Gangguan Tidur 2. Definisi TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Tidur 2.2.1. Definisi Gangguan tidur adalah suatu kondisi gangguan medis pola tidur yang terjadi pada seseorang, baik dari segi kualitas, kuantitas, atau gangguan perilaku dan kondisi fisiologis pada saat tidur. 16,23 Gangguan kuantitas tidur adalah tidak terpenuhinya durasi tidur yang normal, dapat akibat kesulitan memulai tidur atau ketidakmampuan mempertahankan tidur. Gangguan kualitas tidur adalah terputusnya tidur akibat terbangun ketika tidur yang durasinya singkat namun dengan frekuensi sering dan berulang. 16,23

2.2.2. Etiologi

Terjadinya gangguan tidur pada anak dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal misalnya adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan pada ARAS. Faktor eksternal misalnya adalah faktor lingkungan, seperti adanya bunyi yang menggangu, cahaya, bau, ataupun lokasi tidur. Keadaan sosial ekonomi juga terbukti memiliki hubungan terhadap terjadinya gangguan tidur pada anak, seperti kelembaban, suhu dingin, kumuh, kepadatan, dan bunyi bising. 24-26 Faktor lain adalah kebiasaan dan perilaku sebelum tidur, seperti menonton televisi atau melakukan kegiatan berat seperti olahraga sebelum tidur. Gangguan tidur juga dapat terjadi akibat efek sekunder dari penyakit lain yang sedang diderita. 24

2.2.3. Klasifikasi

Secara umum PPDGJ III membagi gangguan tidur menjadi 2, yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia adalah suatu kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan tidur pada segi kualitas, kuantitas, atau waktu tidur yang terkait dengan faktor emosional. Keadaan insomnia dan hiperinsomnia serta gangguan siklus bangun tidur termasuk dalam disomnia. Parasomnia adalah adanya kejadian abnormal yang terjadi selama tidur, seperti night terrors, nightmares, sleep walking, dan sleep talking. Selain itu, gangguan tidur lain menurut PPDGJ III adalah gangguan tidur organik, gangguan tidur nonpsikogenik termasuk narkolepsi, sleep apnea, mioklonus nokturnal, dan enuresis. 27 Menurut DSM-V gangguan tidur dibagi menjadi gangguan insomnia, gangguan hiperinsomnia, narkolepsi, Obstructive sleep apnea hypopnea, gangguan irama sirkadian, parainsomnia, gangguan NREM, gangguan mimpi buruk, gangguan perilaku REM, dan restless legs syndrome. 28 Ganguan tidur yang terjadi pada anak dapat berupa gangguan tidur primer atau sebagai konsekuensi sekunder dari adanya gangguan medis atau kejiwaan yang mendasarinya. Gangguan tidur primer adalah suatu keadaan seseorang sulit untuk memulai atau mempertahankan tidur dan berlangsung minimal 1 bulan. 16,17 Klasifikasi gangguan tidur ini didasari pada keadaan yang kronik, sedangkan gangguan tidur yang terjadi beberapa malam pasca stress psikososial tidak didiagnosis sebagai gangguan tidur. Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur setidaknya diperlukan minimal 3 kali kejadian dalam seminggu selama periode 1 bulan disertai keluhan fisik seperti kelelahan, mudah marah, dan lain lain. 16,17

2.2.3.1. Insomnia

a. Definisi Insomnia dapat diartikan sebagai keadaan seseorang sulit untuk memulai tidur atau sulit mempertahankan tidur. Seseorang yang terbangun dari tidur di pagi hari namun merasa bahwa tidurnya belum cukup juga dapat disebut sebagai insomnia. Terkadang orang yang menderita insomnia memiliki waktu tidur yang lebih lama tetapi kualitasnya kurang. Gangguan insomnia ini biasanya terjadi pada individu dewasa, beberapa penyebabnya adalah karena gangguan fisik ataupun faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. 16,17 b. Jenis-jenis insomnia Secara umum insomnia terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Insomnia Inisial Merupakan gangguan tidur berupa kesulitan untuk memulai tidur. 2. Insomnia Intermiten Merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan tidur, sehingga orang tersebut sering kali terbangun dari tidur di malam hari. 3. Insomnia Terminal Adalah keadaan seseorang bangun lebih awal dari tidurnya namun sulit untuk tidur kembali. 16 c. Faktor-faktor penyebab insomnia a. Stress atau kecemasan Seseorang yang sedang mengalami kegelisahan cenderung memikirkan permasalahan yang sedang dihadapinya, sehingga membuatnya lebih banyak terjaga di malam hari. b. Depresi Selain menyebabkan insomnia, depresi juga cenderung menimbulkan perasaan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah yang sedang dihadapinya. Depresi dapat menyebabkan insomnia, dan insomnia sendiri juga dapat menyebabkan depresi. c. Kelainan-kelainan kronis Kelainan tidur seperti sleep apnea, diabetes, sakit ginjal, artritis atau penyakit yang mendadak sering kali menyebabkan seseorang kesulitan untuk tidur di malam hari. d. Efek samping pengobatan Beberapa pengobatan memiliki efek samping insomnia. Seperti obat-obatan hipnotik dapat mengganggu tidur tahap III-IV NREM, golongan beta bloker, dan golongan narkotik seperti meperidin hidroklorida dan morfin dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seseorang terjaga lebih lama pada malam hari. e. Pola makan yang buruk Kebiasaan untuk mengkonsumsi makanan berat saat sebelum tidur bisa menyebabkan seseorang sulit untuk tidur. f. Kafein, nikotin dan alkohol Kafein dan nikotin merupakan zat stimulan. Mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan pengurangan waktu tidur atau meningkatkan waktu terjaga. Alkohol dapat mengacaukan pola tidur, karena alkohol dapat mengganggu tidur fase REM. g. Kurang olahraga Seseorang yang kurang olahraga juga dapat menyebabkan kesulitan tidur yang signifikan. 16,17 Terdapat juga penyebab lain yang berkaitan dengan insomnia, seperti: a. Usia lanjut b. Wanita hamil c. Riwayat depresi 29

2.2.3.2. Parainsomnia

a. Definisi Parasomnia adalah perilaku yang dapat menggangu tidur atau perilaku mengganggu yang terjadi selama tidur. Kelainan ini sering terjadi pada anak- anak. 16,17 b. Klasifikasi Klasifikasi parasomnia didasarkan pada munculnya perilaku tersebut di tiap-tiap fase tidur. Parasomnia saat tidur fase NREM terdiri dari sleep walking, night terror, sleep talking, dan rhythmic movement disorders enuresis. Parainsomnia fase NREM biasanya terjadi beberapa jam setelah anak jatuh tidur. Parasomnia saat tidur fase REM, contohnya adalah nightmares. 16,17 1. Sleep Walking Sleep walking atau berjalan saat tidur sering ditemui pada anak-anak dengan prevalensi 17. Usia rata-rata anak yang mengalami kelaianan ini adalah sekitar 5-7 tahun dan biasanya ditemukan riwayat keluarga dengan keluhan serupa. Anak tidak dapat mengingat kejadian yang ia alami selama tidur, sering disertai dengan night terror, serta mengompol. 17 2. Night terrors Night terrors atau dalam beberapa referensi lain disebut sebagai Sleep terrors adalah episode ketakutan yang terjadi tiba-tiba. Anak akan menangis atau berteriak keras dan disertai peningkatan kerja sistem saraf otonom, seperti berkeringat, peningkatan tekanan darah dan takikardi. Kejadian sleep terrors sering dialami anak usia remaja. Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan antara kejadian ansietas dengan peningkatan kejadian night terrors ini. 17 3. Sleep talking Sleep talking atau mengigau adalah jenis gangguan parasomnia yang paling sering ditemukan. Anak usia antara 3-13 tahun merupakan yang paling sering mengalami gangguan ini. Sleep talking ini sering menjadi komorbid dengan sleep walking dan night terrors, dan belum diketahui secara pasti mengenai patofisiologi hal tersebut. 17 4. Nightmares Nightmares atau mimpi buruk adalah jenis kelainan parainsomnia yang terjadi saat tidur fase REM. Anak yang mengalami mimpi buruk biasanya langsung terbangun dari tidurnya dan tampak ketakutan. Anak dapat mengingat mimpi yang ia alami tersebut. Karena mimpi terjadi pada fase REM, pada fase ini terjadi konsolidasi memori. Hal inilah yang membedakan mimpi pada fase REM dan fase NREM. 17

