Prosedur Pengawasan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PROSEDUR PENGAWASAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN POLONIA

DISUSUN

O L E H

NAMA : PUTRI ANI M.T SIALLAGAN NIM : 082600115

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR SYALOOM…

Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan penyertaanNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ PROSEDUR PENGAWASAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN POLONIA “. Menyusun Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana muda Jurusan Administrasi Perpajakan.

Dan seperti kata pepatah, Tak Ada Gading yang Tidak Retak. Dalam penulisan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengalaman penulis. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya menambah kesempurnaan laporan PKLM ini dan berguna bagi ilmu pengetahuan kepada semua pihak.

Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai wacana untuk memperluas cakrawala dan ilmu pengetahuan.


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PKLM ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

1.3 Ruang Lingkup PKLM ... 5

1.4 Uraian Teoritis Pelaksanaan PKLM ... 5

1.5 Metode PKLM ... 10

1.6 Metode Pengumpulan Data ... 11

1.7 Sistematika Penulisan Laporan ... 12

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA 2.1 Sejarah Umum KPP Pratama Medan Polonia ... 14

2.2 Visi dan Misi KPP Pratama Medan Polonia ... 15

2.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia ... 15

BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PAJAK PENGHASILAN(PPH) PASAL 21 3.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ... 20

3.1.1 Defenisi Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 20

3.1.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 21

3.1.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 24

3.1.4 Objek Pajak PPh Pasal 21 ... 24


(4)

3.1.6 Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun ... 27

3.1.7 Tabel Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ... 27

3.1.8 Tarif PPh Pasal 21 dan Penerapannya ... 28

3.1.9 Tarif PPh Pasal 21 Final ... 30

3.2 Surat Pemberitahuan (SPT) ... 31

3.3 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 ... 34

BAB IV : ANALISA DAN LAPORAN 4.1 Prosedur Pengawasan SPT Masa PPh Pasal 21 ... 36

4.2 Prosedur Penatausahaan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 38

4.3 Hambatan-hambatan yang dihadapi KPP Pratama Medan Polonia terhadap Pelaksanaan Pengawasan dan Penatausahaan PPh Pasal 21 ... 40

4.4 Upaya KPP Pratama Medan Polonia dalam Meningkatkan Kepatuhan Bagi Wajib Pajak untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakannya .... 41

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... iv LAMPIRAN


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Perguruan Tinggi adalah sebuah institusi yang memberikan studi kepada mahasiswa dan mahasiswinya demi masa depan mereka sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang mandiri, kreatif dan kritis dalam menyikapi perkembangan yang terjadi pada masa kini di dalam berbagai bidang khususnya di bidang yang mereka kuasai dan yang akan mereka geluti dimasa yang akan datang.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya memerlukan kesiapsediaan semua pihak, terlebih di Era Globalisasi sekarang ini dibutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam menghadapi dan mengantisipasi kemajuan tersebut. Unsur yang benar-benar harus disiapkan untuk menghadapi kemajuan tersebut adalah Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Perguruan Tinggi sangat berperan dalam pencapaian Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Dan untuk menjawab tuntutan tersebut perguruan tinggi diharuskan melakukan berbagai cara dalam usaha untuk meningkatkan kualitas atau mutu dari pendidikan tersebut. Berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan ekstrakulikuler, mulai dari praktikum, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan sebagainya.

Di lain pihak Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa Pembangunan Nasional akan terus meningkat seiring dengan perkembangan perekonomian, dan tidak akan berhasil tanpa adanya sumber Penerimaan Negara. Perolehan dana


(6)

tersebut berasal dari Penerimaan Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri. Dan salah satu Penerimaan Dalam Negeri bersumber dari sektor Pajak.

Pajak dijadikan sumber utama Penerimaan Negara daripada sumber-sumber Penerimaan Negara lainnya. Dimana penerimaan yang berasal dari Pajak memberikan kontribusi yang besar dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dari tahun ketahun yang menempatkan Pajak diurutan teratas.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, bahwa sistem pemungutan pajak di Indonesia, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan sistem self assessment. Dimana dalam sistem ini masyarakat wajib untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang. Pada setiap masa pajak, Wajib Pajak contohnya perusahaan memotong PPh Pasal 21 pegawainya dan harus menyetorkan pajak yang dipotong oleh perusahaan tersebut ke kas negara melalui Bank Persepsi, Kantor Pos, atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) lalu melaporakan pajak yang telah disetor tersebut kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Perusahaan atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak. Partisipasi fiskus juga masih sangat diperlukan dalam hal ini yaitu dengan mengawasi perhitungan maupun pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak agar


(7)

pajak yang disetorkan maupun yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan dan tidak merugikan negara.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis mengangkat judul mengenai “ PROSEDUR PENGAWASAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA “.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PKLM

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui prosedur pengawasan dan penatausahaan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh fiskus terhadap tingkat pelaksanaan pelaporan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Polonia.

