Keefektivan Komunikasi Dalam Pengembangan Peran Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)

(1)

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN

PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN

(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)

SELLY OKTARINA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2008

Selly Oktarina NIM P 054050061


(3)

RINGKASAN

SELLY OKTARINA

.

Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan

Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUMARDJO dan ERNAN RUSTIADI.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan, (2) Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan dan (3) Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei dengan pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukatani dan Desa Cipendawa Kecamatan Pacet serta Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan wawancara langsung terhadap 120 orang petani serta wawancara mendalam terhadap informan kunci dari pihak lembaga terkait. Analisis data dilakukan dengan analisa korelasi Rank Spearman dan Kuantifikasi Hayashi II.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan yaitu peran pokja pusat, peran pokja daerah, peran korlap, peran pelaku bisnis, peran kelompok tani, peran kelembagaan packing house dan STA masih kurang tepat. Persepsi petani dalam pendekatan komunikasi cenderung searah (linier) dengan metode ceramah dan jarang dilakukan. Persepsi petani yang berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih tepat dibandingkan desa-desa hinterland-nya. (2) Komunikasi petani dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan kurang efektif. Meskipun sudah berhasil menarik minat petani terhadap kegiatan program agropolitan namun pemahaman dan partisipasi petani terhadap kegiatan program agropolitan masih rendah. Komunikasi petani yang berada di DPP lebih efektif dibandingkan desa-desa

hinterland-nya. (3) Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya keefektivan komunikasi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan adalah karakteristik petani responden: rendahnya pendidikan, tidak tergabung dalam kelompok tani, rendahnya pengalaman dan rendahnya pendapatan, persepsi yang kurang tepat terhadap proses komunikasi lembaga agropolitan. Selain itu, disebabkan rendahnya intensitas interaksi sosial dan rendahnya persepsi serta tindakan petani dalam kegiatan program agropolitan. Kata kunci:keefektivan komunikasi, kelembagaan agropolitan, pengembangan Peran


(4)

ABSTRACT

SELLY OKTARINA. The Effectiveness of Communication in Agropolitan

Institutional Roles Development (Pacet and Cugenang subdistrict (Cianjur Regency) cases). Under direction of SUMARDJO and ERNAN RUSTIADI.

The aim of this research was (1) to find the farmers perception about the agropolitan institutional role performance, (2) to measure the level of communication’s effectiveness and (3) to find some factor that influence of its.

The design and methods in this research was survey and stratified random sampling. The research held in Sukatani dan Cipendawa villages, Pacet subdistrict and Sukamulya villages, Cugenang subdistrict Cianjur Regency.The data was obtained from three villages for 120 respondents. Data was analyzed done by non parametric statistic, in this case was Rank Spearman and parametric statistic, in this case was Quantification Hayashi 2nd.

The result shown that (1) farmer’s perception about agropolitan institutional role were central, province and regency team work, agricultural extension agents, bussiness agent, farmer team work, PH and STA institutional actually haven’t exactly yet. The farmer perception is linierly, by using communicative method and rare frequency. The farmer’s perception in the agropolitan growth pole area was higher than farmer’s perception in hinterland

area. It correlated with social distance of agropolitan institutional, the same goal, near by agropolitan area and effect of its can be felt than another villages. (2) The farmer’s effectiveness of communication in agropolitan institutional roles development haven’t effective yet. Although, it have effective interesting of farmers attitude of agropolitan programe but knowledge and participate farmers in agropolitan programe was the low. The farmer’s effectiveness of communication in the agropolitan growth pole area was more effective than farmer’s perception in

hinterland area. It correlated with the farmers knowledge enough in agropolitan programe can be interest so they want to participate in agropolitan programe. (3) Some factors of respondent characteristic that correlate with the intensity of farmer’s social interaction, there are education, member status of farmer group, experience and farmer’s income. The role of central team work, province and regency team work, agricultural extension agents, farmer team work, PH and STA institutional correlate significantly with the intensity of farmer’s social interaction and the effectiveness of farmer’s communication. The intensity of farmer’s social interaction correlate with farmer’s perception and farmer’s behavior.

Keywords : communication effectiveness, agropolitan institutional, role development


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Oktober 1978. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara pasangan H. Guntur M.Ali dan Hj. Yummi Karnelly.

Tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 191, kemudian tahun 1993 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Palembang. Tahun 1996 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Palembang, pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya dan menyelesaikan pendidikannya pada September 2000.

Sejak Desember 2001, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Pada tahun 2005, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(6)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tujuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(7)

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN

PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN

(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)

SELLY OKTARINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

(9)

Judul Tesis : Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kcamatan Cugenang Kabupaten Cianjur) Nama : Selly Oktarina

NRP : P 054050061

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi dan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, M.S


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan karunia-Nya jualah, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur), disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Komunikasi Pembanguan Pertanian dan Pedesaan (KMP) untuk memperoleh gelar Magister Sains.

Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Komisi Pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. (Ketua) dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., (anggota) atas bimbingan, masukan dan sarannya mulai dari penyususan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini.

2. Komisi Penguji, Bapak Ir. Sutisna Riyanto Subarna, M.S. yang telah memberikan saran dan kritik berkaitan dengan penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi KMP PPs IPB Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S. beserta semua staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri), Dekan Fakultas Pertanian Unsri beserta seluruh staf, Ketua Jurusan Sosek FP, Ketua PS. PKP FP Unsri beserta rekan-rekan di Unsri atas dukungan, doa dan sarannya.

5. Pengelola Kawasan Agropolitan Pacet-Cipanas, Kepala Desa Sukatani, Desa Cipendawa, Desa Sukamulya serta perangkatnya dan masyarakat ketiga desa tersebut atas kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

6. Orang tua H.Guntur M. Ali dan Hj. Yummi Karneli, mertua Ahmad dan Cik Mayu, kakak-kakak dan adik-adik atas dukungan dan doanya selama penulis menyelesaikan pendidikan Magister (S2).

7. Suami Muslim dan buah hati tercinta Nabilah Zhafirah atas dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.


(11)

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN

PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN

(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)

SELLY OKTARINA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2008

Selly Oktarina NIM P 054050061


(13)

RINGKASAN

SELLY OKTARINA

.

Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan

Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUMARDJO dan ERNAN RUSTIADI.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan, (2) Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan dan (3) Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei dengan pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukatani dan Desa Cipendawa Kecamatan Pacet serta Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan wawancara langsung terhadap 120 orang petani serta wawancara mendalam terhadap informan kunci dari pihak lembaga terkait. Analisis data dilakukan dengan analisa korelasi Rank Spearman dan Kuantifikasi Hayashi II.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan yaitu peran pokja pusat, peran pokja daerah, peran korlap, peran pelaku bisnis, peran kelompok tani, peran kelembagaan packing house dan STA masih kurang tepat. Persepsi petani dalam pendekatan komunikasi cenderung searah (linier) dengan metode ceramah dan jarang dilakukan. Persepsi petani yang berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih tepat dibandingkan desa-desa hinterland-nya. (2) Komunikasi petani dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan kurang efektif. Meskipun sudah berhasil menarik minat petani terhadap kegiatan program agropolitan namun pemahaman dan partisipasi petani terhadap kegiatan program agropolitan masih rendah. Komunikasi petani yang berada di DPP lebih efektif dibandingkan desa-desa

hinterland-nya. (3) Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya keefektivan komunikasi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan adalah karakteristik petani responden: rendahnya pendidikan, tidak tergabung dalam kelompok tani, rendahnya pengalaman dan rendahnya pendapatan, persepsi yang kurang tepat terhadap proses komunikasi lembaga agropolitan. Selain itu, disebabkan rendahnya intensitas interaksi sosial dan rendahnya persepsi serta tindakan petani dalam kegiatan program agropolitan. Kata kunci:keefektivan komunikasi, kelembagaan agropolitan, pengembangan Peran


(14)

ABSTRACT

SELLY OKTARINA. The Effectiveness of Communication in Agropolitan

Institutional Roles Development (Pacet and Cugenang subdistrict (Cianjur Regency) cases). Under direction of SUMARDJO and ERNAN RUSTIADI.

