PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH HIJAU, MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH DAN RESIK V SABUN SIRIH TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA IN VITRO

(1)

commit to user

DAUN SIRIH HIJAU, MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH DAN RESIK-V SABUN SIRIH TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

GALUH MARTIN MAYTASARI G0007077

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Perbedaan Efek Antifungi Minyak Atsiri Daun Sirih

Hijau (Piper betle L.), Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper crocatum) dan Resik-V Sabun Sirih terhadap Pertumbuhan

Candida albicans secara In vitro

Galuh Martin Maytasari, NIM : G0007077, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Senin, tanggal 27 Desember 2010

Pembimbing Utama

Nama : Murkati, dr., M.Kes., Sp.ParK (...)

NIP : 19501224 197603 2 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Sutarmiadji Djumarga P., Drs., M.Kes. (...) NIP : 19511221 198602 1 001

Penguji Utama

Nama : Darukutni, dr., Sp.ParK (...)

NIP : 19470809 197603 1 001

Penguji Pendamping

Nama : Yulia Sari, S.Si., M.Si. (...)

NIP : 19800715 200812 2 001

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.


(3)

commit to user PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 24 Desember 2010

Galuh Martin Maytasari NIM : G0007077


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Galuh Martin Maytasari, G0007077, 2010. Perbedaan Efek Antifungi Minyak

Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle L.), Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper

crocatum) dan Resik-V Sabun Sirih terhadap Pertumbuhan Candida albicans

secara In vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek

antifungi minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.), minyak atsiri daun sirih

merah (Piper crocatum)dan Resik-V sabun sirih terhadap pertumbuhan Candida

albicans secara In vitro.

Metode : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan teknik

random sampling. Subyek penelitian adalah suspensi Candida albicans setara dengan standar Brown II. Minyak atsiri yang digunakan berasal dari daun sirih hijau, daun sirih merah dilarutkan dengan PEG 400 sehingga didapat konsentrasi masing-masing yaitu 10%, 15%, 20% dan 25%. Subyek diinokulasikan pada agar Sabouraud yang memiliki sumuran berdiameter 5 mm yang telah diisi dengan minyak atsiri kedua jenis daun sirih dari berbagai konsentrasi, Resik-V sabun sirih dan flukonazol 25 µg. Hasil diameter zona hambatan yang dihasilkan dianalisis

menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Mann Whitney dengan a = 0.05.

Hasil : Uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan rerata

diameter zona hambatan di antara kesepuluh kelompok perlakuan. Resik-V memiliki perbedaan yang signifikan dengan minyak atsiri daun sirih hijau seluruh tingkat konsentrasi, minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15% serta flukonazol, tetapi berbeda tidak signifikan dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25%. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 20 % dan 25% memiliki perbedaan yang signifikan dengan flukonazol, Resik-V dan minyak atsiri daun sirih merah seluruh konsentrasi. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10% dan 15% memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan flukonazol.

Simpulan : Efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah dan Resik-V sabun sirih terhadap

pertumbuhan Candida albicans secara In vitro.

Kata kunci : minyak atsiri daun sirih hijau, minyak atsiri daun sirih merah,


(5)

commit to user ABSTRACT

Galuh Martin Maytasari, G0007077, 2010. Differences among In vitro

Antifungal Effect of Essential Oils of Green Betel Leaves (Piper betle L.),

Essential Oil of Red Betel Leaves (Piper crocatum) and Resik-V Betel Soap

Against the Growth of Candida albicans. Faculty of Medicine, Sebelas Maret

University, Surakarta.

Objective : This study was aimed to know the differences among In vitro antifungal effect of essential oil of green betel leaves, essential oil of red betel

leaves and Resik-V betel soap against the growth of Candida albicans.

Methods : This study was an experimental laboratory research with random

sampling technique. The subject in this research was the suspense of Candida

albicans which equivalent with Brown II standard. The essential oil was distillated from green betel leaves and red betel leaves dissolved with PEG 400 so it was obtained 10%, 15%, 20% and 25% for each type. Subject was inoculated on Sabouraud Dextrose Agar with 5 mm diametric well filled with each type of essential oil concentration, Resik-V betel soap and fluconazole 25 µg. The data

obtained was analyzed by Kruskal Wallis and Mann Whitney statistical test at α =

0.05.

Results : Kruskal Wallis test showed the differences in mean of diameter of

inhibition zone among the ten groups. Resik-V had significant difference with essential oil of green betel leaves all level concentrations, essential oil of red betel leaves concentration of 10% and 15%, and fluconazole, but had no significant difference with essential oil of red betel leaves concentration of 20% and 25%. Essential oil of green betel leaves concentration of 20% and 25% had significant differences with fluconazole, Resik-V and essential oil of red betel leaves all level concentrations. Essential oil of green betel leaves concentration of 10% and 15% had no significant difference with fluconazole.

Conclusion : In vitro antifungal effects of essential oil of green betel leaves was greater than the essential oil of red betel leaves and Resik-V betel soap

against the growth of Candida albicans.

Keywords : essential oil of green betel leaves, essential oil of red betel leaves,


(6)

commit to user

vi

PRAKATA

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Efek Antifungi

Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle L.), Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

(Piper crocatum) dan Resik-V Sabun Sirih terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara In vitro”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Berkat segala bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Murkati, dr., M. Kes, Sp.ParK, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. Terima kasih, Dok. 4. Sutarmiadji Djumarga P., Drs., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang

telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Darukutni, dr., Sp.Park, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih, Dok.

6. Yulia Sari., S.Si, M.Si, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan informasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Dosen dan Staf Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UNS.

9. Bapak Jatmiko dan Ibu Yuli yang telah menolong selama pengerjaan

penelitian di Laboratorium Mikrobiologi USB Surakarta.

10.Keluarga Penulis (Bapak, Ibu, Adik Galang serta keluarga besar di Solo) yang

telah memberikan dukungan moril, materi, doa dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat penulis : Anggi teman seperjuangan skripsi, Astrid, Brigitta,

Esti, Rani, teman-teman PMK dan Tiur, Mbak Dita, Charina, Mbak Nike dan teman-teman pelayanan mahasiswa yang lain. Terima kasih atas bantuan, dukungan doa, serta masukan berisi yang kalian berikan.

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, 24 Desember 2010 Galuh Martin Maytasari


(7)

commit to user DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 18

C. Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Jenis Penelitian ... 20

B. Lokasi Penelitian ... 20

C. Subjek Penelitian ... 20

D. Teknik Sampling ... 20

E. Identifikasi Variabel Penelitian………. 20

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

G. Rancangan Penelitian ………... 25

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 26

I. Cara Kerja ... 27

J. Teknik Analisis Data Statistik... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 34

A. Data Hasil Penelitian ... 34

B. Analisis Data ... 36

BAB V PEMBAHASAN ... 39

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... ... 45

A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan Candida albicans


(9)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 18

Gambar 2. Diagram Rancangan Penelitian ... 25

Gambar 3. Grafik Diameter Zona Hambatan pada Masing-Masing

Perlakuan... 35


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas

Lampiran 2. Hasil Uji Kruskal Wallis

Lampiran 3. Ringkasan Hasil Uji Mann Whitney

Lampiran 4. Hasil Uji Mann Whitney

Lampiran 5. Tabel Chi-square

Lampiran 6. Foto-foto Hasil Uji Pendahuluan dan Hasil Uji Penelitian

Lampiran 7. Cara Pengukuran Diameter Zona Hambatan

Lampiran 8. Surat Keterangan telah Menyelesaikan Penelitian


(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keputihan atau leukore adalah keluarnya cairan atau lendir berwarna

putih kekuningan keruh pada permukaan vulva. Penyakit ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada wanita, yaitu rasa gatal dan panas serta adanya luka di daerah vulva vaginalis, kadang-kadang sampai terjadi udema.

Empat puluh dua persen penyakit ini disebabkan oleh Candida albicans.

Keputihan karena Candida albicans ini disebut kandidiasis vaginalis (Sundari

dan Winarno, 1996; Farid, 2000).

