DM tipe 2 biasanya mulai terjadi pada pertengahan umur atau lebih. Pasien biasanya gemuk, gejala terjadi perlahan‐lahan, dan diagnosis sering
dilakukan jika individu tanpa gejala mengalami peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin. Berbeda dengan DM tipe 1, pada DM tipe
2 kadar insulin plasma normal hingga tinggi dalam istilah absolut, meski pun lebih rendah dari yang diperkirakan untuk kadar glukosa plasma terjadi
defisiensi insulin relatif. Kadar glukagon tinggi dan resisten, dimana respons glukagon yang berlebihan akibat makanan yang masuk tidak dapat ditekan
akibat fungsi sel alfa tetap abnormal. Komplikasi akut yang terjadi pada pasien DM tipe 2 adalah sindroma koma hiperosmolar non‐ketotik, dan tidak terjadi
ketoasidosis. Ketoasidosis tidak terjadi akibat hati resisten terhadap glukagon sehingga kadar malonil‐CoA tetap tinggi, sehingga menghambat oksidasi asam
lemak jalur ketogenik. Jika penurunan berat badan terjadi, dapat diatasi dengan diet saja. Sebagian besar pasien yang gagal dengan terapi diet memberi respons
terhadap sulfonilurea, tetapi perbaikan hiperglikemia pada kebanyakan penderita tidak cukup hanya dengan obat ini saja, karena itu sejumlah besar pasien DM
tipe 2 memerlukan insulin Foster, 2000; Schteingart, 2006; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011.
2.7. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM yang telah direvisi menurut ADA American diabetes association adalah :
a. Nilai A1c 6,5, diagnosis DM harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan A1c ulangan, kecuali gejala klinis dan nilai kadar gula darah 200 mgdl.
b. Ditemukan gejala hiperglikemia dan kadar gula darah sewaktu 200 mgdl. Gejala klasik hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas, atau c. Kadar gula darah puasa 126 mgdl. Puasa berarti pasien tidak menerima
asupan kalori 8 jam terakhir sebelum pemeriksaan, atau d. Kadar gula darah 2 jam setelah makan 200 mgdl setelah tes toleransi
glukosa menggunakan glukosa 75 gram Cavallerano, 2009; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Komplikasi
DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh
darah kaki, dan saraf. Dengan penanganan yang baik, berupa kerjasama yang erat antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM
dapat dicegah, setidaknya dihambat perkembangannya Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006; Shahab dan Waspadji, 2009.
Komplikasi DM terbagi dua yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi metabolik akut disebabkan
perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik
DKA. Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hiperosmolar koma non‐ketotik HHNK, dan hipoglikemia Price dan Wilson, 2002; Schteingart,
2006; Shahab dan Waspadji, 2009. Komplikasi vaskular jangka panjang DM melibatkan pembuluh darah
kecil mikroangiopati dan pembuluh darah sedang dan besar makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan
arteriol retina retinopati diabetik, glomerulus ginjal nefropati diabetik dan saraf perifer neuropati diabetik, dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetic
mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006; Shahab dan Waspadji, 2009.
2.9. Penilaian Pengontrolan Glukosa