Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Hasil Maserasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dari Beberapa Daerah Zona Iklim Panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap Fungi Candida albicans ATCC 10231 Dengan Menggunakan Metode Difusi Disk.
i
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI FRAKSI ETANOL
HASIL MASERASI DAUN SIRIH HIJAU
(Piper betle L.) DARI BEBERAPA DAERAH ZONA
IKLIM PANAS (0-700 MDPL) DI BALI TERHADAP
FUNGI Candida albicans ATCC 10231 DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFUSI DISK
SKRIPSINI MADE PUTRI DWIJAYANTI 1208505083
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
ii
Lembar Pengesahan
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI FRAKSI ETANOL
HASIL MASERASI DAUN SIRIH HIJAU
(Piper betle L.) DARI
BEBERAPA DAERAH ZONA
IKLIM PANAS (0-700 MDPL) DI BALI TERHADAP
FUNGI Candida albicans ATCC 10231 DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFUSI DISK
SkripsiSkripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
Oleh
NI MADE PUTRI DWIJAYANTI NIM. 1208505083
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Ni Luh Putu Vidya Paramita, S. Farm., M.Sc., Apt. A. A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt. NIP. 198401032008122004 NIP.
Mengesahkan: Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. NIP. 196804201994021001
(3)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yng Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ‘’Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Hasil Maserasi Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) dari Beberapa Daerah Zona Iklim Panas (0-700 MDPL) di Bali Terhadap Fungi Candida Albicans dengan Metode Difusi Disk’’. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Penulisan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan oleh berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas selaku kekuatan yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.
2. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
3. Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
4. Ni Luh Putu Vidya Paramita, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah membantu dan membimbing serta tak hentinya memberikan semangat dan dukungan hingga akhir penyusunan Skripsi ini.
(4)
iv
5. A.A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang juga telah banyak membimbing demi kelancaran penyusunan Skripsi ini.
6. Seluruh dosen pengajar serta staf/pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana yang telah banyak membantu penulis, terutama para staf yang telah banyak membantu dalam hal pengurusan surat dan kelengkapan administrative lainnya.
7. Keluarga terdekat penulis kakek dan nenek I Wayan Puja Astwa dan Ni Made Ranis, I Nyoman Sudiana dan Ni Luh Putu Anggreni selaku orang tua penulis, dr. I Gede Supriadhiana dan Ni Komang Ayu Tri Lestari Dewi selaku saudara/i penulis yang tak pernah hentinya memberikan dukungan semangat dan doa.
8. Teman-teman seperjuangan Dioscuri Hygeia 2012 serta teman dan sahabat diluar lingkungan farmasi yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulisan Skripsi ini.
9. Kepada semua pihak yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bermanfaat demi kelancaran Skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bukit Jimbaran, Mei 2016
(5)
v DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR SINGKATAN ... vii
DAFTAR ISTILAH ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Sirih Hijau ... 7
2.1.1 Deskripsi tanaman ... 7
2.1.2 Klasifikasi tanaman ... 8
2.1.3 Kandungan kimia ... 8
2.1.4 Khasiat ... 9
2.2. Kandidiasis ... 9
2.3. Candida albicans ... 11
2.3.1 Deskripsi candida albicans ... 11
2.3.2 Klasifikasi candida albicans ... 12
(6)
vi
2.4. Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle
L.) ………….………..……….………..… 14
2.5. Ekstraksi Maserasi ... 14
2.5.1 Ekstraksi ... 14
2.5.2 Maserasi... 15
2.6 Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)... 16
2.7 Metode Difusi Disk ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1. Rancangan Penelitian ... 18
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 18
3.3. Obyek Penelitian ... 19
3.4. Bahan Penelitian ... 19
3.4.1. Bahan tanaman... 19
3.4.2. Bahan kimia untuk ekstraksi ... 20
3.4.3. Bahan skrining fitokimia ... 20
3.4.4. Bahan uji antifungi ... 20
3.5. Alat Penelitian ... 20
3.6. Variabel penelitian ... 20
3.6.1. Variabel bebas ... 20
3.6.2. Variabel terikat ... 21
3.6.3. Variabel terkendali ... 21
3.7. Batasan Operasional Penelitian ... 21
3.8. Prosedur Penelitian ... 22
3.8.1. Determinasi tanaman ... 22
3.8.2. Pengambilan dan preparasi sampel ... 22
3.8.3. Penetapan susut pengeringan serbuk daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 23
3.8.4. Pembuatan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 23
3.8.5. Penetapan susut pengeringan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 24
