Konsep Distribusi Kekayaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

CUT NYA DHIEN

NIM 108046100173

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Problem utama dalam hal ekonomi yang dihadapi Negara-negara saat ini adalah tidak meratanya distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan berbagai masalah yang terjadi seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial, kondisi ini pun terjadi di Indonesia. Ketidakmampuan sistem ekonomi kapitalis saat ini dalam mengelola kekayaan menyebabkan terjadinya disparitas yang nyata.

Sistem ekonomi Islam mempunyai konsep yang sempurna untuk mencapai tujuan politik ekonominya yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok seluruh masyarakat dengan menerapkan konsep distribusi kekayaan.

Titik tolak penelitian ini adalah pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra tentang konsep distribusi kekayaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang mekanisme distribusi yang dirancang oleh kedua pemikir tersebut.

Penulisan skripsi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan

(library research) dengan data dan cara analisa kualitatif dan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis.

Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa Taqiyuddin An-nabhani merumuskan konsep distribusi kekayaan yaitu dengan merumuskan pilar sistem ekonomi Islam yakni; klasifikasi jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan konsep distribusi kekayaan yang dibagi menjadi dua bagian yaitu dengan cara mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi, serta penyelenggaraan Negara dalam membangun infrastruktur, industri-industri berat, industri strategis dan lain-lain. Sedangkan M. Umer Chapra dalam strategi distribusinya menekankan filter moral, didukung dengan strategi lainnya adanya motivasi yang benar, restrukturisasi sosio ekonomi dan financial serta maksimalisasi peran Negara.

Kata kunci: Distribusi kekayaan, Taqiyuddin An-Nabhani, M. Umer Chapra Pembimbing : A.M. Hasan Ali, MA

Daftar Pustaka: (45) 1984-2015 Sumber: Buku, Jurnal, Website


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini yang mengambil judul “KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA”. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hinga akhir zaman. Semoga kita tetap teguh dan giat dalam belajar serta beribadah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah danHukum Universitas Negeri Jakarta.

2. Bapak AM. Hassan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta dan juga selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah memberikan kritik dan saran bimbingan maupun arahan.yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak DR. Abdurrouf, M.A, selaku sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan baik memberikan


(7)

ilmunya kepada penulis selama masa kuliah. Serta Staf karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama. 5. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Kusmin Tarto Basuki dan Ibunda

Murifatun terima kasih telah mendidik, mengajarkan dan membimbing sejak kecil. Dan Suami tercinta Muhammad Ranoval Absanjaya yang selalu memberi semangat serta membantu dalam kelancaran skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa akhir Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta, Maret 2016

Penulis,

Cut Nya Dhien NIM. 108046100173


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL...……….i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..………ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……….iii

LEMBAR PERNYATAAN..………iv

ABSTRAK...v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR GAMBAR………..x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...12

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah...14

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...14

E. Review Studi Terdahulu…...15

F. Metode Penelitian...16

G. Sistematika Penulisan...18

BAB II TINJAUAN TEORITIS DISTRIBUSI KEKAYAAN A. Definisi Distribusi Kekayaan...20


(9)

BAB III KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN UMER CHAPRA

A. Biografi Taqiyuddin An-Nabhani dan Umer Chapra

1. Biografi Singkat Taqiyuddin An-Nabhani………...36

2. Boigrafi Singkat M. Umer Chapra……...………42

B. Konsep Distribusi Kekayaan

1. Taqiyuddin An-Nabhani………..45

2. M. Umer Chapra………..………63

C. Analisa Komparatif Distribusi Kekayaan Menurut Taqiyuddin

An-Nabhani dan M.Umer Chapra……..………78

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………..83

B. Saran……….84


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Distribusi Kekayaan……….31

Gambar 3.1 Pilar-Pilar Sistem Ekonomi Islam………44

Gambar 3.2 Skema Kepemilikan Individu………...46

Gambar 3.3 Skema Kepemilikan Negara……….53

Gambar 3.4 Skema Distribusi Kekayaan……….57


(11)

A. Latar belakang masalah

Kesenjangan ekonomi merupakan salah satu persoalan berat yang dihadapi oleh masyarakat sekarang. Banyak faktor yang menyebabkannya. Intinya ada dua, yakni faktor ekonomi dan faktor alamiah. Faktor ekonomi adalah semua kebijakan ekonomi, misalnya alokasi kredit, kesempatan usaha, pemberian izin atau lisensi pada orang-orang tertentu dan sebagainya yang secara langsung bisa menimbulkan kesenjangan. Adapun faktor alamiah adalah keadaan pada diri manusia misalnya cacat fisik bawaan, rendahnya ilmu dan keahlian, rendahnya etos kerja dan sebagainya; serta keadaan lingkungan seperti rendahnya potensi sumber daya alam yang secara langsung bisa menimbulkan kesenjangan.1

Indonesia adalah sebuah Negara dengan penduduk ke-4 terbesar di dunia yaitu dengan 253,60 juta jiwa,2 serta dianugerahi dengan sumber daya alam yang melimpah. Berdasarkan data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk Negara yang kaya akan sumber daya tambang. Kekayaan hayati Indonesia seperti hutan, luasnya yang tersisa menurut Bank Dunia sekitar 94.432.000 ha pada tahun 2010. Sekitar 31,065,846 ha di antaranya adalah hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Indonesia memiliki 10% luas

1

M. Ismail Yusanto, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor : Al azhar Press, 2009), h. 165

2 Herdaru Purnomo, “

Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI termasuk 4 besar” Artikel diakses pada kamis 09 Juli 2015 dari http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar


(12)

2

hutan tropis yang masih tersisa. Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang besar. Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km. Sekitar 7% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berasal dari Indonesia. Kurang-lebih 24 juta ha perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budi daya laut dengan potensi produksi sekitar 47 juta ton/tahun. Kawasan pesisir yang sesuai untuk usaha budidaya tambak diperkirakan lebih dari 1 juta ha dengan potensi produksi sekitar 4 juta ton/tahun.3

Ironisnya Negara dengan kekayaan yang melimpah ruah seperti itu, tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi. Berikut data tingkat kemiskinan di Indonesia per maret 2015.

Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2014 – Maret 20154

Daerah/Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta

Orang)

Presentase Penduduk

Miskin

(1) (2) (3)

Perkotaan

Maret 2014 10,51 8,34

September 2014 10,36 8,16

Maret 2015 10,65 8,29

Perdesaan

Maret 2014 17,77 14,17

September 2014 17,37 13,76

Maret 2015 17,94 14,21

3Arim Nasim, “

Salah Kelola Kekayaan Alam Indonesia”, Artikel diakses pada kamis, 09 Juli 2015 dari http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/27/salah-kelola-kekayaan-alam-indonesia/

4

Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2015”, No. 86/09/Th. XVIII, 15 September


(13)

Perkotaan+Perdesaan

Maret 2014 28,28 11,25

September 2014 27,73 10,96

Maret 2015 28,59 11,22

Tabel tersebut menunjukan peningkatan jumlah penduduk miskin pada tahun 2015. Yaitu pada bulan maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang jika dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Sementara apabila dibandingkan dengan bulan maret tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebanyak 0,31 juta orang dengan standar kemiskinan Rp 330.776,00 perkapita perbulan pada bulan maret 2015, itu artinya Rp 11.025 perkapita per hari.

Sedangkan laporan dari bank dunia (World Bank) adalah bahwa setengahnya dari penduduk Indonesia hidup miskin atau rentan dibawah garis kemiskinan, dengan kondisi hampir 42% US$1-US$2 per hari, terlalu banyak rakyat Indonesia yang rentan jatuh ke kemiskinan.5

Perbandingan jumlah kekayaan alam dan kondisi rakyat Indonesia tersebut menimbulkan suatu permasalahan besar, karena seharusnya dengan jumlah kekayaan tersebut tidaklah layak apabila penduduk Indonesia mengalami kemiskinan.

5 Nunung Nurwati, “

Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan”, Jurnal Kependudukan Padjajaran, Vol. 10, No.1 (Januari 2008)


(14)

4

Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari sekedar rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau garis kemiskinan, akan tetapi kemiskinan mempunyai arti yang lebih dalam karena berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar pendapatan (non-income factors) seperti aspek kebutuhan minimum; kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Kompleksitas kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan pengertian dan dimensi saja namun berkaitan dengan metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan.6

Masalah kemiskinan ini merupakan masalah sosial yang pasti terjadi di setiap Negara, terutama di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Banyak faktor yang saling berkaitan yang menyebabkan kemiskinan ini terus terjadi, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa serta lokasi geografis seseorang.

Namun, masalah utama kemiskinan sebetulnya berpangkal pada buruknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat, hal ini terbukti pada fakta tersebut. Yaitu Negara dengan kekayaan cukup besar namun tidak mampu mensejahterakan masyarakatnya.

Bagi Afzalur Rahman jika terdapat masyarakat modern dan melimpahnya sumber daya alam namun pembagian kekayaan belum merata sehingga masih banyak warga Negara yang menderita kemiskinan maka hal itu disebabkan karena

6


(15)

distribusi kekayaan yang tidak tepat, yaitu ada sekelompok masyarakat yang kehilangan hak bagiannya.7

Senada dengannya, Geoffery E. Schneider menyatakan bahwa persoalan utama dalam ekonomi adalah pada distribusi bukan pada produksi. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Afrika Selatan, adanya perbedaan ras dan warna kulit (apartheid) masih berpengaruh terhadap sistem perekonomian. Dimana sistem ekonomi neoliberal lebih berperan di Afrika Selatan.8

Pemasalahan tentang pentingnya distribusi pun disoroti oleh Mannan, menurutnya dalam suatu perekonomian Islam, inti masalah tidak terletak pada harga yang ditawarkan oleh pasar, melainkan pada ketidakmerataan distribusi pendapatan, hal inilah yang paling penting dalam ekonomi Islam.9

Menurut Monzer Khaf minimalisasi kesenjangan distributif adalah tujuan utama kebijakan ekonomi di Negara Islam. Tujuan ini tidak hanya diambil dari ajaran-ajaran AlQuran dan As-Sunnah yang berkaitan dengan prilaku konsumtif, seperti larangan bermewah-mewah tetapi diambil juga dari dua prinsip Islam yaitu prinsip kesamaan harga diri dan persaudaraan dan prinsip tidak dikehendakinya pemusatan harta dan penghasilan pada sejumlah kecil orang tertentu.10

Gambaran ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan di Indonesia juga terkonfirmasi dari laporan mengenai distribusi kekayaan penduduk Indonesia yang dirilis oleh Credit Suisse belum lama ini. Laporan tersebut menyebutkan

7

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin, (Yogyakarta : PT. Dhana Bhakti Prima Yasa, 2002), cet. II h. 92

8

Geoffrey E. Schneider, “Neoliberalism and Eonomic Justice in South Africa: Revisiting

the Debate on Economic Apartheide”, Journal Riview of Social Economic, Vol. 61 (New York:

Taylor and Franis Group, March 2003), h. 23

9

M. Abdul Mannan, The Making of An Islamic Economic Society, (Cairo: International Association Of Islamic Banks, 1984), h. 205

10

Monzer Khaf, Ekonomi Islam (Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), h. 137


(16)

6

bahwa sekitar 88% penduduk Indonesia memiliki kekayaan kurang dari 10.000 dolar AS. Sementara itu, sekitar 77,2 persen dari total kekayaan nasional pada 2014 ternyata hanya dikuasai oleh 10% penduduk terkaya.11

Buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat selain meningkatkan kemiskinan juga mengakibatkan masyarakat terkena bencana kelaparan. Menurut Badan Pangan dan Pertanian PBB atau Food Agriculture Organization (FAO) menyatakan sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia tidur dengan perut lapar setiap hari.12

Ketimpangan distribusi kekayaan tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di belahan dunia lain, seperti yang dilansir lembaga anti kemiskinan OXAM yang berbasis di London, menerbitkan laporannya pada senin (20/1/2014) dengan judul “working for the few” menyatakan bahwa total nilai harta 85 orang ultrakaya dunia sama dengan jumlah kekayaan setengah penduduk dunia. Itu berarti kekayaan 85 orang itu setara kekayaan 3,5 miliar penduduk dunia lainnya. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa kekayaan 1 orang terkaya di dunia bernilai sekitar 110 triliun dollar AS, atau 65 kali total nilai kekayaan separuh penduduk dunia lainnya.13

Oleh sebab itu masalah ketimpangan distribusi ini harus dapat diselesaikan dengan tuntas, sebab jika masalah ini terus berlanjut maka akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan sosial yang lain seperti gizi buruk,

11 “Separuh Kekayaan Dunia dikuasai 1% Populasi” Artikel diakses pada Sabtu, 17

oktober 2015 dari http://nasional.sindonews.com/read/971385/149/separuh-kekayaan-dunia-dikuasai-1-populasi-1425358580

12

Natalia Santi, ”19,4 juta penduduk Indonesia Kelaparan” Artikel diakses pada Sabtu 17 Oktober 2015 dari http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/30/173670847/fao-19-4-juta-penduduk-indonesia-kelaparan

13“Harta 85 Orang Terkaya Setara Separuh Kekayaan Penduduk Bumi” Artikel diakses

pada Sabtu, 17 Oktober 2015 dari http : / / internasional . kompas . com / read / 2014 /01/ 21/ 105 3407/Harta.85.Orang.Terkaya.Setara.Kekayaan.Separuh.Penduduk.Bumi


(17)

pengangguran, kriminalitas bahkan dapat membahayakan keimanan seorang muslim.

Pada satu sisi kelebihan kekayaan dapat membahayakan keimanan dan moral umat Islam. Pada posisi lain, kemiskinan dapat menyeret mereka dalam kekufuran.14

Sehingga dengan cara menciptakan pola distribusi yang adil, dimana setiap warga Negara dijamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan yang luas untuk memenuhi kebutuhan sekundernya, maka permasalahan distribusi tersebut dapat diatasi.

Namun, pola distribusi yang adil tersebut ternyata tidak dapat digunakan. Karena sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini diterapkan menggunakan upaya penghapusan kemiskinan dengan memfokuskan hanya pada peningkatan produksi total dan pendapatan per kapita bukan pada permasalahan distribusi.

Keyataannya sistem ekonomi kapitalisme telah gagal merealisasikan keadilan distribusi yang berdampak pada penderitaan masyarakat yang menjadikan kapitalisme sebagai pedoman dalam kehidupan ekonominya.15 Dalam sistem ekonomi kapitalisme-sekuler ini terjadi dikotomi antara agama dan kehidupan duniawi termasuk didalamnya aktivitas ekonomi. Terjadinya dikotomi ini terjadi pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, namun hal tersebut tidak berlaku pada Islam, sebab Islam tidak mengenal pembedaan antara

14

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 35

15

Jaribah bin Ahmad Al haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatathab, (Jakarta : Khalifa, 2006), Cet ke III h. 213


(18)

8

ilmu agama dan duniawi.16 Namun saat ini masyarakat muslim tidak lagi mencerminkan cahaya spiritual Islam, bahkan pada kenyataannya di kalangan mayoritas masyarakat tidak terlihat adanya kesadaran dan karakteristik yang dituntut sebagai seorang muslim atau mayarakat Islam. Karena ideologi yang dominan di dunia ini bukanlah Islam namun kapitalisme dan sosialisme. Sistem ekonomi Islam tidak berlaku dimanapun di dunia muslim. Negeri-negeri muslim telah mencoba memecahkan problem-problem lewat kebijakan-kebijakan yang dikembangkan dalam perspektif sekularis dari sistem-sistem yang sedang berjalan. Kondisi mereka menjadi tambah buruk dan mereka makin bergerak menjauhi realisasi maqashid.17

Dalam pandangan sistem kapitalisme, menurut Heilbroner cara utama dalam pendistribusian adalah melalui persaingan pasar.18 Hargalah yang memegang peranan penting dalam persaingan pasar ini, maka untuk mendapatkan kekayaan Negara disesuaikan dengan jasa-jasa yang telah diinvestasikan.

Karena sistem kapitalisme yang diterapkan inilah mengakibatkan pemerintahan yang datang silih berganti, termasuk di Indonesia, selalu mengarahkan pandangan mereka pada pertumbuhan produksi serta peningkatan pendapatan rata-rata penduduk, namun tidak pernah memberi perhatian pada persoalan bagaimana kekayaan tersebut didistribusikan dengan adil di tengah masyarakat. Padahal dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya produksi,

16

M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikro Ekonomi : Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 1

17

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, , (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli

Islam and Economic Challenge, (Jakarta : Gema Insanni Press, 2000), h. 9

18

Robert Heilbroner, Runtuhnya Peradaban Kapitalisme, (Jakarta : Bumi Angkasa, 1984), h. 17


(19)

telah terjadi penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Pihak yang kuat meraih kekayaan lebih banyak melalui kekuatan yang mereka miliki. Sedangkan yang lemah semakin kekurangan, karena kelemahan yang ada pada diri mereka. Hal ini tak ayal semakin menambah angka kemiskinan.

