Uji Aktivitas Antifungi Minyak Atsiri Daun Sirih Variasi Ketinggian Tempat Tumbuh di Bali terhadap Fungi Candida albicans ATCC 10231 Dengan Menggunakan Metode Difusi Disk.
i
i
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI
DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) DARI DAERAH
DENGAN VARIASI KETINGGIAN TEMPAT
TUMBUH DI BALI TERHADAP FUNGI Candida
albicans ATCC 10231 DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DIFUSI DISK
Skripsi
Ni Luh Putu Putri Ardiyanti 1208505062
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
ii
ii Lembar Pengesahan
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH
HIJAU (Piper betle L.) DARI DAERAH DENGAN VARIASI
KETINGGIAN TEMPAT TUMBUH DI BALI TERHADAP FUNGI
Candida albicans ATCC 10231 DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DIFUSI DISK
Skripsi
Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Oleh
Ni Luh Putu Putri Ardiyanti NIM. 1208505062
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Ni Luh Putu Vidya Paramita, S. Farm., M.Sc., Apt. A. A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm.,M.Si., Apt. NIP. 198401032008122004 NIP.
Mengesahkan: Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. NIP. 196804201994021001
(3)
iii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir I yang berjudul
”Uji Aktivitas Antifungi Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dari daerah dengan variasi ketinggian tempat tumbuh di Bali terhadap Fungi Candida albicans ATCC 10231 dengan Menggunakan Metode Difusi Disk”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udaya
2. Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
3. Ni Luh Putu Vidya Paramita, S. Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
4. A. A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm.,M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
5. Ni Putu Linda Laksmiani, S. Farm., M.Sc., Apt., Eka Indra Setyawan, S. Farm., Apt., Made Ary Sarasmita, S. Farm., M. Farm.Klin., Apt. selaku tim penguji Skripsi. Terima kasih atas saran dan bimbingannya.
(4)
iv
iv
6. Seluruh dosen beserta staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan, semangat, dan fasilitasnya.
7. Orang tua penulis, I Made Budi Arta selaku ayah dan Ni Wayan Sri Yudiani S.H. selaku ibu, serta adik Ni Made Dwika Ardiyanti.
8. Serta seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan, doa, dan motivasi.
9. I Gusti Ngurah Widiangga Prihantara selaku teman terdekat penulis. Terimakasih atas dukungan, saran serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
10.Teman-teman seperjuangan Dioscuri Hygeia 2012, teman-teman tim penelitian Sirih, Pebri Utami, Putri Dwijayanti, Cahyani Pratiwi, Dewi, Sulys Wintari, Suastini, Budningrum, Inggrid, Harlina yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penulisan Skripsi ini. 11.Kepada semua pihak yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bermanfaat demi kelancaran Skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bukit Jimbaran, Mei 2016 Penulis
(5)
v
v DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xi
ABSTRAK ... ABSTRACT ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Tanaman Sirih Hijau ... 6
2.1.1. Klasifikasi ... 6
2.1.2. Deskripsi ... 6
2.1.3. Kandungan Kimia ... 7
2.1.4. Bioaktivitas Daun Sirih Hijau terhadap Fungi C. albicans ... 8
2.2.Kandidiasis ... 8
2.3. Candida albicans ... 10
2.4. Minyak Atsiri. ... 12
2.5. Isolasi Minyak Atsiri ... 13
2.6.Metode Uji Aktivitas Antifungi ... 13
(6)
vi
vi
3.1. Rancangan Penelitian ... 15
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
3.3.Obyek Penelitian ... 16
3.4. Bahan Penelitian... 16
3.4.1. Bahan Ekstraksi Minyak Atsiri ... 16
3.4.2. Bahan Uji Antifungi ... 17
3.5. Alat Penelitian ... 17
3.6.Variabel Penelitian ... 17
3.6.1. Variabel Bebas ... 17
3.6.2. Variabel Terikat ... 18
3.6.3. Variabel Terkendali ... 18
3.7. Batasan Operasional Penelitian ... 18
3.8.Prosedur Penelitian... 19
3.8.1. Determinasi Tanaman ... 19
3.8.2. Pengambilan dan Preparasi Sampel ... 19
3.8.3. Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau... 19
