56
pengembangan yang
belum memadai,
sangat sedikit
hasil penelitian
dan pengembangan yang dapat diterapkan oleh masyarakat dan masih sedikit pula yang
sudah dipatenkan hak kekayaan intelektualnya.
D. Tata Kelola Departemen Pendidikan Nasional
Pemerintah telah melakukan perintisan dalam mengembangkan berbagai model desentralisasi pengelolaan pendidikan sejak beberapa tahun terakhir. Sejumlah provinsi
dan kabupatenkota menerapkan kebijakan pendidikan dalam kerangka desentralisasi, misalnya melalui a penetapan formula dan mekanisme bantuan bagi perbaikan dan
pengembangan satuan pendidikan, b penguatan proses akuntabilitas dan education governance, c penetapan sistem keuangan dan perencanaan sekolah, dan d
pengembangan kapasitas capacity building mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupatenkota,
kecamatan, sampai
dengan satuan
pendidikan. Namun
dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Salah satu kendalanya adalah
belum tersedianya sistem informasi manajemen yang akurat. Dampak positif pengelolaan pendidikan dalam era desentralisasi mulai tampak
jelas. Pertama , sejumlah provinsi dan kabupatenkota mengambil inisiatif sendiri dalam
melaksanakan perubahan organisasi untuk merespon peran dan fungsi yang berubah. Kedua
, tumbuhnya inisiatif dalam mengelola perubahan yang didorong oleh kekuatan
internal pada tingkat satuan pendidikan dan masyarakat. Ketiga , pada tingkat pusat,
reformasi struktur organisasi Depdiknas lebih diarahkan pada semakin besarnya fungsi manajemen mutu sebagai respon positif terhadap tuntutan perkembangan global dan
kebijakan desentralisasi. Terdapat sejumlah pelajaran yang dapat diambil dari kajian terhadap dampak awal
pelaksanaan kebijakan desentralisasi. Bupatiwalikota memiliki posisi penting dalam merintis proses perubahan, namun perubahan tersebut tidak akan berdampak positif jika
kapasitas daerah dalam manajemen pendidikan masih rendah. Dampak positif desentralisasi terhadap perubahan pendidikan akan berlangsung secara berkelanjutan jika
perubahan tersebut dilakukan atas dasar inisiatifnya sendiri, karena akan mewujudkan komitmen daerah yang tinggi dalam pelaksanan kebijakan desentralisasi. Oleh karena itu,
setiap upaya sosialisasi kebijakan strategis nasional harus dilakukan dengan keterlibatan langsung
bupatiwalikota, sehingga transparansi dan akuntabilitas
publik dalam
pengelolaan pendidikan menjadi optimal. Dampak positif lain adalah mulai tampak adanya kebutuhan legislasi dan regulasi
dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Sebuah studi menunjukan bahwa implementasi kebijakan dan program di daerah sangat bervariasi, sebagai akibat dari belum jelasnya
sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan urusan wajib setiap tingkat pemerintahan dalam pelayanan pendidikan. Oleh karena itu, tugas-tugas dekonsentrasi
57
provinsi sebagai wakil Pemerintah di daerah perlu diperjelas dan segera ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur urusan wajib dan urusan pilihan sesuai Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk sementara, urusan wajib kabupatenkota sudah diatur dalam standar pelayanan minimal SPM yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 129aU2004. Dampak yang kurang positif dari desentralisasi adalah bahwa perencanaan dan
pelaksanaan program belum didukung oleh data dan informasi yang akurat pada berbagai tingkatan pemerintahan. Di masa lalu, arus data dan informasi secara langsung
dikendalikan oleh pusat, sementara itu provinsi, kabupatenkota, dan kecamatan hanya bertindak sebagai saluran informasi, bukan sebagai pengguna akhir. Sampai saat ini,
setiap direktorat atau unit utama masih mengembangkan sistem informasi sendiri-sendiri yang dilakukan secara terpusat. Oleh karena itu, perlu dibangun single database dan
dikembangkan sistem informasi yang terpadu dan terintegrasi. Peran dan fungsi masing- masing unit jelas, disertai dengan penguatan daerah dalam penyediaan data dan
informasi. Salah satu fungsi manajemen yang penting yaitu pengawasan terhadap berbagai
program dan kegiatan yang terkait dengan upaya pemerataan dan perluasan akses serta peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. Pengawasan yang dapat dilakukan
dengan cara monitoring dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pendayagunaan sumberdaya dalam pembangunan pendidikan dengan cara menekan
sekecil mungkin terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN. Pemberantasan KKN merupakan isu strategis dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
sehingga tidak sampai dua bulan setelah menjadi presiden, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperjelas
dengan Keputusan Sekretaris Kabinet Nomor 147Seskab042005 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi telah dikeluarkan.
Berkaitan dengan maraknya isu KKN dan berdasarkan data hasil pemeriksaan oleh BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2004,
di Departemen Pendidikan Nasional juga terindikasi adanya penyimpangan terhadap
dana pembangunan. Selama kurun waktu tersebut telah ditemukan sebanyak 8.817 temuankasus yang mengindikasikan adanya korupsi dalam bentuk uang yang jumlah
nominalnya cukup besar. Oleh sebab itu salah satu program penting Departemen Pendidikan Nasional dalam lima tahun yang akan datang
adalah percepatan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pengawasan dan monitoring menjadi sangat
penting dalam pembinaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Departemen untuk mencegah terjadinya KKN dan meningkatkan akuntabilitas Departemen
.
Kapasitas pendidikan tinggi masih mengalami permasalahan, terutama dalam masa transisi dari institusi perguruan tinggi yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab
58
Pemerintah menuju masa otonomi satuan pendidikan tinggi yang diharapkan memiliki keleluasan dan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. Perguruan tinggi yang sehat
memiliki kapasitas untuk mengelola sumberdaya pendidikan secara efisien untuk mewujudkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Perguruan tinggi yang sehat memiliki
kapasitas untuk merespon lingkungan yang berubah secara otonom dan unik. Kapasitas perguruan tinggi ditentukan oleh kemampuannya dalam menelaah
informasi, memahami permasalahan, menentukan pemecahan masalah, mengambil keputusan
untuk memecahkan
masalah, merencanakan,
melaksanakan, dan
mengevaluasi terhadap hasil-hasil kerjanya. Oleh karena itu, kemampuan dalam mengembangkan kebijakan dan program, misalnya, pada bidang keuangan, ketenagaan,
tata kelola, penjaminan mutu, serta rencana dan program infrastruktur, adalah kapasitas yang perlu dimiliki oleh perguruan tinggi yang otonom dan sehat.
59
B B
A A
B B
I I
V V
K K
E E
B B
I I
J J
A A
K K
A A
N N
P P
O O
K K
O O
K K
P P
E E
M M
B B
A A
N N
G G
U U
N N
A A
N N
P P
E E
N N
D D
I I
D D
I I
K K
A A
N N
N N
A A
S S
I I
O O
N N
A A
L L
A. Pemerataan dan Perluasan Akses