karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal verbal behavior agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.
Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap
sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan
bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan stimulus dari
lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang
berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R stimulus-respons dan proses
peniruan-peniruan Chaer 2009: 222— 223.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari Alwi 2007: 1198. Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon
Alwi 2007: 912. Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung
penelitian. Selain itu, tinjauan pustaka juga menjelaskan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti agar semakin jelas
permasalahan penelitian yang akan dijawab.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, sumber relevan yang menjadi bahan referensi dalam penelitian ini adalah:
Suyono dalam Jurnal Penelitian Kependidikan tahun 19 nomor 1, April 2009 yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Kosakata Berbasis
Audio-Visual untuk Peningkatan Kompetensi Bahasa Indonesia Anak Usia Dini mengatakan pembelajaran kosakata yang bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi berbahasa siswa dapat dilakukan dengan metode bermain dan bernyanyi. Bermain dapat mendorong minat anak untuk bereksplorasi lebih jauh.
Lebih-lebih kegiatan bermain peran. Hasil studi para ahli tentang dramatisasi cerita menunjukkan cerita didramatisasikan anak merupakan media utama untuk
mengekspresikan perkembangan kapasitas keberaksaraan anak atau literacy capacities. Belajar melalui bernyanyi merupakan salah satu metode “pengenalan”
kosakata pada anak yang sangat efektif. Menyanyi menjadikan kata-kata lebih bermakna bahkan hingga anak-anak itu beranjak remaja. Kehadiran ritmik,
pengulangan, dan pola rima di dalam nyanyian merupakan bentuk “pengajaran” bahasa tertua yang berisi budaya untuk konsumsi anak. Anak-anak, secara alami,
telah menyerap informasi yang terkandung dalam nyanyian sehingga memudahkan mereka mengingat kata-kata tertentu, seperti nyanyian yang berisi
angka satu, dua, tiga, dan sebagainya. Wijana 2003 dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII membahas tentang
pemanfaatan permainan bahasa sebagai bahan pengajaran bahasa dalam upaya meningkatkan mutu pengajaran ilmu bahasa di Indonesia menjelaskan bahwa
bentuk komunikasi dengan ucapan-ucapan yang dibuat-buat vokalisasi yang
Universitas Sumatera Utara
disertai dengan tingkah laku nonverbal yang khas ini telah diberikan beberapa saat saja setelah seorang anak-anak dilahirkan. Dengan piranti pemerolehan bahasa
bawaannya ternyata anak-anak kemudian mampu membedakan antara komunikasi yang serius dan main-main dalam waktu yang relatif singkat sehingga permainan
bahasa itu sendiri tidak mengganggu anak-anak dalam menguasai kosa kata dan elemen-elemen gramatika bahasa secara natural.
Gustianingsih 2002 dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” mengatakan
bahwa kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar
pengajaran di sekolah dasar. Fauzie 2000 dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-
Anak Usia 0—5 Tahun: Analisis Psikolinguistik” membahas tentang tahap-tahap perkembangan bahasa anak. Tahap-tahap perkembangan bahasa anak terdiri atas
dua tahap, yakni 1 tahap perkembangan prasekolah, yang meliputi tahap perkembangan meraban pralinguistik, tahap linguistik I holofrastik, tahap
linguistik ilmu, tahap linguistik III perkembangan tata bahasa, tahap kompetensi penuh, dan 2 tahap perkembangan ujaran kombinatori, yang meliputi tahap
perkembangan negatif penyangkalan, tahap perkembangan interogatif pertanyaan, dan perkembangan sistem bunyi.
Marpaung 2006 dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1—5 Tahun” membahas tentang ciri-ciri tahap
Universitas Sumatera Utara
pemerolehan bahasa Batak Toba anak usia 1—5 tahun, yakni tahap holofrastik, tahap dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tahap tata bahasa menjelang
dewasa. Listari 2011 dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Morfologi
Bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa Sialang Pamoran Labuhan Batu Selatan” menjelaskan bahwa pada usia lima tahun, anak-anak sudah sampai pada
tahap perkembangan morfologi. Dalam perkembangan morfologi khususnya reduplikasi atau kata ulang anak usia lima tahun sudah mulai mengucapkan atau
menggunakan kata ulang pada saat seorang anak berkomunikasi pada lawan bicaranya, baik kepada anak-anak sebayanya ataupun kepada orang dewasa. Kata
ulang yang terjadi pada anak tersebut terjadi secara alamiah. Lumban Raja 2010 dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan
Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3—4 Tahun: Analisis Psikolinguistik” menjelaskan bahwa pemerolehan leksikal nomina dalam bahasa
Angkola pada anak usia 3—4 tahun adalah sangat dipengaruhi oleh masukan yang diterima anak, dalam hal ini yang berperan penting adalah masukan dari
lingkungan anak. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak usia 3—4 tahun
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di lapangan. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Medan Marelan dan dilakukan pada tanggal 10
Juni– 8 Juli 2013.
3.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah tuturan anak-anak berusia 2—3 tahun yang diperoleh dari permainan dan nyanyian. Jumlah anak yang dijadikan sumber
data adalah lima orang anak. Kelima anak ini kemudian disebut sebagai subjek penelitian. Subjek dalam penelitian ini terdiri atas dua orang anak laki-laki
Muhammad Adriansyah Rian, 3 tahun dan Nauval Aziz Mifta Hurrahman Nauval, 3 tahun, serta tiga orang anak perempuan, yaitu Mukhairunnisa Azzahra
Ara, 2,8 tahun, Aisyah Aura Zahra Rara, 3 tahun, dan Nasywa Ramadhita Khasairi Nasywa, 2,7 tahun. Usia 2—3 tahun adalah usia yang sangat ideal
untuk mengetahui bagaimana anak-anak memperoleh kosa kata bahasa Indonesia. Kasih sayang yang diberikan oleh orang tua dan lingkungan dapat membantunya
memperoleh banyak kosa kata bahasa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara