1
\BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kandidiasis merupakan infeksi karena jamur Candida yang terjadi di seluruh dunia dan pada umumnya sering terjadi pada daerah beriklim tropis. Pada
prinsipnya kandidiasis terjadi jika mempunyai faktor predisposisi untuk terjadinya pertumbuhan yang berlebihan dari flora normal Candida Tyasrini dkk., 2006.
Kandidiasis, biasanya menyerang segala usia baik pria maupun wanita. Di Amerika 75 wanita pada masa reproduksi pernah mengalami vulvavaginistis
candidiasis. Antara 40-50 mengalami infeksi berulang dan 5-8 terkena infeksi candida kronis Wilson, 2005. Kandidiasis superfisialis merupakan bentuk
infeksi Candida yang paling sering terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di permukaan kulit atau mukosa. Penelitian
menunjukkan bahwa 60 isolat yang diambil dari sumber infeksi adalah Candida albicans Rosalina dan Sianipar, 2006.
Daun sirih hijau Piper betle L. merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan dalam pengobatan. Daun sirih hijau merupakan salah satu tanaman
yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik Sari, 2006. Pada studi fitokimia, daun sirih hijau mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid,
tannin, karbohidrat, asam amino dan steroid. Komponen utama dari daun sirih hijau adalah minyak atsiri, yang pada berbagai negara disebut dengan betle oil.
Minyak atsiri dari daun sirih hijau mengandung cadinene carvacrol, allyl
2
2 catechol, chavicol, p-cymene, caryophyllene, chavibetol, cineole, estragol dengan
dua komponen utama fenol yang disebut fenol betle chavicol dan chavibetol Dwivedhi and Tripathi, 2014. Penelitian Suppakul et al. 2006 betle oil hasil
destilasi daun segar sirih hijau yang berasal dari Bangkok, Thailand memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans TISTR 5779 dengan KHM
sebesar 25 µLmL. Komponen utama dari betle oil tersebut adalah chavibetol. Pengobatan kandidiasis memerlukan senyawa yang mampu beraktifitas
sebagai antifungi. Minyak atsiri daun sirih hijau memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen penanganan kandidiasis. Penentuan potensi minyak atsiri
daun sirih hijau sebagai agen penanganan kandidiasis dapat ditentukan melalui mekanisme antifungi. Molekul hidrofobik penyusun minyak atsiri akan
menyerang ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-molekul
sel jamur akan keluar sehingga menyebabkan kematian sel. Molekul minyak atsiri juga dapat mengganggu kerja enzim-enzim yang terikat pada membran sel
khamir, sehingga mengganggu pembentukan membaran sel. Dengan kata lain minyak atsiri dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan jamur Ridawati
dkk, 2011. Pertumbuhan daun sirih hijau dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi yaitu
tempat tumbuh, iklim dan jenis tanah. Perbedaan faktor-faktor ekologi tersebut akan mempengaruhi komponen kimia dari minyak atsiri. Kemampuan minyak
atsiri sebagai antimikroba sangat dipengaruhi oleh komponen kimia penyusunnya Januwati dan Rosita, 1992; Sentihilkumar, 2009.
3
Penelitian menunjukkan perbedaan tempat tumbuh daun sirih hijau, mempengaruhi komponen utama dari minyak atsiri yang dihasilkan Rimando et
al., 1986; Garg and Jain, 1992; Kumar et al., 2007; Prabodh dan William, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Hertianti dan Purwantini 2002, minyak atsiri
hasil destilasi ekstrak etanol daun sirih dari beberapa daerah di Yogyakarta diantaranya Kulonprogo, Gunung Kidul dan Kaliurang memiliki hasil rendemen
yang berbeda dan memiliki zona hambat terhadap fungi Candida albicans yang berbeda pula. Masing-masing daerah tersebut memiliki ketinggian tempat tumbuh
yang berbeda yaitu daerah Kulonprogo dengan ketinggian 92 m dpl, daerah Gunung Kidul dengan ketinggian 258 m dpl dan daerah Kaliurang dengan
ketinggian 764 m dpl. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri dari Kulonprogo memiliki aktivitas yang paling tinggi sebagai anti-kandida,
walaupun seperti dikemukakan oleh Purwantini dkk 2001 rendemen minyak atsiri terbesar berturut turut dan yang paling tinggi adalah Kaliurang, Kulonprogo
dan Gunung Kidul. Berdasarkan paparan di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan aktivitas antifungi Candida albicans dari minyak atsiri daun sirih hijau P. betle L., dari daerah dengan variasi ketinggian tempat tumbuh yang berbeda
di Bali. Variasi ketinggian tempat tumbuh ini menggunakan tiga kategori yaitu: kategori dataran rendah dengan ketinggian 0-200 m dpl, dataran sedang dengan
ketinggian 200-1000 m dpl dan pegunungan dengan ketinngian 1000-2000 Sarpian, 2003. Pada penelitian ini digunakan daerah penghasil sirih dari daerah
dataran rendah di Bali dengan ketinggian 166 m dpl; daerah dataran sedang di
4
Bali dengan ketinggian 668 m dpl; daerah dataran tinngi di Bali dengan ketinngian 1099 m dpl.
Pengujian aktivitas minyak atsiri daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap Candida albicans dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk atau
merupakan salah satu metode yang sederhana dan dapat dilakukan dengan mudah serta reproduksibel untuk menentukan aktivitas antimikroba dari suatu
antimikroba Forbes, et al., 2007. Aktivitas antifungi dari minyak atsiri daun sirih hijau ditentukan berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan disekitar
kertas cakram yang ditentukan berdasarkan tabel kategorik daya hambat oleh Cockerill, et al. 2012. Apabila zona hambat yang dihasilkan pada konsentrasi
tertentu lebih atau sama dengan 20 mm, maka aktivitas antifungi dikategorikan susceptible dan daerah penghasil minyak atsiri tersebut layak dijadikan daerah
penghasil sirih yang berpotensi sebagai agen penanganan kandidiasis.
1.2 Rumusan Masalah