(7)
vii
3.8.6. Skrining fitokimia fraksi etanol daun sirih hijau (Piper
betle L.) ... 25
3.8.7. Sterilisasi alat dan bahan ... 26
3.8.8. Pembuatan kontrol positif flukonazol 1024 µg/mL ... 27
3.8.9. Uji aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 27
3.9. Analisis Data ... 29
3.10. Skema Penelitian ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Determinasi Tanaman ... 32
4.2 Preparasi Sampel ... 32
4.3 Penetapan Susut Pengeringan ... 33
4.4 Pembuatan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 36
4.5 Skrining Fitokimia ... 38
4.6 Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Hasil Maserasi ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
(8)
viii
DAFTAR SINGKATAN
SDA : Sabouraud Dextrose Agar
SDB : Sabouraud Dextrose Broth
CFU : Colony Forming Unit
ATCC : American Type Culture Collection
NaCl : Natrium Clorida
(9)
ix
DAFTAR ISTILAH
Immunocompromised : Kondisi abnormal dimana kemampuan seseorang untuk melawan infeksi menurun
Dimorfik : Sifat dari fungi yang memiliki dua bentuk yaitu kapang dan yeast
Aerob : Suatu proses biologi yang memerlukan oksigen
Anaerob : Suatu proses biologi yang tidak memerlukan oksigen
Koloni : Kumpulan mikroorganisme atau sel hidup
Magnetic strirer : Perangkat laboratorium yang menggunakan putaran medan magnet untuk memutar stir bars (juga disebut “flea”) yang direndam dalam cairan juga berputar sehingga dapat mengaduk cairan Autoklaf : Alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121ºC, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit
Resistant : Kategori yang menyatakan bahwa isolat
mikroorganisme tidak dapat dihambat oleh agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu. Konsentrasi senyawa yang memiliki daya hambat belum dapat digunakan sebagai agen terapi
(10)
x
Intermediate : Kategori yang menyatakan bahwa isolat mikroorganisme dapat dihambat oleh agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu secara minimal. Konsentrasi senyawa yang memiliki daya hambatan sesuai dengan rentang pada kategori intermediate biasanya membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari dosis obat yang digunakan sebagai terapi
Susceptible : Kategori yang menyatakan bahwa isolat mikroorganisme dapat dihambat oleh agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu secara maksimal. Konsentrasi senyawa yang memiliki daya hambat sesuai dengan rentang pada kategori susceptible biasanya dapat direkomendasikan sebagai agen terapi
Inokulasi : Kegiatan pemindahan koloni dari sumber asalnya ke media baru dengan ketelitian yang sangat tinggi dan aseptis
(11)
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan ... . 17 Tabel 4.1 Data Hasil Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Simplisia
Daun Sirih Hijau ... . 34 Tabel 4.2 Data Hasil Penetapan Susut Pengeringan Fraksi Etanol
Daun Sirih Hijau ... . 35 Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan Rendemen Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau . 37 Tabel 4.4 Hasil Skrining Fitokimia ... . 39 Tabel 4.5 Nilai Diameter Zona Hambat Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau….... 43 Tabel 4.6 Hasil Uji Lsd Zona Hambat Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau…… .. 45
(12)
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 7 Gambar 2.2 Morfologi Candida albicans ... 12 Gambar 4.1 Hasil Opitimasi Konsentrasi Larutan Uji ... 41 Gambar 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau.. .... 42
(13)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) .... 56
Lampiran 2 Fraksi Etanol Duan Sirih Hijau (Piper Betle L) ... 64
Lampiran 3 Penetapan Susut Pengeringan Serbuk dan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 65
Lampiran 4 Pembuatan Media SDA ... 67
Lampiran 5 Pembuatan Larutan Hcl 2 N ... 68
Lampiran 6 Pembuatan Kontrol Positif 1024 µg/Ml ... 69
Lampiran 7 Hasil Skrining Fitokimia ... 70
Lampiran 8 Data Statistik Hasil Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 79
(14)
xiv ABSTRAK
Kandidiasis adalah penyakit jamur akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida albicans. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antifungi adalah daun sirih hijau (Piper betle L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungi fraksi etanol hasil maserasi Piper betle L. dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231 serta mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi etanol P.betle L.tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel uji yang digunakan yaitu fraksi etanol hasil maserasi. Kontrol positif yang digunakan yaitu flukonazol 1024 µg/mL dan kontrol negatifnya yaitu etanol p.a. Pengujian aktivitas antifungi dilakukan dengan metode difusi disk. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA One way dan secara deskriptif berdasarkan klasifikasi respon hambat dengan zona hambat resistant (≤14 mm), intermediate (15-19 mm) dan susceptible (≥20 mm).
