Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs, Dan Inflasi Terhadap Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI

TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA

UTARA

Proposal Skripsi

Diajukan Oleh:

NAMA : HERAMIDA YANTY BATUBARA

NIM : 050501006

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

N a m a : HERAMIDA YANTI BATUBARA N I M : 050501006

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA

Tanggal ... Pembimbing,

( HB. TARMIZI, SU )


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN H a r i :

Tanggal :

N a m a : HERAMIDA YANTI BATUBARA N I M : 050501006

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) ( HB. Tarmizi, SU ) NIP. 132206574 NIP.

Penguji I Penguji II

( Rahmad Sumanjaya, Msi ) ( Kasypul Mahali, M.Si ) NIP. NIP.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

N a m a : Heramida Yanti Batubara N I M : 040501093

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA

Tanggal ... Ketua Departemen,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) NIP. 132206574

Tanggal ... Dekan,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec) NIP. 131285985


(5)

ABSTRACT

Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors.

For analyzing the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities.

The result of the research shows that the interest rate, kurs, and inflation give a significance influence to exports of agriculture commodities with a determinant coefficient (R2) 77%.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil‘alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs, dan Inflasi Terhadap Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara”. Dan juga shalawat berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda H. Rido Batubara dan Ibunda Hj. Nelmi Sari Nasution yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis sepanjang hayat.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.


(7)

5. Bapak Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si dan Kasypul Mahali, M.Si selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang sangat berharga.

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. Juga kepada para penulis buku, jurnal, artikel, dan opini yang telah menyediakan literatur yang sangat berarti. Jangan berhenti berkarya.

9. Abang Sorymuda Pulungan, S.Sos., Drg. Ahmad Zarnawi, Juni Ashari Nasution, SE., Dani Sahputra, SE. Terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya serta telah menjadi teladan yang baik.

10. Sahabat Sekaligus rekan kerjaku Suhailah, Yeno, Herna, Yesi, Maisyarah, Yola, dll serta rekan-rekan seperjuangan di Ekonomi Pembangunan.

11. Teman, rekan, sahabat, saudara, keluarga, dan semua nyawa lainnya yang telah dan selalu menemani, mewarnai kehidupan dan mendewasakan Penulis, memberikan inspirasi serta meneriakkan bahwa “aku bias” yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu.


(8)

Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif, sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian, terutama Penulis.

Medan. Mei 2009 Penulis,

HERAMIDA YANTI BATUBARA


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sektor Pertanian ... 9

2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian ... 9

2.2 Ekspor... 11

2.2.1 Pengertian Ekspor ... 11

2.2.2 Teori Tentang Ekspor ……… 11

2.2.3 Strategi dan Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor ...………... 17

2.2.4 Manfaat Ekspor ……….. 23

2.3 Suku Bunga ... 23


(10)

2.3.2 Fungsi Tingkat Suku Bunga ... 24

2.3.3 Jenis-jenis Suku Bunga ... 25

2.3.4 Teori Suku Bunga ... 26

2.4 Kurs ... 32

2.4.1 Pengertian Kurs ... 32

2.4.2 Pasar Valuta Asing ... 34

2.4.3 Keseimbangan Kurs ... 34

2.5 Inflasi... 35

2.5.1 Pengertian Inflasi... 35

2.5.2 Jenis-jenis Inflasi... 37

2.5.3 Sebab-sebab Inflasi ... 42

2.5.4 Pengaruh Inflasi ………. 44

2.5.5 Teori Inflasi ……… 45

2.5.6 Biaya Sosial dari inflasi ………. 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 50

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 50

3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 50

3.4 Pengolahan Data ... 51

3.5 Model Analisis Data ... 51

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 52

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 52

3.6.2 T-Test (Uji Parsial) ... 52

3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak) ... 53


(11)

3.8 Defenisi Operasional Variabel ……… 59

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara... 60

4.1.1 Kondisi Geografis ... 60

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi... 61

4.1.3 Kondisi Demografi ... 61

4.1.4 Potensi Wilayah... 62

4.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara ... 63

4.3 Perkembangan Suku Bunga Kredit ... 65

4.4 Perkembangan Kurs ... 67

4.5 Perkembangan Inflasi ... 69

4.6 Analisis Data ... 71

4.7.1 Interpretasi Model ... 72

4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)... 73

4.7.3 Uji Asumsi Klasik... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

1.1 Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara Tahun 2006……….. 2

1.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Tahun 2000-2006……… 4

1.3 Perkembangan Kurs Rupiah tahun 2000-2006 ... 5

2.1 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional . 16

2.2 Kurva Teori Klasik tentang Tingkat Bunga... 27

2.3 Kurva Teori Keynes tentang Tingkat Bunga………. 30

2.4 Inflationary Gap……… 39

2.5 Kurva Demand-Pull Inflation………... 40

2.6 Kurva Cost-Push Inflation……… 41

3.1 Kurva Uji t Statistik . ... 53

3.2 Kurva Uji f Statistik……….. 54

3.3 Kurva D-W Statistik………. 58

4.1 nilai FOBEkspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara Tahun 2006... 64

4.2 Uji t-Statistik Suku Bunga Kredit... 74

4.3 Uji t-Statistik Kurs... 75

4.4 Uji t-Statistik Inflasi... 76

4.5 Uji F-Statistik... 78


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

1.1 Perkembangan Tingkat Inflasi Sumatera Utara 2000-2006... 6

3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test……… 57

4.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara 1985-2006... 65

4.2 Perkembangan Suku Bunga Kredit 1985-2006... 67

4.3 Perkembangan Kurs 1985-2006... 69

4.4 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara 1985-2006... 70


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Data Variabel Dependen dan Indepanden

2 Hasil Regresi Linear Berganda


(15)

ABSTRACT

Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors.

For analyzing the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities.

The result of the research shows that the interest rate, kurs, and inflation give a significance influence to exports of agriculture commodities with a determinant coefficient (R2) 77%.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang berada dekat dengan garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami iklim tropis basah dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan suhu udara beragam antara 12,40 – 34,20 C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera Utara memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.

Salah satu potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh dunia tahu bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah daerah yang berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari Afrika hingga Amerika Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di sekitar khatulistiwa cocok untuk tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang terkandung dalam tanah tidak mendukung untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang paling cocok dan memungkinkan kelapa sawit tumbuh dengan baik adalah Sumatera (Suryopratomo, 2004). Selain kelapa sawit, Sumatera Utara juga dikenal dengan kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau Jawa, bahkan Eropa. Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor kehutanan, peternakan, dan perikanan.