3. Untuk mengetahui upaya fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya KPP Pratama Medan Polonia.

Sedangkan manfaat dari Praktik Kerja Lapangan (PKLM) ini adalah : Bagi Mahasiswa

1. Diharapkan hasil Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dapat dijadikan sumber inspirasi/pengembangan ilmu dan memperluas


(8)

wawasan penulis mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan pelaporan Pajak khususnya PPh Pasal 21.

2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

3. Merupakan bahan perbandingan antara teori dan praktik yang didapat selama perkuliahan dengan praktik yang terjadi dilapangan.

4. Mengembangkan kemampuan diri dalam menjalin hubungan dengan dunia kerja.

5. Menyiapkan mahasiswa menjadi tenaga kerja baru yang terampil dan profesional menghadapi dunia kerja.

Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia 1. Dapat membantu peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak.

2. Membina kerja sama antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan KPP Pratama Medan Polonia.

3. Mengembangkan pola-pola baru dalam membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pelunasan maupun pelaporan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Polonia.

Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) 1. Diharapkan dengan adanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

ini kerjasama dan interaksi diantara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan KPP Pratama Medan Polonia.


(9)

2. Mempromosikan Sumber Daya Manusia di Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Sumber masukan untuk mempersiapkan para alumni sebagai tenaga kerja yang ahli dan profesional dalam bidangnya.

4. Mengusahakan adanya umpan balik untuk merivisi kurikulum. 1.3 RUANG LINGKUP

1. Prosedur pengawasan dan penatausahaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Polonia.

2. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh fiskus terhadap tingkat kepatuhaan pelaksanaan pelunasan dan pelaporan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Polonia.

4. Untuk mengetahui upaya fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Polonia.

1.4 URAIAN TEORITIS PELAKSANAAN PKLM Tinjauan tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefenisikan :

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan


(10)

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.(Siti, 2000:1)

2. Fungsi Pajak

Pajak dalam suatu negara memiliki beberapa fungsi. Fungsi pajak menurut Mardiasmo terdapat dua fungsi yaitu :

1. Fungsi Penerimaan (budgetair) yaitu pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Contoh: Dana yang dikumpulkan dari hasil pajak digunakan pemerintah untuk membangun fasilitas- fasilitas umum seperti jalan tol, jalan raya, jembatan, rumah sakit pemerintah, dan sebagainya. 2. Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu pajak berfunsi sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh: Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif atau tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.(Siti, 2008:3)


(11)

Sistem Pemungutan Pajak ada 3 (tiga) yaitu :

1. Official asessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang. Sistem ini sudah tidak berlaku lagi di Indonesia.

2. With holding system, sistem pemungutan pajak yang wewenang

menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak, dan/atau pihak yang ditunjuk oleh pemerintah.

3. Self assessment system, sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayarkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. (Fidel, 2008:6)

Tinjauan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak penghasilan (PPh), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Sedangkan pengertian dari Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh atau menerima penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.(Ilyas, 2007:5)

Sedangkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorariun, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau


(12)

kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.(Ilyas, 2007:172)

Pemotong PPh Pasal 21: a. Pemberi kerja

b. Bendaharawan pemerintah c. Dana pensiun

d. Orang Pribadi Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;

e. Penyelenggara kegiatan

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 :

1. Pegawai, baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.

2. Bukan Pegawai 3. Penerima Pensiun 4. Peserta Kegiatan

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas, penerima uang pensiun, bukan pegawai, dan peserta kegiatan atas penghasilan berupa gaji, uang pensiun, honorarium, upah, komisi, fee, tunjangan, uang lembur, dan sebgainya yang dibayarkan secara berkesinambungan ataupun tidak, atau yang dibayarkan secara berkala ataupun sekaligus. (PER-31/PJ/2009)


(13)

Tarif pajak penghasilan yang diberlakukan sejak tanggal 01 Januari 2009:

No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

1 s.d Rp 50.000.000,- 5%

2 Diatas Rp 50.000.000,- s.d Rp 250.000.000,- 15% 3 Diatas Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- 25%

4 Diatas Rp 500.000.000,- 30%

Sumber : Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008 Tinjauan tentang Pengawasan dan Penatausahaan PPh Pasal 21

Setelah diketahui Subjek Pajak, Objek Pajak dan besarnya PPh yang terutang, serta pembayaran PPh, maka kewajiban perpajakan berikutnya adalah melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Sarana untuk melaporkan penghitungan pembayaran PPh tersebut adalah Surat Pemberitahuan (SPT). Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan pehitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.(Ilyas, 2007:8)

Pengawasan terhadap PPh Pasal 21 merupakan suatu proses pengamatan, penelitian, maupun penganalisaan yang dilakukan oleh KPP terhadap pelaporan pelaksanaan kewajiban yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak dalam bentuk SPT PPh Pasal 21, sehingga dapat diketahui Wajib Pajak tersebut melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan atau tidak. Pengawasan dilakukan oleh seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON). Penatausahaan atau pengarsipan dokumen atau data pelaporan Wajib Pajak PPh


(14)

Pasal 21 dikerjakan oleh petugas pada seksi Pelayanan dan seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI).

1.5 METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Adapun metode yang digunakan penulis dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari pengajuan judul, penetapan judul oleh Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU, mencari bahan untuk membuat proposal, pembuatan proposal, seminar proposal, dan berkonsultasi dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

2. Studi Literatur

Penulis mencari bahan penulisan tugas akhir ini dari berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah maupun peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berkaitan dengan laporan penelitian.

3. Observasi Lapangan

Penulis penulis mengamati secara langsung terhadap kegiatan pengawasan dan penatausahan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Polonia.


(15)

4. Pengumpulan Data

Yaitu dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan Praktik ini terdiri dari :

a. Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui dan memahami tentang prosedur pengawasan dan penatausahaan PPh Masa Pasal 21.

b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari referensi ilmiah yang mendukung laporan PKLM.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Penulis melakukan analisa dan evaluasi sesuai dengan fakta-fakta yang ada secara terperinci agar yercapai tujuan yang diinginkan.

1.6 METODE PENGUMPULAN DATA

Penulis melakukan pengumpulan data melalui : 1. Wawancara (Interview)

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada fiskus atau pegawai yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan.

2. Observasi

Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data secara langsung maupun tidak langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati dan mendengarkan informasi yang terkait dengan laporan yang penulis buat dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi.


(16)

3. Dokumentasi

Dalam metode ini penulis berusaha mengumpulkan dan mencari data dengan membuat daftar dokumentasi yang telah diperoleh dari instansi terkait. Penulis juga melakukan pengamatan yang dilakukan berdasarkan bahan bacaan yang diperoleh dari perpustakaan, Undang-Undang Pajak, Peraturan Pemerintah, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi penulis untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam tugas akhir ini.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang masalah yang menjadi dasar pemikiran dalam pemilihan judul laporan, ruang lingkup, uraian teoritis, tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), metode penelitian serta sistematika penulisan laporan.

BAB II : DESKRIPSI UMUM LOKASI PKLM

Dalam bab ini penulis menerangkan tentang sejarah singkat, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, keadaan pegawai/karyawan. Dan mekanisme administrasi seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP Pratama Medan Polonia.


(17)

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang ketentuan,objek dan subjek, cara perhitungan, cara penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI DATA

Pada bab ini penulis akan mencoba menganalisa prosedur pengawasan dan penatausahaan di KPP Pratama Medan Polonia, serta mencari tahu tentang hambatan-hambatan yang dihadapi KPP Pratama Medan Polonia dalam hal tingkat kepatuhan pelaksanaan pelaporan PPh Pasal 21.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran, yaitu menguraikan secara garis besar mengenai objek praktik dan permasalahan yang dihadapi penulis.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Umum KPP Pratama Medan Polonia

Sesuai dengan keputusan Menteri Keungan Republik Indonesia No. 443/KMK 01/2001, maka pada awal tahun 2002 berdirilah Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat.

KPP Pratam Medan Polonia terletak di Jl. P. Diponegoro No. 30A Medan. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia mencakup 5 (lima) kecamatan, yaitu :

1. Kecamatan Medan Maimun. 2. Kecamatan Medan Polonia. 3. Kecamatan Medan Baru. 4. Kecamatan Medan Selayang. 5. Kecamatan Medan Tuntungan. 6. Kecamatan Medan Johor.

Sesuai dengan surat edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang persiapan Sistem Administrasi Perpajakan Modren pada kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia maka pada tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia.