Pengobatan pasien kandididasis vaginalis adalah dengan memberikan antijamur. Antijamur yang umum digunakan adalah flukonazol. Flukonazol bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol. Penghambatan sintesis ergosterol akan berujung pada kerusakan membran sel dan mengakibatkan kematian sel jamur (Katzung, 1998; Sjamsir Munaf, 1992). Namun, akhir-akhir ini berkembang informasi yang menyatakan resistensi flukonazol pada pasien HIV AIDS (Spach dan Gallant, 2008). Mahalnya obat antijamur, seperti flukonazol, juga merupakan masalah dalam pengobatan kandidiasis.

Obat dari bahan alami telah digunakan masyarakat Indonesia sejak berabad-abad dalam lingkup pengalaman secara turun-temurun (Suharmiati

dan Handayani, 2006). Pengobatan dengan herbal kembali disukai di era back

to nature ini. Penyelenggaraan pengobatan herbal ini memiliki dasar hukum, yaitu Permenkes RI No. 1109/Menkes/PER/IX/2007. Sesuai dengan Peraturan


(12)

commit to user

Menteri Kesehatan tersebut pemanfaatan obat tradisional adalah sebagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Yanmedik Depkes, 2010).

Daun sirih hijau (Piper betle L.) merupakan salah satu tanaman obat

yang banyak tumbuh di Indonesia. Masyarakat Indonesia sendiri telah menggunakan daun sirih hijau dalam pengobatan tradisional untuk menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut, menghilangkan bau badan, menghentikan perdarahan gusi dan sebagai obat kumur (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Selain itu, air rebusan daun sirih hijau digunakan untuk membersihkan kemaluan kaum wanita. Cara ini terbukti dapat merawat vagina dan menghindari keputihan. Kandungan fenol (karvakrol) dan fenilpropan (eugenol dan kavikol) di dalam minyak atsiri daun sirih hijau berfungsi sebagai antiseptik (bakterisida dan fungisida yang sangat kuat) (Lestari, 2010). Sifat bakterisida dan fungisida daun sirih ini sangat bermanfaat jika digunakan untuk mengobati infeksi mikroorganisme patogen pada tubuh

manusia, misalnya menghambat pertumbuhan Candida albicans. Beberapa

penelitian menyatakan daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam bentuk perasan,

infusum, minyak atsiri, dan ekstrak etanol memiliki efek antifungi terhadap

Candida albicans (Firdasari, 2008; Hidir, 2010; Hertiani dan Purwantini, 2002; Angwar dan Damayanti, 2008). Melihat kemampuan daun sirih hijau untuk pengobatan keputihan, sekarang diproduksi berbagai macam produk kewanitaan untuk mengatasi keputihan berbahan baku daun sirih hijau, antara lain Resik-V sabun sirih. Resik-V sabun sirih adalah produk sabun cair yang


(13)

commit to user

menggunakan formulasi ekstrak daun sirih hijau. Produsen Resik-V sabun sirih mengklaim bahwa sabun ini mampu menjaga keharuman alami dan kebersihan vagina agar terhindar dari kuman (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

Kerabat terdekat daun sirih hijau, yakni daun sirih merah (Piper

crocatum), akhir-akhir ini dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Seperti halnya daun sirih hijau, daun sirih merah memiliki kandungan minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai antifungi dan

bakterisida. Peran daun sirih merah sebagai antifungi Candida albicans telah

diketahui dalam bentuk minyak atsirinya (Sulistiyani dkk., 2007). Namun Dhewayani (2010) menyatakan bentuk infusum daun sirih merah tidak efektif

menghambat pertumbuhan Candida albicans.

Belum ada penelitian yang membandingkan efek antifungi kedua daun

sirih ini terhadap pertumbuhan Candida albicans. Namun Haryadi (2009)

dalam penelitiannya membandingkan efek antibakteri ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus secara In vitro. Hasil penelitian

menyatakan bahwa daya antibakteri ekstrak daun sirih hijau lebih baik dibanding ekstrak daun sirih merah. Berdasarkan hal tersebut, melalui penelitian ini dapat diketahui perbedaan efektivitas antifungi sirih hijau dan

sirih merah terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Dalam

penelitian ini, yang diteliti adalah minyak atsiri dari kedua daun sirih karena minyak atsiri keduanya telah diketahui memiliki efek menghambat


(14)

commit to user

albicans yang dihasilkan kedua sirih juga dibandingkan dengan zona hambatan yang dihasilkan Resik-V sabun sirih sebagai pembersih daerah kewanitaan yang mengandung ekstrak daun sirih hijau dan flukonazol sebagai kontrol positif.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka timbul suatu rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana perbedaan efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.), minyak atsiri daun sirih merah (Piper crocatum) dan Resik-V

sabun sirih terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.), minyak atsiri daun

sirih merah (Piper crocatum) dan Resik-V sabun sirih terhadap pertumbuhan


(15)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

perbedaan kemampuan minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.),

minyak atsiri daun sirih merah (Piper crocatum) dan Resik-V sabun sirih

dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans secara In vitro.

2. Manfaat Aplikatif :

Daun sirih hijau (Piper betle L.) dan daun sirih merah (Piper

crocatum), apabila terbukti efektif dapat menghambat pertumbuhan

Candida albicans secara In vitro, diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut, sehingga terbuka peluang bagi daun sirih hijau dan

daun sirih merah untuk menjadi preparat obat antifungi terhadap Candida


(16)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sirih Hijau

a. Klasifikasi Tanaman

1) Divisio : Spermatophyta

2) Sub Divisi : Angiospermae

3) Kelas : Dicotyledonae

4) Ordo : Piperales

5) Famili : Piperceae

6) Genus : Piper

7) Spesies : Piper betle L.

(UniProt, 2010)

b. Morfologi Tumbuhan

Tanaman merambat ini batangnya dapat mencapai panjang 5 – 15 m. Batang sirih hijau (Piper betle L.) berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau yang tak sedap bila diremas. Bunga berkelamin tunggal satu atau dua tersusun sebagai bulir terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Buahnya berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat, dan berwarna coklat kekuningan (Agustin, 2005).


(17)

commit to user

c. Habitat

Tanaman sirih tumbuh subur di sepanjang Asia Tropis hingga Afrika Timur menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilanka, India, hingga Madagaskar (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

d. Kandungan Zat Kimia Daun Sirih

Minyak atsiri 1%- 4,2%, di dalamnya mengandung: golongan monoterpen (inocole 2,4-4,8% dan p. cymael 1,2-2,5%), seskueterpen (caryophyllene 3,0-9,8% dan cadinene 2,4-5,8%), phenylpropane (chavibetol 2,7-6,2%, eugenol 26,8-42,5%, eugenol methyl ether 4,2-13,8%, chavicol 7,2-16,7% dan hidroksikavikol), phenol (karvakol 2,2-5,6%), terpena, tanin diastase 0,8-1,8%, flavonoid dan saponin (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

e. Kegunaan tanaman

Daun sirih hijau (Piper betle L.) sejak lama dikenal oleh nenek

moyang sebagai daun multi khasiat. Sirih selain untuk ramuan tradisional, paling banyak dipakai untuk nyirih atau nginang (Jawa). Beberapa literatur menyebutkan bahwa daun sirih selain sebagai bahan

utama menginang, juga memiliki kemampuan stypic (menahan

perdarahan), vulnerary (menyembuhkan luka kulit), stomachic (obat

saluran pencernaan), menguatkan gigi dan membersihkan tenggorokan. Karvakrol dan kavikol dalam minyak atsiri menimbulkan aroma yang harum. Dua bahan ini bisa bermanfaat sebagai antiseptis alami.


(18)

commit to user

Kandungan minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) memiliki

daya bunuh kuman (bakteriosid) dan jamur (fungisid) (Moeljanto dan Mulyono, 2003; Triarsari, 2007).

f. Aktifitas antifungi

Senyawa fenol (karvakrol) dan fenilpropan (eugenol dan kavikol) dalam minyak atsiri bersifat bakteriosid dan fungisid. Mekanisme antifungi oleh minyak atsiri belum diketahui dengan jelas. Namun pada bakteri, senyawa fenol akan mendenaturasi protein dan meningkatkan permeabilias sel yang menyebabkan koagulasi sehingga pertumbuhan sel terhambat dan rusak. Senyawa kariofilen bersifat antiseptik dan anestesi lokal, sedangkan senyawa eugenol bersifat antiseptik dan analgesik topikal (Agustin, 2005).

g. Efek Samping

Umumnya pemakaian daun sirih hijau (Piper betle L.) tidak

memiliki efek toksik jika digunakan pada dosis yang benar. Efek yang dapat dirasakan secara sederhana umumnya rasa hangat dan pedas. Pengaruh racun oleh minyak atsiri bila masuk tubuh pada dosis yang berlebihan dapat menyebabkan depresi sistem saraf yang diikuti kematian (Moeljanto dan Mulyono, 2003; Ernest, 1987).


(19)

commit to user

2. Sirih Merah

a. Klasifikasi Tanaman

1) Divisio : Spermatophyta

2) Sub Devisi : Angiospermae

3) Kelas : Dicotyledonae

4) Ordo : Piperales

5) Famili : Piperceae

6) Genus : Piper

7) Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav

(USDA ARS, 2007)

b. Sinonim

Sinonim dari Piper crocatum adalah Piper betle L. var

Rubrum, Piper cf. fragile Benth., Chavica auriclata Miq., Chavica betle Miq., Piper pinguispicum DC (Sudewo, 2005).

c. Deskripsi Tanaman

Tanaman sirih merah (Piper crocatum) tumbuh menjalar

seperti halnya sirih hijau. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan permukaannya mengilap dan tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15 – 20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daun sirih hijau berasa sangat pahit dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas


(20)

commit to user

dengan jarak buku 5 – 10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2005).

d. Habitat

Tanaman sirih merah menyukai tempat teduh, berhawa sejuk dengan sinar matahari 60 – 75%, serta dapat tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Bila tumbuh pada daerah panas dengan paparan langsung sinar matahari, batangnya cepat mengering. Selain itu, warna merah daunnya akan pudar (Manoi, 2007).

e. Kandungan Zat Kimia

Kandungan zat kimia dalam sirih merah adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, minyak atsiri, polifenol, kuinon, dan steroid. Kandungan minyak atsiri yang terdapat di daun sirih merah adalah golongan monoterpen (p-cymene), golongan seskueterpen (caryofelen, kadimen estragol), phenylpropane (hidroksikavicol, eugenol, kavicol, kavibetol), phenol (karvakrol), allylpyrokatekol dan terpenena (Subarnas dkk., 2007; Nur ATA dkk., 2010; Sudewo, 2005; Manoi, 2007). Senyawa aktif eugenol, kavikol dan karvakrol inilah yang

dikenal memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan Candida

albicans (He et al., 2007; Dalleau et al., 2008).

f. Kegunaan tanaman

Pemanfaatan sirih merah di masyarakat telah dilakukan menurut pengalaman secara turun-temurun. Di masyarakat, sirih merah dipakai sebagai antiseptik, untuk mengatasi diabetes, kanker,


(21)

commit to user

hipertensi, dan penyakit hepatitis. Dalam bentuk teh herbal, sirih merah digunakan untuk mengobati asam urat, kencing manis, maag dan kelelahan (Manoi, 2007).

Senyawa seperti flavonoid, fenolat dan alkaloid diketahui berpotensi sebagai antioksidan, antikanker, dan antidiabetes

(Atta-ur-Rahman dan Choudhary, 2001; Wicaksono et al., 2009). Kandungan

tanin pada sirih merah terbukti dapat digunakan untuk mengobati gastritis. Kandungan alkaloid, flavonoid, dan tanin juga telah diteliti peranannya sebagai antibakteri (Juliantina dkk., 2009).

3. Resik-V Sabun Sirih

Resik-V sabun sirih merupakan pembersih daerah khusus kewanitaan. Penggunaanya yaitu dengan mencuci liang kemalun wanita. Setelah itu dibilas dengan air bersih. Kandungan yang terdapat dalam Resik-V sabun sirih adalah ekstrak daun sirih hijau, triclosan, asam laktat, cocamidopropyl betaine, TEA lauryl sulfat, polysorbat 20, sodium methylparaben, pengharum, dan air yang telah dimurnikan. Kandungan ekstrak daun sirih hijau di dalam Resik-V inilah yang diklaim berfungsi sebagai antifungi (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Kegunaan kandungan lain yang terdapat di dalam Resik-V dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Triclosan di dalam Resik-V merupakan agen antibakteri dan antifungi

yang sering digunakan dalam sabun antiseptik (U.S. Food and Drug Administration, 2010).


(22)

commit to user

b. Cocamidopropyl betaine berfungsi sebagai surfaktan sintetis yang

membuat molekul sabun tersuspensi dengan mudah di dalam air.

c. TEA lauryl sulfat adalah deterjen yang umum digunakan dalam bahan

pembersih di berbagai macam produk perawatan (Sepp, 2010).

d. Polisorbat 20, dikenal pula sebagai Tween 20, berfungsi sebagai

deterjen dan emulgator bagi Resik-V sabun sirih.

e. Methylparaben memiliki fungsi antiseptik dan sering digunakan

sebagai bahan di produk makanan, sabun pembersih, obat dan kosmetik (Huaxin, 2007).

4. Candida albicans

a. Taksonomi

Taksonomi jamur Candida yang saat ini telah diakui secara internasional adalah penemuan Van Arx tahun 1970 dan Muller dan Loeffler di tahun 1971 yaitu:

Divisi : Fungi

Sub Divisi : Eumycotina

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Torulosidales

Famili : Torulopsidaceae

Genus : Candida

Species : Candida albicans


(23)

commit to user

b. Morfologi dan Identifikasi

Candida albicans adalah jamur yang tumbuh sebagai sel-sel

ragi bertunas dan oval dengan diameter 3-6 µm. Candida albicans

merupakan anggota flora normal di kulit, membran mukosa, dan

saluran pencernaan (Brooks et al., 2005).

Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang

berbeda dan kompleks dengan tebal dinding sel 100-300 nm. Dinding sel Candida albicans berfungsi untuk memberi bentuk pada sel, melindungi sel ragi dari lingkungannya, berperan dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Dinding sel tersebut juga merupakan target dari beberapa antimikotik (Tjampakasari, 2006).

Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat

Sabouraud Dextrose Agar selama 24 – 48 jam pada suhu 37oC, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin, berwarna koloni putih kekuningan, berbau asam seperti aroma tape, dan pseudohifa tumbuh terbenam di bawah permukaan agar

(Tjampakasari, 2006; Brooks et al., 2005).

Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya


(24)

commit to user

asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa (Tjampakasari, 2006). Dengan perwarnaan gram,

Candida albicans diidentifikasi melalui gambaran sel-sel ragi dan pseudohifa (Wissman, 2006).

Tes sederhana lain untuk menentukan spesies Candida albicans

dari spesies Candida yang lain adalah tes germ tube. Setelah inkubasi

dalam serum selama 90 menit pada suhu 37oC, dengan pemeriksaan

mikroskopis sel ragi Candida albicans akan menunjukkan

penampakan seperti kecambah/germ tube (Brooks et al., 2005).

c. Habitat

Candida albicans adalah anggota flora normal di kulit,

membran mukosa, dan saluran pencernaan (Brooks et al., 2005).

d. Patogenesis

Candida albicans merupakan jamur oportunistik. Untuk bisa

menginfeksi, perlu faktor predisposisi atau keadaan yang

menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insiden kandidiasis antara lain:

1) Faktor endogen

a) Perubahan fisiologis, seperti kehamilan, kegemukan, debilitas,

endokrinopati dan penyakit kronis.


(25)

commit to user

c) Imunologik/penyakit genetik.

2) Faktor eksogen

a) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi

meningkat.

b) Kebersihan kulit.

c) Kontak dengan pasien, misalnya pada thrush, balanopostitis.

d) Iatrogenik, misalnya dengan penggunaan antibiotik jangka

panjang (Mansjoer dkk., 2000).

e. Gambaran Klinis

Kandidiasis Vaginalis

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi primer atau sekunder

oleh genus Candida yang umumnya disebabkan oleh Candida albicans

yaitu 80-90%. Gambaran klinik sangat bervariasi mulai dari bentuk eksematoid dengan hiperemi ringan sampai gejala klinik berat yang berupa ekskoriasi dan ulkus pada labia minor, introitus vagina, dan dinding vagina. Keluhan lain berupa rasa gatal, pedih disertai keluarnya cairan putih seperti krim susu. Gejala-gejala di atas oleh

masyarakat dikenal dengan terjadinya penyakit keputihan (Brooks et


(26)

commit to user

f. Terapi

Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan

biasanya berasal dari golongan azol. Flukonazol, suatu fluorinated

bistriazol, merupakan obat dari golongan azol yang umum digunakan dalam pengobatan kandidiasis vaginalis (Setiabudy dan Bahry, 2007). Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat biosintesis lipid jamur, terutama ergosterol pada membran sel. Efek ini diakibatkan oleh

penghambatan enzim cytochrome P-450 dependent. Pengurangan

ergosterol menyebabkan terjadinya perubahan fungsi membran sel, membran sel menjadi tidak stabil dan setelah beberapa lama akan rusak kemudian sel jamur akan mati (Katzung, 1998; Sjamsir Munaf, 1992).

Flukonazol larut dalam air dan mudah untuk diabsorbsi dari saluran pencernaan karena tidak dipengaruhi oleh adanya makanan ataupun keasaman lambung. Setelah pemberian peroral flukonazol, kadar plasma hampir sama tinggi dengan setelah pemberian intravena. Flukonazol didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinalis, di mana kadarnya mencapai 50-80% kadar dalam serum. Obat ini diekskresikan terutama melalui urin. Waktu paruh flukonazol lebih kurang 30 jam dan sangat diperpanjang pada pasien dengan insufisiensi ginjal (Setiabudy dan Bahry, 2007; Jawetz, 1998).


(27)

commit to user

Flukonazol tersedia untuk pemakaian sistemik (IV) dalam formula yang mengandung 2 mg/ml, dan untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung 50, 100, 150, 200 mg. Di Indonesia, yang tersedia adalah sediaan 50 dan 150 mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari (Setiabudy dan Bahry, 2007).

Efek samping flukonazol ialah muntah, diare, rash, dan

kadang-kadang gangguan fungsi hati (Jawetz, 1998; Setiabudy dan Bahry, 2007).

Flukonazol berguna untuk mengobati infeksi jamur serius secara sistemik, infeksi jamur di paru-paru, mata, prostat, kulit, dan kuku. Flukonazol juga seringkali dipakai untuk mencegah infeksi jamur pada individu dengan defisiensi imun seperti pada penderita AIDS, kanker, dan individu yang baru saja melakukan transplantasi organ (Medline Plus, 2010).

Beberapa penelitian melaporkan adanya resistensi terhadap obat antijamur golongan azol, termasuk flukonazol. Mekanisme resistensi terhadap flukonazol yang telah teridentifikasi di antaranya adalah perubahan gen pengkode target enzim azol terhadap jalur biosintesis ergosterol yaitu ERG11, overekspresi gen pompa efluks


(28)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: mengandung

: menyebabkan : menghambat


(29)

commit to user

C. Hipotesis

Minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) dan Resik-V sabun

sirih memiliki efek antifungi lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih

merah (Piper crocatum) terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In


(30)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium (quasi experimental

design) dengan rancangan penelitian the post test only control group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa biakan Candida albicans yang diperoleh dari

Universitas Setia Budi Surakarta.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Random. Sampel

yang dipilih yaitu biakan Candida albicans yang berumur 2 hari. Koloni

Candida albicans pada Sabouraud Dextrose Agar Slant diambil dari beberapa tempat secara random untuk diencerkan dengan NaCl 0,9%, yang merupakan larutan fisiologis, sampai kekeruhannya ekuivalen dengan standar Brown II (Subrata dkk., 1998).

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas :

a. Konsentrasi minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.)

b. Konsentrasi minyak atsiri daun sirih merah (Piper crocatum)

c. Resik-V sabun sirih


(31)

commit to user

2. Variabel terikat :

Diameter zona hambatan pertumbuhan Candida albicans

3. Variabel luar terkendali :

a. Suhu pemeraman

b. Biakan murni Candida albicans

c. Umur biakan Candida albicans

d. Jumlah biakan Candida albicans

e. Tumbuhnya kuman lain

4. Variabel luar tak terkendali :

Kecepatan pertumbuhan Candida albicans (faktor intrinsik)

F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas :

a. Konsentrasi minyak atsiri daun sirih hijau (skala rasio)

Minyak atsiri sirih hijau didapatkan dari destilasi 2835 gram daun sirih hijau segar yang menghasilkan 10 ml minyak atsiri dan dianggap mempunyai kadar 100%. Minyak atsiri daun sirih hijau diencerkan menggunakan PEG 400 untuk mendapatkan konsentrasi yang berbeda-beda. Minyak atsiri ini diperoleh dari LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Konsentrasi minyak atsiri daun sirih hijau yang digunakan dalam uji pendahuluan adalah konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%. Pada uji penelitian, konsentrasi minyak atsiri sirih hijau yang digunakan adalah konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%. Konsentrasi


(32)

commit to user

uji penelitian dimulai dari konsentrasi 10% karena hasil uji pendahuluan menyatakan minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 6,25% sudah memiliki efek antifungi, tetapi minyak atsiri daun sirih merah pada konsentrasi 12,5% baru menunjukkan adanya zona hambatan. Selain itu, konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih ditetapkan sampai 25% karena diameter zona hambatan yang dihasilkan minyak atsiri daun sirih hijau pada kadar tersebut sudah hampir menyamai diameter zona hambatan oleh flukonazol.

b. Konsentrasi minyak atsiri daun sirih merah (skala rasio)

Minyak atsiri daun sirih merah didapatkan dari destilasi 2500 gram daun sirih merah segar yang menghasilkan 4,6 ml minyak atsiri dan dianggap mempunyai kadar 100%. Minyak atsiri daun sirih merah diencerkan menggunakan PEG 400 untuk mendapatkan konsentrasi yang berbeda-beda. Minyak atsiri ini diperoleh dari LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Konsentrasi minyak atsiri daun sirih merah pada uji pendahuluan dan uji penelitian sama dengan minyak atsiri daun sirih hijau, yaitu konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% pada uji pendahuluan, konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% pada uji penelitian.

c. Resik-V Sabun Sirih (skala rasio)

Resik-V sabun sirih yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mengandung ekstrak daun sirih hijau dan diproduksi oleh PT Kinocare Era Kosmetindo.


(33)

commit to user

2. Variabel terikat :

Diameter zona hambatan (skala rasio)

Diameter zona hambatan adalah zona jernih yang terbentuk di sekeliling sumuran yang menunjukkan besarnya efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau, minyak atsiri daun sirih merah dan Resik-V sabun sirih

terhadap pertumbuhan Candida albicans. Diameter diukur dalam

milimeter menggunakan penggaris.

3. Variabel luar terkendali :

a. Suhu pemeraman

Cawan petri berisi Candida albicans dimasukkan dalam inkubator

pada suhu 37oC (McDonald, 2002).

b. Biakan murni Candida albican

Tes morfologi sederhana untuk membedakan Candida albicans dari

spesies candida lainnya adalah Germ Tube Test, yaitu dengan

menginkubasi Candida albicans dalam serum selama sekitar 90 menit

pada suhu 37oC. Setelah inkubasi, pada pemeriksaan mikroskopis

ditemukan bentuk sel yang berkecambah seperti raket (germ tube)

(Simatupang, 2009). Germ Tube Test ini dikerjakan oleh Tim

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi Surakarta.

c. Umur biakan Candida albicans

Umur jamur dapat dikendalikan dengan memilih biakan Candida

albicans pada Sabouraud Dextrose Agar yang berumur 2 hari. Setelah


(34)

commit to user

tercepat pertumbuhan candida dan masa paling sensitif bagi candida terhadap obat-obatan. Fase eksponensial berlangsung selama 50 – 70

jam setelah inokulasi Candida albicans (Pires et al., 2001).

d. Jumlah sampel Candida albicans

Jumlah biakan Candida albicans dapat dikendalikan dengan menanam

jamur dengan menggunakan pengenceran yang ekuivalen dengan standar Brown II. Pengenceran ini digunakan untuk mendapat jumlah

sampel jamur dalam kisaran 1x108 CFU/ml (Subrata dkk., 1998).

e. Tumbuhnya kuman lain

Tumbuhnya kuman lain dikendalikan dengan pemberian kloramfenikol

pada proses pembuatan Sabouraud Dextrose Agar.

4. Variabel luar tak terkendali :

Kecepatan pertumbuhan Candida albicans

Kecepatan pertumbuhan Candida albicans tidak dapat dikendalikan

karena pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dari Candida


(35)

commit to user

G. Rancangan Penelitian

* Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau

** Minyak Atsiri Daun Sirih Merah


(36)

commit to user H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

a. Oshe

b. Cawan petri diameter 10 cm

c. Standar Brown II

d. Alat pembuat sumuran (hole) diameter 5 mm

e. Inkubator

f. Autoklaf

g. Lampu spiritus

h. Penggaris

i. Tabung reaksi

j. Beaker glass

k. Timbangan

l. Pipet ukur dan pipet mikrometer

2. Bahan

a. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)

b. Biakan Candida albicans

c. Minyak atsiri daun sirih hijau

d. Minyak atsiri daun sirih merah

e. Resik-V sabun sirih

f. Kloramfenikol

g. Flukonazol


(37)

commit to user I. Cara Kerja Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Pembuatan minyak atsiri daun sirih dilakukan oleh Laboran LPPT

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

1) Daun sirih dibersihkan dan dipotong lalu dimasukkan ke dalam

tabung destilasi yang telah diisi air.

2) Pada tabung destilasi ditambahkan air sampai bahan terendam.

3) Dipanaskan hingga menguap.

4) Uap yang terbentuk kemudian disalurkan ke alat pendingin.

5) Minyak atsiri dan air yang terbentuk ditampung.

6) Setelah didiamkan beberapa saat, minyak atsiri dan air akan

terpisah. Minyak atsiri di bagian atas dan air di bagian bawah.

7) Minyak atsiri diambil dengan pipet.

8) Pengenceran minyak atsiri daun sirih

Minyak atsiri kedua daun sirih diencerkan dengan PEG 400 (polietilen glikol). PEG 400 merupakan emulgator yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara PEG dengan minyak atsiri sehingga minyak atsiri kedua daun sirih dapat terlarut sempurna

dan dapat meresap dengan baik ke dalam Sabouraud Dextrose


(38)

commit to user

b. Pembuatan Sabouraud Dextrose Agar

Uji pendahuluan

1) Sebanyak 5,85 gram Sabouraud Dextrose Agar dilarutkan dalam

90 ml aquades kemudian diaduk dan dipanaskan sampai larut sempurna.

2) Pembuatan larutan kloramfenikol

Setiap 1000 ml Sabouraud Dextrose Agar cair memerlukan 400

mg kloramfenikol, maka:

Kloramfenikol yang diperlukan untuk 90 ml Sabouraud Dextrose

Agar mg mg

ml ml 36 400 1000 90 = ´ =

Setiap 250 mg kloramfenikol dilarutkan dalam 10 ml NaCl 0,9 %, maka:

NaCl 0,9 % yang diperlukan ml ml

mg mg 44 , 1 10 250 36 = ´ = (Bridson, 1998)

3) Larutan kloramfenikol 36 mg yang telah dilarutkan dalam 1,44 ml

NaCl 0,9%, ditambahkan pada 90 ml Sabouraud Dextrose Agar

cair untuk mencegah tumbuhnya kuman kontaminan.

4) Sabouraud Dextrose Agar cair disterilkan dengan autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit.

5) Sabouraud Dextrose Agar cair sejumlah 90 ml dituang ke dalam 3 cawan petri berdiameter 10 cm, masing-masing sebanyak 30 ml, dan dibiarkan dingin.


(39)

commit to user

Prosedur pembuatan Sabouraud Dextrose Agar pada uji penelitian

sama dengan prosedur di atas. Sabouraud Dextrose Agar yang

dibutuhkan pada uji penelitian adalah sebanyak 8 cawan petri.

c. Persiapan preparat flukonazol

1) Preparat flukonazol yang dipakai adalah Diflucan. Satu kapsul

Diflucan mengandung 50 mg flukonazol.

2) Satu kapsul flukonazol 50 mg dilarutkan dengan 100 ml aquades.

Pengenceran ini adalah pengenceran pertama.

ó 50 mg dalam 100 ml

ó 0,5 mg/1 ml

ó 500 µg/1 ml

3) Kemudian dengan rumus berikut:

N1· V1 = N2· V2

500 · V1 = 25 · 100

V1 = 5 ml

Jadi, untuk mendapatkan kadar flukonazol 25 µg, 5 ml dari hasil

pengenceran pertama dimasukkan ke dalam 100 ml aquades (V2).

Zona sensitivitas flukonazol 25 µg berdasarkan standar yang ada adalah sebagai berikut:

Flukonazol : ≥ 19 mm = sensitive

: 13 – 18 mm = intermediate

: ≤ 12 = resistent (Barry dan Brown, 1996)


(40)

commit to user

2. Uji Pendahuluan

a. Penanaman Candida albicans pada media

Biakan dari Candida albicans dimasukkan dalam larutan NaCl

0,9% dengan menggunakan oshe steril dan dikocok supaya homogen. Kemudian disetarakan kekeruhannya dengan standar Brown II. Sampel

cair Candida albicans sebanyak 0,2 ml diinokulasikan ke dalam

tiap-tiap cawan petri yang berisi Sabouraud Dextrosa Agar.

b. Pada setiap cawan petri dibuat 4 sumuran dengan diameter 5 mm. Tiap

sumuran pada tiap cawan petri diisi dengan 0,05 ml Resik-V sabun sirih; 0,05 ml flukonazol 25 µg; 0,05 ml minyak atsiri daun sirih hijau dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%; dan 0,05 ml minyak atsiri daun sirih merah dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%,

25%, 50%, 100%. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC

selama 24 jam.

c. Zona hambatan di sekeliling sumuran diukur dengan penggaris dalam

satuan mm (diameter sumuran sekitar 5 mm ikut terukur). Zona hambatan yang sesungguhnya adalah rerata dari jumlah diameter terbesar dan diameter terkecil zona hambatan.

d. Tabulasi data, yang dijelaskan lebih lanjut pada Bab hasil penelitian.

e. Minyak atsiri daun sirih hijau mulai menghasilkan zona hambatan

pada konsentrasi 6,25%, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah mulai menghasilkan zona hambatan pada konsentrasi 12,5%. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 25% sudah menghasilkan zona


(41)

commit to user

hambatan yang sangat lebar. Jadi, untuk uji penelitian, konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih yang dipakai adalah konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%.

3. Uji Penelitian

a. Penentuan Besar Sampel

Dihitung dengan rumus Federer (Jaya, 2009) (n-1) (t-1) > 15

Keterangan: n : besar ulangan

t : jumlah kelompok perlakuan

Karena pada penelitian ini menggunakan 10 kelompok perlakuan, maka:

(n-1) (t-1) > 15

(n-1) (10-1) > 15

(n-1) 9 > 15

9n-9 > 15

9n > 24

n > 2,67

Jadi, untuk setiap kelompok perlakuan, jumlah sampel harus lebih dari 2,64. Dalam penelitian ini digunakan 3 kali ulangan dalam setiap kelompok perlakuan.

b. Pada 3 cawan petri dibuat 4 sumuran dengan diameter 5 mm, dan 5


(42)

commit to user

petri diisi dengan 0,05 ml kontrol positif (flukonazol 25 µg); 0,05 ml Resik-V sabun sirih; 0,05 ml minyak atsiri daun sirih hijau dengan konsentrasi 25%, 20%, 15%, dan 10% serta 0,05 ml; perasan daun sirih merah dengan konsentrasi 25%, 20%, 15%, dan 10%. Seluruh

cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.

c. Zona hambatan di sekeliling sumuran diukur dengan penggaris dalam

satuan mm (diameter sumuran sekitar 5 mm ikut terukur).

d. Tabulasi data (tabel 1).

e. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik.

J . Teknik analisis data

Data yang berupa diameter zona hambatan dianalisis dengan menggunakan uji statistik non parametrik, uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan Mann Whitney.

Uji Kruskal Wallis adalah uji untuk membandingkan data 10

kelompok sekaligus yang tidak berhubungan (α = 0,05).

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaan efek yang bermakna antara kesepuluh kelompok

perlakuan

H1 : Ada perbedaan efek yang bermakna antara kesepuluh kelompok

perlakuan. Pengambilan keputusan:

Jika probabilitas > 0.05 maka H0 diterima


(43)

commit to user

Uji Mann Whitney digunakan untuk membandingkan rerata diameter zona hambatan antar kelompok sehingga dapat diketahui kelompok mana

yang berbeda secara signifikan atau tidak dengan kelompok lain (α = 0,05).

