Lokasi Penelitian Proses Penelitian
dengan dua cara, yaitu saat si pewaris masih hidup atau sebelum meninggal, dan setelah si pewaris meninggal dunia.
Hukum adat tidak mensyaratkan kematian si pewaris, karena hukum adat memandang warisan sebagai suatu proses penerusan dan peralihan harta kekayaan
baik materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. Harta benda yang berbentuk immateriil, tidak perlu si pewaris mati dahulu agar dapat dinikmati oleh
ahli warisnya.
21
Harta kekayaan itu sudah dapat dinikmati oleh ahli waris pada saat si pewaris masih hidup. Objek hukum adat waris yang sangat penting adalah
adanya pewaris, ahli waris, dan harta warisan atau harta peninggalan, merupakan unsur-unsur yang harus ada pada pewarisan yang bersifat mutlak.
Corak khas hukum adat, pada hakikatnya berdasarkan pada pola pikiran konkret atau tidak abstrak, maka soal pembagian harta warisan merupakan
penyerahan harta warisan terhadap ahli waris. Dalam pandangan hukum adat pada hakikatnya pembagian warisan berdasarkan kerukunan dan kepatutan di antara
para ahli waris, yang pembagiannya masing-masing ahli waris mendapat bagian yang pantas.
Untuk menjalankan kerukunan itu semua pihak mengetahui haknya masing-masing menurut hukum sehingga mereka mengetahui juga apabila ada
pembagian yang menyimpang serta seberapa jauh penyimpangan tersebut dari peraturan-peraturan hukum. Atas peraturan hukum dapat diselenggarakan dan
pelaksanaannya mengikat semua pihak yang telah bersepakat itu. Pembagian harta peninggalan yang dijalankan atas dasar kerukunan
biasanya terjadi dengan penuh pengetahuan bahwa semua anak baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mempunyai hak yang sama atas harta
paeninggalan orang tuanya. Perbedaan agama adalah tidak merupakan soal bukan soal pula siapa yang lahir terlebih dahulu. Apabila ternyata tidak dapat
pemufakatan dalam penyelenggaraan pembiayaan harta peninggalan ini maka hakim hakim adat atau hakim perdamaian desa atau hakim pengadilan negeri
berwenang atas permohonan para ahli waris untuk menetapkan cara
21
Djamanat Samosir, 2013, Ibid, hal. 319.
pembagiannya serta memimpin sendiri pelaksanaan pembagiannya.
22
Apabila keputusan hakim belum dapat memuaskan semua pihak bahkan ada beberapa
pihak yang secara terang-terangan menyatakan kurang dapat menerima keputusan itu maka harta peninggalan itu di jual secara umum dan pendapatannya dibagi
sama rata. Harta peninggalan dapat dibedakan dengan:
23
a. Peninggalan tidak terbagi Harta peninggalan yang tidak terbagi adalah seperti harta pusaka di
Minangkabau, tanoh buway atau tanoh menyanak di Lampung, tanah tembawang di Daya Benawas, tanah kalakeran di Minahasa, tanah dati di Ambon. Biasanya
harta kekayaan tersebut merupakan harta peninggalan turun-temurun dari zaman leluhur poyang, buyut dan merupakan milik bersama sekerabat sefamili, dan
biasanya berada di bawah kekuasaan dan pengawasan tua-tua adat minang: penghulu, mamak kepala waris; lampung: punyimbang buway; minahasa: tua
untaranak; ambon, kepala dati. Harta pusaka ini merupakan harta pusaka tinggi yang tidak terbagi pemiliknya, tetapi hanya terbagi hak pakainya seperti disebut
di Minang ganggam bauntuik. Hak pakai atas harta pusaka itu dapat diwariskan dari pewaris kepada waris tertentu.
Harta pusaka tinggi berupa tanah sawah atau tanah peladangan atau bangunan rumah adat lampung, nuwou balak adalah milik kerabat. Di
Minangkabau rumah gadang atau sawah pusaka adalah kepunyaan kaum dimana ibu yang menjadi pusat penguasaannya. Harta pusaka ini bukan saja tidak dibagi
tetapi juga tidak boleh dijual, kecuali dalam keadaan terpaksa hanya boleh digadai minang, disando dengan empat syarat sebagai berikut:
24
1. Adat tak berdiri, artinya pada rumah famili itu sudah harus ada penghulu atau sudah lama pusaka terbenam tidak dapat ditimbulkan karena tiada
penghulu, karena belum cukup biaya untuk mengisi adat, maka untuk itu boleh sawah pusaka digadai.
22
Tolib Setiady, 2009, op. cit, hal. 296.
23
Hilman Hadikusuma, 2003, loc. cit, hal. 38.
24
Hilman Hadikusuma, 2003, Ibid. Hal. 38.