The aim of this research was (1) to find the farmers perception about the agropolitan institutional role performance, (2) to measure the level of communication’s effectiveness and (3) to find some factor that influence of its.

The design and methods in this research was survey and stratified random sampling. The research held in Sukatani dan Cipendawa villages, Pacet subdistrict and Sukamulya villages, Cugenang subdistrict Cianjur Regency.The data was obtained from three villages for 120 respondents. Data was analyzed done by non parametric statistic, in this case was Rank Spearman and parametric statistic, in this case was Quantification Hayashi 2nd.

The result shown that (1) farmer’s perception about agropolitan institutional role were central, province and regency team work, agricultural extension agents, bussiness agent, farmer team work, PH and STA institutional actually haven’t exactly yet. The farmer perception is linierly, by using communicative method and rare frequency. The farmer’s perception in the agropolitan growth pole area was higher than farmer’s perception in hinterland

area. It correlated with social distance of agropolitan institutional, the same goal, near by agropolitan area and effect of its can be felt than another villages. (2) The farmer’s effectiveness of communication in agropolitan institutional roles development haven’t effective yet. Although, it have effective interesting of farmers attitude of agropolitan programe but knowledge and participate farmers in agropolitan programe was the low. The farmer’s effectiveness of communication in the agropolitan growth pole area was more effective than farmer’s perception in

hinterland area. It correlated with the farmers knowledge enough in agropolitan programe can be interest so they want to participate in agropolitan programe. (3) Some factors of respondent characteristic that correlate with the intensity of farmer’s social interaction, there are education, member status of farmer group, experience and farmer’s income. The role of central team work, province and regency team work, agricultural extension agents, farmer team work, PH and STA institutional correlate significantly with the intensity of farmer’s social interaction and the effectiveness of farmer’s communication. The intensity of farmer’s social interaction correlate with farmer’s perception and farmer’s behavior.

Keywords : communication effectiveness, agropolitan institutional, role development


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Oktober 1978. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara pasangan H. Guntur M.Ali dan Hj. Yummi Karnelly.

Tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 191, kemudian tahun 1993 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Palembang. Tahun 1996 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Palembang, pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya dan menyelesaikan pendidikannya pada September 2000.

Sejak Desember 2001, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Pada tahun 2005, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(16)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tujuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(17)

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN

PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN

(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)

SELLY OKTARINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(18)

(19)

Judul Tesis : Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kcamatan Cugenang Kabupaten Cianjur) Nama : Selly Oktarina

NRP : P 054050061

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi dan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, M.S


(20)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan karunia-Nya jualah, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur), disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Komunikasi Pembanguan Pertanian dan Pedesaan (KMP) untuk memperoleh gelar Magister Sains.

Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Komisi Pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. (Ketua) dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., (anggota) atas bimbingan, masukan dan sarannya mulai dari penyususan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini.

2. Komisi Penguji, Bapak Ir. Sutisna Riyanto Subarna, M.S. yang telah memberikan saran dan kritik berkaitan dengan penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi KMP PPs IPB Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S. beserta semua staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri), Dekan Fakultas Pertanian Unsri beserta seluruh staf, Ketua Jurusan Sosek FP, Ketua PS. PKP FP Unsri beserta rekan-rekan di Unsri atas dukungan, doa dan sarannya.

5. Pengelola Kawasan Agropolitan Pacet-Cipanas, Kepala Desa Sukatani, Desa Cipendawa, Desa Sukamulya serta perangkatnya dan masyarakat ketiga desa tersebut atas kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

6. Orang tua H.Guntur M. Ali dan Hj. Yummi Karneli, mertua Ahmad dan Cik Mayu, kakak-kakak dan adik-adik atas dukungan dan doanya selama penulis menyelesaikan pendidikan Magister (S2).

7. Suami Muslim dan buah hati tercinta Nabilah Zhafirah atas dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.


(21)

8. Keluarga besar di Jakarta, Palembang, Bengkulu, OKI, Sekayu, dan Air Itam. 9. Temen seperjuangan dan satu angkatan dari Unsri (Hilda, Tamaria dan Friska)

yang selalu memberi semangat dan nasehat.

10.Teman-teman KMP 2005 (Ana, Etik, Badri, Alief, Ponti, Iksan, Firman, Ucok Haris) dan KMP 2006 (Melati & Riska) atas diskusinya, dukungan, persahabatan dan persaudaraan serta kebersamaannya.

11.Keluarga di Cinangneng: Mbak Yuli & Kel serta Mbak Yuni & Kel, atas bantuan, doa dan persaudaraannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu dengan segala keterbukaan saran dan kritik tetap diharapkan guna kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Februari 2008


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...……….... iii

DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Komunikasi... 6 Efektivitas Komunikasi... 9

Konsep Efektivitas Komunikasi……….. 11

Komunikasi Pembangunan... 13

Pola Komunikasi………. 14

Metode Komunikasi……… 16

Konsepsi Kelembagaan... 17 Konsepsi Kelompok Tani... 18 Konsepsi Peranan... 20 Pengertian Agropolitan... 21 Program Pengembangan Kawasan Agropolitan... 23 Kelembagaan Agropolitan... 25 Konsep Interaksi Sosial... 27 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran... 29 Hipotesis Penelitian…... 32 METODE PENELITIAN

Disain Penelitian... 33 Lokasi Penelitian ... 34 Populasi dan Sampel... 34 Pengumpulan Data... 35 Instrumentasi... 35 Definisi Operasional... 36 Validitas dan Realibilitas Instrumen... 44 Analisis Data... 45 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian... 50

Letak dan luas daearah……….. 50

Geografis dan Topografi………... 51

Iklim……….. 51


(23)

Halaman

Kependudukan……….. 52

Fasilitas dan Aksesibilitas………. 54

Penggunaan Lahan……… 55

Karakteristik Petani Responden………. 55

Umur………. 56

Tingkat Pendidikan………... 56

Status Keanggotaan Kelompok………. 57

Luas Lahan……… 57

Status Lahan……….. 58

Pengalaman Usahatani……….. 58

Jumlah Anggota Keluarga………. 59

Pendapatan……… 59

Proses Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran

Kelembagaan Agropolitan... 61 Kinerja Pokja Pusat... 61 Kinerja Pokja Daerah... 65 Kinerja Korlap... 67 Kinerja Pelaku Bisnis... 69 Kinerja Kelompok Tani... 70 Kinerja Kelembagaan Sarana dan Prasarana..... 72

Persepsi Petani dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan

Agropolitan... 78 Persepsi petani terhadap Peran Pokja Pusat...

79 Persepsi petani terhadap Peran Pokja Daerah... 80 Persepsi petani terhadap Peran Tim Korlap... 81 Persepsi petani terhadap Peran Pelaku Bisnis... 82 Persepsi petani terhadap Peran Kelompok Tani... 83 Persepsi petani terhadap Peran Kelembagaan Packing House..... 84 Persepsi petani terhadap Peran Kelembagaan Sub Terminal

Agribisnis (STA)... 85 Intensitas Interaksi Sosial dalam Pengembangan Peran-Peran

Kelembagaan Agropolitan... 86

Jarak Sosial………...... 86

Integrasi Sosial………. 87

Tingkatan Sosial……….. 87

Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran

Kelembagaan Agropolitan... 88 Persepsi Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 88 Sikap Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 89 Tindakan Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 89

Faktor-Faktor yang berkaitan erat dengan Keefektivan Komunikasi


(24)

Halaman

Hubungan antara Karakteristik Petani Responden dengan

Intensitas Interaksi Sosial... 90 Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Proses Komunikasi

dalam Peran Kelembagaan Agropolitan dengan Intensitas

Interaksi Sosial... 92 Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Proses Komunikasi

dalam Peran Kelembagaan Agropolitan dengan Keefektivan

Komunikasi... 106 Hubungan antara Intensitas Interaksi Sosial dengan

Keefektivan Komunikasi dalam Peran Kelembagaan

Agropolitan... 119 Sistem Kelembagaan yang dapat Mendorong Kegiatan Agropolitan. 121 Ikhtisar... 123 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 128 Saran... 129 DAFTAR PUSTAKA... 130 LAMPIRAN………... 133


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sebaran jumlah sampel penelitian berdasarkan status penguasaan

lahan ………... 35 2. Nilai uji reliabilitas terhadap variabel-variabel keefektivan

komunikasi dalam penegembagan peran-peran kelembagaan

agropolitan di Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas,2007... 46 3. Format data dasar analisis Kuantifikasi Hayashi II... 48 4. Jumlah penduduk dan jumlah keluarga di Kecamatan Pacet, 2006… 52 5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok di

Kecamatan Pacet, 2006………... 52 6. Jumlah penduduk dan jumlah keluarga di Kecamatan Cugenang,

2006... 53 7. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok di

Kecamatan Cugenang, 2006………... 54 8. Sebaran umur responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 56 9. Sebaran tingkat pendidikan responden di Kecamatan Pacet dan

Cugenang, 2007………... 56 10. Sebaran status keanggotaan kelompok petani di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007……… 57

11. Sebaran luas lahan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,

2007... 58 12. Sebaran status lahan petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang,

2007... 58 13. Sebaran pengalaman usahatani responden di Kecamatan Pacet dan

Cugenang, 2007………... 59

14. Sebaran jumlah anggota keluarga responden di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007... 59 15. Sebaran pendapatan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,

2007... 60 16. Sebaran pendapatan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,

2007... 60 17. Proses komunikasi kinerja peran kelembagaan agropolitan (pihak

terkait) dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 62


(26)

Halaman

18. Sarana dan prasarana yang dibangun di Kawasan Agropolitan, 2007... 72 19. Skor persepsi petani terhadap peran lembaga agropolitan dalam

pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan di Kecamatan

Pacet dan Cugenang, 2007…... 80 20. Skor intensitas interaksi sosial dalam pengembangan peran

kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 87 21. Skor keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran

kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 89 22. Koefisien hubungan antara karakteristik petani responden dengan

intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 92 23. Pengaruh positif karakteristik petani responden terhadap intensitas

interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 93 24. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap proses

komunikasi dalam peran kelembagaan agropolitan dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 94 25. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja pusat terhadap

intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 96 26. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja daerah terhadap

intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 98 27. Pengaruh positif persepsi petani pada jarak sosial peran korlap

terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 99 28. Pengaruh positif persepsi petani pada integrasi sosial peran korlap

terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 100 29. Pengaruh positif persepsi petani pada tingkatan sosial peran korlap

terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 101 30. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pelaku bisnis terhadap

intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 103 31. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelompok tani terhadap

intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 104


(27)

Halaman

32. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan packing house terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 105 33. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan STA

terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 106 34. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap proses

komunikasi dalam peran kelembagaan agropolitan dengan keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 107 35. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja pusat terhadap

keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 109 36. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja daerah terhadap

keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 111 37. Pengaruh positif persepsi petani pada persepsi peran korlap

terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 112 38. Pengaruh positif persepsi petani pada sikap peran korlap terhadap

keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 113 39. Pengaruh positif persepsi petani pada tindakan peran korlap

terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 114 40. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pelaku bisnis terhadap

keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 115 41. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelompok tani terhadap

keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 116 42. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan packing

house terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 118 43. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan STA

terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 119


(28)

Halaman

44. Koefisien hubungan antara intensitas interaksi sosial terhadap keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 120 45. Pengaruh positif intensitas interaksi sosial terhadap keefektivan

komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 120


(29)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Model komunikasi linier... 15 2. Model komunikasi memusat... 16 3. Proses komunikasi lembaga agropolitan... 31 4. Kerangka pemikiran... 32 5. Peta desa penelitian... 50 6. Karakteristik petani responden... 55 7. Keterkaitan kinerja antar lembaga agropolitan (pihak terkait) dalam

pengembangan peran kelembagaan agropolitan... 64

8. Struktur tataniaga usahatani petani di desa penelitian... 69 9. Struktur tataniaga melalui Packing House di kawasan agropolitan… 76 Struktur tataniaga sayuran di STA Cigombong... 78


(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner petani... 131 2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner …... 141 3 Persentase proses komunikasi kinerja peran lembaga dalam

pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 142 4. Persentase persepsi petani terhadap pendekatan proses komunikasi

dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007……… 143 5. Persepsi petani terhadap metode proses komunikasi dalam

pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 144 6. Persepsi petani terhadap frekwensi proses komunikasi dalam

pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 145 7. Koefisien hubungan antara karakteristik responden dengan

intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang,

2007………... 146 8. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja

pusat dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan

Cugenang, 2007... 147 9. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja

daerah dengan intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 149 10. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran tim

korlap dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan

Cugenang, 2007... 151 11. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pelaku

bisnis dengan intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007……… 153

12. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelompok tani dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 155 13. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran

kelembagaan Packing House dengan intensitas interaksi sosial

petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 157

14. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran

kelembagaan Sub Terminal Agribisnis dengan intensitas interaksi


(31)

Halaman

15. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja pusat dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007……… 157

16. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja daerah dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007……… 159

17. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran tim korlap dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007………

161 18. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pelaku

bisnis dengan kefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet

dan Cugenang, 2007……… 163

19. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelompok tani dengan keefektivan komunikasi petani di

Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007………... 164

20. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelembagaan Packing House dengan keefektivan komunikasi

petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 165

21. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelembagaan Sub Terminal Agribisnis dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 166 22. Koefisien hubungan antara intensitas interaksi sosial dengan

keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 167


(32)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang dinyatakan dengan luasnya sumber daya untuk pengembangan kegiatan pertanian, sehingga mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan tersebut. Selama ini, pembangunan pertanian terfokus pada produksi dan sekarang mulai beralih pada sistem dan usaha agribisnis. Oleh sebab itulah, konsep pengembangan kawasan agropolitan mulai diberdayakan kembali.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan komoditas unggulan. Agropolitan adalah upaya untuk menciptakan nilai tambah bagi kegiatan lokal di pedesaan. Adanya pengembangan kawasan agropolitan sebagai bentuk keberhasilan dalam pembangunan pertanian yang banyak dilakukan di pedesaan.

Akan tetapi, kebanyakan orang menilai perdesaan sebagai pembangunan yang kurang berhasil dimana pembangunan yang disalurkan dari pemerintah untuk perdesaan cukup berlimpah. Hal ini terjadi karena (1) masyarakat desa tidak diajak dalam merencanakan dan pelaksanaan program, (2) lemahnya koordinasi dan tingginya sub ordinasi sektoral sehingga sinergi kegiatan nyaris tidak terjadi di perdesaan, dan (3) tidak ada rencana pembangunan kawasan pertanian yang merupakan garapan bersama semua instansi secara terpadu (Suwandi, 2005).

Kabupaten Cianjur merupakan daerah yang berpotensi dijadikan kawasan agropolitan karena memiliki komoditi unggulan dan pendapatan masyarakatnya bersumber dari pertanian. Program agropolitan di Kabupaten Cianjur mulai ditetapkan pada tahun 2002, yang merupakan salah satu kabupaten dari delapan Provinsi lokasi rintisan lainnya. Berdasarkan SK Bupati No.521.3/Kep.175-Pe/2002 ditetapkan lokasi pusat rintisan pengembangan kawasan agropolitan adalah Kecamatan Pacet. Salah satu daerah hinterland-nya adalah Kecamatan Cugenang. Adapun komoditas unggulan kecamatan tersebut adalah sayuran dataran tinggi yaitu wortel dan bawang daun. Selama ini, Kabupaten Cianjur telah berhasil dari segi fisik dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan dan


(33)

dibangunnya infrastruktur yang lengkap akan tetapi kurang berhasil dari segi sosial khususnya kelembagaan.

Seiring dengan perkembangan kawasan agropolitan, adanya kelembagaan merupakan bagian tahapan dalam pengembangan kawasan agropolitan. Penguatan kelembagaan lokal dan sistem kemitraan menjadi persyaratan utama yang harus ditempuh dalam pengembangan kawasan agropolitan (Rustiadi et al., 2006).

Pengembangan kawasan agropolitan tidak terlepas dari adanya peran lembaga. Mekanisme pelaksanaan program agropolitan melibatkan pemerintah, masyarakat maupun swasta agar pembangunan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Secara teknis, pelaksanaan program agropolitan di tingkat pemerintah pusat dilaksanakan oleh Departemen Pertanian (Deptan) dan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil). Lembaga yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan SK Bupati No.521.3/Kep.140-Pe/2002 adalah kelompok kerja (Pokja). Lembaga lainnya adalah tim pemandu dan koordinator lapangan (Korlap) serta pelaku bisnis yaitu pedagang pengumpul. Selain itu, peran kelompok tani serta kelembagaan sarana dan prasarana juga sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan program agropolitan.

Selama ini, kelembagaan agropolitan di Kabupaten Cianjur kurang berkembang, hal ini disebabkan adanya komunikasi yang kurang efektif antara petani (masyarakat) dengan lembaga agropolitan. Hal ini menyebabkan petani (masyarakat) belum tanggap (memahami) terhadap program dan peran lembaga agropolitan yang ada. Pengembangan kawasan agropolitan mensyaratkan perlunya komunikasi yang efektif agar program yang dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan akan berjalan baik apabila terciptanya keefektivan komunikasi antara kelembagaan yang ada dengan petani, yaitu terciptanya pengertian yang sama agar terjadi perubahan pada perilaku petani. Apabila komunikasi berjalan tidak efektif maka akan terjadi penyimpangan pada diri petani. Perubahan perilaku yang terjadi merupakan indikator yang terdiri dari persepsi, sikap dan tindakan petani terhadap peran kelembagaan agropolitan sebagai bentuk keberhasilan dalam pengembangan kawasan agropolitan.


(34)

Lembaga yang terlibat dituntut mampu mengkomunikasikan kegiatan agropolitan pada masyarakat, sehingga terjadi perubahan pada perilaku dan kesejahteraan petani. Kelembagaan agropolitan yang baik adalah kelembagaan yang mampu menumbuhkan common ownership dan menjadikan masyarakat desa sebagai pelaku utama. Kelompok kerja pusat berperan melakukan penyusunan program, pembangunan sarana dan prasarana serta evaluasi program. Peran kelompok kerja daerah serta tim pemandu dan koordinator lapangan berperan melakukan sosialisasi, penyusunan program, koordinasi dan pembuatan laporan. Pelaku bisnis (pedagang pengumpul) berperan melakukan pemasaran hasil usahatani petani dengan harga yang sesuai. Selain itu,peran kelompok tani dan pengelola sarana serta prasarana agropolitan hendaknya terlibat dalam pelaksanaan program dan pemanfaatan sarana dan prasarana. Penyampaian pesan untuk pengembangan kelembagaan sangat terkait dengan kemampuan lembaga agropolitan dan petani dalam menerima pesan tersebut, dalam hal ini kelembagaan agropolitan sebagai komunikator dan petani sebagai komunikan. Oleh karena itu, keefektivan komunikasi antara lembaga agropolitan dan petani (masyarakat) merupakan faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program yang dilaksanakan.

Perumusan Masalah

Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan tidak terlepas dari peran lembaga yang terlibat, diantaranya kelompok kerja (Pokja) pusat dan daerah, tim pemandu dan koordinator lapangan (Korlap), pelaku bisnis yaitu pedagang pengumpul, kelompok tani serta kelembagaan sarana dan prasarana. Adanya kawasan agropolitan yang telah berkembang dan memiliki sarana serta prasarana yang mendukung, diharapkan masyarakat memiliki pemahaman dan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana agropolitan secara tepat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang efektif antara petani dan lembaga yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan, adapun kegiatan agropolitan.

Selama ini kegiatan agropolitan telah banyak dilaksanakan, akan tetapi bentuk kegiatan fisik lebih menonjol dibandingkan kegiatan non fisik. Kegiatan fisik yang sudah dirasakan oleh masyarakat, seperti adanya Sub Terminal Agribisnis (STA), Packing House, sekretariat agropolitan di Desa Pusat


(35)

Pertumbuhan (DPP), pembangunan jalan, saluran telpon, listrik serta irigasi/air bersih yang memadai.

Banyak petani tidak menggunakan sarana dan prasarana agropolitan sesuai pada tempatnya, seperti Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong belum dimanfaatkan sebagai tempat berkumpulnya petani untuk menjual hasil usahataninya dan mengetahui informasi pasar. Kenyataannya, tempat tersebut lebih berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pedagang pengumpul (tengkulak) untuk memasarkan hasil usahatani yang dibeli dari petani setempat dan pemanfaatannya masih jauh dari kapasitasnya.

Dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan menunjukkan pentingnya keefektivan komunikasi dalam implementasi setiap kegiatan agropolitan. Ketidak-efektivan komunikasi dalam kegiatan pengembangan agropolitan berpotensi mengakibatkan banyak terjadinya penyimpangan dari kegiatan yang direncanakan. Sangat diperlukan adanya pemahaman yang sama mengenai peran lembaga dalam mengkomunikasikan rencana kegiatan agar petani dapat memanfaatkan secara tepat sarana dan prasarana yang ada. Keefektivan komunikasi itu sendiri dapat dilihat dari adanya perilaku petani yang terdiri dari persepsi, sikap dan tindakan petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan. Dalam hal ini, permasalahan yang sangat menarik untuk diteliti adalah:

1. Bagaimana persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan ?

2. Sejauhmana keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran

kelembagaan agropolitan ?

3. Faktor-faktor apa saja yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan kajian terhadap kawasan agropolitan, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan. 2. Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran


(36)

3. Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.

Kegunaan Penelitian

Keberhasilan pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan merupakan suatu bentuk keberhasilan Pembangunan Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan kontribusi pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam merancang kebijakan yang akan datang disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta komunikasi yang efektif dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.

2. Memperkaya khasanah penelitian komunikasi dengan bidang kajian komunikasi pembangunan, khususnya terkait dengan pengembangan kelembagaan agropolitan.


(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Komunikasi

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 1993).

Pengertian komunikasi secara paradigmatis didefinisikan sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan komunikasi yakni, memberi tahu atau mengubah sikap

(attitude), pendapat (opinion) atau perilaku (behavior) (Effendy, 2000).

Telah banyak dibuat definisi komunikasi dengan dilatarbelakangi berbagai perspektif yaitu mekanistis, sosiologistis dan psikologistis. Dari perspektif psikologistis, ketiga psikolog, Hovland, Janis dan Kelly (1953) seperti dikutip Rakhmat (2001) mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)”.

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah cara penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi dikategorikan dalam dua perspektif yaitu proses komunikasi dalam perspektif psikologis dan mekanistis. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri komunikator ketika berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan. Adapun pesan komunikasi yang disampaikan terdiri dari dua aspek yaitu isi pesan berupa pikiran dan lambang berupa bahasa. Dengan kata lain, proses pengemasan pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator dalam bahasa komunikasi, kemudian disampaikan kepada komunikan sebagai penerima (Effendy, 1993).

Fisher (1986), menyimpulkan bahwa perspektif psikologis adalah komunikasi manusia dalam memfokuskan perhatiannya pada individu


(38)

(komunikator/penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal penerimaan dan pengolahan informasi.

Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis merupakan cara yang berlangsung ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan. Proses komunikasi ini bersifat kompleks, sebab bersifat situasional saat komunikasi berlangsung. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis diklasifikasikan dalam proses komunikasi secara primer dan sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan lambang sebagai media. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat sebagai media (Effendy, 1993).

Menurut Fisher (1986), komunikasi perspektif mekanistis sama saja diartikan dengan bentuk sarana pengalihan atau transportasi lintas ruang. Dimana, biasanya informasi dan secara tipikal disebut sebagai pesan, berjalan melintas ruang dari satu titik ke titik lainnya. Cara atau sarana pengirimannya, yakni “jalan” yang dilalui oleh pesan, disebut saluran. Saluran itu menghubungkan titik asal pesan (sumber) ke titik tujuan (penerima). Proses saling tukar-menukar pesan tersebut diibaratkan sebagai suatu alur-kontinu, yang dapat divisualisasikan semacam “ban berjalan”. Dimana secara simultan berjalan antar kedua sumber/penerima. Akan tetapi, yang terpenting dan sentral dari model mekanistis ini adalah penyampaian dan penerimaan pesan.