(19)

KPP Pratama Medan Polonia memiliki visi sebagai Kantor Pelayanan Pajak yang profesional dengan kinerja yang baik dan yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kanwil I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara.

Misi dari KPP Pratama Medan polonia adalah untuk meningkatkan penerimaan dan pendapatan negara melalui penerimaan Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan meningkatkan informasi pajak yang baik dan senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tat tertib administrasi.

2.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia

Struktur organisasi adalah kerangka kerja menyeluruh mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing bagian kerja dengan tujuan yang ditentukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.

Struktur organisasi dan penjabaran tugas di KPP Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :

a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib


(20)

pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga serta perlengkapan..

c. Seksi Ekstensifikasi

Seksi ekstensifikasi mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi dalam pendaftaran wajib pajak, penatausahaan penerimaan dan pengecekan SPT, pengurusan kearsipan berkas wajib pajak.

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian, dan penatausahaan bagi hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis


(21)

computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

e. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

f. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.

g. Fungsional Pemeriksa Pajak

Kelompok fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan.

h. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dalam hal penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.


(22)

i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III, IV)

Memiliki tugas dalam hal mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan wajib pajak (PPh, PPN dan PPnBM, BPHTB, dan pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisa kinerja wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP terdapat 4 (empat) kepala seksi pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah tertentu.

j. Unit Fiskal Luar Negeri

Unit Fiskal Luar Negeri mempunyai tugas memberikan layanan fiskal luar negeri kepada warga negara Indonesia yang berhak bepergian keluar negeri. Unit ini berada di Bandara Internasional Polonia Medan, dan bertugas setiap hari.


(23)

BAB III

GAMBARAN DATA TENTANG PAJAK PENGHASILAN 3.1Pajak Penghasilan Pasal 21

3.1.1 Defenisi Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.

Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh:

f. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

g. Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah, serta kedutaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

h. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang membayarkan uang pensiun dan


(24)

pembayaran lain seperti Jaminan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

i. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

j. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan , yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. 3.1.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

5. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap, melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis dengan pemberi kerja baik badan maupun orang pribadi, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri maupun BUMN atau BUMD.

Ada 2(dua) kategori pegawai :

a. Pegawai Tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan


(25)

komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.

b. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya ,menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 6. Penerima uang pesangon, pensiun atau manfaat pensiun, tunjangan

hari tua, dan atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya

7. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c. Olahragawan;

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator;


(26)

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk tehnik, komputer dan atau sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g. Agen iklan;

h. Pengawas atau pengelola proyek;

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

j. Petugas penjaja barang dagangan; k. Petugas dinas luar asuransi;

l. Distributor perusahaan multi level marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

8. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a. Pesertaperlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, dan IPTEK.

b. Peserta rapat, konfrensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.

c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelengara kegiatan tertentu.

d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. Peserta kegiatan lainnya.


(27)

3.1.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian Penerima pe nghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 ialah :

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama, dengan syarat :

a. Bukan WNI

b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

3.1.4 Objek Pajak PPh Pasal 21

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.


(28)

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiunan diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutus hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran lainnya.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuka apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

3.1.5 Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 :


(29)

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikamatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan norma perhitungan khusus (deemed profit)

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran tunjangan Hari Tua atau iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelengara Jaminan Sosial Tenga Kerja yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.


(30)

3.1.6 Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- sebulan.

Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan.

3.1.7 Tabel Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

S u m

ber : Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008

*) anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Setahun Sebulan Untuk diri pegawai Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Tambahan pegawai kawin Rp 1.320.000 Rp 110.000 Tambahan untuk setiap

keluarga*) maks 3 orang


(31)

3.1.8 Tarif PPh Pasal 21 dan Penerapannya Tabel 3.2

Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

s.d Rp 50.000.000,- 5%

diatas Rp 50.000.000,- s.d Rp 250.000.000,- 15% diatas Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- 25% Diatas Rp 500.000.000,- 30% Sumber : Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008

Tarif yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak penghasilan pasal 21 ialah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Dan penerapan Tarif UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a sebagai berikut:

1. Pegawai tetap, penerima pensiuna bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut :

a. Pegawai tetap : Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan; dikurangi iuran pensiun , iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Penerima pensiun bulanan, penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun lalu dikurangi PTKP.


(32)

c. Bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan : 50% dari penhasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

2. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan.

3. Bagi peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah.

4. Bagi pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000,- sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000,- dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000,-. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.