Menurut Umer Chapra, bahwa salah satu masalah utama dalam kehidupan sosial di masyarakat adalah mengenai cara melakukan pengalokasian dan pendistribusian sumber daya yang langka tanpa harus bertentangan dengan tujuan makro ekonominya. Kesenjangan dan kemiskinan pada dasarnya muncul karena mekanisme yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masalah ini tidak terjadi karena perbedaan kuat dan lemahnya akal serta fisik manusia sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan perolehan kekayaan karena hal itu adalah fitrah yang pasti terjadi. Permasalahan sesungguhnya terjadi karena penyimpangan distribusi yang secara akumulatif berakibat pada kesenjangan kesempatan memperoleh kekayaan. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin tidak memiliki kesempatan bekerja.19

Sedangkan menurut Taqiyuddin An-Nabhani konsep distribusi kekayaan dalam Islam dapat direalisasikan dengan menentukan tata cara kepemilikan, tata cara pengelolaan kepemilikan, serta menyuplai orang yang tidak sanggup mencukupi kebutuhan-kebutuhannya, dengan harta yang bisa menjamin hidupnya sebanding dengan sesamanya dalam suatu masyarakat dalam rangka mewujudkan keseimbangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.20

19

M. Sholahudin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 198

20

Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, ( Bogor : Al Azhar Press 2009), h. 272


(20)

10

Oleh sebab itu, mengentaskan masalah kemiskinan yang kompleks ini tidak cukup hanya dengan memperbanyak produksi, tetapi juga harus membenahi sistem distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu, kesalahan menjalankan kebijakan sistem ekonomi termasuk mekanisme distribusi inilah yang menyebabkan munculnya praktik monopoli dan individualisme, sekaligus rusaknya pengelolaan hak milik pribadi, umum dan Negara. Pada saat itulah akan terjadi kerusakan dalam distribusi kekayaan kepada pribadi. Oleh karena itu keseimbangan ditengah anggota masyarakat tersebut harus dijaga.

Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem ekonomi lainnya. Ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqashid asy-syari’ah), yang berbeda dari sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaran-sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan materiil, mereka didasarkan pada konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan spiritual manusia.21

Tujuan keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan serta kesejahteraan sudah jelas dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam dan didasarkan pada komitmennya pada persaudaraaan manusia. Sesungguhnya ada penekanan yang besar terhadap keadilan dan persaudaraan dalam AlQuran dan As-Sunah. Dua tujan ini terintegrasi kuat dalam ajaran-ajaran

21

M. Umer Chapra, Islam dan tantangan ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli


(21)

Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spiritual dalam masyarakat Islam.22

Dalam sejarah Islam aspek ekonomi politik yang dilakukan oleh khalifah adalah dalam rangka mengurusi dan melayani umat, kemudian dilihat dari bagaimana Islam memecahkan problematika ekonomi, maka berdasarkan kajian fakta permasalahan ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakikat permasalahan ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta dan jasa di tengah-tengah masyarakat sehingga titik berat pemecahan masalah ekonomi adalah bagaimana menciptakan suatu mekanisme distribusi yang adil. Allah SWT mengingatkan tentang betapa urgennya masalah distribusi kekayaan ini dalam Firmannya:

ْمكْنم ءاينْغ ْْا نْيب ًةلود نوكي َ ْيك

“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang kaya saja di antara kamu”

(Qs Al Hasyr :7)

Juga dalam hadits nabi SAW :

“Jika pada suatu pagi di suatu kampung terdapat seseorang yang kelaparan, maka Allah berlepas diri dari mereka” dalam kesempatan lain “tidak beriman kepada -Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara itu ia tahu tetangganya

kelaparan”23

Dengan kesempurnaan Islam yang memiliki konsep kehidupan, baik pemerintahan, sosial, pendidikan dan ekonomi, maka penulis ingin memaparkan

22

M. Umer Chapra, Al-Qur,an menuju Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta : Dhana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 5

23

Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana, 2007), h. 155


(22)

12

konsep distribusi kekayaan dalam ekonomi Islam sehingga dapat digunakan untuk mengentaskan berbagai permasalahan sosial yang terjadi terutama kemiskinan dan pengangguran yang disebabkan ketidakmerataan distribusi kekayan sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan tatanan perekonomian ideal. Beberapa pemikir ekonomi Islam telah merumuskan hal tersebut diantara intelektual muslim yang menggagas distribusi kekayaan dalam konsep ekonomi Islam adalah seorang pemikir muslim yang cerdas Taqiyuddin An-Nabhani serta pemikir dan pakar ekonomi kekinian dengan pengalamannya yang luas dan kecemerlangan akademisnya, M. Umer Chapra.

Dalam skripsi ini, penulis ingin membandingkan konsep distribusi kekayaan yang telah dirancang dua cendikiawan tersebut, sehingga dapat ditemukan konsep ideal yang nantinya dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan ketidakmerataan distribusi kekayaan di Indonesia khususnya. Pembahasan ini penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul : “KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah menguraikan lebih jelas lagi tetang masalah yang telah di tetapkan didalam latar belakang masalah, didalamnya berisi


(23)

perumusan eksplisit dari masalah-masalah yang terkandung dalam suatu fenomena.24

Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah yang ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya, antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan distribusi kekayaan? 2. Bagaimana konsep distribusi kekayaan dalam Islam?

3. Melimpahnya jumlah alat pemuas kebutuhan dalam sebuah Negara tidak serta-merta bisa membuat semua orang tercukupi. Kemiskinan akan tetap terjadi jika sebagian besar kekayaan itu dikuasai segelintir orang. Padahal kebutuhan primer manusia harus dipenuhi tiap-tiap orang. Oleh karena itu, Distribusi kekayaan merupakan hal yang penting dalam sistem ekonomi, karena dengan adanya konsep distribusi maka sistem pengaloksian harta kekayaan oleh Negara menjadi jelas sehingga dibutuhkan mekanisme distribusi yang komperhensif.

4. Selain terdapat mekanisme yang mendorong distribusi kekayaan Islam juga memberikan sejumlah larangan yang dianggap dapat menghambat distribusi.

5. Lantas faktor apa saja yang dapat menghambat distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat?

6. Bagaimanakah implementasi konsep distribusi kekayaan dalam Islam?

24

Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, (Yogyakarta : Andi Yogyakarta, 2007), h 119.


(24)

14

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya para cendikiawan muslim yang menelurkan konsep ekonomi Islam, maka dibutuhkan pembatasan masalah untuk mencapai karya ilmiah yang sistematis dan terarah. Dalam skripsi ini pembahasan hanya dibatasi pada konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka yang dikaji penulis dalam skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra?

2. Apa saja persamaan dan perbedaan konsep distribusi kekayaan antara keduanya?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra

2. Menganalisis persamaan dan perbedaan konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra

Dari tujuan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan antara lain :


(25)

1. Menambah khazanah kepustakaan tentang konsep distribusi dalam Islam. 2. Dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya dan sumber

litelatur ekonomi Islam.

3. Dapat memberikan gambaran yang komperhensif tentang konsep distribusi kekayaan yang ideal.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini, penulis berharap dapat menjadi alternatif solusi atas persoalan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Serta dapat menjadi sarana mensosialisasikan konsep ekonomi Islam ke tengah-tengah masyarakat.

E. Riview Studi Terdahulu

Penelitian ini menggunakan metode dengan menganalisa penelitian sebelumnya yang berasal dari beberapa sumber, adapun penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut :

No Nama penulis/ Judul / Tahun

Substansi Perbedaan dengan

penulis 1 Tajuddin

Pogo/Distribusi Kekayaan Individu dalam Ekonomi Islam / Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Disertasi ini menawarkan redistribusi kekayaan individu berdasarkan prinsip ihsan, iffah, dan ithar untuk mengatasi masalah aleansi dan eksploitasi sekaligus menambal kekurangan dan

Penulis meneliti

tentang konsep

distribusi kekayaan yang lebih khusus

yaitu konsep

distribusi kekayaan

yang merupakan


(26)

16

2010 kelemahan sistem dan

prinsip-prinsip keadilan distribusi.

Taqiyuddin

An-Nabhani dan M. Umer Chapra

2 Rian Maulana/ Konsep Distribusi Menurut Baqir As-Shadr/ Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010

Skripsi ini menjelaskan tentang konsep distribusi kekayaan menurut Baqir As-Shadr, dalam

pemikirannya, Sadr

membagi konsep distribusi kekayaan menjadi dua bagian, pertama, distribusi kekayaan yang terdapat pada distribusi pra produksi (mentahnya).

Kedua distribusi kekayaan pasca produksi

Penulis melakukan komparasi pemikiran distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), dengan data dan cara analisa kualitatif 25 dengan cara mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber dan kemudian dianalisa, proses analisa dimulai

25

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Karya Rosda, 2002), Cet Ke-10 h. 3.


(27)

dari membaca, menelaah dan mempelajari data-data tersebut secara seksama, sehingga kemudian dapat dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis. Skripsi ini juga menggunakan metode analisa komparasi26 dengan membandingkan konsep distribusi kekayaan Taqiyuddin An-Nabhani dan konsep distribusi kekayaan menurut M. Umer Chapra sehingga dihasilkan pemahaman yang menyeluruh dan objektif.

2. Sumber Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu :

a. Sumber Data Primer

Yang digunakan sebagai sumber primer dalam penelitian ini adalah buku yang ditulis oleh Taqiyuddin An-Nabhani yang berjudul Sistem Ekonomi Islam

dan karya M. Umer Chapra dengan judul Islam dan Tantangan Ekonomi , dan beberapa buku lainnya dari kedua pemikir tersebut.

b. Sumber Data Sekunder

Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari pemikiran para tokoh yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk essay, jurnal, buku atau karya ilmiah lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research) dengan membaca, memahami dan menganalisa buku, jurnal, serta menelusuri berbagai litelatur yang berhubungan dengan pembahasan ini.

26

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004) Cet Ke 9, h. 160.


(28)

18

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu data yang dikumpulkan, dirumuskan, dijelaskan kemudian dianalisa. Selain itu juga akan menjelaskan dan menafsirkan data-data yang ada, menjadi satu rumusan yang sistematis dan analitis,27 peneliti dapat melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya28 yang pada akhirnya dapat di tarik kesimpulan yang bersifat deduktif.29

5. Teknik Penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan pada penelitian ini bersifat deduktif30 yaitu penarikan kesimpulan yang pengolahan dan analisis bahan-bahannya tidak diambil dari lapangan, melainkan dari keterangan-keterangan dan pustaka-pustaka, dokumen serta hasil penelitian lainnya.

6. Teknik Penulisan Laporan

Penulisan dan penyusunan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet 2012.

G. Sistematika Penulisan

Penulis menyajikan sistematika penelitian terdiri dari lima Bab untuk mengalirkan gagasan serta mengetahui gambaran umum penelitian ini, penulis menguraikan secara singkat sistematika penulisan ini, yaitu sebagai berikut :

27

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Inonesia, 1988) Cet III, h. 63

28

Imam Gunawan, Metode penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), h. 87

29

Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, h. 76.

30


(29)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori distribusi kekayaan, prinsip-prinsip dan tujuan distribusi, landasan normative distribusi kekayaan, nilai dan moral dalam bidang distribusi kekayaan serta mekanisme distribusi kekayaan.

BAB III KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA

Pada bab ini penulis menjelaskan riwayat dan sejarah hidup Taqiyuddin An-Nabhani dan Umer Chapra berikut sejarah politik, karir intelektual latar serta belakang pemikiran tokoh tersebut. Selanjutnya bab ini akan menguraikan pemikiran kedua tokoh tersebut serta menjelaskan perbedaan konsep distribusi kekayaan antara Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang merupakan jawaban dari perumusan masalah berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang dikemukakan dari pembahasan.


(30)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS DISTRIBUSI KEKAYAAN

Banyak pakar ekonomi filsafat dan politik yang telah beberapa kali membahas masalah distribusi kekayaan dalam berbagai kesempatan dan mencoba untuk menyelesaikannya. Meski mereka telah mencoba upaya terbaik, namun mereka tetap saja gagal menemukan penyelesaian yang tepat. Beberapa pemikir berpendapat bahwa seseorang pribadi seharusnya memiliki kebebasan sepenuhnya supaya bisa menghasilkan kekayaan yang maksimal dengan menggunakan kemampuan yang dia miliki. Mereka juga mengingatkan agar tidak membatasi hak pribadi atas hartanya dengan menganggap sebagai hak milik mutlak yang tidak dapat dicampuri oleh Negara sekalipun. Sementara pemikir lain berpendapat bahwa kebebasan secara individual akan tetap berbahaya bagi keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, hak individu atas harta yang dimilikinya sebaiknya dihapuskan dan semua wewenang dipercayakan kepada masyarakat agar dapat mempertahakan persamaan ekonomi di dalam masyarakat.1

A. Definisi Distribusi Kekayaan

Menurut Choudry Ilmu ekonomi tentang distribusi menjelaskan adanya pembagian kekayaan yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi atau para pemilik pelaku ekonomi itu yang telah secara aktif memproduksinya. Namun menurutnya permasalahan distribusi dalam sistem ekonomi adalah distribusi-sosial kekayaan diantara anggota masyarakat. Jika distribusi kekayaan di dalam masyarakat itu

1


(31)

tidak adil atau tidak merata, maka kedamaian sosial selalu menjadi taruhan dan konflik antara si kaya dan si miskin dapat berlanjut ke revolusi berdarah.2

Menurut Afzalur Rahman distribusi kekayaan adalah pembagian kekayaan/keuntungan Negara kepada berbagai pihak yang terlibat dalam produksi dan prinsip-prinsip dasar yang menentukan bagian yang mereka peroleh. Dengan ruang lingkup pembahasan tentang bagian-bagian yang disalurkan serta tata cara pembagian harta tersebut.3

Terdapat beberapa perbedaan dalam sistem ekonomi tentang makna distribusi kekayaan. Sistem ekonomi kapitalisme memandang seorang individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki.4 Sedangkan sistem ekonomi sosialis mengabaikan kepemilikan khusus bagi unsur-unsur produksi dan menilai pekerjaan sebagai satu-satunya unsur bagi produksi,5 oleh karenanya sistem distribusi dalam ekonomi sosialis dikendalikan sepenuhnya oleh Negara.

Adapun makna distribusi dalam ekonomi Islam maka jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsur - unsur produksi dan

2

Muhammad Sharif Choudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Kencana: Jakarta, 2012), h. 77.

3

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, h.91.

4

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, ( Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004 ), h. 310

5


(32)

22

sumber kekayaan. Dimana Islam membolehkan kepemilikan namun didalam Islam terdapat tatacara untuk memperoleh serta mempergunakannya.6

B. Landasan Normatif Distribusi kekayaan

Islam telah mewajibkan terjadinya sirkulasi kekayaan pada setiap lapisan masyarakat dan melarang sirkulasi kekayaan hanya pada kelompok orang-orang tertentu saja, sebagaimana firman Allah didalam QS. Al-Hasyr (59):7

لع هَ ءافأ ام

ْ م هل س

قْلا ْهأ

بْ قْلا ي ل سه لل ههللف

ماتيْلا

ْم ْ م ءاي ْغ ْْا ْيب ًةل

َ ْيك يبهسلا ْبا يكاس ْلا

ا تْ اف هْ ع ْمكا ام

ف سه لا مكاتآ ام

هَ ا قهتا

ش هَ ه إ

اقعْلا

Artinya : ―Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.‖

Sayyid Quthb dalam tafsirnya7 menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan tentang hukum fai’ secara terperinci dan didalamnya terdapat penjelasan tentang sebab-sebab pembagian itu serta meletakan kaidah besar dalam sistem ekonomi

dan sosial dalam masyarakat muslim ―supaya harta itu jangan beredar di antara

orang-orang kaya saja di antara kamu‖ sehingga sistem ekonomi yang bertujuan agar harta benda beredar di antara orang-orang kaya saja adalah sistem yang bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Islam telah membangun sistem

6

Ibid., h.212.

7

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 11,


(33)

ekonominya agar dapat merealisasikan kaidah besar tersebut, sehingga harta dapat terdistribusi secara merata.

Muhammad menyatakan bahwa dulatan bainal agniya’ yang artinya

―beredar diantara orang –orang kaya‖. Sehingga disini dijelaskan agar harta tidak beredar diantara orang – orang kaya saja, diperlukan adanya pemerataan harta dalam kegiatan distribusi jadi harta itu bukan milik pribadi akan tetapi sebagian harta kita itu ada hak milik orang muslim lainnya yg tidak mampu. Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infaq, serta adanya hukum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.8

C. Tujuan Distribusi Kekayaan

Distribusi kekayaan merupakan suatu pembahasan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan utama diterapkannya sistem ekonomi Islam yaitu terciptanya kesejahteraan ditengah masyarakat. Diantara tujuan dari distribusi kekayaan yaitu :

1. Terwujudnya pemerataan kekayaan ditengah-tengah masyarakat. 2. Terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu masyarakat.

8


(34)

24

3. Terdapatnya kesempatan bagi setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan kamaliyah.

4. Terealisasinya kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi. Sedangkan tingkat konsumsi tidak hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja namun berkaitan dengan cara pendistribusiannya diantara individu masyarakat.9

5. Ketika distribusi ekonomi dilakukan secara adil maka individu diberikan sebagian sumber-sumber kekayaan umum sesuai kebutuhannya, dengan syarat dia memiliki kemampuan untuk mengeksplorasinya.10

D. Nilai dan Moral Dalam Bidang Distribusi

Menurut Qardhawi11 distribusi pada sistem ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap objek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu empat komponen berikut ini :

1. Upah, yaitu upah (wages) bagi para pekerja dan seringkali dalam hal upah para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan diberi upah dibawah standar.

9

Jaribah bin Ahmad Al haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatab, h.218.

10

Ibid., h.219.

11

Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Presss, 2004) cet ke IV h.347.


(35)

2. Bunga yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital) yang diharuskan pada pemilik proyek.

3. Ongkos, yaitu ongkos (cost) yang dipakai untuk sewa tanah yang digunakan untuk proyek.

4. Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya.

Dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik Negara. Prinsip dalam distrubusi pendapatan adalah sesuai yang ditetapkan oleh rakyat yang diwakili oleh Negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang merencanakan produksi nasional. Negara pula yang meletakan kebijakan umum distribusi dengan segala macamnya baik berupa upah, gaji, bunga maupun ongkos sewa.12

Sedangkan dalam ekonomi Islam pembagian distribusi kekayaan didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan. Sehubungan dengan masalah distribusi ini, Qardhawi13 menjelaskan sebagai berikut :

1. Nilai Kebebasan a. Asas kebebasan

Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi harus dilandasi

12

Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, h.348.

13

Yusuf Qardhawy, Etika dan Moral ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997).


(36)

26

keimanan kepada Allah dan ke-Esaan-Nya serta keyakinan manusia kepada Sang Pencipta. Allah-lah yang menciptakan dan Dia yang mengatur segala urusan sehingga tidak layak lagi bagi manusia untuk menyombongkan diri serta bertindak otoriter terhadap makhluk lainnya. Karena seluruh makhluk di hadapan Tuhan adalah sama.14

Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap perbuatan manusia termasuk

aktivitas ekonomi terikat dengan hukum syara‘. Manusia tidak diperkenankan melakukan aktivitas ekonomi yang bertentangan dengan hukum syara‘ seperti aktivitas ribawi, ikhtikar yang dapat menghambat distribusi kekayaan, tadlis dan lain-lain.

b. Bukti-bukti kebebasan 1) Hak Milik Pribadi

Kepemilikan adalah suatu bukti prinsip kebebasan. Seorang yang memiliki suatu benda dapat menguasai dan memanfaatkannya. Ia dapat pula mengembangkan hak miliknya dengan cara-cara yang dibenarkan Islam.15 Namun kebolehan kepemilikan pribadi dalam Islam berbeda dengan konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis.16

Menurut Al-Maududi dalam Euis Amalia17 bahwa Islam tidak membagi harta kepemilikan kepada produksi dan konsumsi. Tetapi, dibedakan berdasarkan kriteria diperoleh secara halal atau haram dan dikeluarkan pada jalur yang halal

14

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, h.317.

15

Ibid., h.318.

16

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 11), h.212

17

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), h.277.


(37)

atau haram.

Muhammad Arkam Khan dalam Chaudhry18 menyebutkan bahwa dibawah ke-Mahakuasaan Allah, manusia diberi hak untuk memiliki kekayaan, oleh karena itu manusia bukanlah pemilik yang sesungguhnya, maka cara memanfatkannya telah ditetapkan oleh pemilik yang sesungguhnya.

Dari pendapat tersebut jelas bahwa konsep ekonomi Islam mengakui adanya hak kepemilikan pribadi dan pemanfaatan harta kepemilikan pribadi yang diatur hukum syara‘.

2) Warisan

Disyariatkannya warisan adalah pencerminan kebebasan. Dimana seseorang dapat melestarikan dan mengelola secara berkesinambungan apa yang menjadi miliknya. Perolehan hak milik dari pemilik yang lama kepada penggantinya dapat terjadi dalam dua hal, yaitu : melalui warisan dan wasiat.19

2. Nilai keadilan

Menurut Deutsch terdapat tiga konsep dari keadilan sosial,20 tiga konsep keadilan distribusi tersebut dapat diterapkan untuk menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera berdasarkan prinsip-prinsip kerjasama; keadilan, kesamaan dan kebutuhan. Keadilan berkenaan dengan distribusi barang, jasa dan nilai-nilai secara proposional sesuai kebaikan-kebaikan individu dalam masyarakat. Kesamaan menunjukan bentuk distribusi yang diasumsikan bahwa setiap orang

18

Muhammad Sharif Choudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, h.338.

19

Yusuf Qardhawy, Norma dan Etika Ekonomi Islam , (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), h.212.

20 Morton Deutsch, ―Equity, quality and need: what determines which value will be used


(38)

28

memiliki hak yang sama dalam jumlah dan kualitas tanpa mempertimbangkan kebaikan dan jasanya. Sedangkan kebutuhan menggambarkan distribusi yang proposional terhadap kebutuhan setiap individu.

Menurut M. Anas Zarqa, sebagaimana dikutip oleh Euis Amalia21 bahwa untuk dapat menerapkan keadilan distribusi dalam ekonomi Islam ada beberapa prinsip keadilan yang harus diterapkan, yaitu : 1) Terpenuhinya kebutuhan bagi semua makhluk; 2) membawa efek positif bagi pemberi itu sendiri seperti zakat selain membersihkan diri dan harta muzakki juga meningkatkan keimanan dan menumbuhkan kebiasaan berbagi dengan orang lain; 3) menciptakan kebaikan diantara semua orang antara kaya dan miskin; 4) mengurangi kesenjangan kekayaan dan pendapatan; 5) pemanfaatan lebih baik terhadap sumber daya alam dan asset tetap; dan 6) memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian.

Dari sini dapat kita lihat betapa Islam memperhatikan kebutuhan manusia dilihat dari penerapan nilai dan moral dengan membolehkan adanya kebebasan kepemilikan yang diatur oleh batas syariat dan nilai keadilan, berbeda dengan kedua sistem ekonomi lainnya seperti kapitalisme dimana sistem tersebut membolehkan kebebasan kepemilikan tanpa batas juga sistem ekonomi sosialisme yang meniadakan konsep kepemilikan harta individu.

Kapitalisme memandang seorang individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta

21

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009) h.18-119.


(39)

yang dimiliki.22 Sedangkan sistem ekonomi sosialis mengabaikan kepemilikan khusus bagi unsur-unsur produksi dan menilai pekerjaan sebagai satu-satunya unsur bagi produksi,23 oleh karenanya sistem distribusi dalam ekonomi sosialis dikendalikan sepenuhnya oleh Negara.

E. Mekanisme Distribusi

Konsep distribusi menurut Shadr terbagi menjadi dua yaitu; distribusi pra produksi yang meliputi konsep kebutuhan dan tujuan sentral kerja, dan distribusi pasca produksi dimana distribusi merupakan kompensasi dari faktor-faktor produksi.

Selain itu juga Shadr menyebutkan 3 elemen perangkat dasar distribusi dalam Islam yaitu; 1) kerja, merupakan alat distribusi paling primer dari sudut kepemilikan 2) kebutuhan, merupakan alat distribusi paling primer juga sebagai pernyataan sebuah hak manusia yang bersifat essensial dalam kehidupan, 3) property, merupakan alat distribusi sekunder melalui aktivitas komersial yang diizinkan Islam dengan syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam mengenai keadilan sosial.24

Menurut Mannan mekanisme distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut; 1) pembayaran sewa umumnya mengacu pada pengertian surplus yang diperoleh suatu unit tertentu dari suatu faktor produksi, 2)

22

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, ( Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004 ), h. 310.

23

Jaribah bin Ahmad Al haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatathab, h. 211

24

Chibili Mallat, Menyegarkan islam; kajian komperhensif pertama atas hidup karya Muhammad Baqir Ash shadr (terj), (Bandung : mizan utama, 2001) cet I h.181 dan 201.


(40)

30

keahlian khusus yang akan membuat orang mempunyai perbedaan pendapatan antara satu orang dengan orang yang lain. 3) pelarangan riba 4) adanya konsep warisan dalam Islam.25

Menurut Chaudry, untuk mewujudkan distribusi kekayaan yang adil, jujur dan merata, Islam menetapkan tindakan-tindakan yang positif dan prohibitif. Tidakan positif mencakup zakat, hukum pewarisan dan kontribusinya yang bersifat wajib maupun sukarela (sedekah). Tindakan prohibitif mencakup dilarangnya bunga, dilarangnya menimbun, dilarangnya minum-minuman keras dan judi. Selain itu juga terdapat pelarangan upaya mendapatkan harta secara tak bermoral, tidak jujur, tidak adil dan haram yang ternyata merupakan sebab utama terjadinya konsentrasi kekayaan ditangan sedikit orang.26

Dalam Islam, agar distribusi terhadap sumber daya atau kekayaan alam tidak hanya beredar dan terkonsentrasi pada sekelompok kecil orang atau golongan saja, maka dapat dapat dilakukan selain pola distribusi ekonomi juga dapat melalui distribusi non-ekonomi guna mendistribusikan kekayaan pada pihak-pihak yang secara ekonomi tetap belum mendapatkan kekayaan yakni melalui instrument zakat, sedekah, wakaf dan lain sebagainya yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan orang kaya kepada orang miskin, dengan harapan taraf hidup masyarakat dapat ditingkatkan.27

25

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Dhana Bhakti Wakaf, 1995), h.113-144.

26

Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, h.79.

27 Muhammad Ma‘ruf, ―The Islamic Economic System: Appoarch to World Problems‖,


(41)

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diilustrasikan mekanisme distribusi kekayaan sebagai berikut :

1. Bekerja sama

2. Pengembangan kegiatan investasi 3. Larangan menimbun

4. Membuat kebijakan harta dan menggalakkan kegiatan syariah 5. Larangan kegiatan monopoli dan

berbagai penipuan

6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian kepada penguasa 7. Pemanfaatan secara optimal hasil

dari barang-barang milik umum

Dari penjelasan tersebut maka dapat dicermati bahwa agar harta dapat terdistribusi secara merata dibutuhkan tidak hanya mekanisme ekonomi tetapi dengan menjalankan mekanisme non ekonomi.

1. Mekanisme Ekonomi

Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme dijalankan dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme yang berkaitan dengan distribusi kekayaan. Dengan berbagai kebijakan dan ketentuan tentang kegiatan ekonomi tertentu, maka diyakini distribusi kekayaan itu akan

ekonomi

Mekanisme Distribusi

Non ekonomi

1. Pemberian Negara kepada rakyat yang membutuhkan

2. Zakat


(42)

32

berlangsung secara normal.28

Dalam mewujudkan distribusi kekayaan yang adil, maka mekanisme yang ditempuh dalam sistem ekonomi Islam dengan cara sebagai berikut :

a) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak milik (asbabu al-tamalluk) dalam hak milik pribadi ( al-milkiyyah al- fardiyyah).

Membuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi seluruh anggota masyarakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan melalui mekanisme distribusi. Salah satu upaya yang biasa dilakukan manusia untuk memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja.29 Selain itu aktivitas bekerja termasuk perwujudan dari pelaksanaan perintah syariah.30

b) Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan hak milik (tanmiyatul al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.

Pengembangan hak milik adalah mekanisme yang digunakan seseorang untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena Islam mengatur serta menjelaskan suatu mekanisme untuk mengembangkan hak milik. Maka pengembangan hak milik itu harus terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat oleh syara‘ dan tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan

syara’tersebut.20

28

M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h. 205

29

Ibid., h. 208

30


(43)

c) Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya.

Al-Badri menjelaskan bahwa Islam mengharamkan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya, dan mewajibkan pembelanjaan terhadap harta tersebut, agar ia beredar ditengah masyarakat sehingga dapat diambil manfaatnya.31 Adapun para pelaku penimbunan barang hanya berhak mendapatkan modal pokok mereka saja.32

d) Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.

Islam mengajurkan agar harta benda beredar di seluruh anggota masyarakat, dan tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lainnya tidak mendapat kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegiatan investasi dan pembangunan infrastruktur.33

e) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar.

Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-produk yang merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual produk tidak sesuai dengan pasarannya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang di muka umum. Bahkan Negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam menetapkan

31

M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h. 212.

32

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,

h. 161

33


(44)

34

harga jual suatu produk yang ada di pasar, sebab hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan harga pasar.34

f) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi, pemberian suap, dan hadiah kepada penguasa

Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa), dan beredar antara orang kaya saja. Karena Islam melarang serta mengharamkan aktivitas tersebut

g) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma) hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.

Dengan disiplinnya pengelolaan dan pemanfaatan harta-harta yang menjadi milik umum, maka hasilnya dapat didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara cuma-cuma atau dengan harga yang murah. Dana yang sebelumnya dibelanjakan untuk mendapatkan barang-barang yang menjadi milik umum seperti air atau listrik dan lain-lain, bisa digunakan untuk keperluan lain bagi peningkatan kualitas hidupnya.35

2. Mekanisme Non ekonomi

Mekanisme non ekonomi ini dapat dilakukan apabila mekanisme ekonomi sudah dilakukan namun masih terjadi kesenjangan ditengah masyarakat dengan tujuan agar tercipta keseimbangan di tengah masyarakat. Mekanisme non ekonomi ini dapat dilakukan dengan cara berikut ini, diantaranya:

34

Ibid., h.214.

35


(45)

a) Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan

Negara mempunyai peran besar dalam aktivitasnya melakukan distribusi harta kekayaan, aktivitas pemerataan distribusi dapat pula dilakukan dengan cara memberikan harta secara cuma-cuma kepada masyarakat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW yang menndistribusikan harta fa’i dari kaum Yahudi Bani Nadhir kepada para Muhajirin tanpa membagikan kepada kaum Anshor kecuali dua orang dari mereka yaitu Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah karena mereka termasuk orang yang fakir.36

b) Zakat

Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh Muzakki kepada Mustahik adalah bentuk lain dari mekanisme non-ekonomi dalam hal distribusi harta.37 Dana zakat tidak bisa disalurkan untuk pembangunan jalan, gedung, dan lain lain. Tetapi tujuannya ialah untuk memenuhi hak-hak orang yang telah ditentukan oleh Allah (Mustahiq).38

36

Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, h.440.

37

M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h.221

38

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, h. 279


(46)

BAB III

Konsep Distribusi Kekayaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra

A. Biografi Taqiyuddin An-Nabhani dan Umer Chapra

1. Biografi singkat Taqiyuddin An-Nabhani

Beliau adalah Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani, dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara.1 Saat ini beliau dikenal sebagai pendiri partai politik berskala internasional berasaskan ideologi Islam.

Taqiyuddin an-Nabhani dilahirkan pada tahun 1909. Beliau mendapatkan didikan ilmu agama dirumah dari ayah beliau sendiri. Seorang Syaikh yang faqih fiddin. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syari‘ah di Kementrian

Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai cabang ilmu syari‘ah yang

diperoleh dari ayahnya Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani, ia adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.2 Sang kakek dan ayahnya juga berjasa dalam

1Hizbut Tahrir,― Syaikh Taqiyuddin An

-Nabhani: Pendiri Hizbut Tahrir‖, artikel diakses pada selasa 19 januari 2016 dari http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/

2M.‗Ali Dodiman,

Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, (Bogor: Al-Azhar FreshZone Publishing, 2012), h.11.


(47)

mengajarkan hafalan Alquran, sehingga di usianya yang belum baligh, yakni di bawah 13 tahun Taqiyuddin sudah hafal seluruh isi Alquran.3

Disamping itu, ia juga mendapatkan pendidikan umum ketika bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Kemudian ia pindah ke sebuah sekolah di Akko untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum menamatkan sekolahnya di Akko, atas dorongan kakeknya, Taqiyuddin memutuskan hijrah ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di sana.4

Taqiyyuddin An-Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya dengan predikat excellent di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari‘ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.5 Taqiyuddin dikenal sebagai sosok yang mencintai ilmu, bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan waktu, tekun dan giat dalam mencari ilmu.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Taqiyyuddin An-Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu beliau juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. Beliau sering

3 Republika.co.id, ―Hujjatul Islam: Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir

(1)‖ artikel diakses pada selasa 19 januari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia- islam/khazanah/12/02/27/m01yr3-hujjatul-islam-syekh-taqiyuddin-annabhani-pendiri-hizbut-tahrir-1

4

Ibid

5


(48)

38

berpindah-pindah lebih dari satu kota dan sekolah semenjak tahun 1932 sampai tahun 1938, ketika beliau mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah

Syari‘ah. Beliau ternyata lebih mengutamakan bekerja di bidang peradilan (qadha’) karena beliau menyaksikan pengaruh imperialis barat dalam bidang pendidikan, yang ternyata lebih besar daripada bidang peradilan, terutama

peradilan syar‘iy.6

Pada tahun 1940, Taqiyuddin diangkat sebagai musyawir (pembantu qadhi). Jabatan ini terus diembannya hingga tahun 1945, yakni saat ia dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadhi di Mahkamah Ramallah hingga tahun 1948.7 Setelah itu, beliau keluar dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi.

Pada tahun 1948, sahabatnya Anwar Al-Khatib mengirim surat kepada beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali ke Palestina untuk diangkat sebagai qadhi di Mahkamah Syar‘iyah Al-Quds. Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadhi di Mahkamah

Syar‘iyah Al-Quds pada tahun 1948. Kemudian, oleh Kepala Mahkamah

Syar‘iyah dan Kepala Mahkamah Isti‘naf saat itu -yakni Abdul Hamid As-Sa‘ih-

beliau lalu diangkat sebagai anggota Mahkamah Isti‘naf, dan beliau tetap

memegang kedudukan itu sampai tahun 1950. Pada tahun 1950 inilah, beliau lalu

6 M.‗Ali Dodiman

, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, h.15.

7Republika.co.id, ―Hujjatul Islam: Syekh Taqiyuddin An

-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir (2)‖ artikel diakses pada selasa 19 januari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia- islam/khazanah/12/02/27/m01z00-hujjatul-islam-syekh-taqiyuddin-annabhani-pendiri-hizbut-tahrir-2


(49)

mengajukan permohonan mengundurkan diri, karena beliau mencalonan diri untuk menjadi anggota Majelis Niyabi (Majelis Perwakilan).8

Pada tahun 1951, An-Nabhani mendatangi kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung sampai awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dalam Hizbut Tahrir, yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953.9 Setelah itu Taqiyuddin tidak lagi mengisi ceramah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah beliau memfokuskan pada gerak politik yang sedang ia jalani saat itu. Kiprahnya dalam dunia politik yang paling menonjol adalah ketika ia mendirikan partai politik berasas Islam yaitu Hizbut Tahrir, yang secara resmi dideklarasikan pada tahun 1953 di Al-Quds (Yerusalem).

