pada Topik Getaran dan Gelombang. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/ Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Erika, N. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fluida Statis.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Hadianan, La Rosiani. 2011. Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. Diakses 25 November 2012.

Latifah, B. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Elastisitas Siswa SMA.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan konsep pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nisa, I. K. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam upaya Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMP. Diakses 16 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/

Priyanto, Duwi. 2010. Mengolah Analisis Statistik Data dengan SPP. Yogyakarta: Mediakom

Rismawati, I. 2011. Penerapan Model Pembelajaran TANDUR untuk

Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMA pada Pembelajaran Fisika. Diakses 16 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/


(6)

59 Sidik, Jafar. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Tipe Karplus

untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Hukum Newton tentang Gerak. Diakses 11 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/

Sucianti, Nurhatati. 2011. Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Suparno, P. (2010). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana. (2012, Juli). mulyanayutin. Pengertian Konstruktivisme. Diakses 25 November 2012 dari mulyanayutin.blogspot.com:http://mulyanayutin. blogspot.com/2012/07/pengertian-konstruktivisme.html

Yusriati, I. (2012, Juni 11). ihyayusriati. Makalah Model Pembelajaran Learning Cycle. Diakses 25 November 2012 dari ihyayusriati.blogspot.com: http:// ihyayusriati.blogspot.com/2012/06/makalah-model-pembelajaran-learning.html