(33)

3.1.9 Tarif PPh Pasal 21 Final

Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Atas uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara JAMSOSTEK, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Atas jumlah penghasilan bruto sebesar Rp 25.000.000,- atau kurang tidak dikenakan Pajak Penghasilan.

b. Atas jumlah diatas Rp 25.000.000,- diatur dengan ketentuan sesuai dengan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a. 2. Tarif sebesar 15% dan bersifat final diterapkan atas penghasilan

bruto berupa honorarium yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS golongan II/d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.


(34)

3.2 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan.

Setiap Wajib Pajak harus mengisi SPT dengan benar, lengkap, jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, dan angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan mendatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak PPh ialah sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.


(35)

c. Harta dan kewajiban

d. Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak.

SPT masa yang untuk pelaporan PPh Pasal 21 ialah SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 atau sering disebut juga dengan SPT Masa 1721. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak paling lama 10 (sepuluh) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya masa pajak.

Dalam pengisian dan penyampaian SPT wajib pajak harus mengambil sendiri formulir SPT pada Kantor Pelayanan pajak setempat (Dengan menunjukkan NPWP) atau mengunduh SPT melalui www.pajak.go.id dan selanjutnya mengisi formulir SPT dengan benar, jelas, dan lengkap serta menandatangani sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar, akan dikenakan sanksi perpajakan PPh Pasal 21. Apabila SPT PPh 21 tidak disampaikan tepat waktu akan dikenai denda sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sanksi pidana juga dikenakan terhadap setiap orang karena kealpaanya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi


(36)

isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara dalam hal kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian SPT Masa PPh dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan secara elektronik kepada


(37)

Direktorat Jenderal Pajak. (Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)

3.3 Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21

1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima bulanan

Contoh: Rudi adalah pegawai tetap di PT Surya sejak Januari 2009. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,- sebulan. Rudi menikah tetapi belum mempunyai anank (status K/0).

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:

Gaji sebulan/penghasilan bruto = Rp 2.000.000

Pengurangan:

Biaya jabatan: 5% x Rp 2.000.000: Rp 100.000

Iuran Pensiun : Rp 50.000

Total Pengurangan = Rp 150.000


(38)

PTKP setahun: WP sendiri : Rp 15.840.000

Tambahan WP kawin : Rp 1.320.000

Total PTKP = Rp 17.160.000

PKP setahun = Rp 5.040.000

PPh Pasal 21: 5% x Rp 5.040.000 = Rp 252.000


(39)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

5.1 Prosedur Pengawasan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21

Pengawasan terhadap SPT Masa PPh Pasal 21 merupakan suatu proses pengamatan, penelitian, maupun penganalisaan yang dilakukan oleh KPP terhadap laporan pelaksanaan kewajiban yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak dalam bentuk SPT Masa PPh Pasal 21, sehingga dapat diketahui Wajib Pajak tersebut telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan atau tidak. Kegiatan pengawasan terhadap SPT Masa PPh Pasal 21 dilakukan oleh Account Representative (AR), yaitu petugas pelaksana pada seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON).

Pengawasan dilakukan dengan menguji kepatuhan Wajib Pajak, ada dua jenis kepatuhan Wajib Pajak yaitu :

1. Kepatuhan Formal, kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajak secara formal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2. Kepatuhan Material, kepatuhan Wajib Pajak memenuhi semua ketentuan material (subyek, obyek, tarif) sesuai isi UU Perpajakan (UU PPh).

Account Representative (AR) melakukan pengawasan dengan berbagai cara seperti meneliti data Wajib Pajak tersimpan di Sistem Informasi Perpajakan Modifikasi atau disingkat dengan SIPMOD, arsip atau dokumen Wajib Pajak dari rumah berkas di seksi pelayanan, atau AR mencari tahu data-data terbaru


(40)

Wajib Pajak dengan mengamati secara langsung lokasi Wajib bertempat tinggal ataupun berusaha, atau AR mencari informasi dari media masa seperti surat kabar.

Tata Cara Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Kepatuhan Material Wajib Pajak Prosedur Kerja :

1. Berdasarkan data atau informasi yang berasal dari internal maupun eksternal Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan potensi Wajib Pajak yang dapat ditindaklanjuti, Account Representative (AR) membuat uraian penelitian dan analisis kepatuhan Wajib Pajak.

2. Dalam hal berdasarkan penelitian dan analisis diketahui bahwa Wajib Pajak tidak merespon sama sekali surat himbauan yang telah 3 (tiga) kali dikirimkan, Account Representative membuat usulan pemeriksaan khusus untuk diteliti dan disetujui Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi serta diteruskan ke Seksi Pemeriksaan.

3. Berdasarkan uraian penelitian dan analisis kepatuhan material Wajib Pajak yang telah dibuat Account Representative, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi bersama-sama dengan Account

Representative melakukan pembahasan kemudian memberikan

persetujuan atas uraian penelitian tersebut.

4. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disetujui, Account Representative memperbaiki uraian penelitian, membuat konsep surat himbauan, mencetak, dan meneruskan dokumen-dokumen tersebut ke Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.


(41)

5. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menandatangani uraian penelitian dan surat himbauan.

6. Account Representative menatausahakan surat himbauan dan

menyampaikannya kepada Wajib Pajak melalui Subbagian Umum. 4.2 Prosedur Penatausahaan Pajak Penghasilan Pasal 21

Tata Cara Penatausahaan Surat, Dokumen, dan Laporan Wajib Pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu

Prosedur Kerja :

1. Wajib Pajak menyampaikan mengajukan permohonan atau surat-surat lainnya melalui Tempat Pelayanan Terpadu.

2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima, meneliti, dan melakukan validasi kelengkapan surat atau laporan baik dalam bentuk kertas maupun digital.

3. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu merekam dan mencetak Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen( LPAD).

4. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu merekam Surat dan atau laporan yang diterima melalui Kantor Penyuluhan Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan tanpa menerbitkan LPAD/BPS.

5. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu merekam surat dan atau laporan yang diterima melalui surat tercatat PT Pos Indonesia atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk mencetak LPAD/BPS dengan tanggal penerimaan sesuai tanggal


(42)

penerimaan pada PT Pos Indonesia atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.

6. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencantumkan nama, NIP, dan tanda tangan Petugas Tempat Pelayanan Terpadu yang bersangkutan serta cap Kantor Pelayanan Pajak pada BPS. Dalam hal Wajib Pajak datang langsung, BPS langsung diserahkan ke Wajib Pajak pada saat itu juga.

7. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menyatukan LPAD dengan surat atau laporan.

8. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak Register Harian penerimaan surat dan laporan dalam rangkap dua pada setiap akhir hari kerja.

9. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menyerahkan surat, laporan, dan Register Harian kepada seksi terkait.

10. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mengarsipkan Register Harian.

Prosedur selanjutnya SPT PPh Pasal 21 yang masuk dikirim ke seksi PDI untuk direkam. Setelah perekaman selesai SPT PPh Pasal 21 dikembalikan ke seksi Pelayanan untuk diarsipkan ke rumah berkas.


(43)

4.3 Hambatan-hambatan yang dihadapi KPP Pratama Medan Polonia terhadap pelaksanaan Pengawasan dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Pasal 21

Hambatan dari pihak Fiskus :

1. Jumlah fiskus yang tidak sebanding dengan Wajib Pajak. Dimana satu orang AR bertugas mengawasi satu atau lebih kelurahan. Sehingga pengawasan ataupun penatausahaan menjadi tidak efektif.

2. Sistem yang belum terintegrasi secara maksimal. Sampai saat ini pengawasan maupun penatausaahan masih menggunakan sistem semi manual. Sistem semi manual yaitu penggunaan tenaga dan pemikiran manusia untuk mengoperasikan komputer maka setiap ada SPT yang bermasalah harus diteliti satu persatu terlebih dahulu sehingga kurang efisien.

Hambatan dari sisi Wajib Pajak :

1. Kurangnya kesadaran untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Masih banyak Wajib Pajak yang melanggar peraturan perundang-undangan seperti tidak menyampaikan SPT tepat waktu atau mengisi formulir dengan keterangan palsu.

2. Terbatasnya pengetahuan tentang perpajakan.


(44)

4.4 Upaya KPP Pratama Medan Polonia Dalam Meningkatkan Kepatuhan Bagi Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakannya

Adapun upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu :

1) Memberikan himbauan, teguran dan sanksi berupa denda ataupun bunga bahkan sanksi pidana. Beberapa contoh dari penerapan dari himbauan, teguran, maupun sanksi :

a. Menerbitkan Surat himbauan pembetulan SPT apabila terjadi kesalahan dalam pengisiaan SPT, terdapat informasi yang seharusnya dilaporkan dalam SPT dan tidak dilaporkan di dalam SPT dan berdasarkan penilitian terdapat ketidakbenaran pengisian SPT.

b. Dalam hal SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yaitu tanggal 20 (dua puluh) setiap masa pajak AR dapat menerbitkan Surat Teguran atau langsung menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) tanpa menerbitkan Surat Teguran terlebih dahulu.

c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menanggapi Surat Teguran atau dalam jangka waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

d. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) apabila pajak tidak atau kurang dibayar, dari hasil penelitian terdapat kurang bayar


(45)

akibat salah tulis atau salah hitung, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

2) Memberikan informasi tentang pajak

Sebaiknya informasi yang diberikan kepada masyarakat, tidaklah sekedar agar masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi juga mengenai hak mereka sebagai wajib Pajak dan manfaat membayar pajak bagi mereka. Pemberian informasi tentang pajak tidaklah cukup dengan hanya diberikan melalui Kantor Pelayanan Pajak saja, tetapi juga disampaikan melalui media-media yang mudah didapatkan oleh masyarakat baik itu media masa maupun media elektronik. Adapun media tersebut antara lain :

a. Radio

Sebagai media elektronik yang menyebarkan informasi mengenai perpajakan seperti cara pengisisan SPT, waktu penyampaian SPT, atau himbauan untuk membayar pajak. Beberapa stasiun radio yang bekerja sama dengan KPP Pratama Medan Polonia seperti Radio Smart Fm, Sonia Fm, dan Trijaya Fm.

b. Surat Kabar

Informasi yang diperoleh melalui surat kabar mengenai pemberitahuan tentang batas waktu penyampaian SPT dan sanksi yang akan dikenakan terhadap Wajib Pajak yang


(46)

terlambat menyampaikan atau tidak menyampaikan SPT, atau himbauan untuk membayar pajak.

c. Internet

Untuk mengetahui informasi terbaru mengenai perpajakan di Indonesia, kita dapat mengunjungi situs Direktorat Jenderal Pajak yaitu

d. Membagikan atau menyediakan di Kantor Pelayanan Pajak yaitu modul-modul mengenai jenis pajak tertentu, selebaran-selebaran pajak, ataupun dapat berupa spanduk pada jalan raya untuk memberitahukan informasi tentang pajak.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengawasan PPh Pasal 21 dilakukan untuk menjaga Wajib Pajak tetap berada dikoridor yang tepat, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penatausahaan atau pengarsipan ada 2 (dua) bentuk pengarsipan yaitu pengarsipan dokumen secara fisik yaitu pengarsipan SPT Masa 1721, LPAD, Bukti Potong, SSP, maupun pengarsipan berupa dokumen elektronik yaitu perekaman data ke dalam SIPMOD.

2. Hambatan atau kesulitan yang dihadapi KPP Pratama Medan Polonia berasal dari fiskus maupun WP sendiri.Namun hambatan paling utama ialah masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan itu sendiri khususnya mekanisme pelunasan PPh Pasal 21.

3. Penerapan sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan salah cara yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Medan Polonia. Untuk itu diperlukan ketegasan dalam


(48)

mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.

5.2 Saran

Berkaitan dengan pokok-pokok bahasan dari laporan ini, penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak hendaknya menambah jumlah AR untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak.

2. Untuk lebih mengefektifkan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 diperlukan metode yang lebih memudahkan pengisian dan pelaporannya. Seperti penyederhanaan formulir, dengan demikian SPT Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pengisiannya.

3. Kegiatan penyuluhan terhadap Wajib Pajak mengenai Pajak Penghasilan itu sendiri harus ditingkatkan. Sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya berdasarkan ketentuan yang peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mewujudkan masyarakat sadar dan peduli pajak.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Fidel, 2008, Pajak Pengahasilan, Carofin Publishing, Jakarta.

Ilyas, Wirawan B., dan Rudi Suhartono, 2007, Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Resmi Siti, 2005, Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009, tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetora dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009, tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Standard Operating Procedurs Direktorat Jenderal Pajak Nomor KPP30-0001, tentang Tata Cara Penatausahaan Surat, Dokumen, dan Laporan Wajib Pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu.

Standard Operating Procedurs Direktorat Jenderal Pajak Nomor KPP70-0079, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Kepatuhan Material Wajib Pajak.


