53
selama hidup berdampingan dengan masyarakat Arab di Palestina. Dengan kata lain, rakyat Arab Palestina “sukses” menggali kuburannya sendiri dengan
memperkuat musuh yang akan mengancam masa depannya kelak
132
.
B. Pemberontakan Arab Palestina 1936-1939
Pemberontakan Arab Palestina 1936-1939 adalah sekumpulan kerusuhan sporadis yang dilakukan para petani dan pejuang revolusioner di Palestina.
Pemberontakan ini awalnya menggunakan metode „Ketidaktaatan Sipil‟ Civil Disobedience
133
namun berevolusi menjadi perlawanan bersenjata yang terdiri atas sekumpulan kecil pengerusakan tanpa mengincar satu target spesifik,
melainkan banyak target; antara lain orang Yahudi dan Pemerintahan Mandat Inggris.
Penyebab tak langsung dari pemberontakan tersebut adalah „Insiden
Semen‟ yang terjadi di pelabuhan Haifa, 16 October 1935. Insiden ini dilatarbelakangi ketika orang-orang Arab yang bekerja sebagai kuli
panggul sedang mengangkut kiriman 537 drum semen putih dari kapal kargo Belgia Leopold II, yang dalam surat keterangan bea cukai merupakan pesanan
untuk pengusaha Yahudi bernama J. Katan di Tel Aviv
134
. Sebuah drum tak sengaja jatuh dan rusak, ternyata isi drum tersebut adalah beberapa pucuk senapan
lengkap dengan amunisinya
135
. Investigasi menyeluruh oleh Pemerintah Mandat Inggris mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah besar senjata yang
132
Moshe Sakal. The real point of no return in the Jewish-Arab conflict, dari http:www.haaretz.comweekendweek-s-end.premium-1.566793
. Diakses pada 10 Mei 2014
133
Ralph Schoenemann, Mimpi Buruk Kemanusiaan : Sisi Gelap Zionisme. Surabaya : Pustaka Progresif,1998,h.52
134
Gudrun Krämer, A History of Palestine: From the Ottoman Conquest to the Founding of the State of Israel. New Jersey :Princeton University Press,2008, h.263
135
Ted Swedenburg, Memories of revolt: the 1936-1939 rebellion and the Palestinian national past. Fayetteville: University of Arkansas Press,2003,h.220
54
diselundupkan, yang terdiri atas 25 Senapan Mesin, 800 Rifle dan 400.000 butir amunisi yang dimuat dalam 359 drum semen. Tapi karena identitas sebenarnya
dari pemesan senjata itu tak diketahui, maka Pemerintah Mandat Inggris memutuskan untuk tidak melakukan penangkapan
136
. Sejak kekerasan berdarah yang dilakukan orang orang Arab terhadap
orang orang Yahudi pada tahun 1929, Haganah berusaha menyelundupkan senjata ke Palestina demi melindungi keselamatan warga Yahudi. Penemuan kiriman
senjata tersebut memperkuat bukti bahwa pasukan paramiliter Yahudi di Palestina mempersenjatai diri secara besar-besaran sebagai langkah preventif
137
. Haganah telah mengirimkan perwakilan ke Belgia, Prancis dan Italia untuk membeli senjata
dan sering diselundupkan ke Palestina dalam peti dan bagasi. Banyak kekhawatiran bahwa kaum Zionis akan berusaha mendirikan Negara di Palestina
dengan menggunakan kekuatan senjata
138
. Kontroversi akibat masalah penyelundupan senjata tersebut dan sikap
lunak Inggris terhadap Haganah, serta makin bertambahnya imigran Yahudi ke Palestina, menjadi faktor utama munculnya seorang ulama karismatik asal Syria
bernama Izzudin al-Qassam yang menganjurkan sebuah solusi alternatif bagi rakyat Palestina agar melakukan konfrontasi terhadap kelompok Zionis dan
Pemerintah Mandat Inggris
139
. Motivasi Izzudin al-Qassam menawarkan solusi alternatif yang radikal karena ia menilai Dewan Tinggi Muslim yang dipimpin
136
Ted Swedenburg, Memories of revolt: the 1936-1939 rebellion and the Palestinian national past. Fayetteville: University of Arkansas Press,2003,h.78
137
The Black Paper on The Jewish Agency and The Zionist Terrorist. Arab Higher Committee Archive, 12 Maret 1948,h.3
138
Weldon C Matthews, Confronting an Empire, Constructing a Nation: Arab nationalists and popular politics in mandate Palestine. London New York : I B Tauris. 2006,
h.237
139
Wawancara Pribadi dengan Duta Besar Palestina untuk Republik Indonesia, Fariz al Mehdawi, Jakarta 4 Juli 2014.
