Analisa Persentase Kehilangan Minyak Sawit Yang Terdapat Pada Ampas Press Di PT. Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau

(1)

ANALISA PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK SAWIT

YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

PAGAR MERBAU

TUGAS AKHIR

MHD. SYAFI’I

082409062

PROGRAM STUDI DIPLOMA-III KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISA PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK SAWIT

YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

PAGAR MERBAU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

MHD. SYAFI’I

082409062

PROGRAM STUDI DIPLOMA-III KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK SAWIT YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II PAGAR MERBAU

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : MUHAMMAD SYAFI’I Nomor Induk Mahasiswa : 082409062

Program Studi : DIPLOMA (D-3) KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2011

Diketahui

Koordinator Program Studi Pembimbing

Kimia Industri

Dra. Emma Zaidar, M.Si Dr. Hamonangan Nainggolan, M. Sc NIP : 195512181987012001 NIP : 195606241983031002

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISA PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK SAWIT YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II PAGAR

MERBAU

TUGAS AKHIR

Saya mengaku bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2011

MUHAMMAD SYAFI’I 082409062


(5)

PENGHARGAAN

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kasih sayang-Nya kepada kita semua. Shalawat beriring salam tak lupa kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk meraih gelar ahli madya pada program studi Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis baik dari segi kemampuan, waktu dan pengetahuan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis, baik dalam penguraian ilmu maupun keterbatasan dalam pengalaman yang sejauh ini belum dapat tercapai sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua saya H. Achmad Sanusi dan Hj. Rosnani yang telah membesarkan dan melimpahkan banyak kasih sayang kepada saya. Serta Kakak saya Iyong, Uchi, Yani, abang saya Abang One, Udo, AA, dan adik saya Adek yang telah memberikan dorongan baik moral maupun material.

2. Bapak Dr. Hamonangan, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.


(6)

5. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si., selaku Ketua Program Studi Diploma III Kimia Industri FMIPA USU.

6. Bapak Darlan Sembiring, ST., selaku assisten laboratorium yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melakukan kerja praktek.

7. Kepada seluruh karyawan Laboratorium PKS di PT. Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau yang telah member dorongan dan semangat selama penulis melakukan kerja praktek.

8. Seluruh rekan-rekan saya IMAKIN JAYA angkatan 2008 dan para dotamania yang seantiasa bersama dikala malam menjelang.

9. Sahabat-sahabat saya : Om Maksum, Pak Bobi, Om Ijol, Pak Pyan, Pak Tiyos, Bung Rio, Pak Reja, Om Topiq, Om Nuger, Om Fardhan, Pak Nauli, Pak Edo, Om Mujur, Om Deni, Bu Jana, Bu Eva, Bu Dina, Bu Milek, Bu Ayu, Bu Lina, serta semua bapak-bapak/om-om dan ibu-ibu yang ada di KIN, dan yang terspesial untuk Bu Nella yang telah memberikan semangat kepada saya yang tak henti-hentinya.

Penulis memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, semoga amal kebaikan mereka diberikan balasan yang setimpal, Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Juli 2011 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Kondisi pressan sangat berpengaruh pada mutu dan jumlah dari minyak kelapa sawit. Kondisi pengepresan tersebut dipengaruhi oleh tekanan kerja screw press dan air pengencer. Tekanan kerja maksimal yang digunakan antara 30-40 bar dan kondisi optimum screw press untuk menghasilkan % kehilangan minyak yang sesuai standar adalah 12-13 rpm. Persentase kehilangan minyak kelapa sawit yang terdapat pada ampas press adalah 4,695 – 4,855%. Persentase kehilangan minyak kelapa sawit dari ampas press tersebut sesuai standar pabrik yaitu ≤ 7%.


(8)

ANALYSIS OF THE PERCENTAGE LOSS OF PALM OIL FROM THE PULP PRESS AT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II PAGAR MERBAU

ABSTRACT

Condition of press very having an effect on quality of crude palm oil. This condition are influenced by pressure of screw press and water of diluent. Maximum working pressure that used between 30-40 bar and condition of screw press to produce % loss of palm oil conformity with standard factory is 12-13 rpm. The percentage loss of palm oil from the pulp press is 4,695 – 4,855%. The percentage loss of palm oil from the pulp press fit standard factory that is ≤ 7%.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 5 2.2. Minyak Kelapa Sawit 6 2.3. Penganganan Produk Kelapa Sawit 8 2.3.1. Komposisi dan Sifat Produk 8 2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa

Sawit 11

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 13 2.5. Pengepresan Kelapa Sawit 23

2.6. Screw Press 24

2.7. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Ekstraksi 26 2.7.1. Kondisi Tekanan Kerja Screw Press 26

2.7.2. Air Pengencer 27

Bab 3 Metodologi Percobaan 29

3.1. Alat 29

3.2. Bahan 29

3.3. Prosedur 30

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 31

4.1. Data 31

4.2. Perhitungan 32

4.3. Pembahasan 33

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 36

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komponen dalam Minyak Kelapa Sawit 10 Tabel 2. Persentase Minyak dalam Ampas Press 31


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 : Standar Persentase (%) Kehilangan Minyak untuk Minyak


(12)

ABSTRAK

Kondisi pressan sangat berpengaruh pada mutu dan jumlah dari minyak kelapa sawit. Kondisi pengepresan tersebut dipengaruhi oleh tekanan kerja screw press dan air pengencer. Tekanan kerja maksimal yang digunakan antara 30-40 bar dan kondisi optimum screw press untuk menghasilkan % kehilangan minyak yang sesuai standar adalah 12-13 rpm. Persentase kehilangan minyak kelapa sawit yang terdapat pada ampas press adalah 4,695 – 4,855%. Persentase kehilangan minyak kelapa sawit dari ampas press tersebut sesuai standar pabrik yaitu ≤ 7%.