Hasil uji aktivitas antifungi fraksi etanol hasil maserasi P.betle L. pada beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231 menunjukkan diameter zona hambat yang masuk kedalam kategori intermediate. Diameter zona hambat terbesar dimiliki oleh daerah A yaitu 19,46 ± 0,450 mm. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh daerah G memiliki aktivitas yang berbeda signifikan dengan daerah lainnya (P<0,05). Hasil yang tidak berbeda signifikan (P>0,05) ditunjukkan oleh daerah A dengan H, B dengan E dan D, E dengan C, F dan D. Hasil skrining fitokimia menunjukkan seluruh fraksi etanol P.betle L. hasil maserasi positif mengandung flavonoid, tannin dan polifenol, glikosida dan steroid. Kesimpulannya perbedaan daerah mempengaruhi respon aktivitas antifungi yang dihasilkan, namun tidak mempengaruhi keberadaan jenis kandungan kimianya.
Kata kunci : Piper betle L., kandidiasis, fraksi etanol daun sirih hijau, Candida albicans ATCC 10231, difusi disk
(15)
xv ABSTRACT
Candidiasis is a fungal disease of acute or subacute caused by Candida albicans. One of the plants that have antifungal activity is Piper betle leaf (Piper betle L.). The purpose in this research was to find out antifungal activity of ethanol fraction from maceration results of Piper betle leaf in some area with a high temperature climate zone (0-700 masl) in Bali from against fungi Candida albicans ATCC 10231 and to know the chemical compounds contained in the ethanol fraction of the Piper betle leaf.
This study is an experimental research. The test samples used ethanol fraction. Positive control is fluconazole 1024 µg/mL and a negative control is ethanol p.a. The activity assay of antifungal using by disk diffusion method. Data were statistically analyzed by One way ANOVA and a descriptive based on the classification inhibitory response with inhibition zone resistant (≤14mm), intermediate (15-19mm) and susceptible (≥20mm).
The result of antifungal activity of ethanol fraction from maceration results Piper betle leaf in some area with a high temperature climate zone (0-700 masl) in Bali against fungi Candida albicans ATCC 10231 showed inhibition zone with the intermediate category. Greatest diameter of inhibition zone is A with inhibition zone of 19,46 ± 0,450. Based on statistical analysis, G has a different activity significantly with other regions (P<0,05). The results were not significantly different (P>0,05) are showed by A with H, B with C and D, E with C, F and D. Results of phytochemical screening showed all the ethanol fraction Piper betle leaf maceration results positive contain flavonoids, tannins and polyphenols, glycosides and steroids. The conclusion is different areas affect the response resulting antifungal activity, but does not affect the presence of types chemical content.
Keyword : Piper betle L., candidiasis, ethanol fraction Piper betle leaf, Candida albicans, disk diffusion
(16)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kandidiasis adalah penyakit jamur akut atau subakut yang disebabkan oleh
Candida (Brown dan Bums, 2005; Siregar, 2005). Rosalina dan Sianipar (2006) menyatakan bahwa sedikitnya 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi kandidiasis adalah Candida albicans. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia mengalami kandidiasis (Sugiarto, 2012). Oleh karena banyaknya wanita Indonesia yang mengalami kandidiasis, maka diperlukan agen pengobatan antifungi untuk mengatasi penyakit kandidiasis tersebut.
