“First, “law” refers to the principles enumerated in traditional sources of international law, such as treaties and customary international law. Although to
date few, if any, principles of customary international law of specific relevance to energy have been identified, it has been argued there is a set of rules of customary
international law valid for the international oil industry.
Secondly, “law” here refers to the internationalisation or global spread of national laws and regulatory principles relevant to energy law, so that we can see
common principles of energy law applied across countries, even though there is no treaty binding the Parties to apply these principles of law. An example is the global
spread of principles of national laws for deregulating national electricity and gas industries.
Thirdly,  “law”  here  refers  to  principles  of  “soft  law”,  such  as  treaties expressed in non-mandatory language, and also the non-binding codes, guidelines,
resolutions, directives, standards or model codes of international bodies, including intergovernmental organisations such as the International Atomic Energy Agency.
While such guidelines and standards are not “hard” or binding law per se, their importance  in  regulating  behaviour  in  the  energy  industriesmarkets  cannot  be
underestimated.”
13
Berdasarkan  pendapat  tersebut,  hukum  energi  meliputi  aturan  dalam perjanjian  internasional,  hukum  nasional  dan  regional,  serta  prinsip-prinsip  yang
yang  dicetuskan  oleh  institusi  antar  pemerintah  atau  NGO  yang  secara  bersama mengatur mengenai produksi, perdagangan, transport dan konsumsi energi. Hukum
energi meliputi juga hukum yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan, eksplorasi, produksi, transportasi, investasi, bisnis dan perancangan kontrak, akses
pasar,  subsidi  dan  pajak,  perdagangan,  penyelesaian  sengketa,  permasalahan lingkungan dan lainnya.
2.3 Tinjauan  Umum  tentang  Kaidah-Kaidah  Perdagangan  Internasional
dalam GATTWTO
WTO merupakan salah satu organisasi internasional yang berperan dalam melakukan  unifikasi  hukum  perdagangan  internasional.  Bidang  pengaturan
13
Alexandra Wawryk, Op.cit., h. 227.
perdagangan dalam kerangka WTO sangat luas. Hampir semua sektor perdagangan, seperti perdagangan jasa, penanaman modal, hingga hak atas kekayaan intelektual,
menjadi  bidang  cakupan  pengaturan  WTO.
14
Salah  satu  perjanjian  internasional yang  paling  penting  dalam  WTO  yaitu  GATT.  GATT  terdiri  dari  4  Part  dan  38
Article. Part I terdiri dari 2 Articles yang mengatur mengenai prinsip Most Favored Nation  MFN.  Part  II  terdiri  dari  20  Articles  yang  mengatur  mengenai  prinsip
National Treatment, ketentuan khusus mengenai perfilman, kebebasan transit, anti- dumping,  perpajakan,  subsidi,  perusahaan  dagang  milik  negara,  prinsip  non-
diskriminasi,  dan  pengecualian  umum.  Part  III  terdiri  dari  12  Articles  mengatur mengenai ketentuan teknis seperti amandemen, penarikan diri, lampiran dan aksesi.
Sedangkan Part IV terdiri dari 4 Articles mengatur mengenai negara berkembang. Dalam GATTWTO Agreement yaitu:
1.  Most Favored Nation Treatment MFN Gerard Liobl menjelaskan kaidah MFN yang terdapat dalam Article I GATT
sebagai berikut: “This obliges members to grant each other unconditional most favoured nation
treatment  in  their  mutual  trade  relations,  ie,  any  tariff  or  other  concession given by a GATTWTO member to a product originating from or detined for
any  other  countries  must  be  given  immediately  and  unconditionally  to  like products originating from or destined for other members.”
15
14
Huala  Adolf,  2005,  Hukum  Perdagangan  Internasional,  PT.  RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 9-10.
15
Malcolm D. Evans, Op.cit., h. 700-701.
Pada  pokoknya  klausula  MFN  ini  adalah  prinsip  non-diskriminasi  yang mensyaratkan  suatu  negara  harus  memberikan  hak  kepada  negara  lainnya
sebagaimana halnya ia memberikan hak serupa kepada negara ketiga.
16
2.  Perlakuan Nasional National treatment National treatment merupakan salah satu pengejewantahan dari prinsip non-
diskriminasi  yang  terdapat  di  dalam  Article  III  GATT.  Klausul  ini mensyaratkan  suatu  negara  untuk  memperlakukan  hukum  yang  sama  yang
diterapkan  terhadap  barang-barang,  jasa-jasa  atau  modal  asing  yang  telah memasuki  pasar  dalam  negerinya  dengan  hukum  yang  diterapkan  terhadap
produk-produk  atau  jasa  yang  dibuat  di  dalam  negeri.
17
Lebih  lanjut  lagi, Gerard Liobl menyatakan sebagai berikut: “WTO members …… should ensure
that internal taxes, regulations and rewuirements are not used to discriminate against foreign products and thus to protect domestic products.”
18
Prinsip  prinsip  MFN  dan  national  treatment  merupakan  prinsip  sentral dibandingkan dengan prinsip-prinsip lainnya dalam GATT. Kedua prinsip ini
menjadi  prinsip  pada  pengaturan  bidang-bidang  perdagangan  yang  lahir  di dalam perjanjian putaran Uruguay.
19
16
Huala  Adolf,  2005,  Hukum  Ekonomi  Internasional,  Suatu  Pengantar,  PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Selanjutnya disebut “Huala Adolf II”, h. 31.
17
Huala Adolf II, Op.cit., h. 30.
18
Malcolm D. Evans, Op.cit., h. 701.
19
Huala Adolf II, Op.cit., h. 105.
2.4 Tinjauan Umum tentang International Energy Agency IEA