55
Amin al-Hussayni tak serius dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Ia menyalahkan Dewan Tinggi Muslim yang lebih senang memperbaiki masjid
dibanding membeli senjata
140
. Namun situasi demikian, disebabkan juga karena adanya fragmentasi politik di kalangan elit Palestina.
Percaturan politik di kalangan elit Palestina didominasi oleh dua faksi yaitu Majlisiyun Pendukung Amin al-Hussayni dan
Mu‟ardiun Pihak Oposisi yang dipimpin oleh Raghib al-Nashashibi
141
. Gesekan diantara kedua kubu semakin menajam terutama setelah Musa Kazim al-Hussayni dipecat dari
jabatannya sebagai Walikota Jerussalem dan digantikan oleh Raghib al- Nashashibi. Rivalitas antara kedua kelompok dinilai menjadi biang kemunduran
elit Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina
142
Pada dekade 1930an, sejumlah partai politik baru bermunculan di Palestina. Partai-partai itu adalah Partai Kemerdekaan Arab Hizb al-Istiqlal al-
Arabi yang didirikan oleh Izzat Darwaza, Partai Pertahanan Nasional Hizb al- Difa al-Watani yang dikuasai oleh Keluarga Nasashibi, Partai Arab Palestina
Hizb al-Arabi al Filastini yang didominasi oleh Keluarga Hussayni, Partai Reformasi Hizb al-Islah yang dipimpin oleh Keluarga Khalidi, dan tentunya
golongan radikal dibawah komando Izzudin al-Qassam yang menyerukan perlawanan bersenjata melawan Pemerintah Mandat Inggris dan Pihak Zionis
143
.
140
Uri M Kupferschmidt, The Supreme Muslim Council: Islam Under the British Mandate for Palestine. Leiden : Ej brill,1987,h.251
141
Dr.Manuel Hassasian, Palestine Factionalism in the National Movement 1919-1939. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1990 h.78-79
142
Taysir Nashif. “Palestinian Arab Jewish Leadership in Mandate Period”. Journal of Palestine Studies. Vol.6 no.4, h.113-121
143
Weldon C Matthews. Confrontong an Empire, Constructing a Nation : Arab Nationalist Popular Politic in Mandate Palestine. London New York : I B Tauris. 2006,
h.226-227
56
Untuk mencapai tujuannya, Izzudin al-Qassam mendirikan organisasi yang dinamai “Brigade Tangan Hitam” al-Kaff al-Aswad. Kelompok ini memiliki
sekitar 200-800 anggota yang terdiri atas sejumlah sel dan bertugas melakukan aksi sabotase serta pengerusakan terhadap fasilitas Pemerintah Inggris
pemukiman Yahudi. Pada tahun 1935, Izzudin al Qassam menghimpun 800 anggota Brigade Tangan Hitam untuk menyerang pelabuhan Haifa yang notabene
adalah pusat perekonomian Inggris karena adanya jaringan pipa minyak di wilayah itu
144
. Pada tanggal 20 November 1935, setelah membunuh seorang opsir polisi,
Izzudin al-Qassam dikepung oleh polisi Inggris di sebuah gua di dekat Kibbutz Ahrasy Yu‟bad. Izzudin al-Qassam tewas dalam baku tembak bersama dengan
tiga anak buahnya. Sedangkan beberapa anggota Tangan Hitam yang masih hidup ditangkap oleh Polisi Inggris
145
. Kematian Izzudin al-Qassam yang dianggap tragis membuat seluruh
lapisan rakyat Palestina berkabung, sehingga penguburan jenazahnya diselenggarakan layaknya upacara resmi kenegaraan. Izzudin al-Qassam dianggap
sebagai martir oleh rakyat Palestina. Kematiannya menjadi pemicu bagi rakyat Arab Palestina untuk memberontak melawan Pemerintah Mandat Inggris
146
, sekaligus mentransformasi perlawanan rakyat Palestina menjadi pemberontakan
bersenjata untuk beberapa dekade selanjutnya
147
.
144
Ted Swedenburg. “Al-Qassam Remembered”. Journal of Comparative Poetics. No.7 spring 1987 h.7-24
145
Rashid Khalidi. Iron Cage : Palestinian Struggle for Statehood. Oxford : One World Publication,2007, h.90
146
Ted Swedenburg. “Al-Qassam Remembered”. Journal of Comparative Poetics. No.7 spring 1987 h.7-24
147
Fariz al Mehdawi. Derita Palestina Air Mata Kita. Jakarta : Cendikiawan Marhaen., t.t. h.6
57
Pada tanggal 15 April 1936, salah satu murid Izzudin al-Qassam yang bernama Farkhan al-
Sa‟adi, bersama anak buahnya membajak sebuah bus di kota Nablus dan menembak mati dua orang warga sipil Yahudi yang berada di dalam
bus tersebut. Sore harinya, Haganah membalas dendam dengan membunuh dua orang petani Arab. Insiden ini menimbulkan ketegangan diantara kedua kelompok
dan memicu bentrokan fisik yang berkelanjutan
148
. Akibatnya, Pemerintah Mandat Inggris langsung mengumumkan jam malam bagi warga sipil di kota Jaffa
dan Tel Aviv. Bahkan selanjutnya Pemerintah Mandat Inggris memberlakukan keadaan Darurat Militer di seluruh kawasan Palestina. Pada tanggal 20 April
1936, sejumlah elit Palestina mendirikan Komite Arab Tertinggi Al Lajnah al Arabiyah al-Uliya di kota Nablus, yang mendeklarasikan Perlawanan rakyat
Arab Palestina terhadap Pemerintah Mandat Inggris
149
. Komite Arab Tertinggi dipimpin oleh Amin al-Hussayni. Anggota partai
politik lain juga menjadi anggota komite ini, seperti Raghib al-Nashashibi, Husayn al-Khalidi, Abdul Latif Saleh dan Awni Abdul Hadi. Komite ini menuntut
agar imigrasi Yahudi dihentikan dan Pemerintah Mandat Inggris tak boleh lagi menjual tanah pada Imigran Yahudi serta dibentuknya pemeritahan sendiri bagi
orang Arab Palestina yang akan bertanggung jawab pada Parlemen Inggris
150
. Komisaris Besar Mandat Inggris, Sir Arthur Grenfell Wauchope, segera
mengajak Amin al-Hussayni untuk berunding. Ia memohon agar Komite Arab Tertinggi tidak melakukan hal hal yang bersifat ilegal dan merugikan kepentingan
148
William Cleveland Martin Burton . History of Modern Middle East. Philadelphia : Westview Press, 2009,h.258
149
Taysir Nashif. “Palestinian Arab Jewish Leadership in Mandate Period”. Journal of Palestine Studies. Vol.6 no.4, h.113-121
150
Abdel Aziz Ayyad. Palestine Nationalism Palestinian. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1999, h.155
58
kedua belah pihak
151
. Namun Amin al-Hussayni tetap bersikeras menjalankan rencananya, jika Pemerintah Mandat Inggris tidak mau mengabulkan tuntutan
Komite Arab Tertinggi, maka kekerasan adalah satu-satunya pilihan. Pada tanggal 7 Mei 1936, Komite Arab Tertinggi menghimbau agar semua
rakyat Arab Palestina yang bekerja di kantor-kantor pemerintah maupun perusahaan perusahaan di seluruh wilayah Palestina melakukan mogok kerja, serta
tak perlu lagi membayar pajak kepada Pemerintah Mandat Inggris. Dengan ini, dimulailah „Pemogokan Umum di Palestina‟ Palestine General Strike yang
menjadi tahap awal dari Pemberontakan tahun 1936.
152
Kepercayaan diri Amin al-Husayni beserta rekan-rekannya dalam memulai pemberontakan dikarenakan mereka menerima suntikan dana dari Pemerintahan
Fasis Italia secara berkala, padahal saat itu Inggris sedang bersengketa dengan Italia atas wilayah Ethiopia. Pemberontakan di Palestina yang dimotori oleh Amin
al-Hussayni dan rekan rekannya bukan hanya menusuk Inggris dari belakang di tengah kasus sengketanya dengan Italia, namun juga membuat pengaruh Fasis
Italia di wilayah tersebut semakin besar
153
. Selain Fasis Italia, pihak luar yang memiliki andil dalam pemberontakan
ini adalah Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir. Pada 24 Mei 1936, Hassan al-Bana, Pemimpin Ikhwanul Muslimin menyatakan pada para anggotanya untuk
membantu „Saudara-Saudara Muslim Palestina‟, dibentuklah Komite Sentral
151
Michael J. Cohen. “Sir Arthur Wauchope, the Army, and the Rebellion in Palestine 1936”. Middle Eastern Studies, Vol. 9, No. 1 Jan., 1973, h. 19-34
152
Ralph Schoenemann, Mimpi Buruk Kemanusiaan : Sisi Gelap Zionisme. Surabaya : Pustaka Progresif,1998, h.52-53
153
Nir Arielli. “Italian Involvement in the Arab Revolt in Palestine : 1936-1939”. British Journal of Middle Eastern Studies. Vol.35 no.2 h.187-204
59
Bantuan untuk Palestina Al-Lajna al-Markaziyya al-Amma li- Musa‟adat Filastin
yang diketuai oleh Hassan al-Bana sendiri
154
. Pemberontakan tahun 1936 mentransformasi Ikhwanul Muslimin, yang
awalnya hanya sekedar organisasi pemuda menjadi organisasi politik, dari sifatnya yang hanya Misi Deklaratif
Da‟wa Qawliyya menjadi Perjuangan Aktif Jihad Amali. Tujuan akhir gerakan politik Ikhwanul Muslimin adalah
pembentukan negara-negara Islam yang merdeka dan berlandaskan Syariat Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak ada cara lain bagi mereka kecuali
mengambil sikap non-kooperatif dan melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemerintahan yang sah. Pemberontakan Arab tahun 1936 merupakan momen yang
tepat bagi mereka untuk melancarkan aksi teror terhadap Pemerintah Mandat Inggris dengan dalih “solidaritas sesama Muslim”
155
. Pada bulan Juli 1936, Fawzi al-Qawuqji, sukarelawan asal Syria yang
pernah menjadi Penasehat Militer Ibnu Saud dan disebut-sebut telah “mentransformasi angkatan perang Saudi Arabia menjadi sekuat Prussia”,
memasuki wilayah Palestina bersama 200 orang personil tentara bayaran yang ia sebut sebagai Jaysh. Para tentara bayaran itu digabungkan dengan kelompok
pemberontak Palestina dan dibagi menjadi 4 divisi, masing masing dipimpin oleh seorang Komandan Pleton
156
. Pasukan pemberontak melakukan pengrusakan dan sabotase yang
diarahkan pada instalasi-instalasi strategis milik pemerintah Inggris seperti ,jaringan komunikasi, kantor polisi, pos-pos militer, rel kereta dan jalur Trans
154
Artikel di Koran Filastin, 27 Mei 1936
155
Israel Gershoni. “The Muslim Brotherhood the Arab Revolt in Palestine 1936- 1939”. Middle Eastern Studies. Vol.22 no.3 juli 1886 ,h.367-397
156
Laila Parsons. “Soldiering for Arab Nationalism : Fawzi al-Qawuqji in Palestine”. Journal of Palestine Studies. Vol.36 no.4 summer 2007, h.33-48
60
Arabian Pipeline TAP yang dimiliki oleh British Petroleum, kemudian berlanjut pada pengrusakan properti di pemukiman Yahudi.
Pemerintah Mandat Inggris segera memberlakukan Hukum Darurat Militer. Orang orang yang dicurigai terlibat dalam pemogokan ditangkapi,
Pemerintah juga mengenakan denda pada desa-desa yang warganya terlibat dalam pemogokan
157
. Pemerintah Mandat Inggris terus mengerahkan tentaranya ke pelosok
pedesaan dan meledakkan 240 bangunan yang membuat sekitar 6000 orang Palestina kehilangan tempat tinggalnya. Banyak keluarga yang terpaksa
meninggalkan rumahnya tanpa berganti pakaian atau membawa harta benda yang mereka miliki
158
. Pemerintah Mandat Inggris kemudian meminta bantuan para pemimpin
dunia Arab untuk menyelesaikan masalah ini. Pada tanggal 10 November 1936, Raja Ghazi dari Irak, Raja Abdul Aziz dari Arab Saudi dan Emir Abdullah dari
Transjordania mengeluarkan Seruan Bersama yang memberikan himbauan agar : menghentikan pemogokan dan menyerahkan proses politik kepada niat baik
Pemerintah Inggris,
yang berjanji akan melaksanakan keadilan dan menghilangkan tindakan diskrimatif atas seluruh warga Palestina
”
159
. Karena adanya “Seruan Bersama” para pemimpin Arab itu akhirnya Amin
al Hussayni selaku pemimpin Komite Arab Tertinggi memutuskan untuk
157
Ralph Schoenemann, Mimpi Buruk Kemanusiaan : Sisi Gelap Zionisme. Surabaya : Pustaka Progresif,1998, h.53
158
Artikel di Koran Filastin, 12 Juni 1936
159
Abdel Aziz Ayyad. Palestine Nationalism Palestinian. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1999, h.162
61
menghentikan pemberontakan dan menghimbau kepada seluruh anggota pemberontak untuk meletakkan senjata
160
. Pada tahun akhir tahun 1936, dibentuk sebuah Komisi Kerajaan yang
dipimpin oleh William Peel yang bergelar 1
st
Earl of Peel. Tugas utama dari Komisi Peel adalah menemukan penyebab pemberontakan tahun 1936. Dalam
acara dengar pendapat yang diadakan di banyak tempat, termasuk di gedung House of Lords di London dan juga di Palestina. Pemerintah Inggris
mendengarkan semua opini yang diajukan, baik dari pihak Arab Palestina maupun Yahudi
161
. William Peel menemui Amin al-Hussayni untuk membahas mengenai
solusi untuk menyelesaikan masalah antara Arab dan Yahudi. Amin al Hussayni kembali menegaskan pada William Peel bahwa etnis Yahudi yang sudah terlanjur
datang, bisa diizinkan menetap di Palestina asal dibentuk Pemerintahan sendiri untuk masyarakat Arab Palestina, karena sejarah membuktikan bahwa Bangsa
Arab selalu menjadi tuan rumah yang baik bagi Bangsa Yahudi, berbeda dengan Bangsa Eropa.