3.8.4. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 20
3.8.5. Pembuatan Media ... 20
3.8.6. Uji Aktivitas Antifungi ... 20
3.9.Analisis Data ... 23
3.10.Skema Penelitian ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Determinasi Tanaman ... 28
4.2 Preparasi Sampel ... 28
4.3 Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau ... 29
4.4 Uji Aktivitas Antifungi ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
5.1 Kesimpulan ... 36
(7)
vii
vii
DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 41
(8)
viii
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan. ... 15 Tabel 3.2 Sampel Uji, Konsentrasi dan Jenis Fungi yang Digunakan pada Uji Aktivitas Antifungi.. ... 22 Tabel 3.3 Klasifikasi Respon Hambatan ... 23
(9)
ix
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Daun Sirih Hijau... 6
Gambar 3.1 Skema umum ... 23
Gambar 3.2 Skema Destilasi Minyak Atsiri ... 24
(10)
x
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Pembuatan Kontrol Positif Flukonazol 1024 µg/mL ... 41 Lampiran 2 Determinasi Tanaman Sirih Hijau ... 42
(11)
xi
xi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
Aerob : Suatu proses biologi yang memerlukan oksigen (oksigen terlarut).
Anaerob : Suatu proses biologi yang tidak memerlukan oksigen.
Autoklaf : Pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121oC, 15 psi) selama kurang lebih 15 menit.
ATCC : American Type Culture Collection
C. albicans : Candida albicans
CFU : Colony Forming Unit
Intermediete : Kategori dimana isolat/mikroba dapat dihambat
dengan konsentrasi tertentu secara minimal
KHM : Kadar Hambat Minimum
NCCLS : Nation Comitte for Clinical Laboratory Standar
Resistent :Kategori dimana isolat/mikroba tidak dapat
dihambat oleh konsentrasi yang telah ditentukan
SDA : Saboraund Dextrose Agar
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
Sterilisasi :Proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa,
(12)
xii
xii
fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang terdapat dalam suatu benda.
Streak for single colony: Metode untuk memisahkan mikroorganisme menjadi koloni tunggal dengan cara menggoreskan isolat pada media agar
Susceptible :Kategori dimana isolat/mikroba dapat dihambat
(13)
xiii
xiii ABSTRAK
Kandidiasis merupakan infeksi karena jamur Candida salah satunya Candida albicans. Pada umumnya kandidiasis sering terjadi pada daerah beriklim tropis. Betle oil hasil destilasi daun segar sirih hijau yang berasal dari Bangkok, Thailand memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans TISTR 5779 dengan KHM sebesar 25 µL/mL. Perbedaan tempat tumbuh daun sirih hijau, mempengaruhi komponen utama minyak atsiri yang dihasilkan. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antifungi Candida albicans ATCC 10231 dari minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.), dari daerah dengan variasi ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Pengujian aktivitas minyak atsiri daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231 dilakukan dengan metode difusi disk dengan konsentrasi larutan uji minyak atsiri dari masing-masing daerah adalah 100 µL/mL.Aktivitas antifungi ditentukan berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan disekitar kertas cakram. Nilai diameter zona hambat dianalisa secara deskriptif berdasarkan kategori respon hambat: resistant (≤14 mm), intermediate (15-19 mm), susceptiple (≥20 mm) dan secara statistik dengan uji ANOVA one way.
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas antifungi yang bermakna (P<0,05) dari minyak atsiri daun sirih hijau yang diperoleh dari daerah dengan ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali terhadap Candida albicans ATCC 10231. Berdasarkan kategori respon aktivitas agen antifungi, minyak atsiri daun sirih pada dataran rendah memiliki aktivitas susceptible, sedangkan pada dataran sedang dan dataran tinggi memiliki aktivitas intermediete. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor ketinggian tempat tumbuh mempengaruhi aktivitas antifungi yang dihasilkan.
Kata kunci : Daun sirih hijau, Piper betle L., minyak atsiri, Candida albicans, Difusi disk
(14)
xiv
xiv ABSTRACT
Candidiasis is a fungal infection due to Candida one of them Candida albicans. Candidiasis generally occur in tropical climate. Betle oil from distiled fresh green betel leaf from Bangkok, Thailand has antifungal activity against Candida albicans TISTR 5779 with a MIC of 25 µL/mL. Differences grown conditions of green betel leaf , will affect to the main component of essential oil produced. Therefore, this research was conducted to determine differences in Candida albicans ATCC 10231 antifungal activity of essential oils of green betel
leaf ( Piper betle L. ), from an area with different heights in Bali.
This study was an experimental research. The activity of essential oils of
green betel leaf as an antifungal against Candida albicans ATCC 10231 test
performed by disk diffusion method, the concentration of the test solution of
essential oils from each area is 100 µL/mL. Antifungal activity is determined by
the diameter of the inhibition zone around the paper disc. The value of diameter of diameter inhibition zone were analyzed descriptively by category inhibition
response: resistant (≤14 mm), intermediate (15-19 mm), susceptiple (≥20 mm),
and statistical analysis with one-way ANOVA.
The result of statistical analysis showed that there were significant differences in antifungal activity ( P<0.05 ) of green betel leaf essential oil obtained from an
area with different heights in Bali against Candida albicans ATCC 10231. Based
on the response antifungal agent activity categories, betel leaf essential oil from area with height 166 asl was susceptible activity, while area with height 668 asl and area with heigh 1099 asl were intermediete activity. Based on the result can be concluted different growth heights factor influence of antifungal activity.
Keyword : Green betel leaf, Piper betle L., essential oil, Candida albicans, Difusi disk
(15)
1
(16)
1
\BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kandidiasis merupakan infeksi karena jamur Candida yang terjadi di seluruh dunia dan pada umumnya sering terjadi pada daerah beriklim tropis. Pada prinsipnya kandidiasis terjadi jika mempunyai faktor predisposisi untuk terjadinya pertumbuhan yang berlebihan dari flora normal (Candida) (Tyasrini dkk., 2006). Kandidiasis, biasanya menyerang segala usia baik pria maupun wanita. Di Amerika 75% wanita pada masa reproduksi pernah mengalami vulvavaginistis candidiasis. Antara 40-50% mengalami infeksi berulang dan 5-8% terkena infeksi candida kronis (Wilson, 2005). Kandidiasis superfisialis merupakan bentuk infeksi Candida yang paling sering terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di permukaan kulit atau mukosa. Penelitian menunjukkan bahwa 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi adalah Candida albicans (Rosalina dan Sianipar, 2006).
Daun sirih hijau (Piper betle L.) merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan dalam pengobatan. Daun sirih hijau merupakan salah satu tanaman yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik (Sari, 2006). Pada studi fitokimia, daun sirih hijau mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, tannin, karbohidrat, asam amino dan steroid. Komponen utama dari daun sirih hijau adalah minyak atsiri, yang pada berbagai negara disebut dengan betle oil. Minyak atsiri dari daun sirih hijau mengandung cadinene carvacrol, allyl
(17)
2
2
catechol, chavicol, p-cymene, caryophyllene, chavibetol, cineole, estragol dengan dua komponen utama fenol yang disebut fenol betle (chavicol dan chavibetol) (Dwivedhi and Tripathi, 2014). Penelitian Suppakul et al. (2006) betle oil hasil destilasi daun segar sirih hijau yang berasal dari Bangkok, Thailand memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans TISTR 5779 dengan KHM sebesar 25 µL/mL. Komponen utama dari betle oil tersebut adalah chavibetol.