Memahami model penyampaian komunikasi berarti memahami kondisi penerima pesan atau komunikan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian informasi atau pesan. Banyak model komunikasi yang telah diungkapkan oleh para ahli komunikasi, tetapi dalam mengungkapkan kasus ini menyajikan unsur-unsur komunikasi yang dikemukan dalam model Berlo (1960), yaitu :

a) Sumber

Sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, bila diklasifikasikan maka sumber dapat berbentuk lembaga atau organisasi dan personal orang. Agar komunikasi menjadi efektif, seorang komunikator dalam proses komunikasi


(39)

harus menentukan strategi bagaimana cara mempengaruhi komunikan. Berlo juga menyebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas sumber untuk menghasilkan komunikasi yang tepat yaitu ketrampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan dan kemampuan beradaptasi..

b) Pesan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh sumber kepada penerima dengan kata lain sebagian produk fisik aktual dari komunikator-komunikan. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pesan, hiburan, informasi, inovasi, nasehat atau propaganda. Agar komunikasi berjalan efektif maka pesan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kode atau bahasa pesan, kesesuaian isi pesan dengan tujuan komunikasi, pemilihan serta pengaturan bahasa dan isi pesan. c) Saluran

Saluran adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media, misalnya dalam komunikasi antarpribadi panca indera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat dan telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

c) Komunikan

Komunikan sering disebut juga sebagai penerima pesan. Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, organisasi dan lain sebagainya. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena unsur atau komponen inilah yang menjadi sasaran komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, baik dari sumber, pesan ataupun media.

Adapun tujuan komunikasi menurut Effendy (1993), adalah a) mengubah sikap (to change the attitude), b) mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion), c) mengubah perilaku (to change the behavior) dan d) mengubah masyarakat (to change the society). Sedangkan fungsi komunikasi itu sendiri


(40)

adalah a) menginformasikan (to inform), b) mendidik (to educate), c) menghibur

(to entertain) dan d) mempengaruhi (to influence).

Tujuan komunikasi menurut Levis (1996) antara lain adalah: (1) informasi, untuk memberikan informasi yang menggunakan pendekatan dengan pemikiran, (2) persuasif, untuk menggugah perasaan penerima, (3) mengubah perilaku (sikap, pengetahuan, keterampilan) perubahan sikap terhadap pelaku pembangunan, (4) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usaha secara efisien di bidang usaha yang dapat memberi manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu, (5) mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.

Dalam suatu organisasi kerja, komunikasi menjalankan beberapa fungsi yaitu: (1) komunikasi menyampaikan informasi dan pengetahuan dari orang yang satu ke orang yang lain sehingga dapat terjadi tindakan kerjasama. (2) Komunikasi membantu mendorong dan mengarahkan orang-orang untuk melakukan sesuatu. (3) Komunikasi membantu membentuk sikap dan menanamkan kepercayaan untuk mengajak, meyakinkan dan mempengaruhi perilaku. (4) Komunikasi membantu memperkenalkan pegawai-pegawai dengan lingkungan fisik dan sosial mereka (Moekijat, 1993).

Efektivitas Komunikasi

Menurut Tubbs dan Moss (2001), mengemukakan bahwa secara sederhana komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudnya. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Selanjutnya dikatakan untuk mengukur keefektivan komunikasi tidak cukup dengan mengatakan orang tersebut telah berhasil menyampaikan maksudnya, tetapi harus melalui kriteria penilaian tertentu yang benar dan jelas dalam pengukurannya. Komunikasi yang efektif, paling tidak menimbulkan lima hal sebagai ukuran yaitu: 1) pemahanan artinya penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan oleh komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh komunikan; 2) kesenangan artinya suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab dan menyenangkan; 3) pengaruh pada sikap artinya


(41)

kemampuan persuasif komunikator dalam penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan; 4) hubungan yang membaik artinya tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan serta ingin mencintai dan dicintai dan 5) tindakan artinya tindakan yang nyata dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik.

Bagian terpenting dalam komunikasi ialah bagaimana cara agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu:

a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya.

b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tahu dan tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu.

c. Dampak behavioral yaitu dampak yang timbul dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan (Effendy, 2000).

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi yang efektif. Di antara faktor-faktor tersebut, menurut Moekijat (1993) adalah: a. kemampuan orang untuk menyampaikan informasi, b. Pemilihan dengan seksama apa yang akan disampaikan oleh komunikator, c. Saluran komunikasi yang jelas dan langsung, d. Media yang memadai untuk menyampaikan pesan, e. Penentuan waktu dan penggunaan media yang tepat dan f. Tempat-tempat penyebaran yang memadai apabila diperlukan untuk memudahkan penyampaian pesan yang asli, tidak dikurangi, tidak diubah dan dalam arah yang tepat.

Dengan suatu tujuan tertentu untuk berkomunikasi, suatu tindakan atau respon yang hendak ditimbulkan, seorang komunikator berharap agar komunikannya mempunyai ketepatan yang tinggi. Menurut Berlo (1960), komunikasi akan berjalan efektif jika ketepatan (fidelity) dapat ditingkatkan dan gangguannya (noise) dapat diperkecil. Hal ini terjadi baik pada sumber (komunikator), pesan, saluran maupun penerima (komunikan) sebagai unsur-unsur komunikasi. Komunikator harus memiliki: (1) keterampilan berkomunikasi, (2) sikap yang baik, (3) tingkat pengetahuan, dan (4) sistem sosial budaya.


(42)

Adapun pesan yang disampaikan harus memenuhi: (1) persyaratan kode atau bahasan pesan, (2) teknik penyajian isi pesan, dan (3) perlakuan pesan. Demikian pula saluran atau media komunikasi harus tepat dan komunikator harus memperhatikan karakteristik komunikan yaitu: (1) keterampilan berkomunikasi, (2) sikap yang baik, (3) tingkat pengetahuan dan (4) sistem sosial budaya.

Schramm dalam Effendy (1993), mengkaji keefektifan pesan dengan syarat-syarat: (1) pesan dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik komunikan, (2) pesan harus menggunakan lambang-lambang yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga diperoleh makna yang sama, (3) pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut, dan (4) pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tersebut yang layak bagi situasi dimana komunikan berada pada saat dia digerakan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Konsep Keefektivan Komunikasi

Sepanjang sejarah, konsep komunikasi yang efektif telah berkembang, baik dalam arti untuk menggambarkan keefektivan komunikasi maupun dalam menetapkan kriteria untuk menentukan komunikasi yang efektif. Pendekatan klasik dari Quintilian menganggap bahwa komunikasi yang efektif merupakan gabungan antara keterampilan yang diperoleh dan karakter moral yang tinggi: “orang yang baik akan berbicara dengan baik pula”. Periode sejarah tetorika yang kemudian merumuskan keefektivan, umpamnya, dalam arti, antara lain, keterampilan dalam penggunaan bahasa secara artistik (retorika stilistik) dan penyajian komunikasi secara terampil (periode elokusi). Satu pendekatan pada keefektivan komunikasi yang masih tetap bertahan bertahun-tahun adalah pengukuran kefektivan dalam arti efek ditimbulkan. Kriteria efek menggambarkan ketidakmampuan untuk memahami atau menerangkan bagaimana dan mengapa efek itu timbul. Dari sudut tinjauan yang empiris, kriteria efek mengesampingkan pemahaman demi kesuksesan. Problema yang lain dalam mengevaluasi keefektivan dengan kriteria efek adalah masalah kapan efek itu selayaknya diukur. Pendekatan yang kedua pada keefektivan komunikasi adalah memberikan


(43)

penekanan pada teknik komunikasi (keterampilan/skills). Dimana sering meyakinkan bahwa komunikasi yang efektif hanyalah cara mempelajari apa yang perlu dilakukan dan hal-hal apa yang harusnya dihindarkan. Pendekatan yang ketiga pada keefektivan komunikasi adalah menyesuaikan diri dengan orang lain yang berkomunikasi; komunikasi seseorang adalah efektif sejauh ia menyesuaikan perilakunya, persepsinya kepada faktor para komunikator lainnya (Fisher, 1986).

