Macam-macam Metode Pendidikan Islam

dalam bentuk dialog yang kemudian diakhiri dengan ayat yang menjelaskan kebinasaan kaum tersebut. 35 d. Dialog Argumentatif Mengenai, dialog argumentatif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan: Di dalam dialog argumentatif, akan ditemukan diskusi perdebatan yang diarahkan pada pengkokohan hujjah atas kaum musyrikin agar mereka mengakui pentingnya keimanan dan pengesaan kepada-Nya, mengakui kerasulan akhir Muhammad saw, mengakui kebatilan tuhan-tuhan mereka, dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah saw. 36 e. Dialog Nabawi Selanjutnya, mengenai dialog deskriptif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan: Pada dasarnya, Rasulullah saw, telah menjadikan jenis dan bentuk dialog Qur‟ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode pendidikan dan pengajaran beliau. Hal itu tidaklah mengherankan karena bagaimanapun, akhlak beliau adalah al- Qur‟an. Metode pendidikan dan pengajaran beliau merupakan aplikasi yang dinamis dan manusiawi dari ayat-ayat Allah. 37 2. Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi. Menurut Abdurrahman Annahlawi: Dalam pendidikan islam, dampak edukatif kisah sangat sulit digantikan oleh bentuk-bentuk bahasa lainnya. Pada dasarnya, kisah-kisah al- Qur‟an dan Nabawi membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik, konstan, dan cenderung mendalam sampai kapan pun. Pendidikan melalui kisah-kisah tersebut dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. 38 Selanjutnya penulis meringkas pendapat Abdurrahman Annahlawi mengenai dampak pendidikan melalui metode pengisahan sebagai berikut: a. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai 35 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat...,h. 223. 36 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.226. 37 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.231. 38 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.238. 16 situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik dalam tersebut. b. Interaksi kisah Qur‟an dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh al- Qur‟an kepada manusia di dunia hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya. c. Kisah-kisah Qur‟ani mampu membina perasaan ketuhanan. 39 3. Mendidik melalui keteladanan Menurut Abdurrahman Annahlawi: Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi perkembangan manusia melalui sistematisasi bakat, psikologis, emosi, mental, dan potensi manusia. Namun tidak dapat dipungkiri jika timbul masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetap memerlukan pola pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak didiknya sambil tetap berpegang pada landasan, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan itu Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam, melalui firman-Nya: 40         Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu Q.S. Al-Ahzab [33]:21 Menurut Abdurrahman Annahlawi, tinjauan dari sudut ilmiah menunjukkan bahwa, pada dasarnya keteladanan memiliki sejumlah asas kependidikan berikut ini: a. Pendidikan islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. b. Sesungguhnya islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah saw sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah hasrat dan kecintaan beliau untuk meneladani. 41 39 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.239-240. 40 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.260. 41 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.262-263 17 Selanjutnya Abdurrahman Annahlawi menyebutkan pola pengaruh tingkat keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan bentuk paling penting adalah: a. Pemberian pengaruh secara spontan. b. Pemberian pengaruh secara sengaja. 42 4. Mendidik melalui ibrah dan Mauizhah. a. Mendidik melalui Ibrah Menurut Abdurrahman Annahlawi: Ibrah berasal dari kata „abara ar-ru‟ya yang berarti „menafsirkan mimpi dan memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpi‟, atau „keadaan setelah kematiannya‟ dan „Abara al-wadi berarti „melintasi lembah dari ujung satu ke ujung lain yang berlawanan‟. Ibrah yang terdapat dalam al- Qur‟an mengandung dampak edukatif yang sangat besar, yaitu mengantarkan penyimak pada kepuasan berpikir mengenai persoalan akidah. Kepuasan edukatif tersebut dapat menggerakkan kalbu, mengembangkan perasaan ketuhanan; serta menanamkan, mengkokohkan, dan mengemba ngkan akidah tauhid, ketundukkan kepada syari‟at Allah, atau ketundukkan pada berbagai perintah-Nya. 43 b. Mendidik melalui mau‟izhah Abdurrahman Annahlawi mengatakan, “di dalam kamus Al-Muhith terdapat kata “wa‟azhahu, ya‟izh-hu, wa‟zhan, wa‟izhah, wa mau‟izhah yang berarti mengingatkannya terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa, sehingga dia menjadi ingat”. 