BAB IV KAJIAN FUNGSIONAL SARUNE PAKPAK
4.1 Penyajian Sarune Pakpak
Dalam hal penyajian sarune pada budaya Pakpak, penulis membagikannya kedalam empat tahap penyajian sesuai dengan perkembangan sarune yang
berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari hasil penelitian di lapangan melalui wawancara dengan pemain musik tradisional yang cukup dikenal di
masyarakat Pakpak Bharat. Keempat tahap tersebut adalah pertama awal, tahap kedua, tahap ketiga adalah pada awal abad ke 20 dua puluh, dan tahap yang
keempat adalah pada masa setelah awal abad ke 20 dua puluh.
4.1.1 Tahap Awal.
Seperti yang telah diuraikan dalam sejarah sarune yang tertera pada awal tulisan ini, bahwa pada awalnya penyajian sarune Pakpak bertujuan untuk
menghibur orang lain yang sedang mengalami kesusahan dan juga untuk menghibur para petani yang tengah bekerja di ladang atau persawahan.
Berdasarkan sejarah pembuatannya, pada awalnya, sarune Pakpak ini diciptakan berdasarkan ilham dari beberapa jenis suara yang ada di lingkungan
tempat tinggal masyrakat Pakpak. Suara yang dimaksud adalah seperti suara angin yang berhembus meniup daun-daun yang berada di hutan tepatnya ditempat
sepasang suami istri bertempat tinggal, pada saat itu suasana yang sunyi dan sepi membuat hati sang istri merasakan sedih yang amat mendalam, namun mereka
Universitas Sumatera Utara
harus tetap menjalani kondisi seperti itu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Saat itu, hanya suara angin dan beberapa kicauan burunglah yang dapat menghibur
mereka untuk beberapa saat. Namun suara angin dan kicauan burung tersebut tidak selalu ada untuk menghibur mereka, terkadang suara angin dan burung tidak
datang disaat mereka membutuhkannya. Sehingga untuk mengatasi hal ini, sang suami menciptakan alat musik lobat yang terbuat dari bambu untuk menirukan
suara burung yang sedang berkicau, dan ia menciptakan sarune untuk menirukan suara angin yang tengah berhembus.
Sehingga dari ceritera di atas, boleh dikatakan bahwa Sarune Pakpak pada saat itu diciptakan untuk menghibur orang yang tengah mengalami kesedihan,
kesunyian, atau mungkin juga yang tengah mengalami kesulitan. Dengan dimainkannya alat musik ini diharapkan mereka dapat terhibur.
4.1.2 Tahap kedua.
Pada awalnya, sarune Pakpak tercipta hanyalah sebagai sebuah alat musik tiup yang yang dimainkan guna untuk menghibur seseorang yang sedah bersedih,
namun pada beberapa tahun kemudian, alat musik ini digunakan sebagai alat yang dapat mempengaruhi pikiran orang lain, seperti seorang pemuda yang memainkan
sarune untuk memikat hati gadis yang disukainya. Melalui bunyi melodis yang dihasilkan diyakini dapat membuat pikiran gadis yang dituju menjadi tergila-gila
kepada pemuda yang memainkan sarune tersebut. Agar tujuan di atas bisa tercapai, alat musik ini akan dimainkan ditempat yang sepi, dimana sang gadis
dapat mendengarnya. Menurut Hasran Manik 55 tahun, jika gadis yang
Universitas Sumatera Utara
ditujunya dapat mendengar, biasanya gadis tersebut akan terhipnotis dan akhirnya datang menghampiri asal suara tersebut, lalu ia akan menawarkan bantuan atau
suatu usaha yang lain yang dapat menyenangkan hati si pemain sarune tersebut. Namun kondisi seperti ini, secara lambat laun semakin berkurang, terutama
saat kolonialis Belanda datang dan memasuki wilayah Pakpak, pada saat itu, para penjajah dari Belanda tersebut memasukkan pengaruh kolonialisasinya di tanah
Pakpak. Mereka mulai melarang orang Pakpak untuk memainkan segala alat musik, mereka juga melarang masyarakat Pakpak untuk menggunakan unsur
magis, dan jika salah satu dari masyarakat Pakpak pada saat itu kedapatan sedang mempergunakan unsur magisnya, maka ia akan dihukum siksa oleh penjajah
tersebut.
4.1.3 Tahap ke tiga awal abad ke 20.