Komunikasi yang efektif mengandung pengiriman dan penerimaan informasi yang paling cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi. Beberapa hal yang diperlukan untuk komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut: 1) Penerangan ringkas yang cukup dari penerima, 2) Penggunaan bahasa yang sesuai, 3) Kejelasan, 4) Penggunaan media yang tepat (Moekijat, 1993).

Keefektivan komunikasi petani dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:

a. Persepsi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, dimana persepsi sering diartikan sebagai proses menerima informasi atas stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis (Ban dan Hawkins, 1999). Menurut Tubs dan Moss (2001), mengartikan persepsi sebagai proses pembentukan kesan. Berbeda dengan Rakhmat (2001), menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).

b. Sikap petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek. Lebih tepat, diterjemahkan sebagai kesediaan beraksi terhadap suatu hal yang senantiasa terarah terhadap objek (Sastropoetro, 1988).

c. Tindakan petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, merupakan efek perilaku (behavioral) sebagai akibat yang timbul dalam diri petani, berupa perilaku, tindakan atau kegiatan (Effendy, 2000).


(44)

Komunikasi Pembangunan

Peningkatan komunikasi pembangunan sangat penting untuk meningkatkan program-program pembangunan. Pengembangan komunikasi pembangunan ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma komunikasi pembangunan dari yang berciri linier (searah dari atas ke bawah) ke pola komunikasi yang berciri konvergen. Agar program yang akan dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Effendy (2001), komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Komunikasi pembangunan ini merupakan suatu strategi yang menekankan pada perlunya sosialisasi pembangunan kepada seluruh para pelaku pembangunan daerah dan masyarakat secara umum melalui berbagai media strategis.

Berdasarkan pernyataan Rosario-Braid dalam Nasution (2002)

menyebutkan bahwa komunikasi pembangunan adalah elemen dari proses manajemen dalam keseluruhan perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan. Dalam pengertian yang lebih luas, komunikasi pembangunan diartikan sebagai identifikasi dan pemanfaatan keahlian dalam proses pembangunan dalam meningkatkan partisispasi untuk mencapai keuntungan yang diinginkan pada level yang paling rendah.

Hal ini seiring dengan pendapat Nasution (2002), yang membedakan komunikasi dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan adalah suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik (peran dan fungsi komunikasi) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan adalah segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat. Komunikasi pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses menyeluruh,


(45)

termasuk pemahaman terhadap khalayak serta kebutuhan-kebutuhannya, perencanaan komunikasi di sekitar strategi-strategi yang terpilih, pembuatan pesan-pesan, penyebaran, penerimaan, umpan balik terhadap pesan-pesan itu dan bukan hanya kegiatan langsung satu arah dari komunikator kepada penerima yang pasif.

Manusia pada hakekatnya selalu mencari interaksi atau hubungan-hubungan yang merupakan penjelasan yang memuaskan dari apa yang dilihat, dengan atau imajinasi. Pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, koplementer dan terpercaya adalah visi kesisteman dalam arti luas (Eriyanto, 1996; Brocklesby dan Cummings, 1995

dalam Sumardjo, 1999). Dalam merumuskan visi perlu mempertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi arah bagi tercapainya optimalisasi proses dalam dinamika sistem, mengingat sistem penyuluhan pertanian itu bersifat dinamis (komponennya dapat berubah sejalan dengan waktu), maka diperlukan kejelasan batas masa (milestone) visi itu perlu pertahankan, ditinjau kembali untuk direvisi.

Menurut Mills dalam Mardikanto dan Sutarni (1987), mengemukakan adanya empat peranan komunikasi di dalam proses pembangunan, yaitu :

1. Menerangkan atau menunjukkan kepada masyarakat tentang identitas dirinya sendiri

2. Memberikan aspirasi terhadap anggota masyarakat.

3. Menunjukkan teknik-teknik atau alternatif yang dapat dilakukan.

4. Menerangkan tentang alternatif yang dirasakan paling tepat oleh

masyarakatnya untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapi.

Pola Komunikasi

Pada hakekatnya, pola komunikasi tidak terlepas dari tingkah laku penerimaan dan pengiriman pesan di antara anggota kelompok. Menurut Rogers dan Schoemaker dalam Mardikanto (1987) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerimanya. Sehingga komunikasi ini digambarkan sebagai proses searah atau model komunikasi linier. Pada komunikasi ini, tidak adanya pesan balik yang berupa


(46)

tanggapan (respons) yang diberikan oleh sasaran (penerima) kepada sumber (pemberi) pesan tersebut.

Gambar 1 Model komunikasi linier.

Model linier pada awalnya dikembangkan atas dasar suatu model mekanis yang didesain untuk sistem telepon oleh Shanon dan Weaver (1949) dalam

Mardikanto (1987). Model linier ini mengidentifikasikan elemen-elemen utama proses komunikasi: sumber, pesan, saluran, penerima dan efek dengan aliran pengaruhnya satu arah (Jahi,1988). Komunikasi linier bersifat searah dari atas ke bawah dan biasanya cenderung adanya intervensi pemerintah dalam program (proyek) pemerintah. Berpegang pada pola pembangunan yang sentralistik dan didominasi pusat sehingga pendekatan bersifat top down. Komunikasi ini memiliki kelemahan, diantaranya: kurang berkembangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat, adanya ketergantungan pada pemerintah (program/proyek) dan lemahnya kelembagaan lokal (petani).

Model komunikasi konvergen digambarkan sebagai suatu proses interaktif dua arah di antara partisipan. Model komunikasi tersebut didefiniskan sebagai suatu proses dimana partisipan-partisipan menciptakan dan saling berbagi informasi satu sama lainnya untuk membentuk pengertian bersama sehingga terjadi hubungan di antaranya (Rogers dan Kincaid, 1981).

Tujuan komunikasi baru dapat tercapai, jika pihak-pihak yang berkomunikasi tersebut telah saling berinteraksi: bertukar pesan, pendapat, pikiran atau saling memberikan pesan balik. Oleh karena itu, pengertian komunikasi mengalami perubahan menjadi: suatu proses di mana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan bertukar informasi, antara satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Proses komunikasi tersebut,oleh Kincaid dan Schram disebut sebagai model komunikasi ”memusat” (konvergensi) (Mardikanto,1987).

SUMBER PENERIMA


(47)

Gambar 2 Model komunikasi memusat (konvergensi).

Berlo dalam Jahi (1988) mengganggap bahwa proses komunikasi

partisipan ini sebagai transaksi, karena kedua belah pihak mengirim dan menerima pesan. Namun dikemukakan pula oleh Jahi (1988) bahwa komunikasi konvergen tidak selalu berarti sepakat. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan-partisipan itu mulai memahami satu sama lain dengan lebih baik, terlepas dari apakah mereka sepakat satu sama lain, tetapi memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya pengertian.

Pengembangan konvergensi komunikasi tersebut sangat ditentukan oleh pengembangan keefektivan komunikasi pada masing-masing pelaku. Secara rinci konsep utama dalam model konvergen mencakup informasi, adanya kepastian, konvergensi, saling pengertian, kesamaan tujuan, tindakan bersama dan jaringan hubungan serta relasi sosial. Model komunikasi yang mendekati model komunikasi konvergen adalah model “interaktif” (Roger dan Kincaid, 1981 dan Sumardjo, 1999). Komunikasi konvergen ditandai dengan terakomodasinya aspirasi pihak atas (lembaga) dan pihak bawah (petani/masyarakat) dalam program pembangunan. Selain itu, terjadinya kesepahaman, tumbuhnya kesadaran, memiliki motivasi dan partisipasi yang tinggi.