(13)

ANALYSIS OF THE PERCENTAGE LOSS OF PALM OIL FROM THE PULP PRESS AT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II PAGAR MERBAU

ABSTRACT

Condition of press very having an effect on quality of crude palm oil. This condition are influenced by pressure of screw press and water of diluent. Maximum working pressure that used between 30-40 bar and condition of screw press to produce % loss of palm oil conformity with standard factory is 12-13 rpm. The percentage loss of palm oil from the pulp press is 4,695 – 4,855%. The percentage loss of palm oil from the pulp press fit standard factory that is ≤ 7%.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Menurut Derom Bangun, Ketua GAPKI (Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia), pada tahun 2008 diperkirakan Indonesia bisa menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit pun bisa menghadirkan prestasi-prestasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru. Kesemuanya itu bergantung pada manajemen dan pemimpinnya. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara.

Sangat dipahami bahwa pembangunan agribisnis kelapa sawit merupakan industri yang diyakini bisa membantu pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Hal ini dikarenakan industri kelapa sawit merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, berupa lahan subur, tenaga kerja yang produktif dengan produksi minyak perhektar yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Agribisnis kelapa sawit adalah salah satu dari sedikit industri yang merupakan keunggulan kompetitif Indonesia untuk bersaing di tingkat global.

Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah


(15)

minyak sawit, inti sawit, sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit dari Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit dan merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya.

Pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS), umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding cone ini berada di dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana dindingnya berlubang-lubang diseluruh permukaannya. Dengan demikian, minyak dari bubur buah yang terdesak akan keluar melalui lubang-lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone dan press cage.

Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press, hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa bubur yang dikempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas yang tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10-15% dari berat TBS yang diolah dengan tempratur air sekitar 90° C. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air dan 8% zat padat.

Alat pengempaan yang biasa digunakan di lingkungan PKS perkebunan besar berupa screw press dengan kapasitas olah 15-17 ton TBS per jam per unit dengan putaran screw 11-12 rpm. Lubang-lubang dinding press cage dibatasi maksimum 4


(16)

mm agar minyak yang dihasilkan tidak banyak kotor. Celah antara sliding cone dan press cage dibatasi maksimum 6 mm agar kehilangan minyak yang terbawa oleh ampas bisa ditekan serendah mungkin.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul : ANALISA PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II PAGAR MERBAU.

1.2. Permasalahan

Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah sering dijumpai kadar minyak CPO (Crude Palm Oil) yang cukup tinggi pada ampas press di PT. Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau.

1.3. Tujuan

- Untuk mengetahui berapa besarnya persentase kehilangan minyak sawit yang terdapat pada ampas press.

- Untuk mengetahui kondisi optimum yang baik pada screw press.

1.4. Manfaat

Dengan dilakukannya analisa pada ampas press maka dapat diketahui besarnya persentase kehilangan minyak sawit yang terdapat pada ampas press tersebut dan cara mengatasi kehilangan minyak sawit yang terdapat pada ampas press tersebut agar persentase kehilangan minyak tersebut dapat dikurangi.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura.

Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatra Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 hektar pada tahun 1916 menjadi 92.307 hektar pada tahun 1938.

Ekspor minyak kelapa sawit dari Sumatera pertama kali dilakukan pada tahun 1919 dengan volume 576 ton dan dilanjutkan pada tahun 1923 dengan volume 850 ton. Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun


(18)

1957, pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan seluruh perkebunan milik asing dan selanjutnya menjadi perusahaan perkebunan milik negara. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalanannya juga mengalami pasang surut.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN). (Fauzi, 2004).

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet).

Minyak kelapa sawit mengandung beberapa asam lemak yaitu asam kaprilat, asam kaporat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan (slipping point), shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.


(19)

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dai 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning, (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. (Ketaren, 1986).

Berdasarkan tebal tipisnya tempurung (cangkang) dan kandungan minyak dalam buah kelapa sawit dapat dibedakan dalam 3 tipe, yakni :

a. Tipe Dura : tempurung (cangkang) sangat tebal, kandungan minyak dalam buah rendah.

b. Tipe Pesifera : tempurung sangat tipis bahkan hanya berbentuk bayangan cincin, hampir tidak bertempurung namun kandungan minyak dalam buah tinggi.

c. Tipe Tenera : merupakan persilangan Dura sebagai pohon ibu, dengan Pesidera sebagai pohon bapak. Tenera bertempurung tipis kandungan minyak tinggi. (Risza,1994).

2.3. Penanganan Produk Kelapa Sawit

Penanganan produk yang baik akan membantu usaha mempertahankan mutu produk yang baik. Pengetahuan tentang komposisi dan sifat produk serta faktor-faktor


(20)

yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa Sawit akan sangat bermanfaat untuk menangani produk secara tepat.

2.3.1. Komposisi dan Sifat Produk

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda trigliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk (wujud).

Disebut minyak jika bentuknya cair dan lemak jika berbentuk padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak.

CH2 – OH + R1 – COOH CH2 – COOR1

CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3H2O CH2 – OH + R3 – COOH CH2 – COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa.


(21)

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit sebagai berikut.

C12:0 Laurat - 0,2 % C14:0 Myristat - 1,1 % C16:0 Palmitat - 44,0 % C18:0 Stearat - 4,5 % C18:1 Oleat - 39,2 % C18:2 Linoleat - 10,1 % Lainnya - 0,9 %

Minyak tersebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut.

CH2 – COOR1 + CH2 – OH

CH – OH + H2O CH – COOR2 + R1COOH CH2 – COOR3 + CH2 – COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda. Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 – C8


(22)

berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari C8 akan berbentuk padat. (Tim Penulis PS.2000).

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A. Tabel 1. Komponen dalam Minyak Kelapa Sawit

No Komponen Kuantitas 1 Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0 2 Karoten (ppm) 500 – 700 3 Fosfolipid (ppm) 500 – 1000 4 Dipalmito stearin (%) 1,2 5 Tripalmitin (%) 5,0 6 Dipalmitolein (%) 37,2 7 Palmito stearin olein (%) 10,7 8 Palmito olein (%) 42,8 9 Triolein linole (%) 3,1

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa Sawit

Minyak Kelapa Sawit akan mengalami penurunan mutu jika tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis.


(23)

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti absorbsi bau dan kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, serta dan reaksi kimia.

1. Absorbsi bau dan kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorbs dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, di mana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

Proses absorbs dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.

2. Aksi enzim

Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordinasi antarsel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas


(24)

enzim ini, bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50°C.

3. Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi dan bakteri) biasanya terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya. Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik dan perubahan warna minyak.

4. Reaksi kimia

Faktor penyebab kerusakan minyak kelapa sawit yang perlu mendapat perhatian dan besar pengaruhnya adalah kerusakan karena reaksi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, polimerisasi, dan lain-lain.

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin.

Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan. Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan vitamin dan keracunan. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50 - 55° C) yang mematikan aktivitas mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul dengan molekul lain sehingga membentuk molekul lain yang lebih besar dengan berat molekul yang


(25)

lebih besar. Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan pemanasan. Polimer yang terbentuk mempunyai titik cair lebih tinggi dari trigliserida. Jika disimpan dalam tempratur kamar, polimer akan membentuk kristal-kristal halus yang sukar larut dalam minyak. Jika polimerisasi berlanjut terus, akan terbentuk bahan gum yang mengendap.(Hasan, A.H. 1999).

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah berumur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS pertahun dengan berat 3-40 kg per tandan, tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000-3000 brondolan dengan berat brondolan berkisar 10-20 gr.

TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (kernel, IKS) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk lainnya.

Stasiun proses pengolahan TBS menjadi MKS dan IKS umumnya terdiri dari stasiun utama dan stasiun pendukung. Stasiun utama berfungsi sebagai berikut.

1. Penerimaan buah (fruit reception) 2. Rebusan (sterilizer)

3. Pemipilan (stripper)


(26)

5. Pemurnian (clarifier)

6. Pemisahan biji dan kernel (kernel)

Sementara, stasiun pendukung berfungsi sebagai berikut. 1. Pembangkit tenaga (power)

2. Laboratorium (laboratory) 3. Pengolahan air (water treatment) 4. Penimbunan produk (bulking) 5. Bengkel (workshop)

1. Stasiun penerimaan buah

Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp).

a. Jembatan timbang

Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. Umumnya, jembatan timbangan yang digunakan PKS berkapasitas 30-40 ton. Jembatan timbang tersebut dioperasikan secara mekanis maupun elektronis.

b. Loading ramp

TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan


(27)

suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45°. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil dan sampah yang terikut dalam TBS. Kotoran yang jatuh melalui kisi-kisi ditampung oleh dirt conveyer sehingga memudahkan dalam pembuangannya.

2. Stasiun rebusan

Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dan masuk ke dalam sterilizer. Daya tampung sterilizer biasanya mampu menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS). Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada tempratur sekitar 135° C dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2 selama 80 – 90 menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal.

Tujuan dari proses perebusan TBS yaitu untuk menghentikan perkembangan asam lemak bebas, memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan dan penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

3. Stasiun pemipilan (stripper)

TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh screw conveyer untuk dikirim ke bagian digesting


(28)

dan pressing. Sementara, tandan (janjang) kosong yang keluar dari bagian belakang pemipil ditampung oleh elevator. Kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong dan jika masih berlebih diteruskan incinerator untuk dibakar dan dijadikan pupuk abu janjang.

4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/ pencacahan (digester). Alat ini digunakan untuk pengadukan/ pencacahan berupa sebuah tangki vertical yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di bagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.

Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk kea lat pengempaan yang berada persis di bagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding cone ini berada di dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana dindingnya berlubang-lubang diseluruh permukaannya. Dengan demikian, minyak dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubang-lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone dan press cage.


(29)

Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dilution) sehingga massa bubur buah yang dikempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 – 15 % dari TBS yang diolah dengan tempratur air sekitar 90°C. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air dan 8% zat padat.

Alat pengempaan yang biasa digunakan di lingkungan PKS perkebunan besar berupa screw press dengan kapasitas olah 15 – 17 ton TBS per jam per unit dengan putaran screw 11 – 12 rpm. Lubang-lubang dinding press cage dibatasi maksimal 4 mm agar minyak yang dihasilkan tidak banyak kotoran. Celah antara sliding cone dan press cage dibatasi maksimum 6 mm agar kehilangan minyak yang terbawa oleh ampas bisa ditekan serendah mungkin.

5. Stasiun pemurnian (clarifier)

Stasiun pemurnian merupakan stasiun pengolahan di PKS yang bertujuan untuk melakukan pemurnian MKS dari kotoran-kotoran, seperti padatan, lumpur dan air.

Tujuan pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank (COT) dipanaskan hingga mencapai tempratur 95 – 100°C. Menaikkan tempratur minyak kasar sangat penting artinya, yaitu untuk


(30)

memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (continous setteling tank/ clarifier tank).

Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di PKS, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih terkandung di dalamnya.

Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut decanter yang menghasilkan 3 fase, yaitu light phase, heavy phase dan solid. Light phase merupakan fase cairan dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fase ini harus segera dikembalikan (ke COT) dan siap untuk diproses kembali. Heavy pahse merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak sehingga fase ini kirim ke bak fat pit untuk kemudian diteruskan ke kolam limbah. Akumulasi dari heavy phase yang tertampung pada fat pit juga masih menghasilkan minyak. Minyak ini pun dikirim ke COT untuk diproses kembali. Solid merupakan padatan dengan kadar minyak maksimum 3,5% dari berat sampel. Solid yang dihasilkan ini selanjutnya diaplikasikan ke kebun sebagai pupuk.

6. Stasiun pemisahan biji dan kernel

Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempaan bertujuan terutama untuk memperoleh biji sebersih mungkin. Kemudian, dari biji tersebut harus menghasilkan inti sawit secara rasiona, yakni kerugian yang sekecil-kecilnya dengan hasil inti sawit yang setinggi-tingginya. Pemisahan biji dari gumpalan ampas pengempaan sangat dipengaruhi oleh segi-segi teknis dari proses yang mendahuluinya.


(31)

a. Metode pemisahan biji serabut

Cara yang umum digunakan untuk memisahkan biji dengan serabut kelapa sawit yaitu cara pneumatis dan mekanis. Pemisahan dengan cara pneumatis yaitu memisahkan biji dari serabut dengan menggunakan tarikan atau hisapan udara pada sebuah kolom pemisah. Gumpalan ampas pengempaan dipecah dengan cake breaker conveyer, lalu dijatuhkan dari bagian samping atas kolom pemisah. Sementara, dari bagian tengah atas, diberi hisapan yang berasal dari fan. Pemisahan terjadi akibat adanya perbedaan berat antara dua jenis bahan yang hendak dipisahkan (biji dan serabut). Bahan yang lebih ringan (serabut) akan tertarik ke atas, sedangkan biji akan jatuh ke bawah. Biji yang jatuh ke bawah langsung memasuki nut polishing drum (tromol pembersih biji) untuk membersihkan sisa-sisa serabut yang masih menempel pada biji. Selanjutnya, biji yang telah bersih ditampung dan dikeringkan di nut silo.

Pemisahan dengan cara mekanis tidak banyak tipe atau modelnya. Model yang paling banyak digunakan yaitu model ayakan. Ayakan ini berbentuk tromol segi delapan (oktagon) yang kedelapan sisinya dibentuk oleh lembaran-lembaran besi. Biji-biji dipisahkan dari serabut yang akan disaring melalui lubang-lubang lembaran besi tersebut. Biji-biji dipisahkan dari serabut yang akan disaring melalui lubang-lubang lembaran besi tersebut. Kapasitas dari ayakan ini banyak tergantung dari ukuran lubang saringan. Oleh karena itu, ayakan ini lebih baik digunakan jika buah yang diolah mempunyai biji-biji besar dengan daging buah tipis.

Biji bersih yang ditampung di nut silo dan dibiarkan beberapa lama untuk menjalani proses pengeringan dan penguapan kandungan air sehingga hubungan inti dan cangkang akan lekang atau kocak. Di samping penguapan, biji dalam nut silo juga mengalami proses fermentasi sehingga serabut yang masih menempel pada biji akan


(32)

mengalami pelapukan. Pengeringan biji dilakukan dengan tempratur 60 – 80°C dengan lama pengeringan selama 6 – 18 jam. Jika tempratur kurang maka kadar air biji masih tinggi sehingga akan menyulitkan pemisahan inti dari cangkang. Sebaliknya, jika tempratur terlalu tinggi akan menyebabkan kualitas inti rendah (berwarna gelap). Jika sistem pengeringan berjalan dengan baik maka kadar air dapat diturunkan dari 18% menjadi 12%.

Biji yang telah dikeringkan selanjutnya dibawa dengan elevator ke nut grading (tromol pemisah biji) untuk dipisahkan atas fraksi besar, sedang, dan kecil. Tujuannya adalah untuk memperoleh efisiensi pemecahan biji yang optimal, di mana alat pemecah biji telah diset untuk memecahkan biji dengan ukuran tertentu. Selanjutnya biji yang telah dipilah diumpankan kea lat pemecah biji. Saat ini, ada dua jenis alat pemecah biji yang digunakan oleh PKS, yaitu nut craker model rotor vertical dan nut craker model rotor horizontal (rippel mill).

Hasil pemecahan dari nut craker berupa campuran kernel, cangkang dan kotoran halus yang selanjutnya dibawa ke bagian pemisahan. Ada dua sistem pemisahan kernel dan cangkang, yaitu sistem pemisahan kering dan pemisahan basah. Pemisahan kering (dry separator) dilakukan dalam suatu kolom vertical (LTDS) dengan bantuan hisapan udara dari sebuah kipas, di mana fraksi yang lebih ringan (cangkang) akan terhisap ke bagian atas, sedangkan fraksi yang ringan akan jatuh ke bawah. Untuk memperoleh kernel yang baik dengan losses rendah, pemisahan dilakukan dengan dua kolom pemisah, setiap kolom pemisah bekerja secara dua tahap.

Pada kolom pemisah pertama (LTDS 1), terjadi pemisahan serabut, cangkang halus dan debu yang timbul sebagai hasil pemecahan biji oleh nut craker. Pada tahap pertama, digunakan hisapan udara dengan kecepatan 14 – 15 m/detik, di mana fraksi berat jatuh dan fraksi ringan masuk ke tahap pemisahan kedua. Fraksi berat di sini


(33)

berupa batu dan potongan besi. Sementara, fraksi ringan di sini berupa kernel, biji, cangkang dan debu. Pada tahap pemisahan kedua, digunakan hisapan udara dengan kecepatan 7,5 – 9,0 m/detik, di mana fraksi ringan berupa serabut, cangkang halus dan debu bersama hisapan udara diteruskan ke cangkang silo untuk bahan bakar boiler. Cagakng besar dan kernel yang tak terangkat masuk ke corong air lock menuju ke kernel grading drum, sedangkan kernel beserta cangkang besar masuk melalui corong untuk diumpankan ke kolom pemisah kedua.

Pada kolom pemisah kedua (LTDS 2), dilakukan pemisahan dengan prinsip yang sama dengan kolom pemisah pertama, tetapi dengan kecepatan hisap udara yang lebih kecil. Pada tahap pertama, kernel dan cangkang kasar akan terpisah, di mana fraksi berat berupa kernel bulat jatuh ke bawah untuk selanjutnya dikirim ke kernel silo, sedangkan kernel halus, kernel pecah, sebagian kernel kasar, serta sedikit serabut dan cangkang halus masuk ke tahap pemisah kedua. Pada tahap kedua, dilakukan pemisahan di mana kernel kecil, kernel pecah dan cangkang besar masuk melalui corong dari air lock menuju ke sistem pemisahan basah, sedangkan cangkang halus dan serabut terhisap untuk diteruskan ke silo cangkang dan digunakan sebagai bahan bakar boiler.

Pemisahan basah bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan sistem clay bath dan hydrocyclone. Pemisahan dengan clay bath didasari oleh perbedaan berat jenis antara kernel (BJ = 1,07) dan cangkang (BJ = 1,3). Campuran antara kernel dan cangkang dimasukkan ke dalam cairan tanah liat (BJ = 1,2) yang bebas pasir sehingga kernel akan terapung dan cangkang akan tenggelam.proses ini dilakukan dalam sebuah bak yang berbentuk kerucut dilengkapi dengan pompa untuk mensirkulasikan cairan tanah liat. Gerak cairan karena adanya sirkulasi akan membawa kernel menuju ayakan getar untuk dibersihkan dan selanjutnya dikirim ke silo pengering.


