Sebagai salah satu komoditas yang paling banyak diperdagangkan, minyak selalu menjadi perbindangan secara internasional. Hal tersebut sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Thomas Cottier sebagai berikut: “Indeed,  every  time  oil  succeeds  in  occupying  the  news  headlines,  often
because  of  a  price  hike  or  collapse  and  consequent  concerted  governmental intervention in the name of correcting market failures, while OPEC comes in as the
embodiment of that concerted governmental intervention against market forces, the WTO  is  nowhere  to  be  seen  in  its  professed  role  as  the  guardian  of  those  same
forces. This raises the important question of whether or not the WTO has any role in the petroleum sector.”
8
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa selain menjadi topik perbincangan,  minyak  juga  menjadi  komoditi  khusus  yang  memilki  pengaturan
yang  khusus  pula.  Pengaturan  khusus  tersebut  meliputi  adanya  peran  organisasi internasional, dalam hal ini OPEC dalam penentuan harga minyak global. Selain
itu,  karena  kekhususannya  masih  terdapat  keraguan  terhadap  peran  WTO  dalam mengatur perdagangan minyak internasional.
2.2 Tinjauan Umum tentang Hukum Energi Internasional
Hukum internasional mengalami perkembangan yang pesat. Senada dengan pendapat Kim Taulus sebagai berikut:
“International law is in motion. Over the last decades, international law has developed and expanded from rules on armed conflict or formal diplomacy to deal
with a wide range of areas and topic. Some call this development “fragmentation of international law”, other called it “specialization.”
9
Fragmentasi hukum internasional tersebut dalam prakteknya menimbulkan suatu urgensi pengaturan tersendiri untuk bidang-bidang khusus dan tertentu. Salah
satu  bidang  khusus  yang  memerlukan  pengaturan  dalam  hukum  internasional
8
Thomas Cottier et. al., Loc.cit.
9
Research Handbook on International Law, Op.cit., h. xvii.
adalah energi. Industri energi merupakan salah satu industri yang paling dominan pada  abad  ke-21  ini,  karena  energi  merupakan  sumber  kehidupan  bagi  ekonomi
modern, khususnya sebagai bahan bakar baik untuk industri atau konsumsi pribadi. Mengingat  peran  penting  energi  dalam  kehidupan  dan  nilai  ekonomisnya  yang
tinggi, maka dibutuhkan spesialisasi di bidang hukum energi internasional, bahkan diperlukan institusi internasional yang mengakomodir di bidang energi.
10
Adrian Bradbrook
merupakan akademisi
yang pertama
kali mempublikasikan  studi  tentang  “hukum  energi”.  Seperti  yang  dinyatakan  oleh
Wawryk  sebagai  berikut:  Adrian  Bradbrook  has  been  a  leading  international academic in the field of energy law for many years, in particular in the fields of
renewable energy and energy conservation.
11
Adrian  Bradbook  mendefinisikan  “energy  law”  sebagai  berikut:  the allocation of rights and duties concerning the exploitation of all energy resources
between  individuals,  between  individuals  and  the  government,  between governments and between states.
12
Mengacu  pada  pendapat  tersebut,  dapat  diketahui  bahwa  hukum  energi internasional  bukanlah  hukum  tunggal  yang  berlaku  untuk  semua  negara  dan
mengatur mengenai produksi, perdagangan, transport dan konsumsi energi. Hukum energi  memiliki  cakupan  yang  luas  dan  terdiri  dari  tiga  cabang.  Seperti  yang
dijelaskan oleh Wawryk sebagai berikut:
10
Research Handbook on International Law, Op.cit., h. 3.
11
Alexandra Wawryk, 2014, “International Energy Law: An Emerging Academic Discipline” Law as Change: Engaging with the Life and Scholarship of Adrian Bradbrook,
University of Adelaide Press, South Australia, h. 223.
12
Research Handbook on International Law, Loc.cit.
“First, “law” refers to the principles enumerated in traditional sources of international law, such as treaties and customary international law. Although to
date few, if any, principles of customary international law of specific relevance to energy have been identified, it has been argued there is a set of rules of customary
international law valid for the international oil industry.
Secondly, “law” here refers to the internationalisation or global spread of national laws and regulatory principles relevant to energy law, so that we can see
common principles of energy law applied across countries, even though there is no treaty binding the Parties to apply these principles of law. An example is the global
spread of principles of national laws for deregulating national electricity and gas industries.
Thirdly,  “law”  here  refers  to  principles  of  “soft  law”,  such  as  treaties expressed in non-mandatory language, and also the non-binding codes, guidelines,
resolutions, directives, standards or model codes of international bodies, including intergovernmental organisations such as the International Atomic Energy Agency.
While such guidelines and standards are not “hard” or binding law per se, their importance  in  regulating  behaviour  in  the  energy  industriesmarkets  cannot  be
underestimated.”
13
Berdasarkan  pendapat  tersebut,  hukum  energi  meliputi  aturan  dalam perjanjian  internasional,  hukum  nasional  dan  regional,  serta  prinsip-prinsip  yang
yang  dicetuskan  oleh  institusi  antar  pemerintah  atau  NGO  yang  secara  bersama mengatur mengenai produksi, perdagangan, transport dan konsumsi energi. Hukum
energi meliputi juga hukum yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan, eksplorasi, produksi, transportasi, investasi, bisnis dan perancangan kontrak, akses
pasar,  subsidi  dan  pajak,  perdagangan,  penyelesaian  sengketa,  permasalahan lingkungan dan lainnya.
2.3 Tinjauan  Umum  tentang  Kaidah-Kaidah  Perdagangan  Internasional