Sekilas tentang Kajian Karikatur

Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 1

BAB I WACANA KARIKATUR INDONESIA

A. Sekilas tentang Kajian Karikatur

Pada tanggal 15 Februari 2006 dunia dikejutkan oleh berita yang menghebohkan dan menuai protes keras dari masyarakat dunia khusus- nya masyarakat muslim di berbagai belahan bumi, khususnya muslim di Indonesia. Penyebabnya adalah dimuatnya gambar karikatur Nabi Muhammad saw. oleh Danish Newspaper Jyllands-Posten Denmark bulan September 2005. Kemudian karikatur-karikatur diterbitkan oleh beberapa media di Eropa oleh Dozen newspapers di Perancis, German, Norwegia, serta Amerika. Publikasi karikatur tersebut mengundang protes negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim misalnya Arab, Lebanon, Iran, Pakistan, Palestina, dan Indonesia. Di Indonesia organisasi massa seperti FPI Front Pembela Islam, MMI Majelis Mujahidin Indonesia, HMI Himpunan Mahasiswa Islam, dan Muhammadiyah memprotes keras, sampai-sampai menganjurkan pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Denmark Antara, 2006: 1. Sebulan kemudian muncul isu baru di masyarakat dengan dimuat- nya karikatur Presiden Republik Indonesia oleh pers Australia yaitu The Weekend Australia Daily, yang menggambarkan presiden sebagai pem- bunuh rakyat Papua. Peristiwa itu bermula dari eksodusnya 42 orang Papua untuk minta suaka politik di Australia. Peristiwa tersebut juga menimbulkan sentimen anti-Australia oleh elemen masyarakat yang merasa pemimpinnya dilecehkan oleh Australia. Dengan sajian dua ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa Karikatur selain sebagai gambar pengisi rubrik opini surat kabar juga dapat menimbulkan emosi orang, rasa nasionalisme, rasa solidaritas, rasa kebencian, bahkan dapat menimbulkan SARA. Namun, kritik-kritik- Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 2 nya terkadang terkesan lucu dan membuat orang yang tersindir tersenyum geli. Selama ini banyak yang mengartikan bahwa gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata, tanpa membawa beban kritik sosial apa pun, biasanya hanya disebut sebagai kartun; dan gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial sebagai- mana sering dilihat di setiap ruang opini surat kabar disebut karikatur. “Tentu saja hal ini kurang benar”, kata Sudarta. Menurutnya, kartun adalah semua gambar humor, termasuk karikatur itu, lahiriahnya untuk tujuan mengejek Sudarta, 1987: 49. Senada dengan Sudarta, Pramono 1996: 49 berpendapat bahwa sebetulnya karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial, atau tajuk rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang biasa disebut karikatur Sudarta,1987. Memang, antara kartun dan karikatur ibarat binatang dan gajah. Kartun adalah binatang, sedangkan karikatur adalah gajah. Kartun bukan hanya karikatur karena ada gag cartoon kartun murni, kartun animasi, strip cartoon, kartun opini, dan lain-lain. Karikatur yang berasal dari kata caricare adalah foto atau potret seseorang secara berlebihan. Deformasi ini dapat berarti penghinaan atau penghormatan Pramono, 1996: 48- 49; periksa Wijana, 2003:7. Dari beberapa pendapat di atas dapat disarikan bahwa karikatur adalah bagian dari kartun yang digambarkan dalam bentuk fiktif atau deformasi dari tokoh tertentu yang mempunyai tujuan untuk menyindir, mengritik, dan menghimbau, menyarankan kepada objek sasarannya. Dilihat dari sasaran karikatur, orang dunia Timur, termasuk Indonesia, cenderung merasa dihina bila wajah atau fisiknya dikarikaturkan. Akan tetapi, banyak orang Barat yang justru senang dikarikaturkan, daripada difoto. Mantan Presiden Amerika Serikat seperti Jimmy Carter dan Ronald Reagan, misalnya, sangat bangga digambar gigi-geliginya yang besar dan jambulnya yang tinggi. Mereka menganggap bila dikarikatur- kan berarti mendapat penghormatan Sobur, 2004: 139. Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 3 selingan atau ilustrasi belaka, namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik. Sebaliknya, fungsi karikatur adalah khas, yaitu bertujuan utama menyindir, mengritik atau memperingatkan. Karena karakteristiknya yang selalu mengumpan rasa lucu, serta menampilkan kritik dan sindiran, maka banyak fungsi bisa dijalankan oleh seni karikatur. Karikatur bisa mendidik, mengejek, menyindir, menghimbau, menyarankan, memerintahkan, menertawai, menghibur dengan kelucuan-kelucuan menanggapi sesuatu peristiwa, dan lain-lain. Secara sengaja media ini diciptakan untuk berfungsi sebagai cermin yang bisa memantulkan tingkah laku setiap orang, baik secara pribadi maupun sosial dalam percaturan hidup di masyrakat. Di dalam gambar karikatur terdapat gambar dan teks. Keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karikatur ditinjau dari aspek linguistik memiliki kekhasan yang menarik untuk diteliti. Kekhasan tersebut berkaitan dengan: a jenis tindak tutur, implikatur dan jenis tindak tutrur yang dominan b prinsip-prinsip kerja sama, dan prinsip sopan santun yang disajikan, c aspek-aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dan koherensi antara tema, unsur lingual, citra, dan gambar, serta, d fungsi kemasyarakatan yang ada dalam karikatur. Sebagai contohnya adalah data wacana karikatur 1 berikut ini. 1 …kalau aku jadi MENTERI…yang pasti kau bukan lantas ikut dipanggil bapak menteri lho… Data 1 berjenis tindak tutur direktif karena tuturan penutur menghendaki mitra tutur melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Pada contoh tersebut tersembunyi ketidaksetaraan jender, karena kebiasaan di Indonesia kalau suami yang jadi menteri lantas istrinya dipanggil ibu menteri, tetapi jika yang jadi menteri itu dari pihak istri, maka suami tidak dipanggil bapak menteri. Data 1 mengandung implikatur untuk menyindir para pejabat agar posisi jabatan istri atau suami tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan data 1 adalah memanfaatkan kalimat imperatif, memanfaatkan tanda sebagai penekanan bahwa jika penutur jadi menteri tidak lantas suaminya jadi ”bapak menteri”. Hal tersebut dimaksudkan untuk menyindir pejabat yang suamiistrinya jadi Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 4 menteri mereka memanfaatkan jabatan suamiistri mereka. Selain itu juga memanfaatkan kalimat pengandaian seperti data berikut: …kalau aku jadi MENTERI.... Dalam wacana karikatur juga ada aspek-aspek ekstralingual yang melatarbelakangi munculnya karikatur. Contoh data yang menunjukkan faktor ekstralingual adalah data 2 pada contoh berikut ini. 2 Selamat datang, saudara sekandung sebangsa setanah air Data 2 faktor ekstralingualnya adalah pada tahun 1976 tahanan politik golongan B dibebaskan oleh penguasa Orde Baru. Sebagai bangsa yang beradab tentunya masyarakat harus berani memaafkan kesalahan yang dibuat oleh saudara-saudara sebangsa dan setanah air dan menerima mereka secara tulus, namun tetap waspada. Itulah setting yang terkandung dalam wacana karikatur yang melatarbelakangi munculnya wacana tersebut. Di dalam karikatur juga terdapat penerapan dan penyimpangan prinsip kerja sama, yang dapat dicontohkan dalam data 3 berikut ini. …Paak… Yang merdeka bukan hanya Bapak…Saya juga Data 3 melanggar prinsip kerjasama maksim