(34)

Sementara, cangkang yang tenggelam kemudian terdorong ke luar melalui pipa pengeluaran yang dipasang pada bagian bawah. Selanjutnya, cangkang tersebut dimasukkan ke silo cangkang untuk dijadikan bahan bakar boiler.

Prinsip pemisahan dengan hydrocyclone juga didasari oleh perbedaan berat jenis antara kernel dan cangkang. Pemisahan pada hydrocyclone dibantu dengan pusingan akibat gaya sentrifugal, sedangkan pada sistem caly bath pemisahan terjadi secara alamiah.

Kernel yang sudah terpisah dari cangkang dan masih mengandung 12% air masuk ke silo pengering (kernel dryer) untuk diturunkan kandungan airnya hingga mencapai 7%. Pengeringan dilakukan dengan udara bertempratur 60 – 70°C selama 14 – 15 jam. Penurunan kadar air ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga proses pembentukan jamur atau proses kenaikan asam (lauric acid) dapat dibatasi pada saat kernel disimpan. (Pahan, I. 2002).

2.5. Pengepresan Kelapa Sawit

Screw press yang digunakan memiliki kapasitas yang dapat diatur dengan penyesuaian putara ulirnya. Makin tinggi tekanan kempa makin rendah kadar minyak dalam ampas kempa, tetapi makin banyak biji yang pecah dalam kempa. Oleh karena itu pilihan tekanan kempa adalah kompromi antara dua hal tersebut. Untuk buah Tenera kompromi tersebut tercapai pada tingkat kehilangan minyak 7,5% terhadap zat kering. Untuk buah Dura kehilangan ini akan lebih tinggi lagi, karena angka perbandingan biji dengan bagian serabut jauh lebih tinggi, sehingga kemungkinan biji bersinggungan satu sama lain dalam kempa menjadi lebih besar. Dengan demikian, minyak yang terperangkap diantara celah biji-biji, sehingga tak terperas keluar dari


(35)

kempa, akan lebih banyak. Selain itu, gaya yang diberikan hanya akan diserap oleh biji-biji saja. Serabut hampir tak menerima gaya kempa, sehingga minyak yang tersisa dalam serabut karena tidak terperas habis akan lebih banyak pula.menurut pengalaman, kempa ulir cocok untuk TBS yang mempunyai perbandingan biji dengan daging buah sebesar 25:75 atau lebih. (Mangoensoekarjo, 2003).

Selain proses pengepresan, ekstraksi minyak juga dapat dilakukan dengan beberapa proses lain yaitu ekstraksi dengan sentrifugasi, ekstraksi dengan bahan pelarut dan ekstraksi dengan tekanan hidrolis.

Ekstraksi dengan sentrifugasi dan ekstraksi dengan tekanan hidrolis punya kelemahan dimana ampas press langsung tercampur dengan minyak yang dihasilkan. Sehingga membutuhkan proses pemisahan ampas press dengan minyak yang dihasilkan lebih lama. Berbeda dengan ekstraksi dengan screw press, dimana ampas press tidak tercampur sepenuhnya dengan minyak yang dihasilkan. Sehingga hanya dibutuhkan pemisahan serat-serat ampas kecil dalam jumlah yang lebih sedikit.

Sedangkan ekstraksi dengan bahan pelarut, minyak yang dihasilkan bercampur dengan bahan pelarut. Sehingga perlu dilakukan proses pemanasan agar minyak terpisah dari pelarut. Dan prosesekstraksi dengan bahan pelaruttersebut juga membutuhkan biaya dan pelarut yang banyak. Sedangkan ekstraksi dengan cara screw press mengeluarkan biaya yang lebih sedikit karena tidak menggunakan pelarut.

2.6. Screw Press

Mekanisme screw press adalah masuknya adonan ke dalam sylinder press mengisi worm, volume setiap space worm berbeda, semakin mengarah ke ujung as screw, volume semakin kecil, sehingga perpindahan massa akan menyebabkan


(36)

minyak terperas. Dan kenyataannya saat ini alat kempa yang dijumpai di pabrik umumnya terdiri dari screw press. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Kapasitas oleh alat yang tinggi, dan dapat menghemat tempat jika dibandingkan

dengan hydraulic press. Kapasitas olah screw press berkisar antara 5 – 15 ton TBS/jam.

b. Karena kapasitas yang tinggi maka biaya operasi per ton TBS sangat rendah.

c. Kebutuhan operator untuk mengoperasikan lebih sedikit dibanding dengan hydraulic press.

d. Kebutuhan tenaga (power) yang rendah untuk memeras buah.

e. Cake breaker conveyer lebih mudah memecahkan gumpalan cake yang keluar. Disamping faktor di atas, screw press mempunyai kelemahan antara lain :

a. Membutuhkan ongkos perawatan yang tinggi.

b. Banyak biji yang pecah, terutama bji yang terdiri dari cangkang tipis.

c. Minyak yang keluar dari screw presslebih banyak megandung padatan yang terdiri dari serat, pasir dan lumpur sehingga minyak yang keluar ke oil gutter lebih pekat, dan akan membutuhkan air pengencer yang lebih banyak.

d. Akibat pegempaan yang berfungsi juga untuk mencincang dan mengaduk adonan maka minyak lebih cenderung mengarah ke emulsi sehingga dalam air buangan yang keuar ke fat pit mengandung minyak yang lebih tinggi.

2.7. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Ekstraksi


(37)

1. Tekanan lawan

Untuk menurunkan kadar minyak dalam ampas tekanan lawan dinaikkan dengan mengatur cone, hal ini akan menyebabkan efek samping yaitu ditemukan persentase biji pecah yang tinggi dan dapat mempercepat kerusakan screw press, bahkan dapat menyebabkan kebakaran electromotor screw press. Tekanan kerja cone yang rendah akan menghasilkan ampas dengan kadar minyak yang tinggi dengan sedikit jumlah biji pecah sudah berkurang. Oleh sebab itu pengoperasian screw press hendaknya dipertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diakibatkannya.