2.2.3.3. Narkolepsi

Narkolepsi atau sleep attack adalah gangguan tidur dengan gejala serangan mengantuk tiba-tiba pada siang hari. Penyebab gangguan tidur ini belum diketahui pasti, namun diduga akibat adanya kerusakan genetik sistem saraf di otak yang menyebabkan gangguan tak terkendali pada tahap tidur fase REM. 17,29

2.2.3.4. Sleep Apnea

Sleep apnea adalah suatu periode henti napas ketika tidur. Sleep apnea dibagi menjadi 3 jenis, yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea, dan campuran. 17,30 Central sleep apnea sering terjadi pada usia lanjut, ditandai dengan terhentinya aliran udara dan usaha napas secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini mungkin disebabkan kerusakan batang otak atau hiperkapnia. 30 Upper airway obstructive apnea ditandai dengan peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi tersebut. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Ditandai dengan napas megap-megap atau mendengkur ketika tidur. Mendengkur berlangsung 3-6 kali kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea terjadi ketika pasien tidak mendengkur. Gangguan ini sering disertai dengan nyeri kepala atau perasaan tidak enak pada pagi harinya. Pada anak-anak keadaan ini sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran napas, dystonomi syndrome, adenotonsilar hypertrophy,dan lain-lain. Pada orang dewasa dapat diakibatkan oleh obstruksi saluran napas akibat septal defek, hipotiroid, gangguan jantung, penyakit paru obstruktif kronik PPOK, hipertensi, stroke, gullain barre syndrome GBS, dan lain-lain. Sleep apnea baik sentral ataupun obstruksi menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari dan kadang sulit untuk tidur kembali. 17,30 Table 2.3. Gejala klinis dan dampak dari gangguan pernapasan saat tidur Gejala gangguan pernapasan saat tidur Konsekuensidampak gangguan pernapasan saat tidur 1. Mengorok Neurobehavioral 2. Bernapas dengan mulut 1. Somnolen 3. Gelisah saat tidur 2. Hiperaktif 4. Megap-megap saat tidur 3. Penurunan konsentrasi 5. Berkeringat 4. Gangguan perilaku 6. Night terrors 5. Menarik diri dari sosial 7. Mengompol 6. Depresi, cemas, tidak percaya diri 8. Posisi tidur yang tidak biasa Cardiovascular 9. Hidung tersumbat 1. Hipertensi sistemik 10. Pembesaran tonsil dan adenoid 2. Cor pulmonale 11. Rhinitis alergisinusitis 3. Hipertrofi ventrikel kiri 4. Dislipidemia 5. Resistensi insulin Catatan: tabel telah diolah kembali Sumber: Samuele Cortese dkk, 2014 17

2.2.4. Dampak Gangguan Tidur Pada Anak

Seseorang yang mengalami gangguan tidur dapat mengalami beberapa efek baik dengan onset akut maupun kronis. Efek akut yang mungkin dialami akibat gangguan tidur adalah rasa ngantuk, penurunan atensi dan konsentrasi. Efek kronisnya memungkinkan seseorang tersebut menderita beberapa penyakit seperti penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes mellitus tipe 2, dan stroke, serta timbulnya gangguan memori dan gangguan psikologi. 9,29,30 Apabila seorang anak mengalami gangguan tidur, akan sangat berpengaruh terutama terhadap perkembangan kognitifnya. Berikut ini adalah beberapa dampak gangguan tidur pada anak: a. Aspek mood Iritabilitas, mood yang berubah-ubah, kendali emosi yang buruk. b. Fungsi kognitif Atensi dan konsentrasi yang berkurang, waktu reaksi terlambat, kewaspadaan berkurang, penurunan fungsi eksekutif pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, gangguan pembelajaran, dan prestasi belajar yang buruk. c. Aspek perilaku Hiperaktivitas, ketidakpatuhan, perilaku membangkang, kendali impuls yang buruk, peningkatan keinginan untuk mengambil resiko. 9,29,30

2.2.6. Diagnosis Gangguan Tidur

Orang tua yang merasa anaknya mengalami gangguan tidur, biasanya akan membawa anak mereka ke dokter. Namun sangat disayangkan bahwa tidak semua dokter mengetahui variasi dari gangguan tidur tersebut. Selain ke dokter, orang tua sering berkonsultasi dengan psikologi terkait gangguan tidur yang terjadi pada anak mereka. 7.31 Salah satu metode untuk skrining ada atau tidaknya gangguan tidur pada anak dapat menggunakan SDSC Sleep Disturbances Scale for Children. SDSC merupakan sebuah kuesioner yang cukup baik dalam mengkategorisasikan gangguan tidur berdasarkan perilaku tidur anak. 7,31 Kuesioner SDSC terdiri dari 26 pertanyaan yang dinilai dalam 5 angka. Angka 1 untuk tidak pernah, 2 untuk jarang 1-2 kali perbulan, 3 untuk kadang-kadang 1-2 kali seminggu, 4 untuk sering 3-5 kali seminggu, dam 5 untuk selalu atau setiap hari. Kuesioner SDSC ini memberikan kemudahan dengan menggunakan sistem skoring. Skor gangguan tidur memiliki rentang dari 26 hingga 130. Hasil skor tersebut akan dimasukkan kedalam program SPSS Statistical Package for Sosial Sciences dan kategorikan menjadi 2 kategori, yaitu mengalami gangguan tidur dan tidak gangguan tidur. Dikatakan mengalami gangguan tidur apabila skor persentil 55, dan tidak gangguan tidur apabila skor ≤ persentil 55. Untuk masing-masing jenis gangguan tidur, dikatakan mengalami gangguan tidur apabila skor persentil 60. 7,31 Selain kuesioner SDSC, terdapat pula beberapa kuesioner lain yang dapat digunakan untuk skrining gangguan tidur, diantaranya adalah a brief screening infant sleep questionnare BSIQ, the Sleep Questionnare, dan the Children’s Sleep Habit Questionnare. 31

2.2.7. Tata Laksana Gangguan Tidur

Terapi gangguan tidur pada anak bersifal individual. Karena gangguan tidur setiap anak berbeda sehingga terapi diberikan berdasarkan kebutuhan anak dan tipe gangguan tidur yang dialami. 19 Beberapa terapi yang dapat dilakukan antara lain: hygiene tidur, konseling, penghindaran berbagai faktor yang dapat mengganggu tidur, terapi perilaku, adenotonsilektomi, dan terapi oksigen tekanan positif. 32 Hygiene tidur adalah perilaku sehari-hari yang dapat membentuk kualitas dan kuantitas tidur yang baik. Beberapa perilaku tersebut antara lain: - Menghindari tidur di siang hari yang terlalu sore dan durasinya cukup singkat saja yaitu tidak lebih dari 1 jam - Menghindari konsumsi alkohol, rokok, dan kafein sebelum tidur - Menghindari aktivitas yang bersifat stimulasi baik secara fisiologis, kognitif, atau emosional - Tidur sendiri - Tidur dengan lingkungan dan kondisi yang nyaman, tenang, dan bebas toksin - Mempertahankan jadwal tidur yang stabil seperti memulai tidur dan bangun tidur pada saat yang sama setiap harinya. 32 Selain terapi nonfarmakologi, gangguan tidur pada anak juga sering dikombinasikan dengan terapi farmakologi. Beberapa obat yang menjadi pilihan terutama pada gangguan insomnia adalah benzodiazepine, agonis reseptor α2, derivat pirimidin, sedatif anti- depresan, melatonin, dan sedatif antihistamin seperti difenhidramin dan hidroxizin. 17 Diantara terapi di atas melatonin adalah yang paling efektf, aman dan bisa ditoleransi dengan baik, terutama pada gangguan tidur yang disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi irama sirkardian. Beberapa studi yang menggunakan terapi melatonin dengan plasebo menunjukkan bahwa penggunakan melatonin sebagai terapi gangguan tidur pada anak usia di bawah 3 tahun dapat mempercepat anak tertidur dan meningkatkan total durasi tidur. 17,19

2.2. Anak