Metode Komunikasi

Istilah metode atau dalam bahasa inggris “method” berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan dan logis pula (Effendy, 1993).

Dalam melakukan komunikasi di masyarakat pedesaan (Levis, 1996) terdapat dua metode pendekatan yaitu: 1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran inovasi (individu, kelompok dan massa) serta 2) pendekatan berdasarkan


(48)

cara penyampaian isi pesan (ceramah dan diskusi, demonstrasi dan penggunaan alat bantu).

Konsepsi Kelembagaan

Istilah kelembagaan merupakan terjemahan langsung dari institutions

yang selalu terdapat dalam setiap kehidupan masyarakat, baik pada masyarakat yang memegang nilai-nilai budaya atau pada masyarakat yang sudah modern. Menurut Soekanto (1990), menggunakan istilah pranata untuk istilah kelembagaan, yang diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Kelembagaan sering diistilahkan dengan lembaga kemasyarakatan (lembaga sosial), mengartikan kelembagaan sebagai suatu bentuk abstrak dengan norma dan aturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut.

Kelembagaan merupakan wadah untuk menumbuhkan tindakan kolektif di tingkat lokal sehingga mampu menciptakan perubahan arah struktur ekonomi pedesaan (subsisten menjadi ekonomi industri). Kinerja kelembagaan merupakan kemampuan suatu lembaga untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Syahyuti, 2003).

Kelembagaan (institution) merupakan kumpulan aturan main (rules of game) dan organisasi yang berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan (sustainable). Namun ada juga yang membedakan secara tegas kelembagaan dan organisasi. Selama ini sering terjadi kesalahpahaman bahwa kelembagaan diartikan/identik/dicampur-adukan dengan sistem organisasi. Padahal organisasi merupakan bagian dari pengambil keputusan yang di dalamnya diatur oleh sistem kelembagaan atau aturan main (behavior rule). Aturan main mencakup kisaran yang luas dari bentuk suatu konstitusi dari suatu negara, sampai pada kesempatan antara dua pihak (individu) tentang pembagian manfaat dan beban (biaya) yang harus ditanggung oleh masing-masing pihak guna mencapai tujuan tertentu (Rustiadi et al., 2004).

Kelembagaan petani merupakan wadah bagi para petani untuk dapat menyalurkan aspirasi petani dalam hal kepemilikan modal, kemampuan dan keterampilan berusaha tani. Kelembagaan yang ada dan yang telah terbentuk


(49)

diperlukan pembinaan untuk menggerakkan unsur aktivitas, kreativitas dan inisiatif pengurus dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Kelembagaan merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai keberhasilan dan pengembangan pertanian di suatu daerah dimana keberhasilan pembangunan pertanian juga ditunjang oleh kelompok tani dan sistem kelembagaan yang ada, sesuai dengan fungsi dan tugasnya (BKP, 2002).

Pengembangan kelembagaan sering dikenal juga sebagai pembinaan kelembagaan, yang didefinisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Khasnya, pengembangan kelembagaan menyangkut sistem manajemen, termasuk pemantauan dan evaluasi, perencanaan dan lain-laian (Israel, 1992).

Lembaga kemasyarakatan menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990), adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

Bentuk kelembagaan bermacam-macam yaitu: kelompok tani, koperasi, lumbung pangan dan sebagainya, dimana mempunyai banyak manfaat bagi petani. Forum koordinasi dan komunikasi antar lembaga perlu dikembangkan sehingga dapat menjadi media bagi terjadinya integrasi berbagai kepentingan yang memuaskan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan agribisnis. Kelembagaan yang perlu dikembangkan dalam agribisnis adalah kelembagaan-kelembagaan yang menjadi penunjang agribisnis itu sendiri, yaitu; lembaga keuangan, perbankan, penelitian (ilmiah), penyuluhan, pendidikan, asuransi pertanian, manajemen pembangunan daerah (pemerintah daerah), hukum, bisnis dan usaha tani (petani) (Mardikanto dan Sutarni, 1987).

Konsepsi Kelompok tani

Kelompok tani yang terbentuk pada masa lalu, kebanyakan bermula dari inisiatif seseorang pemuka masyarakat atau seseorang yang memiliki daya pengaruh kuat dalam mengajak para anggota masyarakat lainnya untuk bergabung membentuk wadah kelompok. Secara konsepsi, kelompok tani merupakan


(1)

Lampiran 19 Koefisien pengaruh persepsi petani pada peran kelompok tani

terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan

Cugenang, 2007

Keterangan : * Nyata pada

α

= 0,05

** Nyata pada

α

= 0,01

Keefektivan Komunikasi (Y2)

Desa Sukatani

Desa Cipendawa Desa

Sukamulya

Persepsi (Y2.1) Sikap (Y2.2) Tindakan (Y2.3) Persepsi (Y2.1) Sikap (Y2.2) Tindakan (Y2.3) Persepsi (Y2.1) Sikap (Y2.2) Tindakan (Y2.3) Persepsi petani

terhadap peran kelompok tani

(X2.5) R (+) S (-) T (-)

S (-) T (+)

R (-) S (+) T (-)

R (+) S (-) T (-)

R (-) S (+)

R (-) S (+) T (-)

R (+) S (-) T (-)

R (-) S (-) T (+)

R (+) S (-) T (-)

X2.5.1.Interaksi Kelompok 1. Pertemuan -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

+ 0,07 -

+ 0,01 -

+ 0,08 -

* - 0,39 +

- 0,05 +

+ 0,09 -

+ 0,07 -

* + 0,31 -

+ 0,15 -

+ 0,03 -

* + 0,35 -

+ 0,18 -

+ 0,05 -

- 0,19 +

+ 0,02 -

* - 0,37 +

- 0,17 +

+ 0,20 -

* - 0,32 +

+ 0,06 -

- 0,10 +

+ 0,22 -

+ 0,13 -

* + 0,36 -

* - 0,34 +

+ 0,13 -

- 0,15 + 2.Kerja Kelompok -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

- 0,29 +

+ 0,13 -

+ 0,10 -

- 0,17 +

+ 0,01 -

+ 0,21 -

+ 0,14 -

* - 0,36 +

+ 0,04 -

** + 0,52 -

+ 0,09 -

* - 0,33 - +

- 0,00 +

- 0,00 +

+ 0,13 + -

+ 0,04 -

- 0,10 +

- 0,18 - +

+ 0,06 -

- 0,25 +

+ 0,07 -

- 0,24 +

+ 0,14 -

- 0,24 +

+ 0,01 -

* - 0,35 +

+ 0,26 - X2.5.2.Penyebaran Informasi -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

+ 0,03 -

- 0,13 +

- 0,25 +

+ 0,28 -

- 0,18 +

- 0,23 +

- 0,23 +

- 0,14 +

+ 0,08 -

* + 0,38 -

+ 0,16 -

** - 0,40 +

+ 0,09 -

+ 0,16 -

- 0,12 +

+ 0,01 -

+ 0,24 -

+ 0,18 -

- 0,15 +

- 0,05 +

+ 0,01 -

- 0,18 +

- 0,03 +

* - 0,31 +

- 0,12 +

- 0,05 +

+ 0,02 -


(2)

Lampiran 20 Koefisien pengaruh persepsi petani pada peran kelembagaan

Packing House

terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan

Pacet dan Cugenang, 2007

Keterangan : * Nyata pada

α

= 0,05

** Nyata pada

α

= 0,01

Keefektivan Komunikasi (Y2)

Desa Sukatani Desa Cipendawa Desa Sukamulya Persepsi

(Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3) Persepsi petani

terhadap peran kelembagaan Packing House

(X2.6)

R (-) S (+) T (-)

S (-) T (+)

R (+) S (-) T (-)

R (-) S (+) T (-)

S (-) T (+)

R (-) S (+) T (-)

R (-) S (+) T (-)

R (-)

S (+) S (+) T (-)

X2.6.1.Fungsi Sarana (Pertemuan Kelompok) -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