Pengobatan kandidiasis memerlukan senyawa yang mampu beraktifitas sebagai antifungi. Minyak atsiri daun sirih hijau memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen penanganan kandidiasis. Penentuan potensi minyak atsiri daun sirih hijau sebagai agen penanganan kandidiasis dapat ditentukan melalui mekanisme antifungi. Molekul hidrofobik penyusun minyak atsiri akan menyerang ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-molekul sel jamur akan keluar sehingga menyebabkan kematian sel. Molekul minyak atsiri juga dapat mengganggu kerja enzim-enzim yang terikat pada membran sel khamir, sehingga mengganggu pembentukan membaran sel. Dengan kata lain minyak atsiri dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan jamur (Ridawati dkk, 2011).
Pertumbuhan daun sirih hijau dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi yaitu tempat tumbuh, iklim dan jenis tanah. Perbedaan faktor-faktor ekologi tersebut akan mempengaruhi komponen kimia dari minyak atsiri. Kemampuan minyak atsiri sebagai antimikroba sangat dipengaruhi oleh komponen kimia penyusunnya (Januwati dan Rosita, 1992; Sentihilkumar, 2009).
(18)
3
Penelitian menunjukkan perbedaan tempat tumbuh daun sirih hijau, mempengaruhi komponen utama dari minyak atsiri yang dihasilkan (Rimando et al., 1986; Garg and Jain, 1992; Kumar et al., 2007; Prabodh dan William, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Hertianti dan Purwantini (2002), minyak atsiri hasil destilasi ekstrak etanol daun sirih dari beberapa daerah di Yogyakarta diantaranya Kulonprogo, Gunung Kidul dan Kaliurang memiliki hasil rendemen yang berbeda dan memiliki zona hambat terhadap fungi Candida albicans yang berbeda pula. Masing-masing daerah tersebut memiliki ketinggian tempat tumbuh yang berbeda yaitu daerah Kulonprogo dengan ketinggian 92 m dpl, daerah Gunung Kidul dengan ketinggian 258 m dpl dan daerah Kaliurang dengan ketinggian 764 m dpl. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri dari Kulonprogo memiliki aktivitas yang paling tinggi sebagai anti-kandida, walaupun seperti dikemukakan oleh Purwantini dkk (2001) rendemen minyak atsiri terbesar berturut turut dan yang paling tinggi adalah Kaliurang, Kulonprogo dan Gunung Kidul.
Berdasarkan paparan di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antifungi Candida albicans dari minyak atsiri daun sirih hijau (P. betle L.), dari daerah dengan variasi ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali. Variasi ketinggian tempat tumbuh ini menggunakan tiga kategori yaitu: kategori dataran rendah (dengan ketinggian 0-200 m dpl), dataran sedang (dengan ketinggian 200-1000 m dpl) dan pegunungan (dengan ketinngian 1000-2000) (Sarpian, 2003). Pada penelitian ini digunakan daerah penghasil sirih dari daerah dataran rendah di Bali dengan ketinggian 166 m dpl; daerah dataran sedang di
(19)
4
Bali dengan ketinggian 668 m dpl; daerah dataran tinngi di Bali dengan ketinngian 1099 m dpl.
Pengujian aktivitas minyak atsiri daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap Candida albicans dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk atau merupakan salah satu metode yang sederhana dan dapat dilakukan dengan mudah serta reproduksibel untuk menentukan aktivitas antimikroba dari suatu antimikroba (Forbes, et al., 2007). Aktivitas antifungi dari minyak atsiri daun sirih hijau ditentukan berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan disekitar kertas cakram yang ditentukan berdasarkan tabel kategorik daya hambat oleh Cockerill, et al. (2012). Apabila zona hambat yang dihasilkan pada konsentrasi tertentu lebih atau sama dengan 20 mm, maka aktivitas antifungi dikategorikan susceptible dan daerah penghasil minyak atsiri tersebut layak dijadikan daerah penghasil sirih yang berpotensi sebagai agen penanganan kandidiasis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: Bagaimanakah aktivitas antifungi dari minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diperoleh dari daerah dengan ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231?
(20)
5
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mengetahui aktivitas antifungi dari minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diperoleh dari daerah dengan ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231.
