Wawancara Cara Pengumpulan Data Hukum
harta tersebut disebut sebagai harta pusaka tidak boleh dibagi-bagikan pemiliknya diantara para ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagi-
bagikan pemakaiannya saja kepada mereka itu hanya mempunyai hak pakai saja seperti di dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau.
c. Sistem Kewarisan Mayorat Ciri lain dari kewarisan mayorat adalah keseluruhannya atau sebagian
besar sejumlah harta pokok dari suatu keluarga oleh seorang anak saja, seperti halnya di Bali dimana terdapat suatu Hak Mayorat anak laki-laki
yang tertua dan di tanah Samendo Sumatera SelatanLampung dimana terdapat hak mayorat anak perempuan tertua.
Bus har Muhammad menjelaskan
19
: “Adapun sistem Mayorat membawa konsekwensi bahwa anak laki-laki
yang tertua mengganti Ayahnya tidak saja dalam hal material menerima pemilikan harta kekayaan, tetapi juga wajib memelihara, memberi nafkah,
menyekolahkan. Mendidik saudara-saudaranya dan di dalam segala hal bertindak atas nama Ayahnya almarhum
”. Ketiga sistem kewarisan ini masing-masing tidak langsung menunjuk
kepada suatu bentuk susunan masyarakat tertentu dimana sistem kewarisan itu berlaku, sebab suatu sistem itu dapat ditemukan juga dalam pelbagai bentuk
susunan masyarakat atau dalam suatu bentuk susunan masyarakat dimana dapat dijumpai lebih dari satu sistem kewarisan.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum waris adat berkenaan dengan proses penerusan harta kekayaan berwujud benda materiil dan
benda immateriil dari suatu generasi kepada ahli waris. Pewarisan dalam hukum adat waris adat adalah suatu proses peralihan harta dari seseorang kepada orang
atau sekelompok orang lain, yang berarti bahwa proses pewarisan sudah dapat dilakukan pada saat si pewaris masih hidup, tidak hanya karena adanya kematian
saja. Karena kematian dari si pewaris bukanlah penentuan terbukanya warisan dalam hukum adat waris.
20
Proses peralihan harta peninggalan dapat terjadi
19
Tolib setiady, 2009, Ibid, hal. 286
20
Djamanat Samosir, 2013, op. cit., hal. 319.
dengan dua cara, yaitu saat si pewaris masih hidup atau sebelum meninggal, dan setelah si pewaris meninggal dunia.
Hukum adat tidak mensyaratkan kematian si pewaris, karena hukum adat memandang warisan sebagai suatu proses penerusan dan peralihan harta kekayaan
baik materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. Harta benda yang berbentuk immateriil, tidak perlu si pewaris mati dahulu agar dapat dinikmati oleh
ahli warisnya.
21
Harta kekayaan itu sudah dapat dinikmati oleh ahli waris pada saat si pewaris masih hidup. Objek hukum adat waris yang sangat penting adalah
adanya pewaris, ahli waris, dan harta warisan atau harta peninggalan, merupakan unsur-unsur yang harus ada pada pewarisan yang bersifat mutlak.
Corak khas hukum adat, pada hakikatnya berdasarkan pada pola pikiran konkret atau tidak abstrak, maka soal pembagian harta warisan merupakan
penyerahan harta warisan terhadap ahli waris. Dalam pandangan hukum adat pada hakikatnya pembagian warisan berdasarkan kerukunan dan kepatutan di antara
para ahli waris, yang pembagiannya masing-masing ahli waris mendapat bagian yang pantas.
Untuk menjalankan kerukunan itu semua pihak mengetahui haknya masing-masing menurut hukum sehingga mereka mengetahui juga apabila ada
pembagian yang menyimpang serta seberapa jauh penyimpangan tersebut dari peraturan-peraturan hukum. Atas peraturan hukum dapat diselenggarakan dan
pelaksanaannya mengikat semua pihak yang telah bersepakat itu. Pembagian harta peninggalan yang dijalankan atas dasar kerukunan
biasanya terjadi dengan penuh pengetahuan bahwa semua anak baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mempunyai hak yang sama atas harta
paeninggalan orang tuanya. Perbedaan agama adalah tidak merupakan soal bukan soal pula siapa yang lahir terlebih dahulu. Apabila ternyata tidak dapat
pemufakatan dalam penyelenggaraan pembiayaan harta peninggalan ini maka hakim hakim adat atau hakim perdamaian desa atau hakim pengadilan negeri
berwenang atas permohonan para ahli waris untuk menetapkan cara
21
Djamanat Samosir, 2013, Ibid, hal. 319.