44 Abdurrahman Annahlawi mengutip Rasyid Ridha mengatakan bahwa, “al-wa‟zhu berarti nasihat dan peringatan dengan kebaikan dan dapat melembutkan hati serta mendorong untuk beramal. Yakni nasihat melalui penyampaian had batasan-batasan yang ditentukan Allah yang disertai dengan hikmah, targhib dan tarhib ”. 45 42 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.266-267. 43 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.279. 44 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.289. 45 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.289. 18 Dan menurut Abdurrahman Annahlawi dari sudut psikologi dan pendidikan, pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa perkara, diantaranya adalah: 1 Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah dikembangkan dalam jiwa setiap anak didik melalui dialog, pengalaman, ibadah, praktik, dan metode lainnya. Perasaan ketuhanan yang meliputi ketundukkan kepada Allah dan rasa takut terhadap azab- Nya atau keinginan menggapai surga-Nya. Nasihatpun membina dan mengembangkan perasaan ketuhanan yang baru ditumbuhkan itu. 2 Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada pemikiran ketuhanan yang sehat, yang sebelumnya dikembangkan dalam diri objek nasihat. 3 Membangkitkan keteguhan untuk berpegang kepada jama‟ah yang beriman. Masyarakat yang baik dapat menjadi pelancar berpengaruh dan meresapnya sebuah nasihat ke dalam jiwa. Oleh karena itu, sebagian besar nasihat Qur‟ani dan nabawi ditampilkan dalam bentuk jamak. 4 Dampak terpenting dari sebuah nasihat adalah penyucian dan pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan islam. Dengan terwujudnya dampak tersebut, kedudukan masyarakat meningkat dan mereka menjauhi berbagai kemunkaran dan kekejian sehingga seorang tidak berbuat jahat kepada orang lain. Dengan kata lain, semuanya menjalankan perintah Allah dengan ma‟ruf, adil, baik, bijaksana, dan ihsan. 46 5. Mendidik melalui targhib dan tarhib. Menurut Abdurrahman Annahlawi, “targhib dan tarhib dalam pendidikan islam lebih memiliki makna dari apa yang diistilahkan dalam pendidikan barat dengan “imbalan dan hukuman”. Kelebihan itu bersumber dari karakteristik ketuhanan yang tidak membunuh fitrah manusia dan yang menjadi identitas pendidikan islam ”. 47 Abdurrahman Annahlawi menyebutkan kelebihan yang paling penting ialah: a. Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi. b. Targhib-tarhib Qur‟ani dan nabawi itu disertai oleh gambaran keindahan dan kenikmatan surga yang menakjubkan atau pembeberan azab neraka. 46 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.294. 47 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.297. 19 c. Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pengobaran emosi dan pembinaan afeksi ketuhanan. Pendidikan yang mentalistik ini merupakan salah satu tujuan penetapan syariat islam. 48 Selanjutnya penulis menjelaskan macam-macam metode pendidikan islam yang dikemukakan oleh Abuddin Nata. Menurut Abuddin Nata, al- Qur‟an menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan, yaitu: 1. Metode Teladan Menurut Abuddin Nata, “dalam al-Qur‟an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat uangkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik. 49 Selanjutnya beliau mengungkapkan, “metode ini dianggap penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku behavioral. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah itu al- Qur‟an lebih lanjut menjelaskan akhlak Nabi Muhammad yang disajikan secara tersebar di berbagai ayat dalam al- Qur‟an”. 50 2. Metode Kisah-kisah Menurut Abuddin Nata,”kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah sa tu teknik pendidikan”. 51 48 Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat …,h.297-298. 49 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005, h. 147. 50 Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.147. 51 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.149. 20 3. Metode Nasihat Menurut Abuddin Nata, “al-Qur‟an secara eksplisit menggunakan nasihat sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al- Qur‟an berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situai nasihat, dan latar belakang nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran nasihat dapat diakui kebenarannya”. 52 4. Metode pembiasaan Menurut Abuddin Nata, “cara lain yang digunakan oleh al-Qur‟an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap.” 53 Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini al- Qur‟an menempuhnya melalui dua cara sebagaimana diungkapkan oleh Abuddin Nata, yaitu sebagai berikut: a. Melalui bimbingan dan latihan. b. Melalui cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat di alam raya yang bentuknya amat teratur. 54 5. Metode Hukuman dan Ganjaran Menurut Abuddin Nata, “keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam islam dan digunakan dalam rangka membina ummat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menujukkan perbuatan baik”. 55 52 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.152. 53 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.153. 54 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.154. 55 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.157-158. 21 8 6. Metode Ceramah Menurut Abuddin Nata, “ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang lebih ditentukan”. 56 Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “khutbah ini dilakukan dengan cara yang disesuaikan dengan tingkat kesanggupan peserta didik yang dijadikan sasaran. 57 7. Metode diskusi Menurut Abuddin Nata, “metode diskusi juga diperhatikan oleh al-Qur‟an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah”. 58 Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “perintah Allah dalam hal ini, agar kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau‟izhah yang baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara yang baik Q.S. An- Nahl [16]:125”. 59 Selanjutnya Abuddin Nata menjelaskan, “diskusi itu harus didasarkan kepada cara-cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasan pikiran dan emosi, berpandangan luas, dan seterusnya. 60 Abuddin Nata mengutip M. Thalib mengemukakan 30 metode pendidikan islami yang dirangkum dalam istilah metode 30 T. metode itu adalah: 1. Ta‟lim, secara harfiyah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu.Mendidik melalui kisah- kisah Qur‟ani dan Nabawi. 56 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.158. 57 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.158. 58 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.159. 59 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.159. 60 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, …h.159. 22 2. Tabyin, yaitu memberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah dia mengajukan permintan penjelasan pertanyaan. 3. Tafshil, memberi keterangan yang lebih detail mengenai suatu masalah. 4. Tafhiim, memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan obyek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan atau kasus. 5. Tarjib, cara memilih suatu masalah dari beberapa masalah dengan memperhitungkan kekuatan atau mana yang lebih banyak maslahatnya. 6. Taqrib, melakukan pendekatan bila ada yang menjauhkan hubungan antara dua atau beberapa orang atau masalah. 7. Tahkiim, menjadi penengah antara seseorang yang bersengketa. 8. Ta‟syir, menggunakan benda atau isyarat dalam menyampaikan sesuatu. 9. Taqrir, memberi pengakuan atau persetujuan tanpa kata, baik dengan senyuman atau angguk. 10. Talwiih, menggunakan simbol atau kiasan dalam menyampaikan sesuatu. 11. Tarwiih, memberi penyegaran fisik dan mental dengan melakukan hal-hal yang menyegarkan. 12. Taqshiir, mengurangi atau meringankan beban yang semestinya dipikul oleh peserta didik sehingga tugas menjadi ringan dan pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. 13. Tabsyfir, menggembirakan sehingga tugas dapat dilaksanakan dengan senang tanpa tekanan lahir maupun batin. 14. Tamtii, pemberian tambahan selain apa yang pernah diperoleh, seperti memberikan pujian setelah mendapatkan nilai yang hak. 15. Takfiz, memberikan tanda kehormatan atau penghargaan atas prestasi yang dicapai. 16. Targhib, memotivasi untuk mencintai kebaikan. 17. Ta‟tsfir, menggugah rasa kepedulian sosial. 18. Tahriidl, membangkitkan semangat untuk menghadapi rintangan. 19. Tahdiidl, mengajak melakukan perbuatan baik bagi orang yang tidak peduli padahal dia mampu malakukannya. 20. Tadarus, mempelajari sesuatu secara bersama-sama. 21. Tazwid, memberikan bekal moril maupun materil untuk menghadapi masa depan. 22. Tajriib, mengadakan masa percobaan unutk melakukan sesuatu untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki. 23. Tandzir, memperingatkan resiko yang akan datang. 24. Taubikh, mencerca kejahatan agar mengetahui kebenaran yang harus diikuti. 25. Tahrim, melarang melakukan sesuatu yang diharamkan. 26. Tahjir, menjauhkan diri dari orang yang tidka mempan lagi diperingati. 27. Tabdiil, mengganti yang lebih baik. 28. Tarhiib, mengancam dengan kekerasan. 29. Targhib, mengasingkan dari rumah. 23 30. Ta‟dzib, memberi hukuman fisik. 61

E. Fungsi Metode Pendidikan

Abuddin Nata menjelaskan tentang fungsi metode pendidikan, “tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanan operasional dari ilmu pendidikan tersebut”. 62 Abuddin Nata juga menjelaskan bahwa, “pada intinya metode berfungsi menghantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan obyek sasaran tersebut”. 63 Selanjutnya beliau mengatakan, “dalam menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dan persepsi dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna”. 64

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. “Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Menurut Pandangan Dr. Yusuf Qardhawi”, ditulis oleh Alamsyah Nim. 0051019729 mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan hasil penelitian, bahwa metode 61 Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Persfektif hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. h. 351-352. 62 Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.93. 63 Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.94. 64 Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.94. 24 dakwah yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125 adalah melalui metode hikmah, mauidzah hasanah, dan dengan mujadalah. 65 2. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat 90 dan Aplikasinya di Madrasah”, ditulis oleh Siti Masyuroh Nim. 107011000636 mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012, adapun nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 90 adalah nilai pendidikan adil, nilai pendidikan ihsan, nilai pendidikan memberi kepada kerabat, nilai pendidikan larangan berbuat keji, nilai pendidikan larangan berbuat munkar, dan nilai pendidikan langan berbuat aniaya. 66 65 Alamsyah, “Metode Dakwah yang terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Menurut Pandangan Dr. Yusuf Qardhawi,” Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2007, h. 78,80, tidak dipublikasikan. 66 Siti Masyuroh, “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat 90 dan Aplikasi nya di Madrasah,” Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, h. 45, 49, 51, 453, 55, 56. 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

1. Objek penelitian Objek dalam penelitian ini adalah mengenai metode pendidikan islam yang terkandung dalam surat An-Nahl Ayat 125-126 2. Waktu penelitian Adapun waktu yang dilalui penulis dalam penelitian ini adalah mulai tanggal 19 februari 2013 sampai tanggal 19 november 2013.

B. Metode Penulisan

1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan teknik analisis kajian melalui studi kepustakaan Library Reseach. 2. Sumber Data Sumber data pada penelitian ini berasal dari literatur-literatur yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut terdiri dari data primer, yaitu kitab suci al- Qur‟an dan kitab-kitab tafsir al-Qur‟an yang menjelaskan ayat 125 sampai 126 suat An-Nahl, di antaranya: kitab Al- Qur‟an dan Tafsirnya, Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir Nurul Qur‟an karya Alamah Kamal Faqih Imani, dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka. Dan data sekunder, yaitu dari buku-buku yang membahas mengenai metode pendidikan, diantaranya: Pengantar Imu dan Metodologi Pendidikan Islam karya Armai Arief, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita karya Soedijarto, dan lain-lain. 26 3. Analisis Data Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode tafsir maudhui. Menurut Anshori, metode tafsir maudhui mempunyai dua pengertian.Pertama, metode maudhu‟i adalah penafsiran menyangkut satu surat dalam al- Qur‟an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus serta hubungan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu dengan lainnya. Kedua, metode maudhu‟i adalah menghimpun ayat-ayat al- Qur‟an yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat al- Qur‟an kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluruh ayat-ayat tersebut sehingga jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasannya. atau dapat disebut pembahasan atau topik. 67 Analisis metode maudhu‟i yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini mirip dengan pengertian kedua, surat An-Nahl ayat 125-126 berkaitan dengan metode pendidikan, maka penulis mencari penjelasan mengenai metode pendidikan yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut dengan mencari sumber-sumber yang menjelaskan surat An-Nahl ayat 125-126 sebagai metode pendidikan islam.

C. Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum”. 68 Dengan melihat pendAPAT Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang terdapat dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus 67 Anshori, Tafsir Bil Ra‟yi Menafsirkan Al-Qur‟an dengan Ijtihad, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010, cet. 1, h. 81-82. 68 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitataif dan RD, Bandung: Alfabeta, 2008, cet. IV, h. 285-286. 27