Sebagai daerah yang memiliki potensi yang besar di sektor pertanian, sudah sepantasnya Sumatera Utara mengandalkan komoditas pertanian. Hampir seluruh kabupaten yang ada di Sumatera Utara memiliki komoditas pertanian yang berlimpah. Berlimpahnya komoditas pertanian yang dihasilkan menyebabkan komoditas pertanianan menjadi komoditas yang srategis untuk dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Hal tersebut dapat dilihat pada Grafik 1.1. Komoditi utama ekspor Sumatera Utara adalah lemak dan minyak nabati


(17)

mencapai 1.790,8 juta dollar Amerika dan diikuti oleh getah karet alam sebesar 1.319,3 juta dollar Amerika serta kopi sebesar 176,5 juta dollar Amerika.

1790.8 1319.3

176.5 128 120 355.6

0 500 1000 1500 2000 N il a i F O B (juta U S $ )

Lemak dan Minyak Nabati Getah Karet Alam

Kopi Kayu Lapis dan Sebagainya

Udang, Kerang, dan Sebagainya Lainnya Komoditas Pertanian

Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)

Grafik 1.1

Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara Tahun 2006

Secara keseluruhan pada tahun 2006, Sumatera Utara telah mengekspor komoditas pertanian dengan nilai FOB 3.890,2 juta US$. Hasil tersebut telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3.242,3 juta US$.

Pada sisi lainnya, produktivitas eksportir juga ditentukan oleh kemampuannya mengolah modal yang dapat berasal dari modal pribadi maupun bank. Stabilitas modal memastikan stabilitas produktivitas perusahaan dalam memproduksi barang (Hanjaswara, 2006). Jika eksportir tidak memiliki modal pribadi yang cukup besar, eksportir dapat mengajukan kredit kepada pihak ketiga, seperti bank. Hal tersebut perlu dilakukan karena menurut Tjoekam (1999), kredit dapat membuat kegiatan usaha semakin lancar dan baik daripada sebelumnya serta meningkatkan keuntungan perusahaan.


(18)

Mengkhusus pada modal bank, besar kecilnya kredit tergantung pada tingkat bunga kredit. Tingkat bunga kredit yang semakin tinggi menyebabkan pengusaha atau eksportir akan mengurangi jumlah pinjamannya, sehingga berdampak pada jumlah penawaran yang mampu diciptakan eksportir. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2006 terlihat adanya kecenderungan penurunan tingkat suku bunga kredit (Grafik 1.2). Pada tahun 2000, suku bunga kredit berada pada titik 25,2 %. Kemudian turun lagi pada tahun berikutnya menjadi 24,95 %. Hingga akhirnya pada tahun 2006 menyentuh angka 14,26 %. Keadaan ini tentu saja menjadi pertanda yang baik bagi para debitur.

25.2 24.95

22.8 23.68 22.2

14.71 14.26

0 5 10 15 20 25 30

Suku Bunga Kredit Tingkat Suku Bunga Kredit (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun

Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)

Grafik 1.2


(19)

Menurut Amir (2004), ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Dengan kata lain, dalam melakukan ekspor besar-kecilnya nilai ekspor tergantung dari ekspor.

Oleh sebab itu, perlu dilihat perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, khususnya Dollar Amerika, karena Dollar Amerika merupakan mata uang utama dunia sejak perang II. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada saat itu, perekonomian di negara Eropa hancur akibat perang dan di lain pihak tanah Amerika tidak tersentuh oleh perang tersebut, walaupun Amerika ikut serta dalam peperangan tersebut (Berlianta, 2004).

Kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000). Jadi jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika, maka eksportir akan memperoleh keuntungan lebih. Namun kenyataan di lapangan tidak selalu berpihak kepada eksportir. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika selalu berfluktuasi. Pada tahun 2000, nilai kurs Rupiah berada pada angka Rp 9.525. Kemudian melemah menjadi Rp 10.625 pada tahun berikutnya dan keadaan ini terus berfluktuasi hingga tahun 2006 (Grafik 1.3)


(20)

9525 10625 9261 8571 8938.9 9704.7 9167 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Kurs (Rupiah) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2000

Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)

Grafik 1.3

Perkembangan Kurs Rupiah 2000 – 2006

Ternyata tidak hanya kurs yang berfluktuasi. Tingkat inflasi pun ikut mengalami hal yang sama. Seperti yang terlihat pada tabel 1.1 , 5,73 % adalah titik inflasi pada tahun 2000. Tahun berikutnya inflasi melambung hingga menjadi dua digit (15,5 %). Tetapi, selama dua tahun berikutnya inflasi terus menurun hingga menyentuh titik 4,23 %. Pada tahun 2005, tingkat inflasi kembali melambung hingga menyentuh level dua digit.

Tabel 1.1

Perkembangan Tingkat Inflasi Sumatera Utara 2000 – 2006

Tahun Inflasi (%)

2000 5,73 2001 15,50 2002 9,49 2003 4,23 2004 6,80 2005 22,41


(21)

2006 6,11 Sumber : BPS Sumatera Utara

Tingkat inflasi yang tinggi sangat mengkhawatirkan eksportir, apalagi jika mencapai dua digit. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri terus mengalami kenaikan. Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan semakin tinggi (Hanjaswara, 2006).

Fluktuasi mata uang dalam negeri yang sangat drastis terhadap Dollar Amerika disertai inflasi yang tinggi sangat memberi pengaruh pada kemampuan berproduksi dan menjual para pengekspor dalam negeri. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga kredit, kurs, dan inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara. Judul yang diangkat penulis untuk menganalisa hal tersebut adalah “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs, dan Inflasi Terhadap Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh suku bunga kredit terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara?

b. Bagaimana pengaruh kurs terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara? c. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:


(22)

a. Suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.

b. Kurs berpengaruh positif terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara. c. Inflasi berpengaruh negatif terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya: 1. Guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.

2. Sebagai bahan studi atau literatur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang pengaruh suku bunga kredit, kurs, dan inflasi terhadap ekspor.

3. Sebagai pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang sama yang sudah ada sebelumnya.

4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang penulis tekuni.

5. Sebagai bahan masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam mengambil keputusan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sektor Pertanian 2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian

Sektor pertanian Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi lima subsektor, yaitu: a. Subsektor Tanaman Bahan Makanan

1) Kelompok padi dan palawija, terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang, kedelai, dan kacang hijau.

2) Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, ercis, dan kol bunga.

3) Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, jeruk, mangga, rambutan, duku/langsat, durian, sawo, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, salak, manggis, nangka, sirsak, dan belimbing.

b. Subsektor Perikanan

1) Kelompok perikanan laut

a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan manyung, kerapu, kakap, ekor kuning, cucut, bawal hitam, bawal putih, selar, teri, kembung, tuna, dan tongkol.

b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang windu, udang dogol, udang putih, dan udang lainnya serta kepiting.

c) Subkelompok binatang berkulit lunak, terdiri dari cumi-cumi, kerang, dan remis.


(24)

d) Subkelompok binatang air lainnya, terdiri dari ubur-ubur, penyu, dan teripang.

e) Subkelompok tanaman air, terdiri dari rumput laut. 2) Kelompok perikanan darat

a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan mas, tawes, mujair, gabus, lele, sepat siam, bandeng, dan gurami.

b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang galah, udang putih, udang api-api, dan udang windu.

c. Subsektor Peternakan

1) Kelompok ternak besar, terdiri dari sapi, sapi perah, kerbau, dan kuda. 2) Kelompok ternak kecil, terdiri dari kambing, domba, dan babi.

3) Kelompok unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampung, dan itik manila.

d. Subsektor Kehutanan

1) Hasil utama, terdiri dari log rimba, log pinus, kayu gergajian, kayu lapis, PULP, block board, dan moulding.

2) Hasil ikutan, terdiri dari rotan, arang, dan getah tusam.

e. Subsektor Perkebunan

1) Perkebunan rakyat, terdiri dari kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi arabusta, kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam, tembakau, kemiri, tebu, pala, lada, kapuk, gambir, teh, aren, pinang, vanili, jahe, kapulaga, jambu mente, dan sereh wangi.


(25)

2) Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi, dan tebu (SHS dan tetes).

2.2 Ekspor

2.2.1 Pengertian Ekspor

Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia.

Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004).

2.2.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional), yaitu:


(26)

a. Adam Smith (1729 – 1790)

Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing.

b. David Ricardo

David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative adavantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara


(27)

tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.

Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor.

c. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin

Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimilki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang.

Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi


(28)

dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian.

Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya.

d. Cho dan Moon

Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju.


(29)

Lingkungan Bisnis

Sumber Daya yang

Dianugerahkan Internasional Daya Saing Permintaan Domestik

Industri Terkait dan Pendukung

Politisi dan Birokrat

Pekerja

Para Wirausahawan

Manajer dan Insinyur

Peristiwa Penting

Gambar 2.1

Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional

Menurut Sukirno (dalam Hanjaswara, 2006), faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut :

a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.


(30)

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. c. Kurs Valuta Asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

2.2.3 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan, dan Prosedur Ekspor a. Strategi Memasuki Pasar Ekspor

Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor menurut Amir (2004), yaitu:

1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor

Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar domestik, sebaiknya perlu diubah menjadi pola pikir yang positif dan agresif. Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik. Dengan pola pikir semacam ini, dapat diharapkan semua pengusaha di semua


(31)

tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan tidak akan pernah memasuki pasar ekspor.

2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor

Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan (function), daya tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan (shipment-date), dan pelayanan purnajualnya (after sales sevices) sesuai dengan “selera dan daya beli” pembeli di negara tujuan ekspor.

Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari kekayaan alam tropika. Komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia, dan hasil wilayah tropis lainnya. Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat karya seperti garmen, sepatu, tas, dan hasil kerajinan kulit lainnya.

3) Menganalisis kondisi negara tujuan

Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu negara termasuk agama, tradisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim, peraturan ekspor-impor, perpajakan, perbankan, keuangan, transportasi, dan sebagainya.


(32)

Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India. Selain faktor pendapatan per kapita masyarakat Arab Saudi yang jauh lebih tinggi daripada India, faktor budaya juga menetukan. India secara budaya adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci sehingga haram untuk dimakan.

5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha

Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of Distribution, Government Power, and Power of Parliament).

6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa

Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah, tabloid, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet), melalui atase perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya.

7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu

Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi

Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan promosi dari komoditi yang akan diekspor.


(33)

Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan diekspor, bila memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya. Tujuannya agar calon pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa dari negara lain.

10) Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi

Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.

b. Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor

Menurut Amir (1999), dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu:

1) Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri.

2) Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dubutuhkan di dalam negeri.


(34)

Hal ini berarti bahwa yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah. 3) Konsinyasi (consignment)

Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).

4) Package Deal

Package deal merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua negara. Pada perjanjian tersebut ditetapkan sejumlah barang yang akan diekspor ke negara tertentu dan sebaliknya dari negara tujuan itu akan diimpor sejumlah barang yang yang dihasilkan di negara tersebut. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari beragam komoditi.

Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain:

1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut dapat dijual ke luar negeri.

2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih menguntungkan.


(35)

4) Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

5) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.2.4 Manfaat Ekspor

Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (Amir, 2004), antara lain:

a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).

c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).

Membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.

2.3 Suku Bunga

2.3.1 Pengertian suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibayar “ peminjam” (debitur) kepada pihak yang meminjamkan (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut prinsipal dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai persentase dari prinsipal per unit waktu (umumnya setahun).


(36)

Sunariyah (2004) mengatakan bahwa tingkat bunga yang dibayarkan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan debitur yang dibayarkan kepada kreditur. Unit waktu biasanya dinyatakan dalam satuan tahun (satu tahun investasi) atau bisa lebih pendek dari satu tahun. Uang pokok berarti jumlah uang yang diterima kreditur kepada debitur.

Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank pada nasabah yang menyimpan dananya di bank,dan disisi lain dapat diartikan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang memperoleh pinjaman).

2.3.2 Fungsi Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga terbentuk dipasar sebagai akibat interaksi kekuatan pasar uang dan modal. Sunariyah (2004) menguraikan fungsi-fungsi tingkat suku bunga pada suatu perekonomian negara, yaitu:

a. Sebagai daya tarik bagi penabung, baik individu, institusi atau lembaga, yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.

b. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana langsung atau investsi pada sektor-sektor ekonomi.

c. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.

d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi, sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk megontrol tingkat inflasi.


(37)

2.3.3 Jenis-Jenis Suku Bunga

Dalam realitas sehari-hari terdapat berbagai jenis suku bunga. Jenis- jenis suku bunga ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis suku bunga, yaitu:

a. Suku Bunga Dasar (Bank Rate), yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atau kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dengan perhitungan tingkat suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabahnya.

b. Suku Bunga Efektif (Effective Rate), yaitu tingkat suku bunga yang atas harga beli suatu obligasi. Semakin rendah harga pembelian suatu obligasi dengn tingkat bunga nasinal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi, ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.

c. Suku Bunga Nominal (Nominal Rate), yaitu tingkat suku bunga yang dibiarkan tanpa dilakukan penyesuian terhadap akibat-akibat inflasi

d. Suku Bunga Pedoman (Equivalent Rate), yaitu tingkat suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (harga harian), setiap minggu (harga mingguan), setiap tahun (harga tahunan), untuk sejumlah pinjaman atau investasi secara jangka waktu tertentu, yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan menawarkan penghasilan bunga dalam jumlah yang sama.

Berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat (dalam hubungan dengan nasabah), maka suku bunga dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:


(38)

a. Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Contohnya: Giro, bunga tabungan, dan bunga deposito. b. Bunga Pinjaman, yaitu bunga atau harga yang diberikan oleh nasabah (pinjaman)

kepada bank atas dana pinjaman yang diberikan kepadanya.

2.3.4 Teori Suku Bunga

a. Teori Klasik

Bunga adalah “harga” dari pengunaan loanable funds, terjemahan langsung dari istilah tersebut adalah dana yang tersedia untuk “dipinjamkan”, atau disebut “dana investasi” sebab menurut teori klasik bunga adalah harga-harga yang terjadi di “pasar” dana investasi.

Dalam suatu periode ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk konsumsinya selama periode tersebut. Mereka ini adalah kelompok “penabung”. Bersama-sama jumlah seluruh tabungan mereka membentuk suplai/ penawaran akan loanable funds. Dilain pihak, dalam periode yang sama ada anggota masyarakat yang membutuhkan dana, mungkin mereka ingin berkonsumsi lebih dari pendapatan yang diterima selama periode tertentu. Dengan kata lain, mereka digolongkan pengusaha yang membutuhkan dana untuk operasi perluasan usahanya. Mereka ini adalah investor. Jumlah dari seluruh kebutuhan mereka akan dana membentuk permintaan akan loanable funds selanjutnya para penabung dan para investor ini akan bertemu dipasar loanable funds, dan dari proses tawar-menawar antara mereka akhirnya akan dihasilkan kesepakatan/ keseimbangan. Terjadinya tingkat bunga keseimbangan dipasar dan investasi loanable funds dalam suatu periode dapat dijelaskan dengan gambar berikut:


(39)

Tingkat Bunga

Dana Investasi

(Loanable Funds)

S

I1

I0

i1

io

S0

Gambar 2.2 S1

Kurva Teori Klasik tentang Tingkat Bunga

Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik Io, dimana jumlah tabungan sama dengan investsi. Apabila tingkat bunga Io, jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjam dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke posisi Io. Sebaiknya, apabila tingkat bunga io, para pengusaha akan bersaing memperoleh dana yang relatif lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke io.

b. Teori Keynes

Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter yang artinya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP) sepanjang uang itu mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Gross National product). Sedangkan menurut kaum klasik, uang hanyalah mempengruhi harga barang (teori kuantitas uang).


(40)

Dalam hal ini ada tiga motif mengapa orang mnghendaki memegang uang tunai, yaitu meliputi:

1) Motif Transaksi

Keynes tetap menerima pendapat golongan cambridgo bahwa orang memegang uang tunai guna memenuhi dan melancarkan transaksi yang dilakukan dan permintaan masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh pendapatan nasional, semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memenuhi transaksi.

2) Motif Berjaga-Jaga

Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran tidak reguler, atau yang di luar rencana transaksi normal. Misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat, seperti kecelakaan, sakit, dan pembayaran yang tidak terduga tersebut, karena sifat uang yang likuid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang lain.

3) Motif Spekulasi

Sesuai dengan namanya, motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya pemegang uang tersebut meramal apa yang terjadi diwaktu yang datang dengan betul. Teori Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan untuk tujuan spekulasi. Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan apabila tingkat bunga tinggi permintaan kecil, orang perlu memegang uang tunai dan karena kegiatan spekulasi tersebut mendapatkan keuntungan, maka orang akan bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai.


(41)

Permintaan akan uang menurut Keynes disebut dengan “Liquidity Preference”. Harga tergantung dari tingkat bunga. Sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.

Tabungan (%)

Jumlah uang

(Liquidity Preference)

r

Jumlah Uang dan Permintaan

Gambar 2.3

Teory Keynes Tentang Tingkat Bunga

Permintaan akan uang memiliki hubungan negatif dengan tingkat bunga Keynes mengatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat bunga normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datang. Jika mereka memegang surat berharga di waktu suku bunga naik, maka harganya akan turun dan


(42)

mereka akan menderita kerugian (Capital Loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipegangnya dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegangnya pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan permintaan negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (Opportunity Cost Holding Money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas). Sehingga keinginan memegang uang kas juga menurun, sebaliknya jika tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah sehingga permintaan uang kas juga naik.

c. Teori Paritas Tingkat Bunga.

Teori paritas tingkat bunga adalah salah satu teori yang penting mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa.

Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa “ dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara yang satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang satu negara dengan negara lain’’.

Secara aljabar dirumuskan sebagai berikut: Rn = Rf +E *

Dimana =

Rn = Tingkat bunga nominal didalam negeri Rf = Tingkat bunga nominal diluar negeri

E* = Laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan akan terjadi


(43)

Dalam analisa diasumsikan bahwa tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil sama dengan tingkat bunga dunia (Rn = Rf ). Namun demikian, karena beberapa alasan tingkat bunga berbeda diseluruh dunia. Ketika diasumsikan tingkat bunga dalam perekonomian kecil ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Jika tingkat suku bunga domestik berada diatas tingkat bunga dunia, penduduk domestik akan memberikan pinjaman ke luar negeri untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi yang mendorong tingkat bunga domestik naik akhirnya tingkat bunga domestik akan sama dengan tingkat bunga dunia. Perlu dicatat bahwa dalam praktek dan biaya transaksi untuk memindahkan dana dari dalam negeri. Oleh sebab itu, teori paritas tingkat bunga ini lebih tepat jika berbunyi bahwa tingkat bunga antara dua negara cenderung sama, setelah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan dari mata uang yang satu terhadap mata uang negara lain dan biaya transaksi tersebut sangat rendah, tetapai dalam sistem devisa yang kurang bebas, biaya tersebut lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam sistem devisa yang tidak bebas, ada kemungkinan tingkat bunga didalam negeri sangat berbeda dengan tingkat bunga diluar negeri, meskipun telah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan.

2.4 Kurs

2.4.1 Pengertian Kurs

Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual-beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Abimanyu (2004) mendefenisikan kurs sebagai harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.

Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia. Nilai


(44)

tukar rupiah digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia (Syarief, 2003).

Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam perdagangan internasional.

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan yang dimaksud adalah:

a. Apresiasi

Yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

b. Depresiasi

Yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal.

2.4.2 Pasar Valuta Asing

Kurs ditentukan oleh interaksi antara berbagai rumah tangga, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing guna keperluan


(45)

pembayaran internasional. Pasar yang memperdagangkan mata uang internasional disebut dengan pasar valuta asing (foreign exchange market).

Dengan kata lain, pasar valuta asing adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual dari berbagai mata uang asing.

2.4.3 Keseimbangan Kurs

Keseimbangan nilai tukar pada dasarnya mempunyai fungsi ganda, pertama yaitu mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran yang akhirnya bermuara kepada tingkat kecukupan cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. Kedua adalah menjaga kestabilan pasar domestik.

Pada umumnya, kurs ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. Permintaan valuta asing timbul terutama bila kita mengimpor barang-barang dan jasa-jasa dari luar negeri atau melakukan investasi dan pinjaman luar negeri.

Perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal:

a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing/bank, dimana kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing/bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual valuta asing. Selisih kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan bagi para pedagang.

b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran, dimana kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi karena lebih cepat dibanding dengan kurs MT (mail transfer).

Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Sering terjadi penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal, kursnya lebih tinggi daripada bank lain yang belum terkenal.


(46)

2.5Inflasi

2.5.1 Pengertian Inflasi

Defenisi inflasi secara umum adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus serta suatu keadaan yang mengidentifikasikan semakin melemahnya daya beli masyarakat yang dikuti oleh semakin merosotnya nilai mata uang suatu negara. Angka inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi, dan beberapa tahun terakhir ini menjadi pusat perhatian banyak orang. Inflasi telah dianggap sebagai penyakit ekonomi yang selalu menyertai perjalanan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Secara teori angka inflasi dipengaruhi oleh adanya permintaan yang lebih tinggi dari penawaran. Fluktuasi angka inflasi ini dapat menggambarkan besarnya gejolak ekonomi terutama harga disuatu negara, disamping itu angka inflasi mencerminkan pula besarnya daya beli masyarakat terhadap barang-barang dan jasa.

Ada beberapa defenisi inflasi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi, diantaranya: a. A.C Pigou

Inflasi adalah suatu bentuk keadaan dimana pendapatan dalam bentuk uang bertambah lebih besar daripada pertumbuhan output yang dihasilkan oleh para penerima pendapatan tersebut.

b. G. Cowth Hrey

Inflasi adalah keadaan dari nilai uang turun terus menerus dan harga naik terus menerus.

c. Hawty

Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang yang beredar. d. Schultze


(47)

Inflasi terjadi dalam suatu keadaan ekonomi yang dinamis pergeseran permintaan dan sekumpulan barang tertentu ke sekelompok barang yang lain sehingga terjadi tekanan permintaan terhadap sektor-sektor tertentu dalam ekonomi

Meskipun defenisi diatas berbeda-beda tetapi ada suatu hal yang sama yaitu inflasi merupakan proses kenaikan harga dan bukan merupakan keadaan harga yang tinggi. Kenaikan harga tersebut terjadi secara umum, mencakup beberapa macam barang saja, tidak disebut dengan inflasi kecuali jika kenaikan harga barang terebut mengakibatkan kenaikan sebagian dari barang lain.

Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh hampir semua negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa memerangi laju inflasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi yang sering dikenal dengan stabilitas harga. Defenisi yang sederhana mengenai inflasi adalah merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara teus menerus. Dari defenisi ini dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya sementara belum tentu menimbulkan inflasi.

2.5.2 Jenis-Jenis Inflasi

Ada beberapa jenis inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian diantaranya: a. Ditinjau dari parah tidaknya suatu inflasi

1) Inflasi Ringan, yaitu inflasi yang besarnya lebih kecil dari 10% per tahun 2) Inflasi Sedang, yaitu inflasi yang besarnya 10 sampai 30% per tahun 3) Inflasi Berat, yaitu inflasi yang besarnya 30 sampai 100% per tahun 4) Hiperinflasi, yaitu inflasi yang besarnya lebih besar dari 100% per tahun. b. Ditinjau dari asal inflasi


(48)

Inflasi jenis ini terjadi karena kenaikan harga yang terjadi di dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah, yang mengakibatkan kenaikan harga.

2) Imported Inflation

Inflasi ini terjadi karena harga-harga luar negeri yang tercermin pada harga barang-barang impor. Dengan demikian, kenaikan indeks harga luar negeri akan mengakibatkan kenaikan indeks harga umum dan dengan sendirinya akan mempengruhi laju inflasi.

c. Ditinjau berdasarkan faktor penyebabnya

1) Inflasi Tekanan Permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir mendekati kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output). Apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary gap” inilah yang dapat menimbulakan inflasi.


(49)

C+I

Inflationary

Gap C’’+I’

C + I

YFE Y1

Gambar 2.4

Inflationary Gap

Kenaikan pengeluaran total dari C + I menjadi C + I’ akan menyebabkan keseimbangan pada titik B berada diatas GNP full-imployment (YFE). Jarak A – B atau YFE-YI menunjukkan besarnya inflotionari gap.

Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total proses terjadinya demand-pull inflation dapat dijelaskan sebagai berikut.


(50)

P1

P4

P P3

P2

AD4

AD3

AD2

AD1

AS

Inflationary Gap

Q1 QFE Q

Gambar 2.5

Demand Pull Inflation

Bermula dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total

AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi

oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik

menjadi QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik

menjadi P3 sedangkan output tetap pada QFE. Kenaikan harga disebabkan oleh

adanya inflationary gap.

Proses kenaikan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total terus naik (misalnya AD4).

2) Cost–Push Inflation

Berbeda dengan demand full inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dikuti dengan resesi. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Keadan ini timbul biasanya


(51)

dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat biaya kenaikan produksi.

Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Kalau proses ini berjalan terus maka timbullah cost-push inflation. Gambar berikut menjelaskan terjadinya cost- push inflation.

P2

P1

P3

P

Gambar 2.6

Q2 Q1 QFE Q

Cost Push Inflation

Bermula pada harga P1 dan QFE kenaikan biaya produksi (disebabkan

baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. Konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun

menjadi Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3,


(52)

Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergesr ke atas. Proses kenaikan harga ini (yang sering juga dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan cost push inflation.

2.5.3 Sebab-Sebab Inflasi

Ada beberapa sebab yang dapat meninbulkan inflasi, antara lain:

a. Pemerintah yang terlalu berambisi untuk menyerap sumber-sumber yang dapat dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku.

b. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produksi mereka.

c. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluarnya (output) yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan

d. Pengaruh alam yang dapat mempengaruhi produksi dan kenakan harga

e. Pengaruh inflasi luar negeri apabila negara yang mempunyai sistem perekonomian terbuka pengaruh inflasi ini terlihat melalui pengaruh terhadap harga-harga barang impor.

Di negara-negara industri pada umumnya inflasi bersumber dari salah satu gabungan dari dua masalah berikut:

a. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. Keinginan untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan akan mendorong para konsumen meminta barang tersebut pada harga yang lebih tinggi. Sebaliknya para pengusaha akan mencoba menahan barangnya dan hanya menjual kepada pembeli-pembeli yang bersedia membayar pada harga yang lebih tinggi. Kedua kecenderungan ini akan menyebabkan kenaikan harga.


(53)

b. Pekerja-pekerja diberbagai bidang kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah. Apabila para pengusaha mulai mengalami kesukaran dalam tambahan pekerja untuk menambah produksinya, pekerja-pekerja akan terdorong untuk menuntut kenaikan gaji. Apabila tuntutan kenaikan upah berlaku secara meluas, akan terjadi kenaikan biaya produksi dari berbagai barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. Kenaikan biaya produksi tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan menaikkan harga-harga barang mereka.

Kedua masalah yang diterangkan diatas biasanya berlaku apabila perekonomian sudah mendekati tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Dengan perkataan lain didalam perekonomian yang sudah sangat maju, masalah inflasi sangat erat kaitannya dengan tingkat penggunaan tenaga kerja. Di samping itu inflasi dapat pula berlaku sebagai akibat (1) kenaikan haraga-harga barang yang dimpor, (2) penambahan penwaran uang yang berlebihan tanpa dikuti oleh penambahan produksi dan penawaran barang, (3) kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab.

2.4.4 Pengaruh Inflasi

Menurut Sadono sukirno (2000) di dalam suatu kegiatan inflasi sangat mempengaruhi stabiliatas perekonomian negara tersebut :

a. Tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi tingkat produksi dalam negeri melemahkan produksi barang ekspor. Tingkat inflasi yang tinggi menurunkan produksi karena harga yang menjadi tinggi dan permintaan akan barang menurun sehingga produksi menurun.

b. Inflasi menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan kenaikan harga upah buruh, maka kalkulasi harga pokok meninggikan harga jual produk lokal. Dilain pihak turunnya daya beli masyarakat terutama berpenghasilan tetap akan mengakibatkan


(54)

tidak semua bahan habis terjual. Inflasi menyebabkan naiknya harga jual produksi barang ekspor, dan berpengaruh terhadap neraca pembayaran.

Dismping menimbulkan efek buruk terhadap kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu dan masyarakat yaitu:

a. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill oarng-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah rill individu-individu yang berpendapatan tetap.

b. Inflasi akan mengurangi kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan mesyarakat disimpan dalam bentuk uang . baik simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan-simpanan dalam institusi lain merupakan simpanan keuangan yang nilainya akan menurun apabila inflasi berlaku.

c. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai riil pendapatannya dan pemilik kekayaan bersifat keungan mengalami penurunan dalam nilai rill kekayaannya. Akan tetapi pemilik harta-harta tetap (tanah, bangunan, rumah) dapat menambah atau mempertahankan nilai rill kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian, inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan semakin menjadi tidak merata.

2.4.5 Teori Inflasi

Menurut Waluyo (2004), ada beberapa teori yang berkenaan dengan inflasi, yaitu : a. Teori Kuantitas

Teori ini merupakan teri yang mendekati inflasi dari segi permintaan. Teori ini dikembangkan oleh ekonom yang berasal dari Chicago University, yang berpendapat


(55)

bahwa inflasi hanya dapat terjadi bila ada kenaikan jumlah uang yang beredar. Harga-harga akan naik karena adanya kelebihan uang yang diciptakan dan diproduksi oleh Bank Sentral. Meningkatnya jumlah uang yang beredar berarti meningkatkan saldo kas yang dimiliki oleh rumah tangga konsumen dan akibatnya akan meningkatkan pengeluaran konsumsi masyarakat. Peningkatan konsumsi masyarakat akan mengakibatkan kenaikan tingkat harga, sehingga berakibat terjadinya inflasi.

Disamping penambahan jumlah uang yang beredar, mereka berpendapat bahwa sebab dasar adanya kenaikan inflasi adalah keadaan sosial dan politik masyarakat. Faktor ini berkaitan erat dengan harga yang diterapkan (price expectation) terjadi disaat yang akan datang. Dengan sendirinya prilaku masyarakat mengenai perubahan harga dan ekonomi akan besar pengaruhnya terhadap laju inflasi.

b. Teori Keynes dan Teri Tekanan Biaya (cosh push theory)

Teori ini mengatakan bahwa inflasi terjadi karena suatu kelompok masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga proses tarik menarik antar golongan masyarakat untuk memperoleh bagian masyarakat yang lebih besar daripada yang mampu disediakan oleh masyarakat sendiri. Golongan yang berhasil dengan aspirasinya akan mencerminkan keberhasilannya dalam suatu permintaan yang efektif. Bila hal ini selalu terjadi maka akan timbul suatu kesenjangan inflasi (inflationary gap) yang akan mengakibatkan kenaikan biaya (cosh push).

c. Teori Strukturalis

Teori ini juga disebut sebagai teori inflasi jangka panjang yang didasarkan pada pengalaman di negara-negara Amerika Latin dan mengaitkan timbulnya inflasi. Pada umumnya, negara-negara berkembang adalah eskportir bahan baku mentah. Hasil


(56)

ekspor tersebut dapat meningkat bila mereka mengadakan perdagangan internasional. Kenaikan ekspor ini dengan sendirinya dapat dipakai untuk membiayai program pembangunan dan juga impor barang-barang yang mereka butuhkan. Dalam hal ini, komponen barang-barang subsitusi impor tersebut masih juga di impor ongkos produksinya relatif lebih tinggi. Dengan tingginya ongkos akan mengakibatkan harga barang-barang tersebut menjadi lebih mahal.

Disamping faktor di atas, kenaikan harga juga terjadi dikarenakan adanya ketidakselarasan antara produksi barang-barang kebutuhan pokok pangan dengan pertumbuhan penduduk, berarti penawaran pangan lebih kecil dari permintaan pangan, yang mengakibatkan harga mengalami peningkatan dan diikuti dengan terjadinya inflasi.

2.4.6 Biaya Sosial dari Inflasi

Harus diakui, sampai tingkat tertentu, inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan penawaran agregat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk meningkatkan outputnya. Kendatipun belum dapat dibuktikan secara matematis, umumnya ekonom sepakat bahwa inflasi yang aman adalah 5% per tahun. Jika terpaksa, maksimal 10% per tahun. Bagaimana jika inflasi melebihi 10%? Umumnya sudah mulai sangat mengganggu stabilitas ekonomi. Apalagi bila yang terjadi adalah hiper-inflasi (hyper-inflation), yaitu inflasi yang > 100% per tahun.

Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang tinggi (> 10% per tahun) yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:

a. Menurunnya Tingkat kesejahteraan Rakyat

Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap.


(57)

b. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan

Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai angka 20% pertahun, dalam masyarakat hanya segilintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya > 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi > 0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.

c. Terganggunya Stabilitas Ekonomi

Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh (optimal). Konsumen juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka. Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi telah menjadi kronis.

Inflasi menggangu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/ biasanya. Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi. akibatnya, permintaan barang dan jasa dapat meningkat.

Bagi produsen, perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda penjualan, untuk mendapat keuntngan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan


(58)

mempercepat laju inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah suku bunga kredit, kurs, inflasi, serta ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara periode 1985-2006.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersifat time series dengan kurun waktu 1985-2006. Sumber data berasal dari Badan Pusat statistik (BPS) Sumatera Utara serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode tidak langsung (indirect method), yakni dengan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung dari berbagai bahan kepustakaan seperti tulisan ilmiah, jurnal, artikel, laporan, dan sebagainya.

3.4 Pengolahan Data


(60)

3.5 Model Analisis Data

Dalam menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, digunakan alat analisis ekonometrika yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan metode OLS (Ordinary Least Square).

Pengaruh suku bunga kredit, kurs, dan inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian dinyatakan dalam fungsi berikut:

Y = f(X1,X2,X3)……….(1)

Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ……….(2)

Dimana:

Y = Ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara (juta US$)

α = Konstanta

β1,β2,β3 = Koefisien regresi

X1 = Suku bunga kredit (persen)

X2 = Kurs (rupiah)

X3 = Inflasi (persen)

µ = Term of error

Bentuk hipotesisnya sebagai berikut: 0

1

 X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (suku bunga kredit) maka Y (ekspor

komoditas pertanian Sumatera Utara) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

0

2

 X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (kurs) maka Y (ekspor komoditas pertanian


(61)

0

2

 X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (inflasi) maka Y (ekspor komoditas pertanian

Sumatera Utara) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variasi variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variasi variabel dependen. Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0<R2<1).

3.6.2 T-test (Uji Parsial)

Uji parsial diperlukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel independen secara individu dan variabel dependen signifikan atau tidak dengan menganggap variabel lainnya konstan.

Rumus T-test : t-hitung =

Sbi b bi ) ( 

Keterangan :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

Hipotesis : H0 : β = 0

Ha : β 0


(62)

H0 diterima apabila t-hitung < t-tabel artinya variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel artinya variabel independen secara parsial

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. H0 diterima

Ha diterima Ha diterima

0

Gambar 3.1 Kurva Uji t Statistik 3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak)

F-statistik (Uji Serempak) diperlukan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel independen secara serempak (bersama-sama) terhadap variabel independen.

Rumus T-test :

k n R k R hitung F      / ) 1 ( 1 / 2 2 Keterangan :

k = jumlah variabel independen R2 = koefisien determinasi n = jumlah sampel

Hipotesis :

H0 :

1

20

Ha :

1

20


(63)

H0 diterima apabila F-hitung < F-tabel, artinya variabel independen secara

bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel, artinya variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Gambar 3.2

0

Ha diterima

H0 diterima

Kurva Uji F Statistik

3.7 Uji Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu fenomena yang terjadi pada model regresi jika dua atau lebih variabel independen cenderung berubah dengan pola yang sama. Variabel-varabel tersebut biasanya punya hubungan yang sangat erat dan tidak mungkin dianalisis secara terpisah pengaruhnya terhadap variabel dependen.

Ada tidaknya multikolinearitas dapat ditandai dengan : a. Standar error tidak terhingga

b. R2sangat tinggi akan tetapi t-statistik berubah tanda dan tidak signifikan c. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 10%, α = 5%, α = 1%.

Pengaruh multikolineritas terhadap nilai taksiran :


(64)

b. Karena standar errornya tinggi maka kesimpulan tidak dapat diambil melalui t-test. c. T-test tidak dapat dipakai untuk menguji keseluruhan hasil taksiran.

d. Tanda yang diharapkan pada hasil taksiran koefisien akan bertentangan menurut teori. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Salah satu variabel independen jangan diikutsertakan dalam menaksir model. Tetapi harus diperhatikan mungkin variabel tersebut secara teori berhubungan terhadap variabel dependen maka hasil taksiran akan menjadi bias.

b. Mendefinisikan kembali variabel-variabel tersebut. c. Penambahan data-data.

3.7.2 Autokorelasi

Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi disturbance error antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional). Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat di dalamnya disturbansi atau gangguan ui

(Gujarati, 1999: 201). Dilambangkan dengan :

E(uiuj) = 0 i  j

Faktor-faktor yang menyebabkan autokorelasi terjadi : a. Spatial autokorelation

Biasanya terjadi pada data cross section. Fluktuasi atau perubahan aktivitas kegiatan ekonomi dari satu daerah akan mempengaruhi kegiatan ekonomi daerah terdekat karena ada keterkaitan ekonomi antara daerah tersebut.

b. Pengaruh yang berkelanjutan (Prolonged Influence of Shocks)

Hal ini sering terjadi pada time series data, yaitu faktor bencana alam dan faktor lain yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi sehingga akan terasa pada periode berikutnya.


(65)

c. Inersia (Psychological Conditioning)

Yaitu tindakan-tindakan atau pengaruh masa lalu yang akan masih mengganggu kegiatan atau aktivitas selanjutnya misalnya peningkatan suku bunga, pajak dan lain-lain.

d. Manipulasi data

Yaitu adanya interpolasi data atau penambahan data. e. Bias spesifikasi (Mis Specification)

Hal ini terjadi karena tidak disertakannya variabel independen yang berhubungan di mana variabel independen tersebut sebenarnya turut mempengaruhi variabel dependen.