Taqiyyuddin An-Nabhani wafat pada 1 Muharram 1398 H/11 Desember 1977 M. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Shuhada Al-Auza‘i, Beirut. Taqiyuddin telah meninggalkan kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan yang tidak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Taqiyyudin An-Nabhani mempunyai pemikiran yang briliant dan analisis yang cermat. Ia yang menulis seluruh pemikiran dan pemahaman Hizbut Tahrir, baik yang berkenaan dengan hukum-hukum syara’, maupun yang lainnya seperti

8

http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/

9


(50)

40

masalah ideologi, politik, ekonomi, dan sosial. Inilah yang mendorong sebagian peneliti untuk mengatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah Taqiyyudin An-Nabhani.10

Kebanyakan karya Taqiyyuddin An-Nabhani berupa kitab-kitab

tanzhiriyah (penetapan pemahaman/pandangan) dan tanzhimiyah (penetapan peraturan), atau kitab-kitab yang dimaksudkan untuk mengajak kaum muslimin untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Daulah Islamiyah.11

Karena beraneka ragamnya bidang kajian dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Taqiyyuddin, maka tak aneh bila karya-karya beliau mencapai lebih dari 30 kitab. Ini belum termasuk memorandum-memorandum politik yang beliau tulis untuk memecahkan problematika-problematika politik. Belum lagi banyak selebaran-selebaran dan penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah pemikiran dan politik yang penting.12

Hasil pemikiran beliau yang komperhensif tersebut baik dalam bidang hukum syara‘ politik pemerintahan, ekonomi, sosial disusun secara sistematis dan

cemerlang berdasarkan dalil syar’i yang terkandung dalam Alquran dan Assunnah. Sehingga siapapun yang menelaah pemikirannya, akan mendapati Islam dapat menjadi problem solver segala permasalahan dunia saat ini, dan bahwa islam mengatur dengan sempurna seluruh aspek kehidupan tanpa terkecuali.

10M.‗Ali Dodiman

, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, h.39.

11

http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/

12


(51)

Karya-karya Taqiyyuddin An-Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihad beliau antara lain: Nizhamul Islam, At Takattul Al Hizbi, Mahafim Hizbut Tahrir, An Nizhamul Iqthishadi fil Islam, An Nizhamul Ijtima’i fil Islam, Nizhamul Hukm fil Islam, Ad Dustur, Muqaddimah Dustur, Ad Daulatul Islamiyah, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah (3 jilid), Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir, Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir, Nida’ Haar, Al Khilafah, At Tafkir, Ad Dusiyah, Sur’atul Badihah, Nuqthatul Inthilaq, Dukhulul Mujtama’, Inqadzu Filisthin, Risalatul Arab, Tasalluh Mishr, Al Ittifaqiyyah Ats Tsana’iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah, Hallu Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Inkiliziyyah, Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula

Masyru’ Aizanhawar. 13

Semua ini belum termasuk ribuan selebaran-selebaran (nasyrah) mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir –dengan maksud agar kitab-kitab itu mudah beliau sebarluaskan– setelah adanya undang-undang yang melarang peredaran kitab-kitab karya Syaikh Taqiyyuddin. Di antara kitab-kitab itu adalah As Siyasah Al Iqthishadiyah Al Mutsla, Naqdlul Isytirakiyah Al Marksiyah, Kaifa Hudimat Al Khilafah, Ahkamul Bayyinat, Nizhamul Uqubat, Ahkamush Shalat, Al Fikru Al Islami. 14

Apabila karya-karya Taqiyuddin An-Nabhani tersebut ditelaah dengan seksama, terutama yang berkenaan dengan aspek hukum dan ilmu ushul, akan

13M.‗Ali Dodiman

, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, h.41-45.

14


(52)

42

nampak bahwa ia sesungguhnya adalah seorang mujtahid yang mengikuti metode para fuqaha dan mujtahidin terdahulu. Hanya saja, ia tidak mengikuti salah satu aliran dalam ijtihad yang dikenal di kalangan Ahlus Sunnah. Artinya, ia tidak mengikuti suatu madzhab tertentu di antara madzhab-madzhab fiqih yang telah dikenal, akan tetapi ia memilih dan menetapkan (men-tabanni) ushul fiqih tersendiri yang khusus baginya, lalu atas dasar itu ia menggali hukum-hukum

syara’. Namun perlu diingat di sini bahwa ushul fiqih Taqiyyudin An-Nabhani tidaklah keluar dari metode fiqih sunni, yang membatasi dalil-dalil syar’i pada al-Kitab, al-Sunnah, ijtihad sahabat, dan qiyas syar’i, yakni Qiyas yang illat-nya terdapat dalam nash-nash syara’ semata.15

2. Biografi singkat M. Umer Chapra

Dr M. Umer Chapra dikenal sebagai pelopor dan penggagas ekonomi Islam kontemporer, ia dilahirkan di Pakistan pada 1 Februari 1933, ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Beliau adalah penasehat riset di Institut Pelatihan dan Riset Islam (IRTI) tentang IDB di Jeddah.16

Chapra dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunya karakter yang baik. Keluarganya termasuk yang berkecukupan sehingga ia mendapatkan pendidikan yang baik pula. Masa kecilnya dihabiskan di tanah kelahirannya hingga umur 15 tahun,17 kemudian beliau melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di University of Karachi

15

Ibid., h.46-47.

16

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, h.297.

17


(53)

dan memperoleh gelar B.Com. (B.B.A) pada tahun 1954 dan M.Com (M.B.A) pada tahun 1956. Beliau akhirnya menyelesaikan program Ph.D dalam bidang ekonomi di University of Minneosta pada tahun 1961.18

Karir kecemerlangan akademiknya diawali ketika mendapat medali emas dari universitas Sindh pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagai urutan pertama dalam ujian masuk dari 25.000 mahasiswa. Selanjutnya karir akademisnya berada pada tingkat tertinggi ketika gelar doktoralnya di Minnesota, Minneapolis. Pembimbingnya, Prof. Harlan Smith, memuji bahwa Chapra adalah seorang yang baik hati, mempunyai karakter yang baik dan kecemerlangan akademis.19

Umer Chapra sejak menjadi mahasiswa di Karachi beliau sudah bergabung dalam organisasi kemahasiswaan bersama teman-teman seangkatannya seperti Dr. Khurshid Ahmad, Khurrom Murod, Dr. Zaffar Ishaq Anshori dan lain-lain. Mereka ini selalu mengitari majlis ta’limyang dibina oleh Maulana Abul A‘la Al-Maududi adalah guru sekaligus mentor utama mereka. Mereka adalah para pimpinan organisasi Islami Jamiat Talaba, yaitu sayap organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi kepada Jama’ah Islamiyah, sebuah organisasi yang didirikan oleh sang Maulana di Pakistan. Buku-buku sang Maulana ini kemudian di-edit dan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh para muridnya dan akhirnya sebagian

18

M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi: Sebuah Solusi Perspektif Islam ―Pengantar

penerjemah‖, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. ix

19

M. Umer Chapra, https://id.wikipedia.org/wiki/M._Umer_Chapra di akses pada rabu 2 desember 2015


(54)

44

besar karya sang Maulana tersebut menjadi dikenal luas di seluruh dunia Islam termasuk di Indonesia.20

Umer Chapra adalah seorang pemikir sekaligus ekonom yang mempunyai banyak pengalaman dalam bidangnya. Semasa menjadi mahasiswa Umer Chapra telah berusaha untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi. Tidak lama setelah kembalinya ke Pakistan dari AS pada tahun 1961, Umer Chapra bergabung dengan Central Institute Of Islamic Research dan berkutat selama dua tahun dan secara sistematis mengkaji gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam tradisi Islam yang menurut pandangannya dapat memenuhi premis intelektual bagi sebuah sistem ekonom yang sehat. Upaya ini yang kemudian ditingkatkan dan dimatangkan oleh kajian dan refleksinya yang mendalam, sehingga mengantarkan pada bukunya yang pertama, The Economic System Of Islam : A discussion Of Its Goal And Nature

(London, 1970).

Umer Chapra adalah ekonom profesional yang mempunyai pengalaman luas dalam mengajar dan riset di bidang ilmu ekonomi. Nama beliau selalu melekat dengan sejumlah lembaga-lembaga riset akademik bergengsi seperti

Institute Of Development Economic dan Central Institute Of Islamic Research,

Pakistan. Beliau telah mengajar pada Universitas Wisconsin, Plattvile Kentucky, Lexinton dan USA. Selama dua puluh tahun terakhir beliau telah mengabdi sebagai ekonom senior Saudi Arabia Monetary Agency. Pengalaman telah

20 Khurshid Ahmad, ―Kata Pengantar‖ dalam

M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi: Sebuah Solusi Perspektif Islam, h.x.


