Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
ekonomi di negara berkembang dan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi.
7
Mubyarto seorang tokoh yang konsisten memperjuangkan ekonomi Pancasila, memiliki gagasan dalam pembangunan, yaitu tentang pentingnya peran
kelembagaan dalam pembangunan. Selama aspek kelembagaan belum diperhatikan dengan baik, maka akan sulit untuk merumuskan dan melaksanakan
aktivitas pembangunan yang mendukung terwujudnya pemerataan sosial, pengurangan kemiskinan, dan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup lainnya.
8
Aspek kelembagaan ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam memanfaatkan
kesempatan ekonomi yang ada. Inovasi dalam kebijakan publik semacam ini akan senantiasa memberikan perhatian terhadap tiga hal penting, yaitu etika, hukum,
dan ilmu ekonomi.
9
Etika menekankan pada persepsi kolektif tentang sesuatu yang dianggap baik dan adil, untuk masa kini maupun mendatang. Hukum menekankan pada
penerapan kekuatan kolektif untuk melaksanakan ethical consensus yang telah disepakati. Sementara itu, ilmu ekonomi menekankan pada perhitungan untung
rugi yang didasarkan pada etika dan landasan hukum suatu negara.
7
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, Kencana: Jakarta 2006, hal.3.
8
Bagus Santoso dan Nadia Kusuma Dewi, “Mubyarto Daniel W. Bromley, 2002, A Development Alternative For Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia”.,
artikel di akses pada 15 Oktober 2010, http:www.ekonomirakyat.orgresensi_bukresensi_6.htm
9
Ibid, http:www.ekonomirakyat.orgresensi_bukresensi_6.htm
Berkaitan dengan hal ini, Mubyarto berpendapat Ekonomi Pancasila sebagai fondasi moral kebijakan pembangunan Indonesia. Ironisnya, Pancasila sebagai
prinsip etika ditolak oleh ekonom neoklasik serta dianggap tidak relevan dan tidak konsisten dengan ilmu ekonomi barat yang “value-free”. Seolah-olah Ekonomi
Pancasila tidak dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ekonomi modern. Akibatnya, konsep ilmu ekonomi impor yang cenderung menekankan
pada liberalisme, individualisme, dan memandang uang sebagai segala-galanya, lebih dikenal luas dan dianggap cocok untuk diterapkan pada perekonomian
Indonesia.
10
Ekonomi Pancasila sebagai landasan strategi pembangunan Indonesia. Pancasila mengandung tekad bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia melalui ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kemanusiaan sebagai dasar-dasar etika ethical foundation serta nasionalisme dan
demokrasi sebagai pedomanmetode kerja idealnya guiding ideals.
11
Aspek- aspek penting yang terdapat dalam Ekonomi Pancasila antara lain adalah
partisipasi dan demokrasi ekonomi, pembangunan daerah bukan pembangunan di daerah, nasionalisme ekonomi, dan pendekatan multidisipliner terhadap
pembangunan.
12
10
Ibid, http:www.ekonomirakyat.orgresensi_bukresensi_6.htm
11
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila, Jakarta: LP3ES, 1988, hal. 37.
12
Ibid, hal,. 31.
Gagasan Ekonomi Pancasila saat ini masih berada dalam tataran etika, moral, ide, dan ideologi. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha lebih lanjut yang
memungkinkan Ekonomi Pancasila menjadi practicable dan menjadi landasan moral pengambilan kebijakan. Pembangunan tidak hanya berfokus pada
terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga pada terwujudnya kualitas hidup yang lebih baik, pemerataan, dan keadilan sosial. Pembangunan
harus menempatkan kepentingan rakyat banyak pada urutan pertama.
13
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian
di bidang budaya. Hal ini sesuai dengan semangat UUD 1945 pasal 33 ayat 1,2, dan 3 dan komitmen menjalankan pasal 27 ayat 2 dan 29 ayat 2.
14
Srategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua dan di bawah pimpinan dan penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang
seorang, maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin
13
Bagus Santoso dan Nadia Kusuma Dewi, “Mubyarto Daniel W. Bromley, 2002, A Development Alternative For Indonesia,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia”.,
artikel di akses pada 15 Oktober 2010, http:www.ekonomirakyat.orgresensi_bukresensi_6.htm
14
Mubyarto, “Ekonomi Kerakyatan Dalam Era Globalisasi” artikel di akses pada 15 Oktober 2010 dari http:www.ekonomirakyat.orgedisi_7artikel_1.htm
dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal.
15
Semua negara muslim masuk dalam kategori negara-negara berkembang meskipun diantaranya negara-negara kaya sementara sebagian yang lain miskin.
Mayoritas negeri-negeri ini, terutama yang miskin, seperti halnya negara-negara berkembang lainnya, dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat sulit.
Salah satu problemnya adalah ketidakseimbangan ekonomi makro yang dicerminkan dalam dalam angka penganguran, inflasi yang tinggi, defisit neraca
pembayaran yang sangat besar, depresi nilai tukar mata uang yang berkelanjutan, dan beban hutang yang berat.
16
Dalam pandangan Islam, konsep pembangunan ekonomi merupakan konsep pembangunan insan seutuhnya menuju puncak kehidupan yang seindah-indahnya
fi ahsani taqwiin. Pembangunan yang berlandaskan proses tazkiyatun nafs penyucian jiwa guna menciptakan keharmonisan kehidupan internal harmony
melalui proses transformasi sosial yang menyatukan nilai-nilai moral ekonomi dan tingkat pareto optimum yang Islami.
17
Bukan sebaliknya, proses pembangunan yang dilandasi nilai-nilai sekulerisme yang meruntuhkan nilai-niai kemanusiaan dan meluncurkan babak
15
Ibid., http:www.ekonomirakyat.orgedisi_7artikel_1.htm
16
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Pembangunan Ekonomi Jakarta, Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000, h. 1.
17
Sigit Pramono, “Keuangan Syariah Dan Konsensus Baru Pembangunan Ekonomi”, artikel di akses pada 15 Oktober 2010 dari http:www.pk-sejahtera.orgidartikelkolomkeuangan-syariah-
dan-konsensus-baru-pembangunan-ekonomi.htm
kehancuran peradaban manusia the decay of civilization. Umer Chapra berargumen bahwa penyebab utama krisis keuangan global yang terjadi saat ini
tidak lain adalah hilangnya market discipline dalam sistem keuangan kita.
18
Kondisi inilah yang mendorong, terjadinya excessive lending, aksi spekulasi di pasar modal dan kenaikan nilai aset yang tidak terkendali.
Mayoritas para ekonom muslim sepakat
mengenai dasar
pilar atau
fondasi filosofis sistem ekonomi Islam: Tauhid, Khilafah, Ibadah, dan Takaful
19
, Khurshid Ahmad menambahkan: Rububiyyah dan Tazkiyah
20
serta Mas-u-liyyah accountability.
Murasa Sarkaniputra dalam buku Ruqyah Syar’iyyah
21
menyebutkan bahwa ekonomika Islam merupakan ilmu yang mempelajari tata kehidupan
kemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai ridha Allah. Dimana menurutnya dalam pengertian ekonomi Islam di atas mencakup tiga
domain, yakni domain tata kehidupan, pemenuhan kebutuhan, dan ridha Allah. Semua ini diilhami oleh nilai-nilai Islam yang bersumberkan al-Qur’an, as-
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
18
Ibid., http:www.pk-sejahtera.orgidartikelkolomkeuangan-syariah-dan-konsensus-baru- pembangunan-ekonomi.htm
19
Mohamed Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis, Kuala Lumpur : Ikraq, 1995, h. 2
20
Khurshid Ahmad, Economic Development in an Islamic Framework, dalam Khurshid Ahmad ed., Studies in Islamic Economics, Leicester : The Islamic Foundation, 1980, h. 178-179.
21
Murasa Sarkaniputra, Ruqyah Syar’iyyah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi, Cirebon: Al-Ishlah Press, 2009, hal. 114
Umar Chapra menyatakan bahwa sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukanlah materi, melainkan didasarkan atas konsep-konsep Islam
tentang kebahagiaan al-falah dan kehidupan yang baik hayatan thoyibah yang sangat menekankan aspek persaudaraan, keadilan sosial ekonomi, dan pemenuhan
kebutuhan spiritual umat manusia.
22
Tujuan ini al-falah dijelaskan oleh Rawwaz Qal’aji dalam karyanya Mabahits Fi al-Iqtishad al-Islami
23
melalui tujuan ekonomi negara, mewujudkan kebahagiaan bagi manusia dan meminimalisir kesenjangan ekonomi ditengah-
tengah masyarakat. Oleh karena itu nilai keseimbangan merupakan ruh dalam ekonomi Islam,
yang dengannya Allah menjadikan ciri khas bagi umat Islam QS. al-Baqarah: 143. Nilai keseimbangan ditegakkan Islam di antara dunia dan akhirat, antara
individu dan masyarakat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim.
24
Nilai ini ditunjukkan dengan keseimbangan pada diri manusia dalam mempergunakan hartanya melalui kesederhanaan dan penghematan dalam
pemanfaatan kepemilikan harta kekayaan dan tidak melampaui batas. QS.al- Baqarah: 67 dan ar-Rahman: 9, dan seimbang disaat memenuhi kebutuhan akhirat
dan seimbang pula ketika memenuhi kebutuhan dunia.
22
Umar Chapra, Islam and The Economic Challange, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Tantangan Ekonomi Jakarta: Gema Insani Press, 2006. hal 7
23
M. Rawwaz Qal’aji, Mabahits fi al-Iqrishad al-Islami, Beirut: Dar An-Nafaes, 2000, cet ke-4, hal. 35
24
Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani Press, 2004, cet ke 4, hal. 29-31
Menurut Umar
Chapra,
25
”Ekonomi Islam
sebagai suatu
cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui
suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqashid
tujuan-tujuan syariah,
tanpa mengekang kebebasan
individu, menciptakan
ketidakseimbangan makroekonomi dan
ekologi yang
berkepanjangan, atau
melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta
jaringan moral masyarakat”.
Nilai-nilai moral memiliki nilai penting dalam masyarakat manusia untuk mencegah
tindakan-tindakan yang
salah dan
ketidakadilan serta
menunbuhkembangkan kesejahteraan. Menurut Chapra disamping variabel- variabel ekonomi, perlu juga memasukkan factor-faktor moral psikologis, social,
dan sejarah yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
26
Meskipun masyarakat sekuler terus meremehkan perlunya pembangunan moral, kini mereka mengakui komitmen pembangunan dengan keadilan.
Pembangunan materi dengan keadilan adalah tidak mungkin tanpa adanya pembangunan moral. Pembangunan dengan keadilan menghendaki adanya
pengunaan sumber daya- sumber daya yang adil dan efisiensi dan keduanya, tidak
25
M. Umer Chapra, The Future Of Economics An Islamic Perspective, terjemah, Ikhwan Abidin Basri : Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam Bandung, Gema Insani, 2001,
hal. 108.
26
M. Umer Chapra, The Future Of Economics An Islamic Perspective, terjemah, Ikhwan Abidin Basri : Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam, h.x
mungkin dapat didefinisikan atau diaktualisasikan tanpa adanya nilai-nilai spiritual dalam dunia perekonomian.
27
Efisiensi dan pemerataan telah didefinisikan dalam banyak cara. Dari sudut syari’ah, definisi yang paling memadai adalah yang membantu merealisasikan visi
Islam tentang pembangunan. Karena itu efisiensi optimum dapat dikatakan telah dicapai dalam alokasi sumber-sumber daya manakala kuantitas barang dan jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan telah dapat diproduksi dengan tingkat stabilitas ekonomi yang
masuk akal dan dengan suatu laju pertumbuhan yang berkesinambungan.
28
Rasulullah saw dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai pembawa rahmat bagi seluruh ummat manusia Q.S: Ali-Imran ayat 107. Beberapa perwujudan sifat ini
dinyatakan secara jelas dalam Al-Qur’an. Misalnya, perlunya kehidupan sejahtera hayat thayyibah dan kesejahteraan falah, sikap ramah dan keras, generasi yang
makmur, mendidik dalam suasana penuh cinta, jaminan dari keamanan, bahaya korupsi, ketakutan, kelaparan, dan tekanan mental. Karena itulah semua lembaga
organisasi, termasuk negara, haruslah mencerminkan sifat rahmat dan harus melahirkan kesejahteraan bagi semua manusia. Fungsi kesejahteraan dari negara
secara khusus ditegaskan oleh Rasulullah saw. Ketika beliau menyatakan, “Setiap
27
M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami Dan Perannya Di Bidang Ekonomi”, dalam Ainur R. Sophiaan ed, “.Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam,
Surabaya: Risalah Gusti, 1997, h. 61.
28
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Pembangunan Ekonomi Jakarta, Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000, h. 9.
penguasa yang bertanggung jawab terhadap ummat Islam, namun tidak berjuang untuk kesejahteraan mereka, maka ia tidak akan masuk surga bersama mereka”
29
Indonesia sebagai negara yang merdeka, tentunya harus mempunyai konsepsi pembangunan yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa dan agamanya sesuai
dengan semangat pasal 29 dan 33 UUD 1945. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis memilih judul
“Konsep Pembangunan Ekonomi, Studi Komparatif Pemikiran Mubyarto dan
Umar Chapra ”