Obat-obat sintetik antifungi sebagai agen pengobatan infeksi jamur pada saat ini telah dikembangkan secara luas, baik di negara maju maupun negara berkembang seiring meningkatnya kasus kandidiasis (Gholib, 2009; Rintiswati dkk., 2004). Antibiotik memberikan dasar utama sebagai agen antimikroba (bakteri dan jamur) (Harbottle et al., 2006). Penggunaan antimikroba (antibiotik, antifungi) yang tidak rasional dapat menyebabkan mikroba patogen beradaptasi dengan lingkungannya dan menjadi resisten terhadap obat yang digunakan (Martini dan Ellof, 1998; Yustina, 2001). Kebutuhan untuk menemukan agen antifungi baru sangatlah penting dalam mengatasi resistensi tersebut. Salah satu
(17)
2
alternatif pengembangan obat baru adalah menggunakan bahan alam. Penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional dipercaya cukup efektif dan aman karena jarang menimbulkan efek samping dan harganya relatif lebih murah. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antifungi adalah daun sirih hijau (Piper betle L.). Daun Sirih hijau telah lama diketahui memiliki khasiat sebagai antiseptik (Inayatullah, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), uji aktivitas antimikroba terhadap fungi Candida albicans
dilakukan pada beberapa fraksi diantaranya fraksi air dengan zona hambat 2 mm, fraksi etanol dengan zona hambat 7,2 mm, fraksi metanol dengan zona hambat 3 mm, fraksi aseton dengan zona hambat 1 mm serta fraksi heksan dan butanol memiliki zona hambat yang sama yaitu sebesar 0,5 mm. Berdasarkan nilai zona hambat pada masing-masing fraksi tersebut, dapat dilihat bahwa fraksi etanol daun sirih hijau memiliki zona hambat yang paling besar yaitu 7,2 mm, sehingga pada penelitian ini digunakan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) untuk uji aktivitas antifungi terhadap Candida albicans.
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut bertingkat dari yang bersifat non polar hingga bersifat polar. Pemilihan metode ekstraksi dengan menggunakan maserasi dikarenakan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana. Penggunaan metode maserasi diharapkan mampu mengekstraksi lebih banyak kandungan senyawa pada daun sirih hijau (Piper betle L.), baik senyawa yang tahan panas maupun tidak tahan terhadap
(18)
3
pemanasan. Pada proses ekstraksi dengan menggunakan maserasi digunakan pelarut dengan kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan, kloroform dan etanol 96%. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan kandungan kimia berdasarkan kelarutan dan polaritasnya, sehingga memudahkan proses isolasi (Heinrich et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Singburaudom (2015), maserasi dengan menggunakan etanol 96% mampu mengekstraksi senyawa hydroxychavicol
(golongan fenol) dari daun sirih hijau dan dinyatakan memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans (BCC F0179) dan kapang Trichophyton mentagrophytes (BCC F0217). Penentuan golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) dapat dilakukan dengan menggunakan metode skrining fitokimia. Skrining merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya sebagian besar merupakan pereaksi pengujian warna dengan menggunakan pereaksi warna (Kristanti dkk, 2008). Skrining fitokimia penting dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung pada daun sirih hijau (Piper betle L.) dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diperoleh dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali. Pemilihan daun sirih hijau (Piper betle L.) pada beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dilakukan untuk meningkatkan kualitas senyawa yang terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diduga memiliki aktivitas antifungi yaitu flavonoid (0,050%) (Singburaudom, 2015; Putri dan
(19)
4
Yunahara, 2013), fenol (69,61%) (Pradhan et al., 2013; Rekha et al, 2014) dan terpenoid (3,89%) (Johnny et al., 2011; Rekha et al, 2014). Suhu yang tinggi akan mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman sirih hijau untuk memproduksi senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid (Ariany dkk., 2013; Tuteja et al., 2012; Hui et al., 2016). Peningkatan jumlah produktivitas dari senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid diharapkan nantinya dapat memberikan aktivitas antifungi yang lebih baik.
Pengujian antifungi terhadap fungi Candida albicans dapat dilakukan dengan menggunakan metode dilusi dan difusi (Atikah, 2013). Pada penelitian ini uji aktivitas antifungi dilakukan dengan menggunakan metode difusi. Keunggulan metode difusi disk yaitu mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus (Pelczar, 1988). Metode difusi disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan. Adanya zona bening mengindikasikan bahwa terdapat hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba yang diujikan pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan uji aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi pada berbagai daerah penghasil daun sirih hijau di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk.
(20)
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk? 2. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi etanol
daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi disk?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk.
2. Untuk mengatahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi disk.
(21)
6
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali yang memiliki aktivitas antifungi paling besar terhadap fungi Candida albicans
(22)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.)
2.1.1 Deksripsi Tanaman
Sirih adalah salah satu jenis tumbuhan yang berasal dari family
Piperaceae, tumbuh merambat atau menjalar. Tinggi tanaman sirih bisa mencapai
5-15 meter tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Sirih memiliki batang berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut dan beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Tanaman ini memiliki daun berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang seling, bertangkai, teksturnya kasar jika diraba, dan mengeluarkan bau yang aromatis. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Warna daun sirih bervariasi, kuning, hijau sampai hijau tua. Sirih dapat tumbuh subur didaerah tropis dengan ketinggian 300-1.000 meter diatas permukaan laut, terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan cukup air (Damayanti, 2003).
(23)
8
2.1.2 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun sirih adalah vitamin, asam organik, asam amino, gula, tannin, lemak, pati, dan karbohidrat. Komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol dan turunan fenol propenil (sampai 60%). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5%), karvakrol, chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sineol, estragol, metileter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen (Darwis, 1991). Daun sirih juga mengandung flavonoid, dimana flavonoid merupakan senyawa polifenol yang bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, dan aseton. Tannin merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid (Alfares, 2013). Tannin berwarna putih kekuning–kuningan sampai cokelat, bila teroksidasi akan berubah warna menjadi cokelat atau hitam. Tannin mempunyai berat molekul antara 500 – 3000
(24)
9
g/mol. Tannin larut dalam alkohol, aseton dan air. Pada pemanasan suhu tinggi (210 – 215ºC) akan terurai menjadi pirogallol dan CO
2. Identifikasi tannin dapat
dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% dan hasil positif akan terdapat endapan (Elvriani, 2010).
2.1.4 Khasiat
Pada pengobatan tradisional india, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik yang menghangatkan dan bersifat antiseptik. Kandungan eugenol pada daun sirih mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini dan bersifat analgesik. Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk menghilangkan bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah dan menghilangkan bau badan (Inayatullah, 2012). Flavonoid yang terkandung dalam daun sirih hijau berfungsi sebagai antialergi, antikanker, dan antiinflamasi. Tannin juga dikenal sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, dimana efek tannin yang utama yaitu sebagai astringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam kosmetika atau estetika (Alfares. 2013). Daun sirih juga memiliki khasiat secara ilmiah sebagai antioksidan, antiulkus, antimikroba dan spasmogenik (Shukla et al., 2015).
2.2 Kandidiasis
Keberadaan Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Kandidiasis dapat terjadi karena infeksi endogen maupun eksogen. Infeksi endogen disebabkan oleh Candida sp. yang terdapat dalam tubuh sebagai flora normal,
(25)
10
sedangkan infeksi eksogen disebabkan oleh Candida sp. yang masuk ke dalam tubuh dari lingkungan (Mc.Ginnis, 1998). Kandidiasis dapat dibagi menjadi kandidiasis superfisialis, kandidiasis lokal invasif dan kandidiasis sistemik. Kandidiasis superfisialis adalah bentuk infeksi Candida sp. yang paling sering terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di permukaan kulit atau mukosa. Kandidiasis yang bersifat lokal dan invasif ditandai dengan adanya ulkus pada mukosa. Ulkus ini terlihat jelas serta dasarnya tampak granuler. Seluruh atau sebagian ulkus diselubungi oleh lapisan eksudat yang berwarna kuning. Kandidiasis sistemik adalah infeksi Candida sp. yang mengenai parenkim beberapa organ dalam, seperti jantung, ginjal, hepar, limpa, paru-paru, mata dan otak. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan terbentuknya abses di parenkim organ (Smith, 1985).
Kandidiasis dapat terjadi dari infeksi oportunistik Candida sp. dan terjadi pada individu yang immunocompromised. Infeksi ini biasanya merupakan infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang berhubungan dengan atau berasal dari rumah sakit. Infeksi oportunistik oleh Candida sp. biasanya bersifat progresif, parah dan sulit untuk didiagnosis maupun diterapi. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia mengalami kandidiasis (Sugiarto, 2012).
(26)
11
2.3 Candida albicans
2.3.1 Deskripsi Candida albicans
Candida sp. dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada
saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia (Brown et al., 2005). Candida yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan adalah Candida albicans (Kumamoto dan vinces, 2004). Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37ºC dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, Candida albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun Candida albicans tumbuh baik pada media padat namun kecepatan pertumbuhan lebih cepat pada media cair dengan pada suhu 37ºC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali (Biswas dan Chaffin, 2005).
Pada media Sabaroud dextrose agar atau lucose-yeast extract-peptone
water. Candida albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan
bentuk khamir dengan ukuran (3,5-6) x (6-10) µm. Koloni berwarna krem, agak mengkilat dan halus (Lodder, 1970). Candida albicans meragikan glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dan gas, asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi yang membedakan Candida albicans dari spesies Candida lainnya (Simatupang, 2009).
(27)
12
2.3.2 Klasifikasi Candidaalbicans
Kingdom : Fungi
Division : Thallophyta
Subdivision : Fungi
Class : Deuteromycetes
Order : Moniliales
Family : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans (Waluyo, 2004)
Gambar 2.2 Morfologi Candida albicans (Simatupang, 2009) Keterangan:
a. Candida albicans berbentuk oval (yeast).
b. Pertumbuhan Pseudohifa sel Candida albicans.
2.3.3 Patogensis dan Patologi Candida albicans
Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh, contohnya pada bayi baru lahir mendapat Candida dari vagina ibunya (pada waktu
(28)
13
lahir atau masa hamil) atau dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya candida sampai dengan 58%, meskipun masa hidup spesies Candida di kulit sangat pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien, pasien dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya unit luka bakar, unit geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive Care Unit dewasa dan neonatus dan unit transplantasi. Infeksi Candida dapat terjadi apabila terdapat faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen (Simatupang, 2009). Faktor endogen meliputi perubahan fisiologik, umur, imunologik (imunodefisiensi), sedangkan faktor eksogen meliputi iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama memudahkan masuknya jamur (Simatupang, 2009).
Pada penyuntikan intravena terhadap tikus atau kelinci, suspensi padat
Candida albicans menyebabkan abses yang tersebar luas, khususnya di ginjal, dan
menyebabkan kematian kurang dari satu minggu. Secara histologik, berbagai lesi kulit pada manusia menunjukkan peradangan. Beberapa menyerupai pembentukan abses sedangkan yang lainnya menyerupai granuloma menahun. Kadang-kadang ditemukan sejumlah besar Candida dalam saluran pencernaan setelah pemberian antibiotika oral, misalnya tetrasiklin, tetapi hal ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Candida dapat dibawa oleh aliran darah ke organ lainnya termasuk selaput otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap disini dan menyebabkan abses-abses kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi
(29)
14
kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain (Simatupang, 2009).
2.4Uji Aktivitas Antifungi Candida albicans Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.)
Keberadaan fungi Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antifungi adalah daun sirih hijau (Piper belte L.). Penentuan aktivitas daun sirih hijau (Piper belte L.) sebagai antifungi dapat dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Zona bening mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), fraksi etanol daun sirih hijau memiliki zona hambat sebesar 7,2 mm terhadap jamur Candida albicans.
2.5 Ekstraksi Maserasi 2.5.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute) antara dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak murni (Achmadi, 1992). Menurut Harborne (1987), ekstraksi merupakan proses
(30)
15
penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam pelarut. Terdapat dua jenis ekstraksi yang dikenal yaitu dengan menggunakan panas dan tanpa pemanasan. Pembagian jenis ekstraksi dapat juga dilakukan menurut pelarut yang digunakan. Pada pembagian ini, ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah teknik ekstraksi pada bahan secara langsung menggunakan satu jenis pelarut, sedangkan ekstraksi bertingkat adalah ekstraksi dengan beberapa pelarut organik yang tingkat kepolarannya berbeda-beda (Malthaputri, 2007).
2.5.2 Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian diaduk berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia (Ansel, 2008).Pada teknik maserasi, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai
(31)
16
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gandjar dan Rohman, 2007). Keuntungan metode ini adalah prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai. Ekstraksi dingin seperti maserasi memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun ada beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas pada pelarut ekstraksi pada suhu ruang (Heinrich et al., 2004).
2.6 Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Salah satu media yang biasanya digunakan untuk pembiakan jamur in vitro adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA memiliki banyak kegunaan, di antaranya untuk menentukan apakah suatu kosmetik mengandung mikroba atau suatu makanan mengandung jamur, sehingga dapat membantu mendiagnosa infeksi jamur. Kandungan SDA terdiri dari 40 g dekstrosa, 15 g agar, 5 g cernaan enzimatik kasein, serta 5 g cernaan enzimatik jaringan hewan. Kandungan dekstrosa merupakan sumber energi, agar sebagai bahan pemadat, dan dua kandungan terakhir berperan dalam menyediakan kebutuhan nitrogen serta vitamin untuk pertumbuhan organisme. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan pHnya yang asam juga menyebabkan SDA hanya dapat digunakan sebagai media pembiakan jamur-jamur tertentu salah satunya Candida albicans. Pada media SDA, jamur akan nampak sebagai koloni-koloni putih(Aslim, 2014).
(32)
17
2.7 Metode Difusi Disk
Metode difusi disk merupakan cara yang paling umum digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini digunakan suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat anti mikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Hasil pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan difusi disk akan memperoleh ada atau tidaknya zona hambatan yang akan terbentuk di sekeliling zat antimikroba pada waktu masa inkubasi tertentu (Heinrich et al., 2004). Pada umumnya, hasil yang didapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam pada suhu 37ºC. Kelebihan dari metode difusi disk yaitu mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus, dan relatif murah (Pelczar, 1988). Metode difusi disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan. Efektivitas suatu zat antimikroba dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan (Cockerill et al., 2012)
No Kode Zona hambat (mm)
1 (+++) Susceptible ≥20
2 (++) Intermediate 15-19
(1)
2.3.2 Klasifikasi Candida albicans Kingdom : Fungi Division : Thallophyta Subdivision : Fungi
Class : Deuteromycetes Order : Moniliales Family : Cryptococcaceae Genus : Candida
Species : Candida albicans (Waluyo, 2004)
Gambar 2.2 Morfologi Candida albicans (Simatupang, 2009) Keterangan:
a. Candida albicans berbentuk oval (yeast). b. Pertumbuhan Pseudohifa sel Candida albicans. 2.3.3 Patogensis dan Patologi Candida albicans
Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh, contohnya pada bayi baru lahir mendapat Candida dari vagina ibunya (pada waktu
(2)
lahir atau masa hamil) atau dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya candida sampai dengan 58%, meskipun masa hidup spesies Candida di kulit sangat pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien, pasien dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya unit luka bakar, unit geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive Care Unit dewasa dan neonatus dan unit transplantasi. Infeksi Candida dapat terjadi apabila terdapat faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen (Simatupang, 2009). Faktor endogen meliputi perubahan fisiologik, umur, imunologik (imunodefisiensi), sedangkan faktor eksogen meliputi iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama memudahkan masuknya jamur (Simatupang, 2009).
