BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Obesitas terhadap Kejadian Pradiabetes pada Usia 25-45 Tahun di Kota Lhokseumawe
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh proporsi yang obesitas lebih banyak pada kelompok kasus sebesar 80,6 dan kelompok kontrol sebesar 6,5. Hasil
analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 60,41 95CI=18,32-199,21, dimana penderita yang berusia 25-45 tahun sebesar 60 kali perkiraan kemungkinannya
dengan obesitas dibanding dengan yang tidak pradiabetes. Hasil analisis multivariat terdapat pengaruh obesitas terhadap kejadian
pradiabetes pada responden berusia 25-45 tahun di Kota Lhoksumawedengan nilai OR sebesar 33,99, artinya responden yang mengalami kejadian pradiabetes 33,99 kali
kemungkinan obesitas dibandingkan yang tidak mengalami pradiabetes. Berdasarkan hasil di lapangan bahwa penderita pradiabetes yang mempunyai
berat badan lebih kegemukan dikarenakan sering mengkonsumsi makanan siap saji dan kebiasaan masyarakat Lhokseumawe sekarang banyak yang mengkonsumsi
makanan tersebut, namun tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup serta olah raga yang teratur sehingga menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat Kota
Lhokseumawe menjadi buruk seperti mengakibatkan glukosa tidak berubah menjadi energi dan tertimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Sementara untuk variasi
makanan, responden yang memiliki kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan kriteria sumber tenaga, pembangun, dan pengatur cukup bervariasi dan responden
51
Universitas Sumatera Utara
dengan sumber protein yang kurang bervariasi juga memiliki kadar glukosa tidak terkontrol.
Aceh terkenal dengan kulinernya yang sangat kental dengan khas Timur Tengah dan India terutama makanan dan minuman yang manis yang dibuat dengan
menggunakan santan kelapa dan gula yang banyak. Makan-makanan yang manis seperti kue selalu wajib dihidangkan pada perayaan hari besar, serta seringnya
masyarakat mengkonsumsi kopi. Sejalan dengan penelitian Pratiwi 2012 bahwa obesitas merupakan faktor
risiko kejadian pradiabetessebesar 1,53 kali dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami obesitas 95 CI : 1,18-1,98. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Dam et al. 2002 menemukan hubungan yang kuat antara kejadian diabetes dengan obesitas dimana diabetes akan meningkat sebesar
meningkat 11,2 kali pada orang yang obesitas. Penelitian yang dilakukan Hu et al., 2004 menunjukkan obesitas merupakan faktor risiko kejadian diabetes tipe 2, dimana
IMT 26 sampai 29,9 memilki risiko 1,72 kali mengalami diabetes tipe 2 dibanding dengan orang yang memilki IMT normal dan IMT ≥ 30 memilki risiko 5,68 kali
mengalami diabetes tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki IMTnormal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mujio 2006 menyatakan obesitas berisiko 2,2
kali dan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor risiko obesitas dengan kejadian diabetes di Kabupaten Boyolali.
Hasil yang sama diperoleh pada penelitian yang dilakukan olehVoortman et al. 2009 menunjukkan bahwa obesitas berpengaruh terhadap kejadian diabetes tipe
Universitas Sumatera Utara
2 di etnis minoritas di Netherlands dengan p-value = 0,01. Penelitian yang dilakukan Freemantle et al. 2008 bahwa ada hubungan yang kuat antara obesitas dengan
kejadian diabetes, dimana p-value = 0,01, dan menyimpulkan bahwa orang dengan obesitas memiliki risiko mengalami diabetes sebesar 2,14 kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan orang yang tidak obesitasCI 95: 1,70-2,71. Sejalan dengan penelitian Trisnawati 2013 menunjukkan indeks masa tubuh
secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang yang obesitas
mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan
dengan kelompok IMT normal. Penelitian menurut Sunjaya 2009 menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk
terkena diabetes mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas.
Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes mellitus dapat disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat,
protein dan lemak yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid FFA dalam sel.
Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose
Teixeria-Lemos dkk,2011.
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori ada beberapa langkah yang disarankan untuk manajemen penyakit prediabetes. Pertama, intervensi gaya hidup. Pada Diabetes Prevention
Study, subjek yang dapat mencapai 5 tujuan intervensi gaya hidup yang meliputi menurunkan berat badan 5, mengkonsumsi asupan lemak 30 dari total asupan
energi, mengkonsumsi asupan lemak jenuh 10 dari total asupan energi, mengkonsumsi makanan berserat 15 g 1000 kkal dan melakukan latihan sedang 4
jam selama seminggu, setelah 3 tahun terdapat penurunan kejadian diabetes pada penderita prediabetes sebesar 58. Kedua, kontrol ke penyedia layanan kesehatan
sebagai upaya untuk mengimplementasikan dan mengevaluasi perubahan gaya hidup yang telah dilakukan. Ketiga, farmakoterapi. Beberapa obat telah diuji dalam studi
prospektif untuk mengurangi insiden diabetes pada penderita prediabetes. Metformin, acarbose glukosidase inhibitor, tioglitazone, rosiglitazone dan lipase gastrointestinal
inhibitor orlistat diketahui dapat mengurangi angka kejadian diabetes tipe 2 pada penderita prediabetes dalam beberapa kondisi. Secara umum obat tidak
direkomendasikan dalam mencegah diabetes. Lebih disarankan dengan minimal 6 bulan intervensi gaya hidup sebelum terapi farmakoterapi.