D-W Test (Uji Durbin-Watson)

D-W test digunakan untuk mengetahui apakah dalam model terdapat autokorelasi ataupun antara disturbance error-nya.

     n t t t et e e DW 1 2 1 2 2 1 1 * ) ( ) (

Tabel 3.1

Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test

Nilai D-W Berdasarkan Estimasi Model Regresi Kesimpulan (4-D.W.L)<DW<4 (4-DWU)<DW<(4-DWL) 2<DW<(4-DWU) DWU<DW<2

Tolak H0. Terdapat serial korelasi negatif di

antara disturbance error. Tidak ada kesimpulan. Terima H0.


(66)

DWL<DW<DWU 0<DW<DWL

Tidak ada kesimpulan.

Tolak H0. Terdapat serial korelasi positif di

antara disturbance terms. Bentuk hipotesis dari uji D-W sebagai berikut:

H0 : p = 0  tidak ada serial korelasi

H0 : p  0  ada serial korelasi

Gambar 3.1 Kurva D-W Statistik

Jika beberapa di antara variabel independen tersebut merupakan lagged variables, maka anggapan penggunaan D-W test tidak berlaku dalam mengetahui apakah pada model tersebut terdapat autokorelasi atau tidak. Sehingga oleh sebab itu Durbin (1978) mengembangkan D-W test menjadi h-statistik untuk mengetahui ada autokorelasi atau tidak dalam model tersebut :

2 ) (var 1 ) 2 1 (  N N dw statistic h    

di mana :

dw = Nilai D-W test Var ()2 = Standar error 


(67)

N = Jumlah observasi S

3.8 Defenisi Operasional Variabel

1. Ekspor komoditas pertanian adalah nilai FOB yang diperoleh dari hasil penjualan komoditi sektor pertanian Sumatera Utara ke luar negeri dalam juta US$.

2. Suku bunga kredit adalah tingkat suku bunga yang dibebankan oleh kreditur kepada debitur dalam persen.

3. Kurs adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika tiap satu Dollar Amerika dalam rupiah.

4. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum yang diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam persen.


(1)

Lampiran 1: Data Statistik Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara (Y), Suku

Bunga Kredit (X

1

), Kurs (X

2

), Inflasi (X

3

).

Tahun

Ekspor

(juta US$)

Suku Bunga

Kredit

(%)

Kurs

(Rupiah)

Inflasi

(%)

1985

599,0

15,12

1.111 4,61

1986

616,0

19,6

1.283 3,83

1987

621,9

17,8

1.644 4,40

1988

636,0

18,9

1.686 6,78

1989

715,4

19,6

1.770 6,64

1990

787,0

21,8

1.843 7,56

1991

809,1

21,13

1.950 8,99

1992

823,7

21,54

2.030 8,56

1993

850,5

20,04

2.087 9,75

1994

908,5

18,14

2.161 8,28

1995

998,3

19,79

2.249 7,24

1996

1085,8

19,94

2.342 8,70

1997

1088,0

12,03

2.909 13,10

1998

981,1

36,1

10.014 83,56

1999

1024,4

35,86

7.855 11,37

2000

1288,3

25,2

9.525 15,73

2001

1474,1

24,95

10.625 15,50

2002

2051,4

22,8

9.261 10,49

2003

1914,0

23,68

8.571 9,66

2004

3066,4

22,2

8.938,9 6,81

2005

3242,3

14,1

8.704,7 22,41

2006

3890,2

16

9.167 6,11

Sumber : BPS Sumatera Utara


(2)

Lampiran 2 : Hasil Regresi Linear Berganda

Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 05/05/09 Time: 14:40 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2101.330 432.4796 4.858795 0.0001

X1 -90.35224 23.24593 -3.886799 0.0011 X2 0.252063 0.033458 7.533631 0.0000 X3 -6.350728 8.079096 -0.786069 0.4421 R-squared 0.767652 Mean dependent var 1339.609 Adjusted R-squared 0.728927 S.D. dependent var 930.6150 S.E. of regression 484.5215 Akaike info criterion 15.36717 Sum squared resid 4225699. Schwarz criterion 15.56554 Log likelihood -165.0388 F-statistic 19.82332 Durbin-Watson stat 1.100011 Prob(F-statistic) 0.000006


(3)

Lampiran 3 : Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: X1

Method: Least Squares Date: 04/25/09 Time: 09:45 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 17.00750 1.730131 9.830179 0.0000

X2 0.000443 0.000314 1.411653 0.1742 X3 0.158465 0.070963 2.233069 0.0378 R-squared 0.389776 Mean dependent var 21.19636 Adjusted R-squared 0.325541 S.D. dependent var 5.822530 S.E. of regression 4.781778 Akaike info criterion 6.093626 Sum squared resid 434.4425 Schwarz criterion 6.242404 Log likelihood -64.02988 F-statistic 6.068042 Durbin-Watson stat 1.472098 Prob(F-statistic) 0.009165


(4)

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 04/25/09 Time: 09:45 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -359.1092 2964.258 -0.121146 0.9048

X1 214.0597 151.6376 1.411653 0.1742 X3 56.43640 53.86201 1.047796 0.3079 R-squared 0.271704 Mean dependent var 4896.664 Adjusted R-squared 0.195041 S.D. dependent var 3702.919 S.E. of regression 3322.241 Akaike info criterion 19.18079 Sum squared resid 2.10E+08 Schwarz criterion 19.32957 Log likelihood -207.9887 F-statistic 3.544142 Durbin-Watson stat 0.153040 Prob(F-statistic) 0.049196


(5)

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 04/25/09 Time: 09:45 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -19.81630 11.40833 -1.737003 0.0986

X1 1.311903 0.587489 2.233069 0.0378 X2 0.000968 0.000924 1.047796 0.3079 R-squared 0.362604 Mean dependent var 12.73091 Adjusted R-squared 0.295510 S.D. dependent var 16.39215 S.E. of regression 13.75857 Akaike info criterion 8.207325 Sum squared resid 3596.669 Schwarz criterion 8.356104 Log likelihood -87.28058 F-statistic 5.404401 Durbin-Watson stat 2.096320 Prob(F-statistic) 0.013864


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a

: Heramida Yanti Batubara

N I M

: 050501006

Departemen :

Ekonomi

Pembangunan

Fakultas :

Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

dengan judul: “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs, dan Inflasi Terhadap Ekspor

Komoditas Pertanian Sumatera Utara”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya

Medan, Mei 2009

Yang Membuat Pernyataan

(Heramida Yanti Batubara)

NIM. 050501006