1.4 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai aktivitas antifungi Candida albicans ATCC 10231 dari minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) yang berasal dari daerah dengan ketinggian tempat tumbuh yang berbeda di Bali. Sehingga dengan adanya informasi tersebut, masyarakat dapat mengetahui daun sirih hijau dari daerah di Bali yang berpotensi sebagai agen penanganan kandidiasis dan dapat dipertimbangkangkan dalam pengembangan produk antifungi.
(21)
6
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sirih Hijau 2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliopyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
(Agromedia, 2008)
Gambar 2.1. Daun Sirih Hijau (Agromedia, 2008)
2.1.2 Deskripsi
Tanaman sirih hijau merupakan perdu yang tumbuh merambat dengan panjang mencapai puluhan meter. Batang berkayu, berbentuk bulat, berbuku, beralur, dan berwarna hijau kecoklatan. Daun sirih hijau memiliki daun tunggal, berbentuk pipih menyerupai jantung. Daun berwarna hijau, permukaan atas rata,
(22)
7
7
licin agak mengkilap, tulang daun agak tenggelam. Permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol. Bau aromatik khas, rasanya pedas (Agromedia, 2008)
2.1.3 Kandungan Kimia
Studi fitokimia, daun sirih hijau mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, tanin, karbohidrat, asam amino dan steroid. Dimana komponen utama dari daun sirih hijau adalah minyak atsiri, yang pada berbagai negara disebut dengan betle oil. Komponen utama dari daun sirih hijau adalah minyak atsiri, yang pada berbagai negara disebut dengan betle oil. Minyak atsiri dari daun sirih hijau mengandung cadinene carvacrol, allyl catechol, chavicol, p-cymene, caryophyllene, chavibetol, cineole, estragol dengan dua komponen utama fenol yang disebut fenol betle (chavicol dan chavibetol) (Dwivedhi and Tripathi, 2014). Penelitian menunjukkan perbedaan tempat tumbuh daun sirih hijau, mempengaruhi komponen utama dari minyak atsiri yang dihasilkan yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
(23)
8
8
Tabel. 2.1 Perbedaan Komponen Utama Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau dari Berbagai Daerah (Rimando et al., 1986; Garg and Jain, 1992; Kumar et al., 2007; Prabodh and William, 2012).
No. Daerah Tempat Tumbuh Tanaman Sirih Hijau
Komponen Utama Minyak Atsiri
1 India Chavicol
2 Vietnam Isoeugenol
3 Philipina dan Nepal Eugenol
4 India Chavibetol
Penelitian yang dilakukan oleh Sugumaran et al. (2011) menyatakan minyak atsiri daun sirih hijau yang berasal dari India terdapat 65 komponen yang diindetifikasi dalam betle oil. Dimana komponen mayor yang teridentifikasi adalah 5-(2-propenyl)-1,3 benzodioxole (25,67%), yang kedua adalah eugenol (18,27%) dan yang ketiga adalah 2-methoxy-4-(2 propenyl) acetate-phenol.
2.1.4 Bioaktivitas Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Fungi C. albicans
Daun sirih hijau merupakan salah satu tanaman yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik (Sari, 2006). Hydrochavicol yang diisolasi dari ekstrak kloroform daun sirih hijau memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap yeasts spesies Aspergillus dan spesies Candida, dengan KHM pada yeasts sebesar 15,62 sampai 500 µg/mL, 125 sampai 500 µg/mL pada spesies Aspergillus dan memiliki kadar bunuh minimum terhadap Candida albicans dan Candida glabrata (Ali et al., 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Suppakul et al. (2006) betle oil
(24)
9
9
hasil destilasi daun segar sirih hijau yang berasal dari Bangkok, Thailand memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans dengan KHM sebesar 25 µL/mL. Dengan komponen utama dari betle oil tersebut adalah chavibetol yang merupakan isomer dari eugenol.