162
Dalam laporannya kemudian, Komisi Peel menyimpulkan bahwa pemberontakan tahun 1936 disebabkan karena bangkitnya nasionalisme Palestina,
ketaku tan terhadap rencana pihak Yahudi mewujudkan “Jewish National
Homeland”, meningkatnya imigran Yahudi dan ketidakpercayaan masyarakat Arab Palestina terhadap niat baik Pemerintah Mandat Inggris. Komisi Peel
kemudian merekomendasikan agar sebaiknya wilayah Mandat Inggris di Palestina
160
Artikel di Koran Filastin, 13 November 1936
161
Ralph Schoenemann, Mimpi Buruk Kemanusiaan : Sisi Gelap Zionisme. Surabaya : Pustaka Progresif,1998, h.44-46
162
Correspondence between Amin al Hussani the Peel Commission in Palestine, December 1936, Arab Higher Committee Archive.
62
dibagi menjadi dua, satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan bagi bangsa Arab. Wilayah Yahudi, meliputi kawasan pantai, Lembah
Jezreel, Beit Shean, dan Galilea, sementara Negara Arab akan meliputi Transjordania, Yudea, Samaria, Lembah Sungai Jordan dan Gurun Negev
163
. Komite Arab Tertinggi yang dipimpin Amin al-Hussayni terang-terangan
menolak rekomendasi Komisi Peel dan menganggap Komisi Peel melanggar janji. Mereka mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa Palestina adalah
bagian integral dari dunia Arab, karena itu usulan untuk memberikan sebagian wilayah Palestina kepada Imigran Yahudi bukanlah hal yang dapat diterima
164
. Perlu dicatat, penolakan tersebut juga disebabkan adanya kecurigaan bahwa
rekomendasi Komisi Peel tersebut sudah direncanakan sejak awal, sebelum mereka datang ke Palestina untuk melakukan investigasi.
165
Penolakan juga datang dari Emir Abdullah dari Transjordania, dalam suratnya untuk Komisi Peel, beliau menegaskan bahwa etnis Yahudi tidak
memiliki hak Historis untuk menetap di Palestina karena sejak awal mereka adalah pendatang sebagaimana bangsa asing lain yang menginvasi Palestina.
Sedangkan etnis Arab lebih berhak karena mereka merebut Palestina dari bansga Romawi
166
. Pada bulan Juni 1937, kerusuhan terulang kembali. Sejumlah milisi Arab
membunuh Inspektur Polisi Inggris bernama R.G.B. Spicer. Pada bulan
163
Text Peel Comission Repot, https:www.jewishvirtuallibrary.orgHistorypeel1.html
, diakses pada 14 Mei 2014
164
Abdel Aziz Ayyad. Palestine Nationalism Palestinian. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1999, h.166
165
Jad Issac, A Palestinian Perspective on the Israeli-Palestinian conflict on settlements, territory and borders, dalam Elizabeth Matthews, The Israel Palestine Conflict : Pararel
Discourse, London : Taylor Francis,2011, h.67
166
Surat Emir Abdullah untuk Komisi Peel, Maret 1937, sumber : http:cojs.orgcojswikiindex.phpMemorandum_from_Amir_Abdullah_to_the_Royal_Commissio
n_in_Palestine,_Mar._1937 . Diakses pada tanggal 4 Juli 2014
63
September di tahun yang sama, Kepala Distrik Galilea, Lewis Andrews dan Pejabat Inggris bernama P.R. McEwen ditembak mati oleh sejumlah milisi Arab
di luar gereja Anglikan di kota Nazareth. Pemerintah Mandat Inggris menyalahkan Komite Arab Tertinggi atas kerusuhan ini dan pembunuhan
sejumlah Pejabat Pemerintah
167
. Komisaris Besar Mandat Inggris, Sir Arthur Grenfell Wauchope
mengambil tindakan tegas dengan mengklasifikasikan Komite Arab Tertinggi sebagai Organisasi Terlarang. Amin al Husayni selaku pemimpin organisasi,
