Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr Dalam Sediaan Sirup Dextromethorphan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR DEXTROMETHORPHAN HBr DALAM SEDIAAN SIRUP DEXTROMETHORPHAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

OLEH:

AJENG PRAMITA NIM 082410010

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR DEKSTROMETHORPHAN HBr DALAM

SEDIAAN SIRUP DEXTROMETHORPHAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AJENG PRAMITA NIM 082410010

Medan, April 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 1955311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dan tidak lupa kita mengucapkan Shalawat dan Salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umatnya dari jalan kegelapan kejalan yang terang benderang.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah: “Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sirup Dextromethorphan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)“ yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan dukungan baik moril maupun spiritual dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada :

1. Ayahanda Nanang Sunarno dan Ibunda Sri Yaenti tercinta, yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril maupun materil serta semangat sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik, dan saudara kandung penulis Anggun, Angger, Ambang, dan Arnang yang selalu menemani penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si, Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam membuat tugas akhir ini. 4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator Program Diploma II Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

5. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan bantuan penulis.

6. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar POM Medan.

7. Bapak Ashadi S.Farm., Apt., dan seluruh staf di Balai Besar POM yang telah memberikan pengarahan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan. 8. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Dra. Ernawati Nasution, M.Si, Apt., yang telah bersedia menjaga penulis selama kuliah di Universitas Sumatera Utara dan memberikan kesempatan serta dukungan bagi penulis.

10. Keluarga besar penulis yang berada di Limapuluh dan keluarga besar yang di Medan Bude Iib, Pade Firman, Kak Pipit, Bang Rofi, Ibu Lela, Pak Endy, Oma Nely, Bunda Cici, Om Ucok yang selalu membantu penulis.

11. Arman, Dwinanda, Echa, Ayu Dewiani, Suci, Yani, Dayat dan Fitri sahabat penulis yang selalu memberikan semangat agar cepat menyelesaikan tugas akhir ini.


(5)

12. Seluruh Mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2007, 2008, 2009 Kak Felisia, Kak Dewi, Bang Yopi, Bang Deni dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan, untuk itu penulis memohon maaf dan mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun. Demikian kata pengantar ini, semoga kita senantiasa dalam limpahan Rahmat Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, Maret 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL………..……….... i

LEMBAR PENGESAHAN………..…... ii

KATA PENGANTAR………..………... iii

DAFTAR ISI………..………...….. vi

DAFTAR LAMPIRAN………... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….……….... 1

1.2 Tujuan……….………. 2

1.3 Manfaat……….... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat………. 4

2.2 Sirup………. 4

2.2.1 Komponen dari Sirup……….... 6

2.2.1.1 Sirup dengan Dasar Sukrosa dan Bukan Sukrosa……… 7

2.2.1.2 Pengawet Antimikroba……….. 7

2.2.1.3 Pemberi Rasa………. 7

2.2.1.4 Pewarna………. 8

2.3 Batuk………... 8

2.3.1 Pengertian dan Fisiologi Batuk…………... 8


(7)

2.3.3 Jenis-Jenis Batuk……….. 9

2.3.4 Pengobatan Batuk………... 9

2.4 Dextromethorphan……….. 9

2.4.1 Struktur Dextromethorphan HBr……….. 10

2.4.2 Efek Farmakologis……….... 10

2.4.3 Metabolisme……….. 11

2.4.4 Efek Samping……… 11

2.4.5 Dosis………. 11

2.5 Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……….. 11

2.5.1 Instrumentasi KCKT………... 13

a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak……... 13

b. Pompa………... 13

c. Injektor………... 14

d. Kolom……… 14

e. Detektor………... 15

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat Pengujian……… 16

3.2 Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi………... 16


(8)

3.2.2 Bahan……… 17

3.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……… 17

3.2.3.1 Pengaturan Kondisi Sistem………… 17

3.2.3.2 Mengaktifkan Sistem………. 17

3.2.3.3 Penentuan Garis Alas ( Base Line)… 17 3.2.3.4 Penyuntikan Fase Gerak……… 18

3.2.4 Prosedur……… 18

3.2.4.1 Larutan Uji………... 18

3.2.4.2 Larutan Baku………. 18

3.2.4.3 Penyuntikan Sampel……….. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil………. 20

4.2 Pembahasan………. 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 22

5.2 Saran………... 22

DAFTAR PUSTAKA………... 23


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Kesesuaian Sistem……….……… 25

Lampiran 2 Hasil Pengujian………... 26

Lampiran 3 Perhitungan………. 27


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semenjak dunia berkembang dan dihuni oleh manusia serta mahluk hidup lainnya, mungkin sudah ada penyakit dan usaha untuk mengobatinya. Keadaan sehat dan sakit adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ini berlaku bagi semua mahluk hidup. Salah satu kebiasaan manusia yang diwarisi dari nenek moyangnya, ialah melakukan pengobatan sendiri jika menderita sakit. Pengobatan sendiri di Indonesia dilakukan dengan menggunakan obat tradisional atau jamu, dan obat-obatan yang dijual bebas baik dari golongan Obat Bebas maupun golongan Obat Bebas Terbatas dengan berbagai merek dagang.

Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan digunakan untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala-gejala penyakit, luka-luka, kelainan pada manusia atau hewan dan untuk memperindah badan atau bagian badan lainnya (Anief, 1994).

Obat-obat batuk yang menekan batuk secara sentral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu narkotika dan non-narkotika. Dari golongan non-narkotika yang dijual secara bebas adalah obat batuk yang mengandung Dextromethorphan HBr. Pengawasan terhadap zat berkhasiat Dextromethorphan HBr perlu dilakukan karena bila tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan berbagai hal seperti


(11)

keracunan apabila dosis terlalu besar dan tidak adanya efek yang terjadi diakibatkan kurangnya dosis dalam sediaan tersebut (Sartono, 1996).

Untuk pengawasan obat-obatan dalam hal pemenuhan standar perolehan efek terapi yang diharapkan maka perlu dilakukan pengujian penetapan kadar suatu zat aktif obat yang merupakan persyaratan memenuhi syarat atau tidakkah suatu obat tersebut. Karena itulah diperlukan regulasi yang tetap untuk mempertahankan kesesuaian kadar zat aktif obat tersebut.

Menyadari akan tersebut, bahwa kadar yang tidak memenuhi persyaratan dapat membahayakan konsumen, maka penulis tertarik mengambil judul tugas akhir “Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam sirup Dextromethorphan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Analisis penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai. 1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan adalah untuk mengetahui apakah kadar Dextromethorphan HBr yang terdapat dalam sirup Dextromethorphan memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan Farmakope Indonesia Edisi IV.


(12)

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan adalah agar dapat mengetahui bahwa sediaan sirup tersebut yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan Farmakope Indonesia Edisi IV sehingga aman untuk dikonsumsi.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat

Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan lainnya (Joenoes, 2001).

Obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat bersifat sebagai obat jika tepat dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Akan tetapi apabila digunakan penyalahgunaan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan maka dapat menimbulkan keracunan, sebaliknya apabila dosis yang diberikan lebih kecil maka tidak akan memperoleh efek penyembuhan (Anief, 2000).

2.2 Sirup

Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat (Ansel, 1989).


(14)

Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada obat yang ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat. Sirup obat dalam perdagangan dibuat dari bahan-bahan awal yaitu dengan menggabungkan masing-masing komponen tunggal dari sirup seperti sukrosa, air murni, bahan pemberi rasa, bahan pewarna, bahan terapeutik dan bahan-bahan lain yang diperlukan dan diinginkan (Anief, 1994).

Jenis obat yang diberikan dalam bentuk sirup-sirup obat yang sering ditemukan adalah antitusif dan antihistamin. Ini tidak berarti bahwa jenis obat-obat lainnya tidak ada yang diformula menjadi sirup, tentu saja banyak macam zat-zat obat dapat ditemukan dalam bentuk sirup dalam compendia resmi dan diantara produk-produk dagang yang banyak. Sirup (Sirupi) adalah merupakan larutan jernih berasa manis yang dapat ditambahkan Gliserol, Sorbitol, Polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk meningkatnya kelarutan obat dan menghalangi pembentukan hablur sukrosa. Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain. Larutan gula yang encer, merupakan medium pertumbuhan bagi jamur, ragi, dan bakteri (Anief,1994).

Ada tiga macam sirup yaitu:

1. Sirup simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v. 2. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat


(15)

3. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak (Anief, 1986).

Sirup paling sering dibuat dengan salah satu cara dari keempat cara umum, tergantung pada sifat fisika dan kimia bahan-bahan. Dinyatakan secara luas, cara-cara ini adalah:

1. Larutan dari bahan-bahan dengan bantuan panas.

2. Larutan dari bahan-bahan dengan pengadukan tanpa penggunaan panas. 3. Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang

diberi rasa.

4. Dengan perkolasi dari sumber-sumber bahan obat atau sukrosa. 2.2.1 Komponen dari Sirup

Sebagian besar sirup mengandung komponen-komponen berikut disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada:

1. Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental

2. Pengawet antimikroba 3. Pemberi Rasa


(16)

2.2.1.1 Sirup dengan Dasar Sukrosa dan Bukan Sukrosa

Sukrosa adalah gula yang paling sering digunakan dalam sirup-sirup walaupun dalam keadaan khusus dapat diganti seluruhnya atau sebagian dengan gula-gula lain seperti dekstrosa atau bukan gula seperti sorbitol, gliserin dll.

Kebanyakan sirup mengandung sebagian besar sukrosa, biasanya 60 sampai 80%, tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan kekentalan yang diinginkan dari larutan seperti itu, tapi karena sifat stabilitasnya.

2.2.1.2 Pengawet antimikroba

Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk menjaga sirup terhadap pertumbuhan Mikroba berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang tersedia untuk pertumbuhan, sifat, aktivitas sebagai pengawet. Diantara pengawet-pengawet yang umum digunakan sebagai pengawet-pengawet sirup dengan konsentrasi lazim yang efektif adalah asam benzoate (0,1-0,2%), natrium benzoate (0,1-0,2%) dan berbagai campuran metal, propil dan butyl paraben(total ± 0,1%).

2.2.1.3 Pemberi Rasa

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam seperti minyak menguap (contoh: minyak jeruk), vanili, dan lain-lain, untuk pembuatan sirup yang sedap rasanya. Karena sirup adalah sediaan air, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan air yang cukup. Akan tetapi, kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin kelangsungan kelarutan dari pemberi rasa yang sukar larut dalam air.


(17)

2.2.1.4 Pewarna

Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat pewarna yang berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya hijau untuk rasa permen, coklat untuk rasa coklat dan sebagainya). Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif.

2.3 Batuk

2.3.1 Pengertian dan Fisiologi Batuk

Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian, batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan (Halim,1996).

2.3.2 Penyebab Batuk

Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan), alergi(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Penyebab utama batuk adalah infeksi virus misalnya influenza, selesma, dan radang pada cabang serta hulu tenggorokan. Penyebab lain dari batuk antara lain peradangan pada paru-paru, tumor dan juga akibat dari suatu efek samping obat (Tan dan Kirana, 1987).


(18)

2.3.3 Jenis-Jenis Batuk 1. Batuk produktif

Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing ( kuman, debu dan sebagainya ) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.

2. Batuk Non Produktif

Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau memang pengeluarannya memang tidak mungkin. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya, maka haruslah dihentikan (Tan dan Kirana, 1987).

2.3.4 Pengobatan Batuk

Terapi batuk hendaknya dimulai dengan mencari penyebab batuk dan mengobati penyebabnya. Misal pemberian antibiotik terhadap infeksi bakterial dari saluran pernafasan kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan terapi guna menghilangkan atau mengurangi gejala batuk.

2.4 Dextromethorphan

Dextromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivate dari morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk sama dengan kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dextromethorphan tidak memiliki efek analgesic, efek sedatif, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dextromethorphan efektif untuk mengontrol batuk eksperiman maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dextromethorphan juga memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi ringan. Mekanisme


(19)

kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP (Munaf, 1994).

2.4.1 Struktur Dextromethorphan HBr

(Gambar I : Struktur Dextromethorphan HBr)

Nama Kimia :3-Metoksi-17-Metil-9α, 13α, 14α,-Morfinan Hidrobromida Rumus Empiris : C18H25NO.HBr.H2O

Berat Molekul : 370,33

Pemerian : Hablur hampir putih atau serbuk hablur, bau lemah. Melebur pada suhu lebih kurang 126º disertai penguraian. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan

kloroform, tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995). 2.4.2 Efek Farmakologis

Dextromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan (penekan batuk) yakni bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk (Harkness, 1989).


(20)

2.4.3 Metabolisme

Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60 menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal.

2.4.4 Efek Samping

Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termenung, pusing, nyeri kepala, dan gangguan pada lambung-usus.

2.4.5 Dosis

Dextromethorphan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10-20 mg/ml. Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/hari. Meninggikan dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari (Munaf, 1993-4).

2.5 Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Salah cara penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan adalah dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti


(21)

gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat yang khas yaitu :

1. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

2. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm, untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

3. Ukuran partikel bahan sorpsi terletak dibawah 50 µm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

4. Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom (Roth, 1998).

KCKT paling banyak digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam amino, asam-asam nukleat, protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa –senyawa aktif obat, produk hasil sampingan proses sintesis. KCKT merupakan teknik pemisahan dimana zat terlarut terpisah oleh perbedaan elusi, dikarenakan zat terlarut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan diatur oleh distribusi larutan dalam fase diam dan fase gerak. Penggunaan kromatografi cair dapat secara sukses memecahkan suatu masalah dengan membutuhkan proses penggabungan tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

Adapun instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri dari: 1. Wadah fase gerak dan sistem fase gerak

2. Alat untuk memasukkan sampel 3. Kolom


(22)

4. Detektor

5. Wadah penampung buangan fase gerak 6. Suatu komputer atau integrator atau perekam

KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

2.5.1 Instrumentasi KCKT

a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam. Wadah ini biasanya dapt menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien yakni komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi (Rohman, 2009).

b. Pompa

Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa kriteria sebagaimana syarat wadah fase gerak yakni harus tahan terhadap fase gerak, biasanya terbuat dari gelas, baja tahan karat, teflon dan batu nilam. Pompa juga harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 psi pada kecepatan alir


(23)

sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparatif perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit, dengan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulangkan kedalam kolom (Rohman, 2009; Gritter, 1991; Mulja, 1995).

c. Injektor

Sampel-sampel cair atau larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik atau injektor yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel. Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT yaitu :

1. Injektor dengan memakai diafragma (septum) 2. Injektor tanpa septum

3. Injektor dengan pipa dosis (Rohman, 2009; Rohman, 2007). d. Kolom

Keberhasilan atau kegagalan suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerjanya yang tepat. Kolom pada KCKT merupakan bagian yang terpenting, sebab sebagai separasi komponen-komponen sampel akan terjadi didalam kolom. Kolom akan menjadi penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir dari suatu analisis. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan memperjang umur dari kolom. (Rohman, 2007).


(24)

Dilihat dari jenis fase diam dan fase geraknya maka kolom pada KCKT dapat dibedakan atas:

1. Kolom fase normal

Kolom dengan fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase gerak bersifat non polar.

2. Kolom fase terbalik

Kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikan dari kolom fase normal (Johnson, 1991; Mulja, 1995).

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Rohman, 2009).

e. Detektor

Detektor diperlukan sebagai pengukur adanya komponen cuplikan didalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik, sangat peka, tidak banyak berderu, rentang tanggapan liniernya lebar dan menanggapi semua jenis senyawa. Detektor dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan spektrofotometri massa.

2. Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Jonshon, 1991; Rohman, 2007; Munson, 1991).


(25)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pengujiannya dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) di Medan yang berada di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat No.2 Medan.

3.2 Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Ruang Lingkup : Metode ini digunakan untuk penetapan Dextromethorphan HBr

Pustaka : Farmakope Indonesia Edisi IV 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah HPLC Shimadzu LC 20 AD, Kolom L1 (berukuran 4,6 mm x 25 cm), Syringe Perfection 100F-LC, Ultrasonic Cleaner Bransonic B-2000, Batang Pengaduk, Beaker Glass, Bola Karet, Botol Aquadest, Erlenmeyer, Gelas Ukur, Labu Tentukur, Pipet Tetes, Pipet Volume.


(26)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah Aquabidest, Baku Pembanding Dextromethorphan HBr BPFI 10 µg/ml, Kertas Aluminium Foil, Kertas Perkamen, Kertas Saring Whatman 0,45 µm Cellulose Nitrat Membran Filter, Natrium Dokusat 0,007 M, Ammonium Nitrat 0,007 M, Acetonitril:Air (70:30), Asam Asetat Glasial, Sirup Dextromethorphan.

3.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 3.2.3.1Pengaturan Kondisi Sistem

Sistem terlebih dahulu diperiksa dan dicek untuk memastikan bahwa sistem pengalir pelarut telah disambungkan dengan baik, kolom yang telah dipasang, tersedia cukup pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut telah dipasang, dan detektor yang sesuai telah terpasang dengan baik. 3.2.3.2Mengaktifkan Sistem

Setelah masing-masing dari sistem telah diatur, hubungkan setiap sistem dengan sumber penghantar arus listrik. Tekan tombol POWER pada pompa, pada detektor UV-VIS ke posisi ON dan CBM ke posisi ON.

3.2.3.3Penentuan Garis Alas (Base Line)

Apabila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detector UV-VIS telah menunjukkan 0,000 biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alat yang relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.