Kerusakan cone yang terjadi di pabrik sering dibiarkan begitu saja tanpa doperbaiki, dengan melakukan pengaturan pada panel board yang mengatur amper arus masuk, hal ini sudah bertentangan dengan prinsip kerja alat continuous pressing dan berakibat pada kerusakan elektromotor yang cepat.

2. Stabilitas tekanan

Tekanan yang terlalu bervariasi akan mengakibatkan pengaruh negative terhadap proses pengempaan dan terhadap alat kempa. Adjust yang dilakukan pada elektromotor dan cone yang secara terpisah tidak dapat mempertahankan tekanan yang stabil.untuk menstabilkan tekanan kerja dan tekanan lawan pada screw press dilkaukan dengan cara mengganti “geardriven” dengan “hydraulic transmisi’sehingga ganjalan-ganjalan yang terdapatdalam screw press yang disebabkan ketidaksamaan bahan buku yang diatur secara automatic. Alat ini sudah banyak dikembangkan pada screw press. Keuntungan alat ini adalah dapat mengatur sendiri tekanan tertinggi dalam screw press, serta dapat diatur arah putaran screw sehingga cake yang berbeda dalam cylinder press dapat dikeluarkan.


(38)

a. Memperkecil kehilangan minyak dalam ampas, dengan meratanya adonan masuk ke dalam screw press yang diimbangi dengan tekanan stabil maka ekstraksi minyak akan lebih sempurna, dengan demikian kehilangan minyak akan lebih rendah. b. Menurunkan jumlah biji pecah. Semakin tinggi variasi tekanan dalam screw press

maka jumlah biji pecah semakin tinggi.

c. Memperpanjang umur teknis. Umur teknis alat seperti screw, cylinder press dan elektromotor lebih tahan lama karena kurangnya goncangan elektrik dan mekanis.

Untuk menstabilkan tekanan pressan maka dilakukan suatu system interlocking antara power penggerak screw dengan hydraulic cone. Dengan cara ini satu dengan lainnya saling mengurangi lonjakan-lonjakan tekanan baik karena keadaan adonan maupun akibat perubahan tegangan arus balik.

2.7.2. Air Pengencer

Air pengencer yang diberikan pada alat screw press tergantung pada jenis alat. Pemberian air pengencer dilakukan dengan cara menyiram cake dalam pressan dari atas bagian tengah dan atau di chute screw press. Jumlah air pengencer yang diberikan tergantung pada suhu air pengencer, semakin tinggi suhu air pengencer maka jumlah air yang diberikan semakin sedikit.

Pemberian air pengencer yang terlalu banyak dapat berakibat terhadap : a. Kandungan air cake

Kandungan air cake yang tinggi dapat menyebabkan proses :

1. Pemecahan cake yang lebih sulit dalam cake breaker conveyor (CBC). Hal ini sering menyebabkan beban CBC yang terlalu berat.

2. Semakin tinggi kandungan air ampas maka kalor bakarnya akan semakin menurun yang dapat memperkecil kapasitas dan efisiensi boiler.


(39)

3. Pemerahan biji yang berkadar air yang tinggi dalam silo biji akan lebih dan dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekstraksi biji yang lebih rendah.

b. Penurunan kapasitas screw press akibat bertambahnya kandunga air dan kecepatan gerak cake dalam worm.

Jumlah air pengencer yang diberikan menurut hasil percobaan pada beberapa alat screw press yaitu 50 – 75% terhadap kandungan minyak dalam adonan tersebut , misalnya jika rendemen minyak 22% dengan kapasitas screw press 10 ton TBS/jam, maka air yang disemprotkan sebagai air pengencer sebanyak 1,1 – 1,65 m3. (Naibaho, 1996).


(40)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat

a. Cawan Petridis Steriplan

b. Neraca analitis Perisca & Sartorius c. Oven listrik Memmert

d. Hot plate Best Tech & Gerhard e. Desikator Perth

f. Labu alas Pyrex

g. Alat soklet Scot Duran h. Cawan aluminium

3.2. Bahan

a. Ampas press b. N-Heksan c. Kapas

d. Extraction timble

3.3. Prosedur


(41)

- cawan aluminium ditimbang terlebih dahulu

- ampas press ± 20 gr dimasukkan ke dalam cawan aluminuium

- setelah ditimbang dimasukkan ke dalam oven listrik selama ± 4 jam dengan tempratur 105°C untuk dipanaskan

- setelah itu dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan selama ± 15 menit - ampas press kering ditimbang

b. Sokletasi

- labu alas 250 ml ditimbang

- ampas press yang telah kering disokletasi selama ± 4 jam, minyak yang terdapat pada ampas press terlarut bersama N-Heksan

- N-Heksan yang mengandung minyak diuapkan kembali dan sebagian minyak tinggal di labu alas

- labu alas yang berisi minyak dipanaskan dalam oven selama ± 15 menit - setelah itu didinginkan dalam desikator selama ± 15 menit


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data

Tabel 2. Persentase minyak dalam ampas press Tanggal

Pengamatan

No Sampel

Berat ampas kering (gr)

Berat minyak setelah ekstraksi (gr)

% kehilangan minyak 10/01/2011 1 11,9023 0,5379 4,52

2 10,0983 0,4806 4,76 3 12,0427 0,5636 4,68 4 10,1027 0,4890 4,84

Rata-rata 4,7

11/01/2011 1 15,0600 0,7258 4,65 2 17,4135 0,8811 5,06 3 15,6094 0,7258 4,65 4 17,4135 0,8811 5,06

Rata-rata 4,855

12/01/2011 1 12,3963 0,5678 4,58 2 15,6313 0,7612 4,87 3 12,3957 0,5540 4,47 4 15,6309 0,7606 4,86


(43)

13/01/2011 1 13,4198 0,6267 4,67 2 13,0428 0,6234 4,78 3 13,4192 0,9984 4,74 4 13,0419 0,7784 5,07

Rata-rata 4,815

14/01/2011 1 15,8892 0,7202 4,53 2 14,9018 0,7853 5,27 3 18,8112 0,9355 4,97 4 16,3469 0,7225 4,42

Rata-rata 4,798

15/01/2011 1 16,7599 0,7600 4,54 2 16,3303 0,7952 4,87 3 16,7800 0,7836 4,67 4 16,3292 0,7805 4,78

Rata-rata 4,715

4.2. Perhitungan

Berat minyak setelah ekstraksi

% kehilangan minyak = x 100 % Berat ampas kering

Tanggal 10 Januari 2011 Sampel 1

0,5379

% kehilangan minyak = x 100 %


(44)

Untuk sampel berikutnya dilakukan perhitungan yang sama sehingga dihasilkan data pada table 2.