Pada penyuntikan intravena terhadap tikus atau kelinci, suspensi padat Candida albicans menyebabkan abses yang tersebar luas, khususnya di ginjal, dan menyebabkan kematian kurang dari satu minggu. Secara histologik, berbagai lesi kulit pada manusia menunjukkan peradangan. Beberapa menyerupai pembentukan abses sedangkan yang lainnya menyerupai granuloma menahun. Kadang-kadang ditemukan sejumlah besar Candida dalam saluran pencernaan setelah pemberian antibiotika oral, misalnya tetrasiklin, tetapi hal ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Candida dapat dibawa oleh aliran darah ke organ lainnya termasuk selaput otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap disini dan menyebabkan abses-abses kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi
(3)
kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain (Simatupang, 2009).
2.4 Uji Aktivitas Antifungi Candida albicans Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Keberadaan fungi Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antifungi adalah daun sirih hijau (Piper belte L.). Penentuan aktivitas daun sirih hijau (Piper belte L.) sebagai antifungi dapat dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Zona bening mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), fraksi etanol daun sirih hijau memiliki zona hambat sebesar 7,2 mm terhadap jamur Candida albicans.
2.5 Ekstraksi Maserasi 2.5.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute) antara dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak murni (Achmadi, 1992). Menurut Harborne (1987), ekstraksi merupakan proses
(4)
penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam pelarut. Terdapat dua jenis ekstraksi yang dikenal yaitu dengan menggunakan panas dan tanpa pemanasan. Pembagian jenis ekstraksi dapat juga dilakukan menurut pelarut yang digunakan. Pada pembagian ini, ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah teknik ekstraksi pada bahan secara langsung menggunakan satu jenis pelarut, sedangkan ekstraksi bertingkat adalah ekstraksi dengan beberapa pelarut organik yang tingkat kepolarannya berbeda-beda (Malthaputri, 2007). 2.5.2 Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian diaduk berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia (Ansel, 2008). Pada teknik maserasi, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai
(5)
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gandjar dan Rohman, 2007). Keuntungan metode ini adalah prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai. Ekstraksi dingin seperti maserasi memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun ada beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas pada pelarut ekstraksi pada suhu ruang (Heinrich et al., 2004).
2.6 Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Salah satu media yang biasanya digunakan untuk pembiakan jamur in vitro adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA memiliki banyak kegunaan, di antaranya untuk menentukan apakah suatu kosmetik mengandung mikroba atau suatu makanan mengandung jamur, sehingga dapat membantu mendiagnosa infeksi jamur. Kandungan SDA terdiri dari 40 g dekstrosa, 15 g agar, 5 g cernaan enzimatik kasein, serta 5 g cernaan enzimatik jaringan hewan. Kandungan dekstrosa merupakan sumber energi, agar sebagai bahan pemadat, dan dua kandungan terakhir berperan dalam menyediakan kebutuhan nitrogen serta vitamin untuk pertumbuhan organisme. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan pHnya yang asam juga menyebabkan SDA hanya dapat digunakan sebagai media pembiakan jamur-jamur tertentu salah satunya Candida albicans. Pada media SDA, jamur akan nampak sebagai koloni-koloni putih (Aslim, 2014).
(6)
2.7 Metode Difusi Disk
Metode difusi disk merupakan cara yang paling umum digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini digunakan suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat anti mikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Hasil pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan difusi disk akan memperoleh ada atau tidaknya zona hambatan yang akan terbentuk di sekeliling zat antimikroba pada waktu masa inkubasi tertentu (Heinrich et al., 2004). Pada umumnya, hasil yang didapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam pada suhu 37ºC. Kelebihan dari metode difusi disk yaitu mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus, dan relatif murah (Pelczar, 1988). Metode difusi disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan. Efektivitas suatu zat antimikroba dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan (Cockerill et al., 2012)
No Kode Zona hambat (mm)
1 (+++) Susceptible ≥20
2 (++) Intermediate 15-19