Teori Tentang Ekspor Perdagangan Internasional

2 Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi, dan tebu SHS dan tetes. 2.2 Ekspor 2.2.1 Pengertian Ekspor Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia. Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang- barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing Amir, 2004.

2.2.2 Teori Tentang Ekspor Perdagangan Internasional

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif teori-teori klasik dan H-O yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia Tambunan, 2001. Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor perdagangan internasional, yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Adam Smith 1729 – 1790 Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut absolute advantage”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing. b. David Ricardo David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif comparative adavantage”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara Universitas Sumatera Utara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor. c. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin Teori Heckscher dan Ohlin H-O termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif opportunity cost berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi tenaga kerja, modal, dan tanah yang dimilki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang. Maka sesuai hukum pasar permintaan dan penawaran, harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi Universitas Sumatera Utara dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian. Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input faktor produksi utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. d. Cho dan Moon Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju. Universitas Sumatera Utara Lingkungan Bisnis Sumber Daya yang Dianugerahkan Daya Saing Internasional Permintaan Domestik Industri Terkait dan Pendukung Politisi dan Birokrat Pekerja Para Wirausahawan Manajer dan Insinyur Peristiwa Penting Gambar 2.1 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional Menurut Sukirno dalam Hanjaswara, 2006, faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut : a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara. b. Proteksi di negara-negara lain Universitas Sumatera Utara Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. c. Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

2.2.3 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan, dan Prosedur Ekspor a.