2.2 Kandidiasis
Kandidiasis merupakan infeksi karena jamur yang terjadi di seluruh dunia dan pada umumnya sering teradi di derah beriklim tropis. Kandidiasis dapat terjadi karena infeksi endogen maupun eksogen. Infeksi endogen disebabkan oleh Candida spp. yang terdapat dalam tubuh sebagai flora normal, sedangkan infeksi eksogen disebabkan oleh Candida spp. yang masuk ke dalam tubuh dari lingkungan. Peningkatan jumlah Candida spp. di dalam tubuh dapat terjadi bila terjadi kelemahan sistem imun, keseimbangan jumlah dan perbandingan flora normal terganggu, ataupun terdapat faktor-faktor lain yang merangsang pertumbuhan organisme ini. Keadaan-keadaan tersebut merupakan faktor pre-disposisi untuk terjadinya kandidiasis (Tyasrini dkk., 2006). Kandidiasis dapat dibagi menjadi kandidiasis superfisialis, kandidiasis lokal invasif dan kandidiasis sistemik (Smith, 1985).
Kandidiasis superfisialis adalah bentuk infeksi Candida yang paling sering terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di permukaan kulit atau mukosa. Permukaan lesi tampak seperti beludru (valvety appearance) karena dilapisi oleh lapisan plaque berwarna putih yang kurang menempel pada permukaan kulit atau mukosa. Lesi ini biasanya tidak nyeri
(25)
10
10
kecuali lapisan plaque dirobek atau berusaha diangkat. Daerah kulit atau mukosa yang berdekatan dengan lesi ini tampak berwarna merah gelap dan agak membengkak. Kandidiasis superfisialis biasanya terjadi di daerah kulit yang sering basah dan lem-bab, seperti daerah kulit genital (genital candidiasis), daerah kulit bayi yang tertutup popok (diaper dermatitis), aksila (Candida intertrigo) dan kuku (onychia, paronychia). Lesi di rongga mulut disebut thrush dan biasanya terdapat di permukaan lidah, palatum dan mukosa bukal. Kandidiasis di vagina, menimbulkan rasa gatal disertai dengan dihasilkannya sekret vagina yang berwarna putih dan kental (Smith, 1985).
Terapi kandidiasis secara umum menggunakan antibiotik golongan azol. Price dan Wilson, (2002) melaporkan bahwa antibiotik golongan azol memiliki efektifitas terapi hingga 90% pada pasien kandidiasis yang menyelesaikan terapi. Antibiotik golongan ini bekerja dengan mekanisme pengikatan pada enzim cytochrome P-450 sterol C-14 alpha-demethylation sehingga terjadi hambatan dalam sintesa ergosterol yang diperlukan oleh sel mikroorganisme untuk membentuk membran sel. Mekanisme ini akan mengakibatkan kerusakan pada membran tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.3 Candida albicans
Adapun klasifikasi dari fungi Candida albicans adalah sebagai berikut: Divisi : Eumycotina
Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales
(26)
11
11 Famili : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
(Dumilah, 1992) Candida adalah jamur golongan khamir yang terdiri dari banyak spesies. Spesies yang sering dilaporkan dapat menginfeksi manusia antara lain C. albicans, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. krusei, C. kefyr, C. guilliermondii, C. lusitaniae, C. dubliniensis (Wahyuningsih, 2012).
Pada umumnya Candida albicans tumbuh baik pada medium agar Sabou-raud dekstrosa. Pada medium tersebut, organisme ini membentuk koloni seperti ragi (yeast-like colony) yang berbentuk bulat dengan diameter 2-4 mm, ber-warna putih kekuningan, dengan per-mukaan yang halus. Secara mikroskopik, Candida albicans merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 2-7 x
3-8,5 μm (Tyasrini dkk., 2006).
Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit diandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Kemampunan C. albicans untuk tumbuh baik pada suhu 37°C memungkinkan jamur ini tumbuh pada sel hewan atau. Candida albicans memperbanyak diri dengan spora yang dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dan berbentuk tunas. Candida membentuk pseudohifa yang
(27)
12
12
sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang-cabang. (Biswas and Chaffin, 2005).
Menurut Hostetter (1994), mekanisme interaksi yang mungkin terjadi antara sel Candida dan sel epitel inang ada tiga macam yaitu interaksi protein-protein, interaksi lectin-like dan interaksi yang belum diketahui. Interaksi protein-protein terjadi ketika protein pada permukaan C. albicans mengenali ligand protein atau peptida pada sel epitelium atau endothelium. Interaksi lectin-like adalah interaksi yang terjadi ketika protein pada permukaan C. albicans mengenali karbohidrat pada sel epitelium atau endothelium. Interaksi yang ketiga adalah ketika komponen C. albicans menyerang komponen lain selain protein dan karbohidrat pada permukaan epitelium atau endothelium. Kolonisasi dan patogenitas dari C. albicans dipengaruhi oleh mekanisme invasi serta reaksi adhesi tertentu (Hostetter, 1994).
2.4 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Adapun sifat dari minyak atsiri adalah sebagai berikut: mudah menguap apabila dibiarkan pada udara terbuka, tidak larut dalam air, larut dalam
(28)
13
13
pelarut organik, tidak berwarna, tetapi semakin lama menjadi gelap karena mengalami oksidasi dan pendamaran, memiliki bau khas seperti tumbuhan aslinya (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.5 Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan yaitu dengan metode destilasi, metode penyarian, metode pemerasan dan metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfluerge) (Gunawan dan Mulyani, 2004). Adapun isolasi dengan destilasi dibagi menjadi tiga, yaitu: destilasi air, destilasi uap-air dan destilasi uap. Pada penelitian ini digunakan destilasi air untuk mengisolasi minyak atsiri. Pada metode destilasi air, bahan yang akan disuling dihubungkan langsung dengan air mendidih atau dengan kata laintanaman direbus secara langsung. Adapun kelebihan dari metode destilasi air ini adalah alat yang digunakan sederhana dan dibutuhkan waktu yang singkat untuk mendapatkan minyak atsiri (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.6 Metode Uji Aktivitas Antifungi
Metode uji aktivitas antifungi terdiri dari metode pengenceran agar, difusi agar dan dilusi. Metode difusi agar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu metode cakram kertas (disk), metode lubang/sumuran (Pratiwi, 2008). Pada penelitian ini digunakan metode difusi disk.
Metode difusi disk merupakan metode yang direkomendasikan oleh WHO dan NCCLS untuk uji antimikroba. Metode difusi disk atau yang disebut metode
(29)
14
14
Kirby and Bauer Test merupakan salah satu metode yang sederhana dan dapat dilakukan dengan mudah serta reproduksibel untuk menentukan aktivitas antimikroba dari suatu antimikroba (Forbes, et al., 2007). Metode difusi disk dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Keunggulan uji difusi disk agar mencakup fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan diperiksa (Pratiwi, 2008).
(30)
15
(1)
10
kecuali lapisan plaque dirobek atau berusaha diangkat. Daerah kulit atau mukosa yang berdekatan dengan lesi ini tampak berwarna merah gelap dan agak membengkak. Kandidiasis superfisialis biasanya terjadi di daerah kulit yang sering basah dan lem-bab, seperti daerah kulit genital (genital candidiasis), daerah kulit bayi yang tertutup popok (diaper dermatitis), aksila (Candida intertrigo) dan kuku (onychia, paronychia). Lesi di rongga mulut disebut thrush dan biasanya terdapat di permukaan lidah, palatum dan mukosa bukal. Kandidiasis di vagina, menimbulkan rasa gatal disertai dengan dihasilkannya sekret vagina yang berwarna putih dan kental (Smith, 1985).
Terapi kandidiasis secara umum menggunakan antibiotik golongan azol. Price dan Wilson, (2002) melaporkan bahwa antibiotik golongan azol memiliki efektifitas terapi hingga 90% pada pasien kandidiasis yang menyelesaikan terapi. Antibiotik golongan ini bekerja dengan mekanisme pengikatan pada enzim cytochrome P-450 sterol C-14 alpha-demethylation sehingga terjadi hambatan dalam sintesa ergosterol yang diperlukan oleh sel mikroorganisme untuk membentuk membran sel. Mekanisme ini akan mengakibatkan kerusakan pada membran tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.3 Candida albicans
Adapun klasifikasi dari fungi Candida albicans adalah sebagai berikut: Divisi : Eumycotina
Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales
(2)
11 Famili : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
(Dumilah, 1992) Candida adalah jamur golongan khamir yang terdiri dari banyak spesies. Spesies yang sering dilaporkan dapat menginfeksi manusia antara lain C. albicans, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. krusei, C. kefyr, C. guilliermondii, C. lusitaniae, C. dubliniensis (Wahyuningsih, 2012).