melarikan diri ke Lebanon, sedangkan para pemimpin militer lainnya banyak yang ikut melarikan diri, atau terbunuh. Dengan hilangnya para Pemimpin, Gerakan
Nasionalisme Palestina pun menjadi lemah karena absennya figur pemimpin
168
. Pada bulan November 1937, pusat aktivitas para pemberontak berpidah ke
kota Damaskus, Syria dengan berdirinya Komite Sentral Jihad Nasional Palestina Al-Lajnah al-Markaziyya lil-Jihad. Pendiri organisasi ini adalah Izzat Darwaza,
yang juga pendiri Partai Kemerdekaan Arab Hizb al-Istiqlal al-Arabi. Para pemimpin pemberontakan yang melarikan diri dari Palestina seperti Jamal al
Husayni, Fawzi al-Qawuqji dan Farkhan al-Saadi juga ikut bergabung
169
. Dimulailah fase kedua dalam pemberontakan Arab Palestina. Jika
pemberontakan pada fase pertama Komite Arab Tertinggi mengorganisir rakyat untuk melakukan pemogokan dan aksi sabotase dibantu oleh sukarelawan dari
negara tetangga dan didanai oleh negara lain, fase kedua ditandai dengan
167
Ghassan Kanafani, The 1936-1939 Revolt in Palestine. New York : Comitee for Democratic Palestine,1972,h.47
168
Michael J. Cohen. “Sir Arthur Wauchope, the Army, and the Rebellion in Palestine 1936”. Middle Eastern Studies, Vol. 9, No. 1 Jan., 1973, h. 19-34
169
Wendy Pearlman. Violence, Nonviolence, and the Palestinian National Movement. Cambridge : Cambridge University Press,2011, h.49-52
64
pemberontakan yang dilakukan para petani Fellahin yang bergerak dalam unit- unit kecil sesuai dengan desa asal mereka masing masing dan dipimpin
oleh
170
sejumlah komandan seperti Abdul Khalik, Abdul Rahim al Hajj Mohammed, Aref Abdul Razzik dan Yusuf Said Abu Durra, yang ditunjuk oleh
Komite Sentral Jihad Nasional Palestina Pada tanggal 2 Oktober 1938, 70 orang pemberontak Arab memasuki
wilayah Kiryat Shmuel di kota Tiberias dan membantai 19 orang Yahudi, membakar rumah-rumah orang Yahudi beserta synagog di lingkungan tersebut. Di
sebuah rumah, seorang ibu beserta kelima anaknya terbunuh, seorang Rabbi ditikam hingga tewas di dalam synagog. Pada saat terjadinya pembantaian, hanya
terdapat 15 orang anggota Haganah yang bertugas sebagai penjaga untuk 2000 orang warga. Penyergapan oleh pemberontak pun terjadi dan menewaskan Mayor
Isaac Zaki Alhadif dari Haganah
171
. Ditengah situasi yang memanas, Sir Arthur Grenfell Wauchope
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris Besar, ia digantikan oleh Sir Harold McMichael. Sebelum ditugaskan ke Palestina, McMichael adalah
mantan Gubernur Tanganyika dan satu-satunya Komisaris Besar yang mengerti bahasa Arab. Di awal masa jabatannya, Pemerintah Mandat Inggris harus
mengakui bahwa pembagian wilayah untuk Arab dan Yahudi tidak mungkin
170
Abdel Aziz Ayyad. Palestine Nationalism Palestinian. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1999, h.171
171
Aharon Kleva Kleiberger, Aurochtonous Text in the Arabic Dialect of the Jews in Tiberias. Wiesbaden : Otto Harasowitz Verlag,2009,h.119
65
direalisasikan. Selain itu, kerusuhan telah menyebar hampir ke seluruh kota besar di Palestina
172
. McMichael
memutuskan untuk
melakukan perlawanan
dengan mengirimkan 20.000 tentara ke garis depan yang terdiri atas Royal Air Force dan
Royal Navy serta dibantu oleh Haganah dan Irgun. Royal Air Force melakukan pemboman dari udara terhadap desa desa yang dicurigai sebagai basis
pemberontak, Royal Navy menggunakan ranjau laut dari kapal perang HMS Malaya untuk menghancurkan rumah rumah petani yang memberontak, Irgun
melakukan pemboman terhadap sentra-sentra ekonomi masyarakat Arab dan Haganah melakukan patroli yang intensif untuk mempersempit ruang lingkup
kelompok pemberontak
173
. Saingan lama dari Amin al-Hussayni yaitu Raghib al-Nashashibi juga
berperan penting dalam menumpas pemberontakan masyarakat Arab Palestina. Ia mengkhianati Komite Arab Tertinggi dan mendapat subsidi sebesar 5.000
Poundsterling dari Pemerintah Mandat Inggris untuk membentuk pasukan anti- pemberontak. Raghib menugaskan anggota keluarganya sendiri, Fakhri al-
Nashashibi untuk mengumpulkan pasukan yang kemudian diberi nama Peace Band Fasail al-Salam. Divisi ini berhasil mengusir pemberontak dari kota tua
Jerussalem, dan membunuh 19 orang pemberontak. Pasukan ini kemudian
172
Matthews C Weldon . Confronting an Empire, Constructing a Nation: Arab nationalists and popular politics in mandate Palestine. London New York : I B Tauris. 2006,
h.257
173
Matthew Hughes. “From Law Order to Pasification : Britains Supression of Arab Revolt in Palestine 1936-
1939”. Journal of Palestine Studies. Vo.39 no.2 Winter 2010 h.6-22
66
dibubarkan oleh Pemerintah pada tahun 1939, namun para anggotanya tetap setia pada Inggris untuk memerangi kelompok radikal di Palestina
174
Pada Tahun 1939, pemberontakan akhirnya berhasil dipadamkan oleh Pemerintah Mandat Inggris. Namun Pemerintah Mandat Inggris malah
mengeluarkan White Paper 1939, yang dianggap sangat memihak kepentingan Palestina. Adapun pasal dari White Paper ini diantaranya adalah „imigrasi Yahudi
ke Pa lestina akan dikurangi dan kemudian ditiadakan sama sekali‟ dan „akan
dibentuk Pemerintahan bersama bagi bangsa Arab dan Yahudi‟
175
. Pemerintah Mandat Inggris mengambil kebijakan tersebut dengan dua alasan, yang pertama
karena tak ingin orang Arab Palestina menyerang Inggris dari belakang saat sedang berperang melawan Nazi Jerman di Mesir dan Front lain
176
. Alasan yang kedua, karena mereka menilai bahwa pembagian tanah bagi masyarakat Arab dan
Yahudi bukanlah ide yang dapat direalisasikan saat ini. Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939 adalah pemberontakan
yang terbesar dalam sejarah Palestina, namun berakhir dengan kegagalan. Banyak faktor internal dalam tubuh perlawanan rakyat Palestina yang menjadi penyebab
dari kegagalan ini. Pertama, Amin al-Hussayni sebagai pemimpin tidak bisa menciptakan ikatan politik dan militer yang dibutuhkan untuk memperkuat
pemberontakan ini. Sebagai akibatnya perlawanan bangsa Arab semakin melemah. Pemberontakan bangsa Arab mengesankan suatu ambiguitas antara
174
Hilel Cohen, Army of Shadows : Palestinian Colaboration with Zionism 1917-1948. Berkeley : University of California Press,2009, h. 198
175
Text of White Paper 1939, avalon.law.yale.edu20th_centurybrwh1939.as, diakses pada 14 Mei 2014
176
Peter Mansfield, History of Middle East, Pennsylvania : Pennsylvania State University,2004, h.218
67
perlawanan petani dan perlawanan revolusioner rakyat. Kondisi yang demikian mengakibatkan perlawanan ini tidak fokus ke satu tujuan
177
. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Panglima Perang Kerajaan Prussia,
Karl Phillip Gottlieb von Klausewits yang mengingatkan bahwa : “Setiap peperangan memiliki objektivitas politik dan niat awal adalah yang menentukan
serta harus diperjuangkan sampai akhir demi mencapai tujuan”.