(55)

memberinya ruang unik untuk merengguk kedalaman sumur pengetahuan teoritis maupun aplikasi praktis ilmu ekonomi. Beliau menguasai betul perspektif pengetahuan barat maupun Islam dalam ilmu ekonomi dan kemasyarakatan. Dalam 15 tahun terakhir beliau secara mendalam terlibat dalam pengembangan pendeekatan Islam pada ilmu ekonomi. Karyanya yang pertama, Toward a Just Monetary System, yang memperoleh pujian dari kalangan masyarakat akademik dunia Islam dan telah membawanya memperoleh medali bergengsi, yaitu Islamic Development Bank Award karena pengabdiannya pada ekonomi islam (1990) dan

King Faisal International Price untuk kajian Islam (1990). Dengan demikian Dr Chapra adalah pakar yang kompeten yang dapat berbicara secara lebih fundamental mengenai persoalan-persoalan sistem ekonomi saat ini. 21

B. Konsep Distribusi Kekayaan 1. Taqiyuddin An-Nabhani

Didalam muqaddimah buku Sistem Ekonomi Islam, Taqiyyudin An-Nabhani menyebutkan bahwa problem ekonomi yang sebenarnya adalah bagaimana mendistribusikan alat-alat pemuas kebutuhan kepada setiap individu. Dengan begitu, yang perlu dibahas didalam sistem ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu bukan bagaimana memproduksi barang-barang ekonomi seperti yang banyak dilakukan oleh Negara-negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalis saat ini.

Menurutnya, ketidakmerataan distribusi ini akhirnya menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan. Namun, apabila masalah distribusi kekayaan

21


(56)

46

Negara dapat dilakukan secara optimal maka masalah kemiskinanpun dapat teratasi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu mekanisme ekonomi yang dapat menyalurkan harta kekayaan secara adil agar pemerataan ditengah-tengah masyarakat dapat terwujud.

Sistem hidup Islam termasuk didalamnya adalah konsep ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk menjaga kestabilan hidup masyarakat, tujuan-tujuan utama untuk menjaga masyarakat bukan ditentukan oleh manusia, akan tetapi berasal dari perintah-perintah Allah dan larangan-laranga-Nya. Tujuan tersebut yaitu untuk melestarikan eksistensi manusia, menjaga akal, kehormatan, jiwa, kepemilikan individu, agama, kemanan dan menjaga negara. Tujuan tersebut juga bersifat baku dan tidak akan berubah atau berkembang.22

Taqiyyuddin An-Nabhani mendefinisikan Politik ekonomi sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme pengaturan berbagai urusan manusia. Sedangkan politik ekonomi Islam adalah menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) setiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya sebagai individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu.23

Untuk merealisasikan politik ekonomi Islam tersebut, maka diperlukan kaidah-kaidah atau pilar-pilar ekonomi islam yaitu : kepemilikan (al-milkiyah);

22

Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, (Jakarta: HTI Press, 2010), cet ke 5, h.57.

23

Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, 2009), h.49-50


(1)

85

pembaca dapat memberikan saran, masukan dan kritik yang akan sangat bermanfaat bagi penulis.

3. Seperti yang dikemukakan oleh dua pemikir tersebut, tentang bahayanya konsep perekonomian kapitalisme maupun sosialisme dan dibutuhkannya sistem perekonomian Islam yang dapat menyelesaikan permasalahan kesenjangan sosial yang terjadi, maka penulis berharap kepada para pemimpin Negara ini agar menjadikan sistem ekonomi Islam sebagai landasan dari sistem perekonomian Indonesia.


(2)

86

DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. Teori Mikro Ekonomi : Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta : Kencana, 2010.

Al haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatathab. Jakarta : Khalifa, 2006.

Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

__________Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata Publishing, 2010.

An-Nabhani, Taqiyuddin. Daulah Islam, Jakarta: HTI Press, 2011. __________ Peraturan Hidup Dalam Islam, Jakarta: HTI Press, 2010. __________ Sistem Ekonomi Islam. Bogor: Al Azhar Press, 2009

Chapra, M. Umer. Al-Qur,an menuju Sistem Moneter Yang Adil, Yogyakarta : Dhana Bhakti Prima Yasa, 1997.

__________(et al.), Etika Ekonomi Politik: Elemen-elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1997.

__________Islam dan Pembangunan Ekonomi (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli Islam and Economic Development.Jakarta: Gema Insani Press, 2005. __________Islam dan tantangan ekonomi (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli

Islam and Economic Challenge, Jakarta : Gema Insanni Press, 2000. Choudhry, Muhammad Sharif. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, Kencana:


(3)

87

Deutsch, Morton. “Equity, quality and need: what determines which value will be used as the basic for the distributive justice?” journal of social issues. Dodiman, M.„Ali. Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah: Biografi Ringkas

Tokoh Senior Hizbut Tahrir. Bogor: Al-Azhar FreshZone Publishing, 2012.

Gunawan, Imam. Metode penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta : Bumi Aksara, 2013

“Harta 85 Orang Terkaya Setara Separuh Kekayaan Penduduk Bumi” Artikel diakses pada Sabtu, 17 Oktober 2015 dari http : / / internasional . kompas . com/read/2014/01/21/1053407/Harta.85.Orang.Terkaya.Setara.Kekayaan. Separuh.Penduduk.Bumi

Hizbut Tahrir. Struktur Negara Khilafah: Pemerintahan dan Administrasi. Jakarta: HTI Press, 2005

Heilbroner, Robert. Runtuhnya Peradaban Kapitalisme, Jakarta : Bumi Angkasa, 1984.

Khaf, Monzer. Ekonomi Islam (Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995.

Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dhana Bhakti Wakaf, 1995.

__________The Making of An Islamic Economic Society, Cairo: International Association Of Islamic Banks, 1984.

Mallat,Chibilli. Menyegarkan islam; kajian komperhensif pertama atas hidup karya Muhammad Baqir Ash shadr (terj). Bandung : Mizan Utama, 2001.


(4)

Ma‟ruf, Muhammad.“The Islamic Economic System: Appoarch to World Problems”, artikel diakses pada dari http://www.Allamiqbal.com/publication/journals/apr01

Moeloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Karya Rosda, 2002.

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004.

Nasim, Arim. “Salah Kelola Kekayaan Alam Indonesia” Artikel diakses pada kamis, 09 Juli 2015 dari http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/27/salah-kelola-kekayaan-alam-indonesia/

Nasution, Mustafa Edwin Nasution, et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana, 2007.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Inonesia, 1988

Nurwati, Nunung. “Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan”, Jurnal Kependudukan Padjajaran, Vol. 10, No.1 Januari 2008.

“Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2015”, No. 86/09/Th. XVIII, 15 September 2015, artikel di akses pada jum,at 13 Nopember 2015, dari http://www.bps.go.id/brs/view/id/1158

Purnomo, Herdaru. “Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Termasuk 4 besar” artikel diakses pada kamis 09 Juli 2015 dari


(5)

89

http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar

Rahman. Afzalur. Ekonomi Islam Jilid I, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995. __________, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin,

Yogyakarta : PT. Dhana Bhakti Prima Yasa, 2002.

Santi, Natalia. 19,4 juta pendududk Indonesia Kelaparan” Artikel diakses pada Sabtu 17 Oktober 2015 dari http://nasional.tempo.co/read/news/ 2015/05/30/173670847/fao-19-4-juta-penduduk-indonesia-kelaparan Schneider, Geoffrey E.“Neoliberalism and Eonomic Justice in South Africa:

Revisiting the Debate on Economic Apartheide”, Journal Riview of Social Economic, Vol. 61 New York: Taylor and Franis Group, March 2003. “Separuh Kekayaan Dunia dikuasai 1% Populasi” Artikel diakses pada Sabtu, 17

oktober 2015 dari http://nasional.sindonews.com/read/971385/149/ separuh-kekayaan-dunia-dikuasai-1-populasi-1425358580

Sholahudin, M. Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial, Yogyakarta : Andi Yogyakarta, 2007.

Sulayman, Abu Dawud bin Ash„ath al-Sajastaniy. Sunan Abu Dawud Juz III. Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

Triono, Dwi Condro. Ekonomi Islam Madzhab Hamfara: Jilid I Falsafah Ekonomi Islam. Yogyakarta: Irtikaz, 2014


(6)

Qardhawy, Yusuf. Etika dan Moral ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press, 1997.

__________ Norma dan Etika Ekonomi Islam , Jakarta : Gema Insani Press, 1997.

__________Peran Nilai Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta : Robbani Press, 2004.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 11, Depok : Gema Insani, 2010.

Zallum, Abdul Qadim. Sistem Keuangan Negara Khilafah. Jakarta : HTI Press, 2009