(1)

4.4 Upaya KPP Pratama Medan Polonia Dalam Meningkatkan Kepatuhan Bagi Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakannya

Adapun upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu :

1) Memberikan himbauan, teguran dan sanksi berupa denda ataupun bunga bahkan sanksi pidana. Beberapa contoh dari penerapan dari himbauan, teguran, maupun sanksi :

a. Menerbitkan Surat himbauan pembetulan SPT apabila terjadi kesalahan dalam pengisiaan SPT, terdapat informasi yang seharusnya dilaporkan dalam SPT dan tidak dilaporkan di dalam SPT dan berdasarkan penilitian terdapat ketidakbenaran pengisian SPT.

b. Dalam hal SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yaitu tanggal 20 (dua puluh) setiap masa pajak AR dapat menerbitkan Surat Teguran atau langsung menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) tanpa menerbitkan Surat Teguran terlebih dahulu.

c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menanggapi Surat Teguran atau dalam jangka waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

d. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) apabila pajak tidak atau kurang dibayar, dari hasil penelitian terdapat kurang bayar


(2)

akibat salah tulis atau salah hitung, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

2) Memberikan informasi tentang pajak

Sebaiknya informasi yang diberikan kepada masyarakat, tidaklah sekedar agar masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi juga mengenai hak mereka sebagai wajib Pajak dan manfaat membayar pajak bagi mereka. Pemberian informasi tentang pajak tidaklah cukup dengan hanya diberikan melalui Kantor Pelayanan Pajak saja, tetapi juga disampaikan melalui media-media yang mudah didapatkan oleh masyarakat baik itu media masa maupun media elektronik. Adapun media tersebut antara lain :

a. Radio

Sebagai media elektronik yang menyebarkan informasi mengenai perpajakan seperti cara pengisisan SPT, waktu penyampaian SPT, atau himbauan untuk membayar pajak. Beberapa stasiun radio yang bekerja sama dengan KPP Pratama Medan Polonia seperti Radio Smart Fm, Sonia Fm, dan Trijaya Fm.

b. Surat Kabar

Informasi yang diperoleh melalui surat kabar mengenai pemberitahuan tentang batas waktu penyampaian SPT dan sanksi yang akan dikenakan terhadap Wajib Pajak yang


(3)

terlambat menyampaikan atau tidak menyampaikan SPT, atau himbauan untuk membayar pajak.

c. Internet

Untuk mengetahui informasi terbaru mengenai perpajakan di Indonesia, kita dapat mengunjungi situs Direktorat Jenderal Pajak yaitu

d. Membagikan atau menyediakan di Kantor Pelayanan Pajak yaitu modul-modul mengenai jenis pajak tertentu, selebaran-selebaran pajak, ataupun dapat berupa spanduk pada jalan raya untuk memberitahukan informasi tentang pajak.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengawasan PPh Pasal 21 dilakukan untuk menjaga Wajib Pajak tetap berada dikoridor yang tepat, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penatausahaan atau pengarsipan ada 2 (dua) bentuk pengarsipan yaitu pengarsipan dokumen secara fisik yaitu pengarsipan SPT Masa 1721, LPAD, Bukti Potong, SSP, maupun pengarsipan berupa dokumen elektronik yaitu perekaman data ke dalam SIPMOD.

2. Hambatan atau kesulitan yang dihadapi KPP Pratama Medan Polonia berasal dari fiskus maupun WP sendiri.Namun hambatan paling utama ialah masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan itu sendiri khususnya mekanisme pelunasan PPh Pasal 21.

3. Penerapan sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan salah cara yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Medan Polonia. Untuk itu diperlukan ketegasan dalam


(5)

mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.

5.2 Saran

Berkaitan dengan pokok-pokok bahasan dari laporan ini, penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak hendaknya menambah jumlah AR untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak.

2. Untuk lebih mengefektifkan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 diperlukan metode yang lebih memudahkan pengisian dan pelaporannya. Seperti penyederhanaan formulir, dengan demikian SPT Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pengisiannya.

3. Kegiatan penyuluhan terhadap Wajib Pajak mengenai Pajak Penghasilan itu sendiri harus ditingkatkan. Sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya berdasarkan ketentuan yang peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mewujudkan masyarakat sadar dan peduli pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fidel, 2008, Pajak Pengahasilan, Carofin Publishing, Jakarta.

Ilyas, Wirawan B., dan Rudi Suhartono, 2007, Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Resmi Siti, 2005, Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009, tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetora dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009, tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Standard Operating Procedurs Direktorat Jenderal Pajak Nomor KPP30-0001, tentang Tata Cara Penatausahaan Surat, Dokumen, dan Laporan Wajib Pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu.

Standard Operating Procedurs Direktorat Jenderal Pajak Nomor KPP70-0079, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Kepatuhan Material Wajib Pajak.