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaan efek yang bermakna antara kelompok yang

dibandingkan.

H1 : Ada perbedaan efek yang bermakna antara kelompok yang

dibandingkan. Pengambilan keputusan:

Jika probabilitas > 0.05 maka H0 diterima

Jika probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak

Data diolah dengan menggunakan Statistical Producy and Service


(44)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian 1. Uji Penelitian

Hasil uji penelitian tentang efek antifungi minyak atsiri daun sirih

hijau (Piper betle L.) dan minyak atsiri daun sirih merah (Piper crocatum)

terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro disajikan dalam

tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan terhadap Candida albicans pada Berbagai Perlakuan

Perlakuan

Diameter Zona Hambat* (mm)

Rerata

I II III

Resik-V Sabun Sirih 14 18 15 15,67

Flukonazol 25 µg 32 33 33 32,67

MASH** 10% 40 36 25 33,67

MASH** 15% 32 40 30 34,00

MASH** 20% 40 38 44 40,67

MASH** 25% 49 56 50 51,67

MASM*** 10% 11 11 12 11,33

MASM*** 15% 12 12 11 11,67

MASM*** 20% 15 13 15 14,33

MASM*** 25% 17 18 17 17,33

* penghitungan zona hambat termasuk diameter sumuran sebesar 5

mm

** Minyak atsiri daun sirih hijau *** Minyak atsiri daun sirih merah


(45)

commit to user

Tabel 1 kemudian dibuat grafik yang menggambarkan rerata diameter zona hambatan pada masing-masing perlakuan.

15,67

32,67 33,67 34

40,67 51,67 11,33 11,67 14,33 17,33 0 10 20 30 40 50 60 Res ik-V MAS H 1

0% MAS

H 1 5%

MAS H 2

0% MAS

H 2 5%

MAS M 1

0% MAS

M 1 5%

MAS M 2

0% MAS

M 2 5% Kelompok Z o n a H am b at ( m m ) Rerata MASH: minyak atsiri daun sirih hijau MASM: minyak atsiri daun sirih merah Keterangan:

Gambar 3. Grafik Diameter Zona Hambatan pada Masing-Masing Perlakuan.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa diameter zona hambat pertumbuhan

Candida albicans yang paling tinggi terdapat pada cawan petri yang diberi minyak atsiri sirih hijau pada konsentrasi 25%. Berdasarkan rerata diameter zona hambatan, diketahui bahwa minyak atsiri sirih hijau pada semua konsentrasi menghasilkan zona hambatan paling besar dibanding flukonazol 25 µg, minyak atsiri sirih merah, dan Resik-V. Flukonazol 25 µg menghasilkan rerata diameter zona hambatan yang lebih besar dibanding minyak atsiri sirih merah dan Resik-V. Resik-V menghasilkan diameter zona hambatan lebih besar dibanding minyak atsiri sirih merah konsentrasi 10%,


(46)

commit to user

15%, dan 20%. Tetapi minyak atsiri sirih merah pada konsentrasi 25% menghasilkan rerata diameter zona hambatan lebih besar dibandingkan Resik-V.

Melalui grafik di atas juga dapat diketahui bahwa daya hambat minyak atsiri daun sirih minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) dan minyak

atsiri daun sirih merah (Piper crocatum) semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya konsentrasi.

B. Analisis Data

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (lampiran 1), kemudian didapatkan nilai signifikansi di atas 0.05 yang berarti data terdistribusi normal. Setelah itu, homogenitas data diuji menggunakan uji Levene (lampiran 1), didapatkan nilai signifikansi di bawah 0.05, maka ragam data dinyatakan tidak homogen. Data terdistribusi normal

tetapi tidak homogen, maka syarat untuk uji one way ANOVA tidak terpenuhi.

Sehingga digunakan uji homolognya, yaitu uji Kruskal Wallis yang kemudian dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Data diolah dengan program

Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.

1. Uji Kruskal Wallis

Hasil yang diperoleh, ada perbedaan yang bermakna antara kesepuluh kelompok perlakuan. Tes statistik Kruskal Wallis (lampiran 2) dengan

tingkat kemaknaan (α) 0.05 diperoleh statistik hitung 27.268 dan nilai

statistik tabel (lampiran 5) 16.918. Keadaan statistik hitung lebih besar


(47)

commit to user

Hipotesis alternatif (H1) diterima. Jadi, terdapat perbedaan yang bermakna

efek antifungi antara kesepuluh kelompok perlakuan dengan nilai probabilitas 0.001, lebih kecil dari 0.05.

2. Uji Mann Whitney

Uji Mann Whitney digunakan untuk membandingkan seberapa jauh perbedaan rerata diameter zona hambatan antar kelompok perlakuan.

Sesuai hasil uji Mann Whitney (lampiran 3), dapat diketahui bahwa:

a. Terdapat perbedaan signifikan antara rerata diameter daya hambat

oleh Resik-V dengan flukonazol 25 µg. Antara Resik-V dengan minyak atsiri daun sirih hijau pada seluruh tingkat konsentrasi (10%, 15%, 20% dan 25%) terdapat perbedaan yang signifikan. Antara Resik-V dan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15% terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi antara Resik-V dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25% tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

b. Minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrasi 10% dan 15%

menghasilkan perbedaan rerata diameter daya hambat yang signifikan dengan daun sirih merah pada seluruh tingkat konsentrasi (10%, 15%, 20% dan 25%). Tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan dengan rerata diameter daya hambat oleh flukonazol 25 µg.

c. Minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrasi 20% dan 25%


(48)

commit to user

signifikan dengan flukonazol 25 µg dan minyak atsiri daun sirih merah pada seluruh tingkat konsentrasi (10%, 15%, 20% dan 25%).

d. Minyak atsiri daun sirih merah pada seluruh tingkat konsentrasi

(10%, 15%, 20% dan 25%) menghasilkan perbedaan rerata diameter daya hambat yang signifikan dengan flukonazol 25 µg.

e. Di dalam kelompok minyak atsiri daun sirih hijau sendiri, terdapat

perbedaan yang tidak signifikan antara rerata diameter zona hambat oleh konsentrasi 10% dengan konsentrasi 15% dan 20%. Tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata diameter zona hambat yang dihasilkan oleh konsentrasi 10% dengan konsentrasi 25%, konsentrasi 15% dengan konsentrasi 25% serta konsentrasi 20% dengan konsentrasi 25%.

f. Di dalam kelompok minyak atsiri daun sirih merah sendiri, terdapat

perbedaan yang tidak signifikan antara rerata diameter zona hambat oleh konsentrasi 10% dengan konsentrasi 15%. Tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi 10% dengan konsentrasi 15% dan 20%; antara konsentrasi 15% dengan konsentrasi 20% dan 25%; antara konsentrasi 20% dengan konsentrasi 10%, 15% dan 25%; serta antara konsentrasi 25% dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20%.


(49)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Sebelum uji penelitian, telah dilakukan uji pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi kedua minyak atsiri daun sirih yang akan digunakan dalam penelitian. Uji pendahuluan melibatkan flukonazol 25 µg sebagai kontrol positif untuk mengetahui perkiraan pada konsentrasi berapa minyak atsiri daun sirih hijau, minyak atsiri daun sirih merah dan Resik-V mampu menyamai diameter zona hambatan yang dihasilkan kontrol positif. Pada uji pendahuluan, minyak atsiri daun sirih hijau dan minyak atsiri daun sirih merah dibuat dalam 5 konsentrasi, yaitu 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Berdasarkan hasil uji pendahuluan, diketahui bahwa minyak atsiri daun sirih merah mulai menghasilkan diameter zona hambat pada konsentrasi 12,5% sedangkan minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrai 6,25% sudah menghasilkan zona hambatan. Minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrasi 25% sudah menghasilkan diameter zona hambat yang hampir sama besar dengan yang dihasilkan oleh flukonazol 25 µg. Maka pada uji penelitian, konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih yang digunakan adalah konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%.