kuantitas karena informasi yang diberikan oleh penutur kurang jelas dan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur pembaca. Data 3 memilih tuturan yang kurang lugas sehingga tidak mudah dipahami oleh petutur pembaca hal itu ditandai dengan penanda lingual ”yang merdeka”. Katatuturan yang merdeka masih multi-tafsir, apakah merdeka dalam arti bebas dari penjajahan, atau merdeka dalam arti kebebasan, atau yang dimaksud penutur merdeka adalah bebas dalam memperoleh asset ekonomi. Itulah yang membuat tuturan itu tidak cukup informasinya sesuai dengan yang dibutuhkan petutur. Akan tetapi, penyimpangan maksim kuantitas data 3 mempunyai maksud tersendiri dari karikaturis yaitu ingin mengritik keadaan di masyarakat yang sangat timpang antara si kaya dan si miskin dalam memperoleh hak ekonomi. Kata merdeka yang disuarakan oleh penutur melalui karikatur, mengandung maksud bahwa kemerdekaan yang telah didapat dari per- juangan bukan hanya dinikmati segelintir orang saja. Artinya pemerintah hendaknya lebih memikirkan nasib sebagian besar rakyatnya yang masih di bawah garis kemiskinan, dan bukan hanya kemakmuran segelintir orang saja seperti yang terlihat sekarang ini. Pelanggaran wacana di dalam karikatur diperjelas dengan gambar visual yang menggambarkan Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 5 ikon si kaya dan si miskin melalui pemilihan gambar yang memperjelas konteks wacana. Selain itu, karikaturis juga menerapkan prinsip kesopanan dalam karikaturnya. Hal itu dapat dijelaskan pada data 4 berikut ini. 4 + Percayalah ...yang namanya Pembangunan itu...pasti hasilnya untuk rakyat .. - Termasuk kesengsaraan ya Pak ? Data 4 memanfaatkan maksim kesimpatian karena penutur mengungkapkan rasa simpati dengan ikut prihatin atas kesusahan rakyat yang terkena gusuran rumahnya disebabkan tanahnya tergenang lumpur panas Lapindo Brantas di Sidoharjo Jawa Timur. Peristiwa itu juga sempat menaikkan angka stres di kalangan penduduk yang terkena musibah semburan lumpur tersebut. Rasa simpati tersebut ditunjukkan dengan penanda lingual .. Percayalah ...yang namanya Pembangunan itu...pasti hasilnya untuk rakyat ...rasa ikut merasakan penderitaan petutur sekaligus untuk membesarkan hati petutur dengan penanda lingual..pasti hasilnya untuk rakyat...artinya penutur meyakinkan kepada mitra tutur agar bersabar dan berbesar hati menghadapi cobaan yang menimpanya yang nantinya hasil ’pembangunan’ tersebut akan ikut dinikmati petutur rakyat. Menurut karikaturis, hal-hal yang sangat sensitif buat kepentingan rakyat dalam menggambarkan karikaturnya harus direnungkan dulu, dicari data-data lengkap melalui observasi baru mencari ide gambar yang tepat untuk disajikan lewat karikatur di surat kabar. Peristiwa lumpur Lapindo Brantas merupakan masalah yang sangat sensitif diungkapkan karena berkaitan dengan rakyat dan penguasa, sehingga karikaturis harus ekstra hati-hati dalam mengritik lewat karikatur yang dibuatnya. Kemudian jika dilihat dari segi fungsi kemasyarakatan, karikatur mempunyai fungsi kritik, informasi, pendidikan, moralitas, politik, ideologi, hankam, hiburan, dan yang lebih utama adalah sebagai fungsi kritik dan sindiran untuk perbaikan sasaran kritiknya. Berpijak dari contoh karikatur di atas ternyata karikatur ditinjau dari kaca mata linguistik sangat menarik dan menggelitik untuk diteliti lebih jauh dan mendalam. Karikatur yang akan dijadikan sasaran penelitian ini adalah karikatur karya G.M Sudarta yang pernah dimuat di surat kabar Kompas. Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik 15

BAB II KONSEP DASAR KAJIAN KARIKATUR