4.3. Pembahasan

Persentase kehilangan minyak kelapa sawit pada proses pengepresan yang didapat dari data adalah 4,695 – 4,855 %. Persentase kehilangan minyak sawit tersebut sesuai dengan standar pabrik yaitu ≤ 7 %. Pad a table 2 dalam pengamatan, dapat dilihat data yang meningkat dan menurun. Pada tanggal 11 Januari 2011, didapatkan rata-rata data % kehilangan minyak tertinggi sebesar 4,855%, hal ini disebabkan oleh kondisi alat yang sudah tua dan belum dilakukan perawatan sehingga pengoperasian screw press tidak optimal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan pada tanggal 10 Januari 2011, didapatkan rata-rata % kehilangan minyak terendah sebesar 4,70%, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alat yang baru diberi perawatan. Namun akan lebih baik jika persentase kehilangan minyak lebih kecil lagi karena akan menghasilkan kerugian minyak lebih sedikit pada akhir pengolahan minyak kelapa sawit.

Persentase kehilangan minyak kelapa sawit yang didapat dari data tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi tekanan kerja pada screw press dan kapasitas air pengencer.

Berdasarkan tekanan kerja screw press, diperhatikan pada 2 faktor yaitu tekanan lawan dan stabilitas tekanan. Menurut faktor tekanan lawan, menurunkan kadar minyak dalam ampas tekanan lawan dilakukan dengan menaikkan tekanan dengan mengatur cone, namun hal ini akan menyebabkan ditemukan persentase biji


(45)

pecah yang tinggi dan dapat mempercepat kerusakan screw press, bahkan dapat menyebabkan kebakaran electromotor screw press. Sedangkan jika tekanan kerja cone yang rendah akan menghasilkan ampas dengan kadar minyak yang tinggi dengan sedikit jumlah biji pecah sudah berkurang. Oleh sebab itu pengoperasian screw press harus benar-benar dipertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diakibatkannya. Selain itu, kerusakan cone yang terjadi di pabrik sering dibiarkan begitu saja tanpa diperbaiki. Selain tekanan lawan, stabilitas tekanan juga harus diperhatikan dengan cara melakukan suatu system interlocking antara power penggerak screw dengan hydraulic cone. Sehingga akan memperkecil kehilangan minyak dalam ampas, dengan meratanya adonan masuk ke dalam screw press yang diimbangi dengan tekanan stabil maka ekstraksi minyak akan lebih sempurna, dengan demikian kehilangan minyak akan lebih rendah.

Faktor yang kedua adalah air pengencer. Jumlah air pengencer yang diberikan sangat tergatung pada suhu air pengencer, semakin tinggi suhu air pengencer maka jumlah air yang diberikan semakin sedikit.

Proses ekstraksi dengan menggunakan screw press lebih baik dari pada proses ekstraksi dengan cara lain. Proses ekstraksi dengan cara screw press tidak membutuhkan biaya yang besar untuk membeli pelarut dan ampas press yang didapat langsung terpisah dengan minyak yang dihasilkan sehingga hanya diperlukan pemisahan serabut-serabut kecil dalam jumlah yang lebih sedikit. Selain itu, pada proses ekstraksi menggunakan screw press pada buah kelapa sawit yang berupa bubur (hasil proses pencacahan) yang masuk ke dalam screw press dapat disesuaikan kapasitasnya dengan tekanan screw pressnya.

Pada analisa laboratorium untuk mengetahui persentase kehilangan minyak yang terdapat pada ampas press dilakukan proses pemisahan secara sokletasi. Pelarut


(46)

yang digunakan adalah N-Heksan, dimana N-Heksan merupakan senyawa non polar sehingga bisa melarutkan minyak yang juga berupa senyawa non polar.


(47)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari analisa yang didapat disimpulkan bahwa persentase kehilangan minyak sawit yang terdapa dalam ampas press di PT. Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau adalah 4,695 – 4,855 % dimana hasil tersebut sesuai dengan standar pabrik yaitu ≤ 7 %.

b. Kondisi optimum screw press untuk menghasilkan % kehilangan minyak yang sesuai adalah antara 12 – 13 rpm.

5.2. Saran

Kehilangan minyak yang didapat dari ampas press bisa terjadi suatu waktu jika kondisi penggunaan alat dan kerja alat itu sendiridan. Oleh karena itu, harus diperhatikan hal-hal seperti tipe tekanan kerja screw press dan air pengencer. Selain itu juga harus diperhatikan kondisi alatnya dengan baik, dimana harus dilakukan perawatan optimum agar alatnya bekerja dengan maksimal.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Kerja Pabrik Kelapa Sawit. Medan-Indonesia: PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO) Tanjung Morawa.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Hartono, R. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hassan, A.H., Jamil, H.M., Sulaiman, A.S., dan Mokhtar, A.S. 1999. Perusahaan Kelapa Sawit di Malaysia. Malaysia: Institut Penyelidikan Minyak Kelapa Sawit.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Naibaho, P.M. 1966. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan, I. 2002. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Risza, S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Penerbit Konisius. Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.


(49)

Lampiran 1. Standar Persentase (%) Kehilangan Minyak untuk Minyak Sawit dan Inti Sawit

Minyak Sawit

No Material

% Contoh % Material Balance % TBS

Norma Norma Norma

1 Tandan kosong 2,21 22,57 0,47

2 Biji 0,60 11,00 0,07

3 Ampas 6,00 12,50 0,75

4 Sludge akhir 0,60 60,00 0,36

TOTAL 1,65

Inti Sawit

No Material

% Contoh % Material Balance % TBS

Norma Norma Norma

1 Ampas 2,40 12,50 0,25

2 LTDS I 4,00 4,00 0,16

3 CKC Claybath 7,00 2,70 0,19


(1)

Untuk sampel berikutnya dilakukan perhitungan yang sama sehingga dihasilkan data pada table 2.