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih merah dan minyak atsiri daun sirih hijau memang memiliki efek antifungi

terhadap Candida albicans secara In vitro. Grafik pada gambar 3, berdasarkan

rerata diameter zona hambat yang dihasilkan, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri daun sirih hijau dan minyak atsiri daun sirih merah,


(50)

commit to user

semakin besar daya hambatnya terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In

vitro. Resik-V diketahui juga menghasilkan zona sensitivitas di sekitar sumuran.

Dengan uji sensitivitas flukonazol terhadap Candida albicans yang dinyatakan

dalam penelitian Barry dan Brown (1996), sensitivitas masing-masing konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih dapat ditentukan. Dari penelitian tersebut,

flukonazol dikatakan sensitive terhadap Candida albicans bila diameter zona

hambatan yang dihasilkan ≥ 19 mm. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi

10% yang menghasilkan rerata diameter zona hambatan sebesar 33,67 mm sudah

sensitive terhadap Candida albicans, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah

10% dan 15% memiliki hasil resistent, minyak atsiri daun sirih merah 20% dan

25% memiliki hasil intermediate serta Resik-V memiliki hasil intermediate.

Uji statistik yang digunakan adalah uji Kruskal Wallis karena didapatkan distribusi data yang normal tetapi tidak homogen pada uji normalitas data dan uji homogenitas data. Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan zona hambat yang signifikan pada 10 kelompok perlakuan. Lalu, untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda atau tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok lain maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

Hasil uji Kruskal Wallis yang tercantum pada lampiran 2 menunjukkan

perbedaan rerata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans

adalah signifikan dengan nilai probabilitas 0.001 yang kurang dari 0.05 pada seluruh kelompok perlakuan tanpa diketahui kelompok mana yang berbeda.

Pada hasil uji Mann Whitney (lampiran 3), terlihat bahwa kelompok Resik-V memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol positif


(51)

commit to user

(flukonazol). Dilihat dari diameter zona hambatan yang terbentuk, flukonazol 25 µg mempunyai efek antifungi yang lebih besar dari Resik-V. Antara Resik-V dan minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% terdapat perbedaan yang signifikan. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% menghasilkan diameter zona hambatan yang lebih besar dari Resik-V, sehingga dapat disimpulkan minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding Resik-V. Antara Resik-V dan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15% terdapat perbedaan yang signifikan. Dilihat dari diameter yang terbentuk, Resik-V memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15%. Namun antara Resik-V dan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25% terdapat perbedaan rerata diameter zona hambat yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan Resik-V dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25% memiliki efek antifungi yang hampir sama. Walaupun pada rerata diameter zona hambat yang dihasilkan oleh minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 25% lebih tinggi dibanding yang dihasilkan Resik-V.

Kelompok minyak atsiri daun sirih hijau (konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%) memiliki perbedaan rerata diameter zona hambatan yang signifikan dengan kelompok minyak atsiri daun sirih merah (konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%). Dilihat dari diameter yang terbentuk, minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10% dan 15% menghasilkan perbedaan rerata diameter yang tidak signifikan dengan flukonazol 25 µg, tetapi kelompok minyak


(52)

commit to user

atsiri daun sirih hijau konsentrasi 20% dan 25% memiliki perbedaan yang signifikan dengan flukonazol 25 µg. Dilihat dari diameter yang terbentuk, minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10% dan 15% sebenarnya sudah lebih besar dari flukonazol 25 µg tetapi tidak berbeda secara signifikan oleh statistik. Namun dapat disimpulkan minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding flukonazol 25 µg. Kelompok minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok flukonazol 25 µg. Dilihat dari diameter zona hambatan yang terbentuk, flukonazol 25 µg memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah.

Efek antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans dari minyak atsiri

daun sirih merah dan daun sirih hijau sebenarnya telah banyak diteliti. Penelitian

efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau terhadap Candida albicans secara In

vitro dilakukan oleh Caburian dan Osi (2010), sedangkan efek antifungi minyak

atsiri daun sirih merah terhadap Candida albicans secara In vitro dilakukan oleh

Sulistiyani dkk (2007). Keduanya menggunakan metode dilusi cair. Minyak atsiri daun sirih hijau memiliki aktivitas antifungi dengan nilai Kadar Hambat

Minimum (KHM) sebesar 250 µg/mL terhadap Candida albicans sedangkan

minyak sirih merah memiliki aktivitas antifungi dengan nilai Kadar Bunuh

Minimum (KBM) sebesar 0,25% terhadap Candida albicans. Pada penelitian ini

minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 6,25% sudah menghasilkan zona hambatan, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah pada konsentrasi 10% menghasilkan zona hambatan. Perbedaan yang ada mungkin disebabkan


(53)

commit to user

penggunaan metode yang berbeda, kemungkinan variasi dalam proses pembuatan minyak atsiri dan kemungkinan variasi genetik pada subyek penelitian, meskipun digunakan spesies yang sama.

Haryadi (2010) telah meneliti perbedaan efek antibakteri ekstrak daun sirih hijau dan ekstrak daun sirih merah. Hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak daun sirih hijau menghasilkan daya hambat bakteri yang lebih besar dibanding ekstrak daun sirih merah. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian ini, yaitu bahwa efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah, walaupun Resik-V yang juga mengandung ekstrak daun sirih hijau menghasilkan diameter zona hambatan yang tidak berbeda secara statistik dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25%.

Menurut penapisan komponen minyak atsiri yang dilakukan oleh Ngaisah (2010), komponen utama penyusun minyak atsiri daun sirih merah adalah

golongan monoterpen yaitu α-tuyan, α-pinen, kamfen, sabinen, β-mirsen dan

golongan seskuiterpen yaitu trans-kariofilen. Analisis Sulistiyani dkk (2007) menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih merah juga mengandung golongan phenylpropane yaitu chavicol, eugenol, eugenol asetat. Sedangkan minyak atsiri daun sirih hijau, menurut analisis yang dilakukan oleh Caburian dan Osi (2010), komponen utama penyusunnya adalah eugenol isomer, 5-(2-propenyl)-1, 3-benzodioxole dan 3-careen. Komponen penyusun minyak atsiri daun sirih hijau yang lain adalah golongan monoterpen dan golongan seskuiterpen.


(54)

commit to user

Mekanisme minyak atsiri daun sirih merah dan daun sirih hijau dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans belum diketahui secara pasti, tetapi

mekanisme penghambatan minyak atsiri kedua daun sirih terhadap bakteri telah diketahui. Golongan phenylpropane (eugenol dan chavicol) dan phenol (carvarcrol) diketahui merusak membran sitoplasma, denaturasi protein sel, serta mencegah pembentukkan dinding sel bakteri (Caburian dan Osi, 2010). Sementara itu mekanisme antifungi dari flukonazol adalah dengan penghambatan sintesis lipid terutama ergosterol yang merupakan penyusun utama membran sel jamur. Tidak terbentuknya ergosterol pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel

jamur. Mekanisme Resik-V dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans

diperkirakan sama dengan minyak atsiri daun sirih hijau karena di dalamnya terkandung zat aktif dari ekstrak daun sirih hijau.


(55)

commit to user BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Efek antifungi yang dihasilkan minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle

L.) lebih besar dibanding efek antifungi minyak atsiri daun sirih merah (Piper

crocatum) dan Resik-V sabun sirih terhadap pertumbuhan Candida albicans

secara In vitro.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian perbandingan efek antifungi antara minyak

atsiri daun sirih hijau dan minyak atsiri daun sirih merah secara In vivo.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih cermat,

sehingga didapatkan konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih yang memberikan hasil yang optimal.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme

penghambatan minyak atsiri kedua daun sirih terhadap pertumbuhan


(1)

commit to user

semakin besar daya hambatnya terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In

vitro. Resik-V diketahui juga menghasilkan zona sensitivitas di sekitar sumuran. Dengan uji sensitivitas flukonazol terhadap Candida albicans yang dinyatakan

dalam penelitian Barry dan Brown (1996), sensitivitas masing-masing konsentrasi

minyak atsiri kedua daun sirih dapat ditentukan. Dari penelitian tersebut,

flukonazol dikatakan sensitive terhadap Candida albicans bila diameter zona

hambatan yang dihasilkan ≥ 19 mm. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10% yang menghasilkan rerata diameter zona hambatan sebesar 33,67 mm sudah

sensitive terhadap Candida albicans, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah

10% dan 15% memiliki hasil resistent, minyak atsiri daun sirih merah 20% dan

25% memiliki hasil intermediate serta Resik-V memiliki hasil intermediate.