(27)

3.2.3.4Penyuntikan Fase Gerak

Dimasukkan fase gerak kedalam injektor dengan menggunakan mikroliter syringe, putar injektor keposisi INJECT.

3.2.4 Prosedur 3.2.4.1Larutan Uji

Pipet 5 ml volume sirup setara dengan lebih kurang 10 mg Dextromethorphan HBr ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan ± 15 ml air, disonikasi 15 menit lalu di tambahkan air sampai garis tanda, kocok dan saring dengan penyaring membran dengan porositas 0,45 µm kedalam vial.

3.2.4.2Larutan Baku

Timbang Dextromethorphan HBr BPFI lebih kurang 2,5 mg, ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan ± 10 ml air, disonikasi 15 menit dan ditambahkan air hingga garis tanda (diperoleh kadar lebih kurang 0,1 mg per ml). 3.2.4.3Penyuntikan sampel

Larutan uji dan larutan baku diinjeksikan secara terpisah ke dalam injektor (tempat penyuntikan sampel) KCKT dan dilakukan elusi dengan kondisi menggunakan kolom fase terbalik L1 (berukuran 4,6 cm x 15 cm), semua penetapan dilakukan di komputer pada UV-VIS absorbansi detektor dengan panjang gelombang 280 nm, laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 5µl, fase gerak isokratik menggunakan Natrium Dokusat 0,007 M dan Ammonium Nitrat 0,007 M dalam campuran Acetonitril:Air (70:30), saring dan dihawaudarakan, tambahkan asam asetat glacial P hingga pH 3,4 (catatan: larutan Natrium Dokusat


(28)

P dilarutkan dalam campuran Acetonitril P dan Air sebelum ditambahkan Ammonium Nitrat P), dan diinjeksikan kedalam KCKT.

Hasil berupa puncak yang direkam oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung antara sistem komputer yang lengkap dengan pencetak kromatogram.


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada pengujian kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), dari hasil perhitungan diketahui bahwa sirup Dextromethorphan HBr yang diuji mengandung Dextromethorphan HBr dengan 100,63%.

Perhitungan dan kromatogram (gambar puncak sampel) hasil pengujian secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Dari hasil percobaan penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan dengan kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa sediaan sirup tersebut mengandung Dextromethorphan HBr dengan kadar 100,63%, sediaan sirup tersebut memenuhi persyaratan , karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV rentang kadar yang di perbolehkan untuk sediaan sirup Dextromethorphan adalah tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%.

Dextromethorphan HBr dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel yang mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai.


(30)

Metode KCKT yang digunakan pada penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan adalah metode kolom fase terbalik yakni fase diam bersifat non polar (C18) dan fase gerak bersifat polar yaitu

Natrium Dokusat 0,007 M dan Ammonium Nitrat 0,007 M dalam campuran Acetonitril:Air (70:30), saring dan dihawaudarakan, tambahkan asam asetat glacial P hingga pH 3,4 . Penggunaan kolom fase terbalik karena sampel yang diuji Dextromethorphan HBr bersifat polar, sehingga saat kompetisi antara fase gerak dengan sample yang terjadi di dalam kolom. Dextromethorphan HBr yang bersifat polar akan lebih cepat keluar dari kolom dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain yang bersifat non polar. Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah 280 nm, karena pada panjang gelombang tersebut Dextromethorphan HBr memberikan respon puncak yang baik. Pada panjang gelombang 280 nm, Dextromethorphan HBr yang terkandung didalam sediaan sirup ditunjukkan dengan adanya puncak pada waktu retensi 4,884 (penyuntikan I) dan 4.854 (penyuntikan II) menit setelah sampel disuntikkan dengan luas area 687243 (penyuntikan I) dan 709072 (penyuntikan II).


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sirup Dextromethorphan dengan kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa sediaan sirup Dextromethorphan yang diuji mengandung Dextromethorphan HBr dengan kadar 100,63%. sediaan sirup ini memenuhi persyaratan karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV rentang kadar yang di perbolehkan untuk sediaan sirup Dextromethorphan adalah tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%.

5.2Saran

Sebaiknya pengujian untuk sediaan sirup Dextromethorphan jangan hanya terfokus pada pengujian terhadap kadar saja, akan tetapi pengujian-pengujian secara fisika-kimia lain juga harus dilakukan seperti stabilitas warna dan larutan agar sediaan yang dipasarkan benar-benar merupakan sediaan yang memenuhi persyaratan dalam segala aspek fisika-kimia nya.