Pada umumnya Candida albicans tumbuh baik pada medium agar Sabou-raud dekstrosa. Pada medium tersebut, organisme ini membentuk koloni seperti ragi (yeast-like colony) yang berbentuk bulat dengan diameter 2-4 mm, ber-warna putih kekuningan, dengan per-mukaan yang halus. Secara mikroskopik, Candida albicans merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 2-7 x
3-8,5 μm (Tyasrini dkk., 2006).
Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit diandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Kemampunan C. albicans untuk tumbuh baik pada suhu 37°C memungkinkan jamur ini tumbuh pada sel hewan atau. Candida albicans memperbanyak diri dengan spora yang dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dan berbentuk tunas. Candida membentuk pseudohifa yang
(3)
12
sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang-cabang. (Biswas and Chaffin, 2005).
Menurut Hostetter (1994), mekanisme interaksi yang mungkin terjadi antara sel Candida dan sel epitel inang ada tiga macam yaitu interaksi protein-protein, interaksi lectin-like dan interaksi yang belum diketahui. Interaksi protein-protein terjadi ketika protein pada permukaan C. albicans mengenali ligand protein atau peptida pada sel epitelium atau endothelium. Interaksi lectin-like adalah interaksi yang terjadi ketika protein pada permukaan C. albicans mengenali karbohidrat pada sel epitelium atau endothelium. Interaksi yang ketiga adalah ketika komponen C. albicans menyerang komponen lain selain protein dan karbohidrat pada permukaan epitelium atau endothelium. Kolonisasi dan patogenitas dari C. albicans dipengaruhi oleh mekanisme invasi serta reaksi adhesi tertentu (Hostetter, 1994).
2.4 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Adapun sifat dari minyak atsiri adalah sebagai berikut: mudah menguap apabila dibiarkan pada udara terbuka, tidak larut dalam air, larut dalam
(4)
13
pelarut organik, tidak berwarna, tetapi semakin lama menjadi gelap karena mengalami oksidasi dan pendamaran, memiliki bau khas seperti tumbuhan aslinya (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.5 Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan yaitu dengan metode destilasi, metode penyarian, metode pemerasan dan metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfluerge) (Gunawan dan Mulyani, 2004). Adapun isolasi dengan destilasi dibagi menjadi tiga, yaitu: destilasi air, destilasi uap-air dan destilasi uap. Pada penelitian ini digunakan destilasi air untuk mengisolasi minyak atsiri. Pada metode destilasi air, bahan yang akan disuling dihubungkan langsung dengan air mendidih atau dengan kata laintanaman direbus secara langsung. Adapun kelebihan dari metode destilasi air ini adalah alat yang digunakan sederhana dan dibutuhkan waktu yang singkat untuk mendapatkan minyak atsiri (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.6 Metode Uji Aktivitas Antifungi
Metode uji aktivitas antifungi terdiri dari metode pengenceran agar, difusi agar dan dilusi. Metode difusi agar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu metode cakram kertas (disk), metode lubang/sumuran (Pratiwi, 2008). Pada penelitian ini digunakan metode difusi disk.
Metode difusi disk merupakan metode yang direkomendasikan oleh WHO dan NCCLS untuk uji antimikroba. Metode difusi disk atau yang disebut metode
(5)
14
Kirby and Bauer Test merupakan salah satu metode yang sederhana dan dapat dilakukan dengan mudah serta reproduksibel untuk menentukan aktivitas antimikroba dari suatu antimikroba (Forbes, et al., 2007). Metode difusi disk dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Keunggulan uji difusi disk agar mencakup fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan diperiksa (Pratiwi, 2008).
(6)