178
Pihak yang terlibat dalam pemberontakan fase pertama dan fase kedua memiliki motivasi dan tujuan yang berbeda. Pemain utama dalam pemberontakan
fase pertama yaitu para Effendi dan golongan aristokrat yang borjuis serta feodal, dimana mereka cukup mapan secara ekonomi. Golongan aristokrat berjuang demi
kemerdekaan dan penguasaan wilayah dalam arti yang Parokial. Amin Al Hussayni sebagai simbol pergerakan sekaligus pemimpin keluarga aristokrat,
mempolitisasi pemberontakan ini untuk kepentingan dan interpretasinya sendiri mengenai nasib rakyat Arab Palestina
179
. Sedangkan, para petani yang bermain aktif dalam pemberontakan fase
kedua, berjuang demi tanahnya. Bagi para petani, definisi dari kemerdekaan adalah kemerdekaan bagi dirinya, tanahnya, keluarganya dan desanya. Mereka
berperang bukan untuk menghadapi pihak yang disebut penjajah, tetapi melawan para penyerobot lahan
180
. Dimata para petani yang bergeriliya di Front Tempur, para Effendi dan
golongan aristokrat tidak mengkhianati mereka, namun tidak juga banyak
177
Tom Bowden. “Politics of Arab Rebellion in Palestine 1936-1939”. Middle Eastern Studies.vo.11 no.2 may 1975 h.147-174
178
Karl Phillip Gottlieb von Klausewits. On War. New Jersey : Princeton University Press,1976, h.25
179
Ghassan Kanafani. The 1936-1939 Revolt in Palestine. New York : Comitee for Democratic Palestine,1972, h.41
180
Tom Bowden. :Politics of Arab Rebellion in Palestine 1936- 1939”. Middle Eastern
Studies.vo.11 no.2 may 1975 h.147-174
68
membantu. Para elit Palestina mendukung usaha perlawanan melalui orasi dan propaganda namun tidak ikut berbagi suka-duka bersama mereka yang bertempur
di medan perang. Setelah pemberontakan berakhir dengan kegagalan, mereka malah melarikan diri ke luar negeri dan membiarkan para petani menjadi korban
dari pembalasan Pemerintah Mandat Inggris
181
. Secara strategi, Komite Arab Tertinggi selaku aktor intelektual
pemberontakan ini juga mengalami problematika. Mereka menjadkan ideologi nasionalisme sebagai alat untuk menyatukan banyak fraksi politik yang tadinya
berseberangan. Namun aliansi tersebut sangat tidak stabil dan gagal mencapai persatuan, karena perselisihan antar keluarga juga berperan di dalamnya
182
. Hal tersebut terbukti ketika keluarga Nashashibi yang merupakan rival dari keluarga
Hussayni berbalik memihak Inggris dan memerangi para pemberontak
183
Ditinjau dari segi taktik, pasukan petani bertarung dalam unit-unit kecil bersama dengan suku dan kabilah mereka demi memperjuangkan tanah mereka
sendiri. Hal itu menunjukan sebuah ketidakmatangan politik dalam struktur inti pergerakan. Desa dan kabilah menjadi mikrokosmos dalam perlawanan ini. Para
petani juga tidak homogen, dan memiliki basis masa serta memiliki perspektif sosial yang berbeda-beda tergantung wilayah masing-masing
184
. Segmentasi vertikal diantara para petani, rakyat kebanyakan dan Komite
Sentral Jihad sebagai organisasi pergerakan serta motif politik masing-masing golongan yang berbeda-beda menyebabkan sulitnya terjadi kristalisasi dalam
181
W.F. Abboushi. “The Road to Rebellion Arab Palestine in the 1930‟s”. Journal of Palestine Studies. Vol.6 no.3 Spring 1977,h.23-46
182
Dr.Manuel Hassasian , Palestine Factionalism in the National Movement 1919-1939. Jerussalem : Palestinian academic study of international affairs,1990, h.36
183
Hilel Cohen, Army of Shadows : Palestinian Colaboration with Zionism 1917-1948. Berkeley : University of California Press,2009, h. 198
184
Tom Bowden. “Politics of Arab Rebellion in Palestine 1936-1939”. Middle Eastern Studies.vo.11 no.2 may 1975 h.147-174
69
pembentukan identitas kebangsaan. Pemberontakan Arab 1936-1939 mengalami kegagalan karena kurangnya disiplin diantara para petani dan kurang terorganisir
secara politis. Semangat bertarung dalam diri bangsa Arab yang mengalir dalam darah mereka selama berabad-abad menjadi boomerang bagi diri mereka
sendiri
185
. Seperti halnya kerusuhan tahun 1929, pemberontakan tahun 1936-1939
menghasilkan dampak yang sangat krusial bagi masyarakat Arab Palestina secara keseluruhan. Pemberontakan ini menghabiskan semua energi dan sumber daya
yang sangat dibutuhkan, karena bertempur melawan musuh yang masih kuat
186
. Pihak Zionis mendapat keuntungan karena mempertahankan sikap kooperatif
dengan Pemerintah Inggris dan akhirnya mereka dapat mengambil peluang dari momen melemahnya Inggris pada tahun 1947-1948. Sementara rakyat Arab
Palestina yang masih belum pulih akibat kekalahan dalam pemberontakan ini, kehilangan
momentum yang
berharga
187
. Dapat
disimpulkan bahwa
Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939 adalah tindakan yang terburu- buru, sia-sia dan berakhir anti-klimaks.
C. Kolaborasi dengan Nazi Jerman