- 0,11 +

- 0,23 +

+ 0,04 -

* + 0,31 -

** - 0,41 +

+ 0,08 -

** + 0,44 -

* - 0,34 +

** - 0,88 +

- 0,11 +

+ 0,27 -

+ 0,03 -

- 0,07 +

+ 0,17 -

* + 0,30 -

* - 0,30 +

+ 0,18 -

+ 0,12 -

+ 0,25 -

* - 0,35 +

** - 0,44 +

+ 0,03 -

- 0,13 +

- 0,05 +

+ 0,04 -

- 0,24 +

* - 0,30 +

X2.6.2.Pemanfaatan Sarana

(Keterlibatan Tim) -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

- 0,09 +

** 0,39 +

0,04 +

0,15 +

+ 0,21 -

+ 0,07 -

0,13 +

** 0,48 +

+ 0,26 -

0,03 +

0,28 +

0,02 +

+ 0,09 -

0,10 +

+ 0,17 -

0,15 +

0,17 +

0,90 +

- 0,02 +

* + 0,29 -

+ 0,14 -

0,18 +

0,01 +

0,08 +

- 0,10 +

+ 0,15 -

+ 0,15 -


(3)

Lampiran 21 Koefisien pengaruh persepsi petani pada peran kelembagaan Sub

Terminal Agribisnis terhadap keefektivan komunikasi di

Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007

Keterangan : * Nyata pada

α

= 0,05

** Nyata pada

α

= 0,01

Keefektivan Komunikasi (Y2)

Desa Sukatani

Desa Cipendawa Desa

Sukamulya

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3) Persepsi petani

terhadap peran kelembagaan STA

(X2.7) R (+) S (+) T (-)

S (-) T (+)

R (-) S (+) T (-)

R (-) S (+) T (-)

S (-) T (+)

R (-) S (+) T (-)

R (-) S (+) T (-)

S (-) T (+)

R (-) S (+)

X2.7.1. Fungsi Sarana (Pertemuan Kelompok) -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

- 0,16 +

- 0,07 +

+ 0,03 -

+ 0,20 -

** - 0,48 +

+ 0,10 -

* - 0,38 +

- 0,23 +

** + 0,43 -

+ 0,03 -

- 0,13 +

- 0,22 +

+ 0,17 -

+ 0,28 -

+ 0,02 -

- 0,20 +

- 0,29 +

+ 0,16 -

* - 0,33 +

- 0,21 +

- 0,16 +

- 0,17 +

- 0,23 +

- 0,22 +

- 0,27 +

- 0,18 +

- 0,20 +

X2.7.2.Pemanfaatan Sarana

(Keterlibatan Tim) -Pendekatan (Pasif) (Linier) (Interaktif) -Metode (leaflet/folder) (Ceramah) (Ceramah & Demonstrasi) -Frekwensi (Tidak pernah) (Jarang) (Sering)

+ 0,13 -

+ 0,20 -

+ 0,05 -

+ 0,03 -

* + 0,35 -

+ 0,06 -

+ 0,21 -

+ 0,24 -

- 0,24 +

- 0,02 +

* - 0,37 +

- 0,05 +

- 0,02 +

+ 0,13 -

- 0,09 +

- 0,13 +

* - 0,38 +

- 0,08 +

- 0,05 +

- 0,10 +

+ 0,04 -

** + 0,39 -

* - 0,31 +

* - 0,29 +

- 0,16 +

- 0,21 +

+ 0,01 -


(4)

Lampiran 22 Koefisien pengaruh intensitas interaksi sosial terhadap keefektivan

komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007

Keterangan : * Nyata pada

α

= 0,05

** Nyata pada

α

= 0,01

Keefektivan Komunikasi (Y2)

Desa Sukatani

Desa Cipendawa Desa

Sukamulya

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Persepsi (Y2.1)

Sikap (Y2.2)

Tindakan (Y2.3)

Intensitas

interaksi

sosial

(Y1

)

R (+) S (-)

T (-) R S (-) T (+)

R (+) S (-) T (-)

R (+) S (-) T (-)

R S (-) T (+)

R (-) S (+) T (-)

R (+) S (-) T (-)

R S (-) T (+)

R (+) S (-) T Y1.1. Jarak

Sosial - Rendah - Sedang - Tinggi

** - 0,63 + +

- 0,25 + -

** - 0,50 + +

- 0,48* +

+ 0,17 -

** - 0,55 +

* - 0,53 +

- 0,25 +

* - 0,50 +

Y1.2. Integrasi Sosial

- Rendah - Sedang - Tinggi

- 0,11 + -

** - 0,45 + +

* + 0,37 + -

+ 0,11 -

* - 0,30 +

* - 0,28 +

- 0,11 +

** - 0,45 +

* - 0,37 +

Y1.3.Tingkatan Sosial

- Rendah - Sedang - Tinggi

* 0,29 + -

0,01 + -

0,03 - +

0,15 - +

0,15 - +

0,21 + -

0,18 + -

0,02 + -

0,03 - +


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1.

Persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan yaitu peran

pokja pusat, daerah, korlap, pelaku bisnis, kelompok tani, kelembagaan

packing house

dan STA masih kurang tepat. Persepsi petani dalam

pendekatan komunikasi cenderung bersifat linier (searah), metode

komunikasi cenderung ceramah dan frekwensi rendah (jarang). Persepsi

petani yang berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih tepat

dibandingkan desa-desa

hinterland-

nya. Hal ini terkait dengan dekatnya

jarak sosial dengan lembaga agropolitan, cukup selarasnya tujuan, kedekatan

dengan kawasan agropolitan sehingga aksesibilitas dan dampaknya relatif

lebih terasa dibandingkan desa lainnya.

2.

Komunikasi petani dalam pengembangan peran-peran kelembagaan

agropolitan kurang efektif. Meskipun sudah berhasil menarik minat petani

terhadap program agropolitan namun pemahaman petani dan partisipasi

petani terhadap program agropolitan masih rendah. Komunikasi petani yang

berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih efektif dibandingkan

desa-desa

hinterland-

nya. Hal ini terkait dengan kecukupan pemahaman petani

terhadap program agropolitan menjadi tertarik sehingga mau berpartisipasi

pada program agropolitan.

3.

Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya keefektivan

komunikasi petani dalam agropolitan adalah:

- Karakteristik petani responden: rendahnya pendidikan, tidak tergabung

dalam kelompok tani, rendahnya pengalaman dan rendahnya pendapatan.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran pokja pusat pada proses

komunikasi dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran pokja daerah pada proses

komunikasi dalam sosialisasi, koordinasi dan ertukaran informasi.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran korlap pada proses komunikasi

dalam sosialisasi, penyusunan program, pemecahan masalah dan

pertukaran informasi.


(6)

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran pelaku bisnis pada proses

komunikasi dalam sistem dan jangka pembayaran.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran kelompok tani pada proses

komunikasi dalam interaksi kelompok.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran kelembagaan

Packing House

pada proses komunikasi dalam fungsi sarana.

- Persepsi yang kurang tepat terhadap peran kelembagaan STA pada proses

komunikasi dalam fungsi dan pemanfaatan STA.

Selain itu, disebabkan rendahnya intensitas interaksi sosial petani dan

rendahnya persepsi serta tindakan petani.

SARAN

1.

Perlu adanya perbaikan paradigma komunikasi dari cenderung linier ke

dialogis antara lembaga agropolitan dan petani agar tercipta persepsi yang

tepat. Persepsi petani yang memandang program agropolitan sebagai kegiatan

yang memberikan modal dan memperlancar pemasaran menjadi program yang

dapat memberdayakan petani melalui diskusi/musyawarah sehingga dapat

lebih berdampak pada tingginya partisipasi petani dalam kegiatan agropolitan.

2.

Perlu adanya perbaikan proses komunikasi dalam pendekatan yang cenderung

linier ke interaktif, dari satu metode menjadi banyak metode (gabungan

leaflet/folder, ceramah serta ceramah dan demonstrasi) dengan frekwensi yang

intensif.

3.

Perlu adanya perbaikan intensitas interaksi sosial khususnya jarak sosial dan

integrasi sosial yang berpotensi meningkatkan partisipasi petani sehingga

lebih bermanfaat dengan keberadaan program agropolitan.