4.3. Pembahasan

Persentase kehilangan minyak kelapa sawit pada proses pengepresan yang didapat dari data adalah 4,695 – 4,855 %. Persentase kehilangan minyak sawit tersebut sesuai dengan standar pabrik yaitu ≤ 7 %. Pad a table 2 dalam pengamatan, dapat dilihat data yang meningkat dan menurun. Pada tanggal 11 Januari 2011, didapatkan rata-rata data % kehilangan minyak tertinggi sebesar 4,855%, hal ini disebabkan oleh kondisi alat yang sudah tua dan belum dilakukan perawatan sehingga pengoperasian screw press tidak optimal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan pada tanggal 10 Januari 2011, didapatkan rata-rata % kehilangan minyak terendah sebesar 4,70%, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alat yang baru diberi perawatan. Namun akan lebih baik jika persentase kehilangan minyak lebih kecil lagi karena akan menghasilkan kerugian minyak lebih sedikit pada akhir pengolahan minyak kelapa sawit.

Persentase kehilangan minyak kelapa sawit yang didapat dari data tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi tekanan kerja pada screw press dan kapasitas air pengencer.

Berdasarkan tekanan kerja screw press, diperhatikan pada 2 faktor yaitu tekanan lawan dan stabilitas tekanan. Menurut faktor tekanan lawan, menurunkan kadar minyak dalam ampas tekanan lawan dilakukan dengan menaikkan tekanan dengan mengatur cone, namun hal ini akan menyebabkan ditemukan persentase biji


(2)

pecah yang tinggi dan dapat mempercepat kerusakan screw press, bahkan dapat menyebabkan kebakaran electromotor screw press. Sedangkan jika tekanan kerja cone yang rendah akan menghasilkan ampas dengan kadar minyak yang tinggi dengan sedikit jumlah biji pecah sudah berkurang. Oleh sebab itu pengoperasian screw press harus benar-benar dipertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diakibatkannya. Selain itu, kerusakan cone yang terjadi di pabrik sering dibiarkan begitu saja tanpa diperbaiki. Selain tekanan lawan, stabilitas tekanan juga harus diperhatikan dengan cara melakukan suatu system interlocking antara power penggerak screw dengan hydraulic cone. Sehingga akan memperkecil kehilangan minyak dalam ampas, dengan meratanya adonan masuk ke dalam screw press yang diimbangi dengan tekanan stabil maka ekstraksi minyak akan lebih sempurna, dengan demikian kehilangan minyak akan lebih rendah.

Faktor yang kedua adalah air pengencer. Jumlah air pengencer yang diberikan sangat tergatung pada suhu air pengencer, semakin tinggi suhu air pengencer maka jumlah air yang diberikan semakin sedikit.

Proses ekstraksi dengan menggunakan screw press lebih baik dari pada proses ekstraksi dengan cara lain. Proses ekstraksi dengan cara screw press tidak membutuhkan biaya yang besar untuk membeli pelarut dan ampas press yang didapat langsung terpisah dengan minyak yang dihasilkan sehingga hanya diperlukan pemisahan serabut-serabut kecil dalam jumlah yang lebih sedikit. Selain itu, pada proses ekstraksi menggunakan screw press pada buah kelapa sawit yang berupa bubur (hasil proses pencacahan) yang masuk ke dalam screw press dapat disesuaikan kapasitasnya dengan tekanan screw pressnya.

Pada analisa laboratorium untuk mengetahui persentase kehilangan minyak yang terdapat pada ampas press dilakukan proses pemisahan secara sokletasi. Pelarut


(3)

yang digunakan adalah N-Heksan, dimana N-Heksan merupakan senyawa non polar sehingga bisa melarutkan minyak yang juga berupa senyawa non polar.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari analisa yang didapat disimpulkan bahwa persentase kehilangan minyak sawit yang terdapa dalam ampas press di PT. Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau adalah 4,695 – 4,855 % dimana hasil tersebut sesuai dengan standar pabrik yaitu ≤ 7 %.

b. Kondisi optimum screw press untuk menghasilkan % kehilangan minyak yang sesuai adalah antara 12 – 13 rpm.

5.2. Saran

Kehilangan minyak yang didapat dari ampas press bisa terjadi suatu waktu jika kondisi penggunaan alat dan kerja alat itu sendiridan. Oleh karena itu, harus diperhatikan hal-hal seperti tipe tekanan kerja screw press dan air pengencer. Selain itu juga harus diperhatikan kondisi alatnya dengan baik, dimana harus dilakukan perawatan optimum agar alatnya bekerja dengan maksimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Kerja Pabrik Kelapa Sawit. Medan-Indonesia: PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO) Tanjung Morawa.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Hartono, R. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hassan, A.H., Jamil, H.M., Sulaiman, A.S., dan Mokhtar, A.S. 1999. Perusahaan Kelapa Sawit di Malaysia. Malaysia: Institut Penyelidikan Minyak Kelapa Sawit.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Naibaho, P.M. 1966. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan, I. 2002. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Risza, S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Penerbit Konisius. Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.


(6)

Lampiran 1. Standar Persentase (%) Kehilangan Minyak untuk Minyak Sawit dan Inti Sawit

Minyak Sawit

No Material

% Contoh % Material Balance % TBS

Norma Norma Norma

1 Tandan kosong 2,21 22,57 0,47

2 Biji 0,60 11,00 0,07

3 Ampas 6,00 12,50 0,75

4 Sludge akhir 0,60 60,00 0,36

TOTAL 1,65

Inti Sawit

No Material

% Contoh % Material Balance % TBS

Norma Norma Norma

1 Ampas 2,40 12,50 0,25

2 LTDS I 4,00 4,00 0,16

3 CKC Claybath 7,00 2,70 0,19

TOTAL 0,60