Uji statistik yang digunakan adalah uji Kruskal Wallis karena didapatkan

distribusi data yang normal tetapi tidak homogen pada uji normalitas data dan uji

homogenitas data. Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan zona hambat yang signifikan pada 10 kelompok perlakuan.

Lalu, untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda atau tidak berbeda secara

signifikan dengan kelompok lain maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

Hasil uji Kruskal Wallis yang tercantum pada lampiran 2 menunjukkan

perbedaan rerata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans

adalah signifikan dengan nilai probabilitas 0.001 yang kurang dari 0.05 pada

seluruh kelompok perlakuan tanpa diketahui kelompok mana yang berbeda.

Pada hasil uji Mann Whitney (lampiran 3), terlihat bahwa kelompok


(2)

commit to user

(flukonazol). Dilihat dari diameter zona hambatan yang terbentuk, flukonazol 25

µg mempunyai efek antifungi yang lebih besar dari Resik-V. Antara Resik-V dan

minyak atsiri daun sirih hijau pada konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% terdapat

perbedaan yang signifikan. Minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10%, 15%,

20% dan 25% menghasilkan diameter zona hambatan yang lebih besar dari

Resik-V, sehingga dapat disimpulkan minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek

antifungi yang lebih besar dibanding Resik-V. Antara Resik-V dan minyak atsiri

daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15% terdapat perbedaan yang signifikan.

Dilihat dari diameter yang terbentuk, Resik-V memiliki efek antifungi yang lebih

besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 10% dan 15%. Namun

antara Resik-V dan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20% dan 25%

terdapat perbedaan rerata diameter zona hambat yang tidak signifikan. Hal ini

menunjukkan Resik-V dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi 20%

dan 25% memiliki efek antifungi yang hampir sama. Walaupun pada rerata

diameter zona hambat yang dihasilkan oleh minyak atsiri daun sirih merah

konsentrasi 25% lebih tinggi dibanding yang dihasilkan Resik-V.

Kelompok minyak atsiri daun sirih hijau (konsentrasi 10%, 15%, 20% dan

25%) memiliki perbedaan rerata diameter zona hambatan yang signifikan dengan

kelompok minyak atsiri daun sirih merah (konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25%).

Dilihat dari diameter yang terbentuk, minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek

antifungi yang lebih besar dibanding minyak atsiri daun sirih merah. Minyak atsiri

daun sirih hijau konsentrasi 10% dan 15% menghasilkan perbedaan rerata


(3)

commit to user

atsiri daun sirih hijau konsentrasi 20% dan 25% memiliki perbedaan yang

signifikan dengan flukonazol 25 µg. Dilihat dari diameter yang terbentuk, minyak

atsiri daun sirih hijau konsentrasi 10% dan 15% sebenarnya sudah lebih besar dari

flukonazol 25 µg tetapi tidak berbeda secara signifikan oleh statistik. Namun

dapat disimpulkan minyak atsiri daun sirih hijau memiliki efek antifungi yang

lebih besar dibanding flukonazol 25 µg. Kelompok minyak atsiri daun sirih merah

konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% memiliki perbedaan yang signifikan dengan

kelompok flukonazol 25 µg. Dilihat dari diameter zona hambatan yang terbentuk,

flukonazol 25 µg memiliki efek antifungi yang lebih besar dibanding minyak atsiri

daun sirih merah.

Efek antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans dari minyak atsiri

daun sirih merah dan daun sirih hijau sebenarnya telah banyak diteliti. Penelitian

efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau terhadap Candida albicans secara In

vitro dilakukan oleh Caburian dan Osi (2010), sedangkan efek antifungi minyak atsiri daun sirih merah terhadap Candida albicans secara In vitro dilakukan oleh

Sulistiyani dkk (2007). Keduanya menggunakan metode dilusi cair. Minyak atsiri

daun sirih hijau memiliki aktivitas antifungi dengan nilai Kadar Hambat

Minimum (KHM) sebesar 250 µg/mL terhadap Candida albicans sedangkan

minyak sirih merah memiliki aktivitas antifungi dengan nilai Kadar Bunuh

Minimum (KBM) sebesar 0,25% terhadap Candida albicans. Pada penelitian ini

minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 6,25% sudah menghasilkan zona

hambatan, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah pada konsentrasi 10%


(4)

commit to user

penggunaan metode yang berbeda, kemungkinan variasi dalam proses pembuatan

minyak atsiri dan kemungkinan variasi genetik pada subyek penelitian, meskipun

digunakan spesies yang sama.

Haryadi (2010) telah meneliti perbedaan efek antibakteri ekstrak daun

sirih hijau dan ekstrak daun sirih merah. Hasil penelitian menyatakan bahwa

ekstrak daun sirih hijau menghasilkan daya hambat bakteri yang lebih besar

dibanding ekstrak daun sirih merah. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian

ini, yaitu bahwa efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau lebih besar

dibanding minyak atsiri daun sirih merah, walaupun Resik-V yang juga

mengandung ekstrak daun sirih hijau menghasilkan diameter zona hambatan yang

tidak berbeda secara statistik dengan minyak atsiri daun sirih merah konsentrasi

20% dan 25%.

Menurut penapisan komponen minyak atsiri yang dilakukan oleh Ngaisah

(2010), komponen utama penyusun minyak atsiri daun sirih merah adalah

golongan monoterpen yaitu α-tuyan, α-pinen, kamfen, sabinen, β-mirsen dan

golongan seskuiterpen yaitu trans-kariofilen. Analisis Sulistiyani dkk (2007)

menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih merah juga mengandung golongan

phenylpropane yaitu chavicol, eugenol, eugenol asetat. Sedangkan minyak atsiri

daun sirih hijau, menurut analisis yang dilakukan oleh Caburian dan Osi (2010),

komponen utama penyusunnya adalah eugenol isomer, 5-(2-propenyl)-1,

3-benzodioxole dan 3-careen. Komponen penyusun minyak atsiri daun sirih hijau


(5)

commit to user

Mekanisme minyak atsiri daun sirih merah dan daun sirih hijau dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans belum diketahui secara pasti, tetapi

mekanisme penghambatan minyak atsiri kedua daun sirih terhadap bakteri telah

diketahui. Golongan phenylpropane (eugenol dan chavicol) dan phenol

(carvarcrol) diketahui merusak membran sitoplasma, denaturasi protein sel, serta

mencegah pembentukkan dinding sel bakteri (Caburian dan Osi, 2010). Sementara

itu mekanisme antifungi dari flukonazol adalah dengan penghambatan sintesis

lipid terutama ergosterol yang merupakan penyusun utama membran sel jamur.

Tidak terbentuknya ergosterol pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel

jamur. Mekanisme Resik-V dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans

diperkirakan sama dengan minyak atsiri daun sirih hijau karena di dalamnya


(6)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Efek antifungi yang dihasilkan minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle

L.) lebih besar dibanding efek antifungi minyak atsiri daun sirih merah (Piper

crocatum) dan Resik-V sabun sirih terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian perbandingan efek antifungi antara minyak

atsiri daun sirih hijau dan minyak atsiri daun sirih merah secara In vivo.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih cermat,

sehingga didapatkan konsentrasi minyak atsiri kedua daun sirih yang

memberikan hasil yang optimal.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme

penghambatan minyak atsiri kedua daun sirih terhadap pertumbuhan


Dokumen yang terkait

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

3 49 97

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

1 51 97

Daya Hambat Infusum Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis ; Penelitian In Vitro.

1 79 68

Daya Hambat Infusum Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis ; Penelitian In Vitro

7 106 73

Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

6 56 80

PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS , LENGKUAS DAN KOMBINASINYA TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

1 4 59

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DAN MINYAK ATSIRI Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) dan Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi (Cymbopogon Nardus (L.) Rendle) Asal

0 3 12

Pengaruh Perbedaan Lama Kontak Sabun Ekstrak Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 5

Perbandingan Efektivitas Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn) dengan Minyak Atsiri Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap Candida albicans secara In Vitro

0 1 8

UJI POTENSI ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz Pav.) TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

0 0 95