Dan sebaiknya instansi yang terkait harus terus menerus melakukan upaya yang berkesinambungan untuk memeriksa sediaan-sediaan obat yang beredar dipasaran, dan jika menemukan sediaan yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan monografinya, maka perusahaan tersebut harus diberi peringatan dan sanksi yang tegas agar dikemudian hari tidak ditemukan kembali sediaan-sediaan yang tidak memenuhi persyaratan.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 17, 82.

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 129.

Anief, M. (2000). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Hal. 3, 7, 77.

Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Hal. 329-335.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 298.

Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., Schwarting, A. E. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB Press. Hal. 221.

Halim, D. (1996). Batuk. Jakarta: Universitas Trisakti. Hal. 10.

Harkness, R. (1989). Interaksi Obat. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 77-78.

Jhonson, E. L., dan Stevenson, R. (1995). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB Press. Hal. 248.

Joenoes, Nanizar Zaman. (2001). Ars Prescribendi (Resep Yang Rasional). Surabaya : Airlangga University Press. Hal 27.

Mulja, M., dan Suharman, R. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 248.

Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Palembang: EGC. Hal. 235, 236, 239, 240.


(33)

Munson, J. W. (1991). Analis Farmasi Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 26-40.

Rohman, A. (2007). Kimia Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 379, 383, 388.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 111-115.

Roth, H. J., dan Gottfried, B. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 431-432.

Sartono. (1996). Obat-obat Bebas dan Terbatas. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Hal. 37-38.

Tan, H. T., dan Kirana, R. (1978). Obat-obat penting. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 619-623.


(34)


(35)

(36)

LAMPIRAN 3

Hasil pengujian penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Syrup Dextromethorpan HBr 10 mg/ 5 ml

No Reg : GTL 9416903137 A1

No Batch : 1010333m

Nama Industri : PT Mutifa Medan – Indonesia

Exp Date : Oktober 2015

Baku Pembanding BPFI Dextromethorphan HBr

Kadar : 100,31%

No. Kontrol : 198115 Berat yang Ditimbang : 2,493 mg

Kadar Dextromethorphan hidrobromida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji x BobotUji BobotBaku x t KadarEtike Rata BobotRata− x nBaku pengencera nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Kadar Penyuntikan I

Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 694018 687243 x ml mg 5 493 , 2 x 25 100 x 10 5

x 100,31 %


(37)

Kadar Penyuntikan II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 694018 709072 x ml mg 5 493 , 2 x 25 100 x 10 5

x 100,31 %

= 102,20 %

Kadar Rata-rata 2 20 , 102 05 , 99 +


(38)

LAMPIRAN 4 Gambar 1.1 Satu Set Alat HPLC

Gambar 1.2 Tempat Fase Gerak Gambar 1.3 Pompa


(1)

Munson, J. W. (1991). Analis Farmasi Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 26-40.

Rohman, A. (2007). Kimia Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 379, 383, 388.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 111-115.

Roth, H. J., dan Gottfried, B. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 431-432.

Sartono. (1996). Obat-obat Bebas dan Terbatas. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Hal. 37-38.

Tan, H. T., dan Kirana, R. (1978). Obat-obat penting. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 619-623.


(2)

LAMPIRAN 1


(3)

(4)

LAMPIRAN 3

Hasil pengujian penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Syrup Dextromethorpan HBr 10 mg/ 5 ml

No Reg : GTL 9416903137 A1

No Batch : 1010333m

Nama Industri : PT Mutifa Medan – Indonesia Exp Date : Oktober 2015

Baku Pembanding BPFI Dextromethorphan HBr

Kadar : 100,31%

No. Kontrol : 198115 Berat yang Ditimbang : 2,493 mg

Kadar Dextromethorphan hidrobromida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji x BobotUji BobotBaku x t KadarEtike Rata BobotRata− x nBaku pengencera nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Kadar Penyuntikan I

Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 694018 687243 x ml mg 5 493 , 2 x 25 100 x 10 5

x 100,31 %


(5)

Kadar Penyuntikan II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 694018 709072 x ml mg 5 493 , 2 x 25 100 x 10 5

x 100,31 %

= 102,20 %

Kadar Rata-rata 2 20 , 102 05 , 99 +


(6)

LAMPIRAN 4 Gambar 1.1 Satu Set Alat HPLC

Gambar 1.2 Tempat Fase Gerak Gambar 1.3 Pompa