5.2. Pengaruh Aktivitas Fisikterhadap Kejadian Pradiabetes pada Usia 25-45 Tahun di Kota Lhokseumawe
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik lebih banyak yang melakukan aktivitas berat pada kelompok kasus sebesar 66,1 dan sebesar 45,2 pada
kelompok kontrol. Hasil analisis bivariat diperoleh OR sebesar 2,37 95CI=1,14- 4,89, dimana penderita yang berusia 25-45 tahun sebesar 2,3 kali perkiraan
Universitas Sumatera Utara
kemungkinannya dengan aktivitas fisik dibanding dengan yang tidak pradiabetes namun berdasarkan hasil multivariat ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan
aktivitas fisik terhadap kejadian pradiabetes. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwasanya penderita pradiabetes
masih banyak yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu dalam 1 minggu kurang dari 3x atau kurang dari 30 menit, dan kebanyakan mereka hanya
melaksanakan 1x seminggu, bahkan ada yang tidak melakukan olah raga. Olahraga dapat menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif terhadap insulin,
sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam
setelah melakukan olah raga. Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk
menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabaetes, serangan jantung dan stroke Johnson, 1998.Pada
waktu melakukan aktifitas fisik, otot-otot akan memakai lebih banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktifitas fisik, dengan demikian konsentrasi glukosa
darah akan turun. Melalui aktifitas fisik, insulin akan bekerja lebih baik sehingga dapat masuk kedalam sel untuk dibakar menjadi tenaga Soegondo, 2010.
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM Kemenkes,2010.
Diberikan juga edukasi tentang pentingnya berolah raga. Olah raga yang dianjurkan pada pasien dengan hipertensi yaitu tipe olah raga aerobik yaitu jogging
atau berjalan kaki selama minimal 30 menit dengan frekuensi 5-7 kali per minggu.
Pada pasien dengan prediabetes belum memerlukan terapi farmakologi, dengan modifikasi gaya hidup yang sesuai dan dilakukan secara disiplin akan mengurangi
resiko komplikasi selanjutnya. 5.3. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Pradiabetes pada Usia
25-45 Tahun di Kota Lhokseumawe
Kebiasaan merokok diperoleh lebih banyak yang merokok sebesar 51,6 pada kelompok kasus dan pada kontrol sebesar 29,0.Hasil analisis tabulasi silang
diperoleh OR sebesar 2,60 95CI=1,24-5,46,dimanapenderita yang berusia 25-
≤45 tahun sebesar 2,6 kali perkiraan kemungkinannya dengan kebiasaan merokok dibanding dengan yang tidak pradiabetes.
Tidak ada pengaruh secara signifikan kebiasaan merokok terhadap kejadian pradiabetes. Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat
perokok. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok nikotin
merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa. Hasil analisis univariat menunjukn distribusi responden berdasarkan terpapar asap rokok dan tidak
terpapar asap rokok hampir merata. Responden yang terpapar asap rokok merupakan
Universitas Sumatera Utara
perokok aktif dan pasif. Dari responden yang terpapar asap rokok, sebagaian besar adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan menghisap racun sama seperti
perokok aktif. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76 lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak
terpajan Irawan,2010. Berdasarkan hasil di lapangan bahwa penderita pradiabetes laki-laki memiliki
kebiasaan merokok dengan mengkonsumsi 10-20 bantang per hari, sedangkan penderita DM perempuan tidak satupun yang merokok dikarenakan faktor agama.
Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang samapai 15 dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula Tandra, 2014. Kebiasaan merokok
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM Wicaksono, 2011.
5.4. Pengaruh Riwayat Keluarga DM terhadap Kejadian Pradiabetes pada
Usia 25-45 Tahun di Kota Lhokseumawe
Riwayat keluarga DM menunjukkan lebih banyak pada kelompok kasus sebesar 83,9 dan pada kontrol sebesar 9,7.Hasil analisis tabulasi silang diperoleh
OR sebesar 48,53 95CI=16,47-142,94,dimana penderita yang berusia 25-45 sebesar 48,53 kali perkiraan kemungkinannya dengan riwayat keluarga DM
dibanding dengan yang tidak pradiabetes. Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh riwayat keluarga DM
berpengaruh terhadap kejadian pradiabetes pada responden berusia ≤ 45 tahun di Kota Lhoksumawe. Sejalan dengan penelitian Pratiwi 2012 bahwa riwayat DM
Universitas Sumatera Utara
dalam keluarga merupakan faktor risiko kejadian pradiabetes sebesar 1,44 kali dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai riwayat DM dalam keluarga
95CI: 1,15-1,80. Hasil penelitian ini sejalan Donahue et al. 2007 riwayat diabetes dalam
keluarga pada seseorang akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes sebesar 1,85 kalidibanding orang yang tidak punya riwayat diabetes pada keluarganya, dari seluruh
responden dalam penelitian diperoleh 51,77 memiliki riwayat DM dalam keluarga dengan 60,78 pada penderita pradiabetes dan 28,20 pada yang tidak menderita
pradiabetes. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Norhida 2010 ada hubungan bermakna antara riwayat diabetes dalam keluarga dengan pengembangan
resistensi insulin pada remaja obesitas. Penelitian Nasution 2009 ada hubungan antara orang miskin yang mempunyai orang tua DM dengan kejadian DM tipe 2 OR
2,8, p-value 0,007. Mujio 2006 ada hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga menderita diabetes mellitus OR = 14,8 dan p-value = 0.000.
Risiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM
adalah 75 Diabates UK, 2010. Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30 dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu
dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10 dan 90 jika yang menderita adalah saudara
kembar identik Diabetes UK, 2010. Bagi masyarakat yang memiliki keluarga yang
Universitas Sumatera Utara
menderita DM, harus segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderita DM besar.
Seseorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus timbulnya
pradiabetes, sekitar 40 penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60 sampai 90 kembar identik merupakan penyandang
diabetes Arisman, 2010. Menurut Codario 2005 jika seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko sebesar 40 untuk mengalami
pradiabetes dan diabetes.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN