Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Dalam Hal Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012

(1)

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA

SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

TITAN AMALIANI 081000058

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA

SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

TITAN AMALIANI NIM. 081000058

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Skripsi Dengan Judul :

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM

HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BUNJAI TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : TITAN AMALIANI

NIM. 081000058

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Lita Sri Andayani SKM, M.Kes Drs. Eddy Syahrial, MS

NIP. 196909221994032022 NIP. 195907131987031001

Penguji II Penguji III

Dr. Namora Lumongga Lubis, M. Sc Drs. Tukiman, MKM

NIP. 197210042000032001 NIP. 196110241990031003

Medan, 20 Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989011001


(4)

ABSTRAK

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang terdekat dari individu adalah keluarga. Sosial budaya keluarga akan membentuk perilaku seseorang termasuk perilaku merokok seseorang. Penelitian ini bertujuan melihat Gambaran Karakteristik dan Sosial budaya keluarga terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara tahun 2012.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 70 responden.

Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 55,7%. Mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta yaitu sebanyak 98,6%. Pendidikan Ayah sebagian besar SMA/STM/SMK sebanyak 52,8%, serta Ibu mayoritas SMP sebanyak 37,1%. Sebanyak 82,9% keluarga responden memiliki anggota keluarga yang merokok. Diperoleh 61% responden memiliki larangan merokok di keluarga. Sebanyak 97,1 % orang tua responden pernah menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok

kepada responden. Self concept yang merupakan gambaran diri responden

berhubungan dengan rokok. Sebanyak 61,4% responden memiliki self concept yang

baik mengenai perilaku merokok. Mayoritas keluarga responden responden 98,6% menyatakan bahwa keluarga responden tidak suka jika responden merokok . Pengetahuan siswa berada dalam kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 50%. Namun menurun pada tingkatan sikap. Kesiapan siswa bertindak yang di tunjukkan dengan variable sikap ternyata menunjukkan bahwa sikap siswa berada pada kategori sedang sebanyak 55,7%. Sebanyak 85,7% siswa merupakan perokok. Tindakan siswa berada pada kategori sedang sebanyak 62,9%. Namun terdapat 21,4% berada pada kategori buruk.

Untuk mengurangi kebiasaan merokok siswa diharapkan kepada sekolah untuk membuat sebuah peraturan mengenai rokok di sekolah. Peraturan tersebut dapat berupa Kawasan Tanpa Rokok ataupun peraturan lainnya. Selain itu perlu dilakukan pengawasan ketat di sekolah mengenai rokok dan pemberian informasi mengenai bahaya rokok. Perlu juga disampaikan kepada keluarga siswa untuk meminimalisir kebiasaan merokok di keluarga.

Kata kunci : Perilaku merokok, Sosial Budaya keluarga (kebiasaan, peraturan, informasi, self concept, Image kelompok), Keluarga, Remaja, Karakteristik keluarga ( jumlah anggota keluarga, status ekonomi, pendidikan orang tua)


(5)

ABSTRACT

Smoking habit could endanger health. Someone's behavior will not be separated from the influence of the environment. The nearest environment of the individual is a family. Family sociocultural will form someone’s behavior includes someone's smoking behavior. This research aims to see the depiction of characteristics and sociocultural family of smoking behavior Satria Nusantara vocational students in 2012.

This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 70 respondents.

Results showed most respondents came from families with low economic level as much as 55,7%. The majority of parents work are self-employed as many as 98,6%. Most father’s last education are SMA/STM/SMK as much as 52,8%, and the mother as much as 37,1% majority of SMP. Amount of 82,9% of respondents had family members who smoke. Acquired 61% of respondents have a ban on smoking in the family. Amount of 97,1% of respondents had parents give on information about the dangers of smoking to the respondent. Self concept is a reflection of the respondents associated themselves with cigarettes. Amount of 61,4% of respondents have a good self concept regarding smoking behavior. The majority of family respondents 98,6% stated that their family do not like if the respondent smoking. Knowledge students are in good and moderate category and each as much as 50%. But the decline in the level attitude. Student's readiness to act shown with the attitude variable was shown that the attitude of students in the category of moderate as much as 55,7%. Amount of 85,7% of students are smokers. Student actions in the category of moderate as much as 62,9%. However, there are 21,4% in the category of poor.

To reduce student’s smoking habit, school are expected to make a rule about smoking at school. These rules may be a No Smoking Areas or other regulations. In addition it is necessary for strict supervision in school about smoking and giving information about the dangers of smoking. It should be also communicated to families of students to minimize smoking in the family.

Keywords: Smoking habit,, Family Sociocultural (habits, rules, information, self concept, the Image group), Family, Teenager, Family Characteristics (number of family member, economic status, education of parents).


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Titan Amaliani

Tempat/tanggal lahir :Pematang Siantar, 21 November 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 4 (empat) orang

Alamat Rumah : Jl. Medan Km 9,5 Simp. Sinaksak – P. Siantar

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

1. SDN Tanah Kali Kedinding VII Surabaya :1996-2002

2. SMPN 15 Surabaya :2002-2005

3. SMAN 3 P. Siantar :2005-2008

4. FKM USU :2008-2012

RIWAYAT ORGANISASI :

1. HMI Komisariat FKM USU

2. PEMA USU


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah....

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Dalam Hal Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M. Kes dan Bapak Drs. Eddy

Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Dra Ida Yustina, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih untuk mengajarkan penulis arti penting dari pengambilan keputusan.

3. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan dan Ilmu Perilaku.

4. Ibu Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc dan Bapak Drs. Tukiman MKM

selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.


(8)

5. Ibu Juanita Abubakar, SE, MKes yang telah banyak membantu dan memberikan masukan pada penelitian ini.

6. Bapak Kepala Sekolah SMK Satria Nusantara dan seluruh staf pegawai SMK

Satria Nusantara yang telah banyak membantu penulis.

7. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Noeroel Aminullah dan Mama

Irianum Purba untuk Cinta Kasih, Doa, Dukungan dan Kepercayaannya kepada penulis.

8. M. Fitrah Hanif, terima kasih untuk mengenal penulis seumur hidup. Jadilah Kebanggaan.

9. Sahabat terbaikku Marina Aprina yang selalu semangat serta sabar

menghadapi penulis.Terima kasih menemaniku menulis cerita dalam pahit manis kehidupan kampus.

10.Untuk Sahabat sahabat ku (Budi, Sofi, Alista, Yunce, Rikky) terima kasih memberi warna dalam masa singkat yang sangat berarti.

11.Teman-teman peminatan PKIP 08 (Hilma Farhani, Neni M, Helda, Dhani, Nadia, Doan, Leni, Vero, Mei, Okto, Kak Ida, Yogik, Kak Azi) terima kasih banyak untuk persahabatan dan semangat yang kalian berikan selama ini. 12.Untuk kakak-kakakku (Kak Upla dan Kak Irma ) terima kasih sebesar

besarnya atas bimbingannya dan kesabarannya.

13. Kak Juni, Kak Linda, KakAmel, Kak Santi, Kak Farid, Kak Purti terima kasih untuk kebersamaannya.

14.Untuk Bang Pendi , Bang Anas, Bang Putra, Bang Nanda, Pak Warsito, Bang Yanov terima kasih banyak untuk semua bantuannya.

15.Kepada orang-orang yang telah mengajarkan penulis arti hidup dan berjuang dalam keterbatasan.

16.Kepada teman-teman 2008 seperjuangan, terima kasih banyak untuk kerjasama

dan kebaikannya selama proses perkuliahan.

17.Rekan-rekan serta senior-senior di HMI, kawan-kawan kepengurusan di HMI


(9)

18.Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan doanya.

Akhir kata semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2012

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Lat ar Belakang ... 1

1.2. Rum usan M asalah ... 9

1.3. Tujuan Penelit ian ... 9

1.3.1. Tujuan Um um ... 9

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. M anfaat Penelit ian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Perilaku. ... 11

2.1.1. Pengert ian Perilaku ... 11

2.1.2. Bent uk Perilaku ... 12

2.1.3. Fakt or-Fakt or yang M em engaruhi Perilaku ... 19

2.1.4. Teori Belajar Sosial ... 21

2.2. Keluarga ... 26

2.2.1. Pengert ian Keluarga... 26

2.2.2. Karakt erist ik Keluarga ... 29

2.3. Sosial Budaya ... 30

2.4. Rokok ... 34

2.4.1. Pengert ian Rokok ... 34

2.4.2. Sejarah Rokok ... 35

2.4.3. Jenis Rokok ... 36

2.4.4. Kadungan Rokok ... 36

2.5. Perilaku M erokok ... 39

2.6. Kerangka Konsep ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penelitian ... 44


(11)

3.2.1. Lokasi Penelit ian ... 44

3.2.2. Wakt u Penelit ian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 45

3.4. Metode Pungumpulan Data ... 46

3.4.1. Dat a Prim er ... 46

3.4.2. Dat a Sekunder ... 47

3.5. Inst rum en Penelit ian ... 47

3.6. Definisi Operasional ... 47

3.7. Aspek Pengukuran ... 48

3.8. Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.2. Gambaran Karakteristik Keluarga ... 51

4.2.1. Jumlah Anggota Keluarga ... 51

4.2.2. Pendidikan Orang Tua ... 52

4.2.3. Pekerjaan Orang Tua ... 53

4.2.4. Status Ekonomi Keluarga ... 53

4.3. Gambaran Sosial Budaya Keluarga ... 53

4.3.1.Kebiasaan Keluarga ... 53

4.3.2. Peraturan Keluarga ... 56

4.3.3. Pemberian Informasi Mengenai Rokok di Keluarga ... 58

4.3.4. Self Concept Siswa Mengenai Rokok ... 59

4.3.5. Image Kelompok Siswa Mengenai Rokok ... 61

4.4.Gambaran Perilaku Merokok Siswa ... 63

4.4.1. Pengetahuan Siswa Mengenai Rokok ... 63

4.4.2. Sikap Siswa terhadap Perilaku Merokok ... 67

4.4.3. Tindakan Merokok Siswa ... 71

4.5. Uji Chi Square ... 74

BAB V PEMBAHASAN ... 77

5.1. Karakteristik Keluarga ... 77

5.2. Kebiasaan Keluarga ... 79

5.3.Peraturan Merokok ... 85

5.4. Informasi Mengenai Rokok ... 87

5.5. Self Concept ... 88

5.6. Image Kelompok ... 91

5.7. Pengetahuan Responden ... 94


(12)

5.9. Tindakan Responden ... 101

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

6.1. Kesimpulan ... 105

6.2. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :

Lampiran 1 : Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Master Data


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. ... Distr ibusi Jumlah Anggota Keluarga Reponden ... 51 Tabel 4.2. ... Distr

busi Pendidikan Ayah Responden ... 52 Tabel 4.3. ... Distr

busi Pendidikan Ibu Responden ... 52 Tabel 4.4. ... Distr

ibusi Pekerjaan Orang Tua Responden ... 53 Tabel 4.5. ... Distr

ibusi Penghasilan Orang Tua Responden... 53 Tabel 4.6. ... Distr

ibusi Jumlah Keluarga Responden Yang Merokok ... 53

Tabel 4.7. Distr

ibusi Kebiasaan Keluarga Responden Merokok Setelah Makan 54

Tabel 4.8. ... Kebi asaan Keluarga Responden Merokok Saat Menonton TV ... 54

Tabel 4.9. D

istribusi Kebiasaan Keluarga Responden Merokok Saat Bersama

Keluarga. ... 54 Tabel 4.10. ... Distr

ibusi Ketersediaan Asbak Rokok Di Rumah Responden ... 55 Tabel 4.11. ... Distr

ibusi Kebiasaan Tidur Larut Malam ... 55

Tabel 4.12. D

istribusi Anggota Keluarga Responden yang Memiliki Kebiasaan

Merokok Saat Ada Masalah. ... 55

Tabel 4.13. D

istribusi Orang Tua Responden yang Menasihati Jika Ada yang

Merokok ... 56 Tabel 4.14. ... Distr

ibusi Adanya Larangan Merokok di Keluarga ... 56 Tabel 4.15. ... Distr

ibusi Usia Diizinkan Merokok ... 56 Tabel 4.16. ... Distr

ibusi Reaksi Orang Tua Jika Mengetahui Responden Merokok ... 57

Tabel 4.17. D

istribusi Sanksi Dari Orang Tua Jika Mengetahui Responden

Merokok ... 57

Tabel 4.18. D

istribusi Orang Tua Memberi Tahu Responden Mengenai Bahaya


(14)

Tabel 4.19. ... Distr ibusi Orang yang Pertama Kali Mengenalkan Rokok ... 58 Tabel 4.20. ... Self

Concept Siswa Mengenai Rokok ... 59 Tabel 4.21. ... Distr

ibusi Kategori Self Concept Responden ... 61

Tabel 4.22. D

istribusi Keluarga Responden yang Suka Jika Responden

Merokok ... 61

Tabel 4.23. D

istribusi Keluarga yang Menganggap Responden Dewasa Jika

Merokok ... 62

Tabel 4.24. D

istribusi Anggota Keluarga yang Merasa Tidak Nyaman Jika

Responden Merokok ... 62 Tabel 4.25. ... Distr

ibusi Pengetahuan Responden Mengenai Rokok ... 63 Tabel 4.26. ... Distr

ibusi Kategori Pengetahuan Responden ... 66 Tabel 4.27. ... Distr

ibusi Sikap Responden Terhadap Perilaku Merokok ... 67 Tabel 4.28. ... Distr

ibusi Kategori Sikap Responden ... 70 Tabel 4.29. ... Distr

ibusi Tindakan Responden Terhadap Rokok ... 71 Tabel 4.30. ... Distr

ibusi Kategori Tindakan Responden ... 74 Tabel 4.31. ...

Crosstab Self Concept dengan Tindakan Total Kategorik ... 74 Tabel 4.32.

Crosstab Jenis Sanksi Dari Orang Tua dengan Tindakan

Total Kategorik ... 75

Tabel 4.33. C

rosstab Orang yang Mengenalkan Rokok Dengan Tindakan

Total Kategorik ... 75

Tabel 4.34. C

rosstab Sikap Total Kategorik dengan Tindakan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. ... Ske ma Teori Bandura ... 26 Gambar 2.2. ... Rok


(16)

Gambar 2.3. ... Ker angka Konsep... 42

BAB I PENDAHULUAN


(17)

ABSTRAK

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang terdekat dari individu adalah keluarga. Sosial budaya keluarga akan membentuk perilaku seseorang termasuk perilaku merokok seseorang. Penelitian ini bertujuan melihat Gambaran Karakteristik dan Sosial budaya keluarga terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara tahun 2012.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 70 responden.

Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 55,7%. Mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta yaitu sebanyak 98,6%. Pendidikan Ayah sebagian besar SMA/STM/SMK sebanyak 52,8%, serta Ibu mayoritas SMP sebanyak 37,1%. Sebanyak 82,9% keluarga responden memiliki anggota keluarga yang merokok. Diperoleh 61% responden memiliki larangan merokok di keluarga. Sebanyak 97,1 % orang tua responden pernah menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok

kepada responden. Self concept yang merupakan gambaran diri responden

berhubungan dengan rokok. Sebanyak 61,4% responden memiliki self concept yang

baik mengenai perilaku merokok. Mayoritas keluarga responden responden 98,6% menyatakan bahwa keluarga responden tidak suka jika responden merokok . Pengetahuan siswa berada dalam kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 50%. Namun menurun pada tingkatan sikap. Kesiapan siswa bertindak yang di tunjukkan dengan variable sikap ternyata menunjukkan bahwa sikap siswa berada pada kategori sedang sebanyak 55,7%. Sebanyak 85,7% siswa merupakan perokok. Tindakan siswa berada pada kategori sedang sebanyak 62,9%. Namun terdapat 21,4% berada pada kategori buruk.

Untuk mengurangi kebiasaan merokok siswa diharapkan kepada sekolah untuk membuat sebuah peraturan mengenai rokok di sekolah. Peraturan tersebut dapat berupa Kawasan Tanpa Rokok ataupun peraturan lainnya. Selain itu perlu dilakukan pengawasan ketat di sekolah mengenai rokok dan pemberian informasi mengenai bahaya rokok. Perlu juga disampaikan kepada keluarga siswa untuk meminimalisir kebiasaan merokok di keluarga.

Kata kunci : Perilaku merokok, Sosial Budaya keluarga (kebiasaan, peraturan, informasi, self concept, Image kelompok), Keluarga, Remaja, Karakteristik keluarga ( jumlah anggota keluarga, status ekonomi, pendidikan orang tua)


(18)

ABSTRACT

Smoking habit could endanger health. Someone's behavior will not be separated from the influence of the environment. The nearest environment of the individual is a family. Family sociocultural will form someone’s behavior includes someone's smoking behavior. This research aims to see the depiction of characteristics and sociocultural family of smoking behavior Satria Nusantara vocational students in 2012.

This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 70 respondents.

Results showed most respondents came from families with low economic level as much as 55,7%. The majority of parents work are self-employed as many as 98,6%. Most father’s last education are SMA/STM/SMK as much as 52,8%, and the mother as much as 37,1% majority of SMP. Amount of 82,9% of respondents had family members who smoke. Acquired 61% of respondents have a ban on smoking in the family. Amount of 97,1% of respondents had parents give on information about the dangers of smoking to the respondent. Self concept is a reflection of the respondents associated themselves with cigarettes. Amount of 61,4% of respondents have a good self concept regarding smoking behavior. The majority of family respondents 98,6% stated that their family do not like if the respondent smoking. Knowledge students are in good and moderate category and each as much as 50%. But the decline in the level attitude. Student's readiness to act shown with the attitude variable was shown that the attitude of students in the category of moderate as much as 55,7%. Amount of 85,7% of students are smokers. Student actions in the category of moderate as much as 62,9%. However, there are 21,4% in the category of poor.

To reduce student’s smoking habit, school are expected to make a rule about smoking at school. These rules may be a No Smoking Areas or other regulations. In addition it is necessary for strict supervision in school about smoking and giving information about the dangers of smoking. It should be also communicated to families of students to minimize smoking in the family.

Keywords: Smoking habit,, Family Sociocultural (habits, rules, information, self concept, the Image group), Family, Teenager, Family Characteristics (number of family member, economic status, education of parents).


(19)

Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Adapun PHBS dalam rumah tangga adalah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih , mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok di dalam rumah. Salah satu unsur PHBS yang harus dilakukan adalah tidak merokok.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan namun dapat dicegah. Hal ini disebabkan konsumsi rokok dan


(20)

paparan terhadap asap rokok berdampak serius terhadap kesehatan. Dampaknya antara lain berupa kanker paru, kanker mulut, kanker organ lain, penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronik, dan kelainan kehamilan. Hasil penelitian terbaru bahkan membuktikan bahwa perilaku merokok juga menyebabkan katarak, kanker serviks, kerusakan ginjal dan periodontitis. (Depkes, 2006)

Ogawa dalam Irawan (2009), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok perhari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Kebiasaan merokok menganggu kesehatan, kenyataan ini tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok yang melanda dunia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan. menurut UU no 19 tahun 2003 rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan. Tujuan pengamanan yang dimaksud adalah melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok,


(21)

serta meningkatkan kesadaran, kewaspadaan kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.

Merokok masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Dengan jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 57 persen penduduk atau kurang lebih 100 juta orang, artinya kini Indonesia menduduki peringkat ke-7 dalam urutan negara yang jumlah perokoknya paling banyak. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,1 miliar orang. Sebanyak 800 juta orang diantaranya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Peraturan Pemerintah (PP) No 81/1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan telah direvisi untuk melindungi masyarakat dari bahaya kesehatan akibat merokok dimana revisi tersebut mengharuskan penulisan jumlah kandungan tar dan nikotin dalam setiap batang rokok. Karena itu, setiap bungkus rokok kini harus ditulis bahaya merokok terhadap kesehatan. Misalnya,

sakit jantung, paru-paru dan gangguan kehamilan (Health Today dalam Wiliana,

2010).

Dunia kesehatan menyatakan bahwa merokok memberi dampak negatif yang luas bagi kesehatan dan diduga sebagai salah satu penyebab utama timbulnya penyakit kanker paru, penyakit jantung koroner, impotensi, bahkan gangguan kehamilan dan janin. Menurut data WHO satu juta manusia pertahun di dunia meninggal karena merokok dan 95 % diantaranya adalah kanker paru-paru. Data statistik WHO yang dipublikasikan tanggal 28 Mei 2002 menyebutkan bahwa aktivitas merokok telah membunuh satu dari sepuluh orang


(22)

dewasa di dunia tiap tahun dan itu setara dengan empat juta kematian perokok. Bahkan jika trennya tidak berubah, tahun 2030 kematian akan meningkat menjadi satu dari enam perokok. (Wibowo dalam Ginting, 2011)

WHO memperkirakan terdapat 1,25 miliar penduduk dunia adalah perokok dan dua pertiganya terdapat di negara-negara maju, dengan sekurang- kurangnya 1 dari 4 orang dewasa adalah perokok. Prevalensi perokok secara berturut di Amerika Serikat dan Inggris pada laki-laki adalah 25% dan 27% dan pada wanita adalah 21% dan 25%. Di beberapa negara Eropa didapatkan data prevalensi merokok di Jerman 38%, Prancis 30%, Italia 29%, Swedia 18% dan di negara berkembang didapatkan prevalensi yang lebih tinggi (Darmawati, 2010).

Sebanyak 20-60% lebih penduduk pria dunia adalah merokok, dan 10-50% untuk wanitanya. Di Indonesia diperkirakan 50-59% pria adalah perokok, dan pada wanita mencapai 10%. Di kalangan remaja juga kebiasaan merokok sudah demikian mengkhawatirkan, 3-60% remaja (30% remaja pria dan mencapai 10% remaja wanita) mengkonsumsi rokok. Data WHO mempertegas bahwa seluruh jumlah perokok yang ada dunia sebanyak 30%, dan hampir 50% perokok di Amerika Serikat termasuk usia remaja (Theodorus, 1994).

Konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 240 miliar batang atau setara dengan 658 juta batang rokok perharinya yang berarti uang senilai Rp 330 miliar ‘dibakar’ oleh para perokok di Indonesia dalam satu harinya. Bahkan menurut data Susenas 2006 menunjukan bahwa pengeluaran


(23)

untuk membeli rokok adalah 5 kali lebih besar dari pengeluaran untuk telur dan susu (2,3 persen), 2 kali lipat pengeluaran untuk ikan (6,8 persen), dan 17 kali lipat pengeluaran membeli daging (0,7 persen). Di Indonesia diperkirakan sebesar 60-70 % penduduk laki-laki adalah perokok (Rai dan Sajinadiyasa, 2009 dalam Darmawati, 2010). Dimana terdapat peningkatan pesat konsumsi rokok pada remaja, pada tahun 2001 yang mencapai 24,2% dari semula 13,71% pada tahun 1995, yang kemudian menjadi perokok aktif atau tetap. Menurut

data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2.974 responden pelajar

Indonesia berusia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku pernah merokok (Nasution dalam Darmawati, 2010).

Berdasarkan data Riskesdas (2010) prevalensi penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok setiap hari secara nasional mencapai 28,2 persen. Sedangkan berdasarkan usia pertama kali merokok secara nasional, kelompok usia 15-19 tahun menempati peringkat tertinggi dengan prevalensi mencapai 43,3 persen, disusul kelompok usia 10-14 tahun yang mencapai 17,5 persen.

Prevalensi perokok di Indonesia kian hari semakin meningkat dan memprihatinkan. Menurut data yang diperoleh Kompas.com, peningkatan tertinggi perokok di Indonesia terjadi pada kelompok remaja umur 15-19 tahun, yaitu dari 7,1 persen pada tahun 1995 menjadi 17,3 persen pada tahun 2004, atau naik 10,2 persen selama 9 tahun.

Dari penelitian Universitas Hamka dan Komnas Anak di tahun 2007, menunjukkan hampir semua anak (99,7 persen) melihat iklan rokok di televisi


(24)

dan 68,2 persen memiliki kesan positif terhadap iklan rokok, serta 50 persen remaja perokok lebih percaya diri seperti dicitrakan iklan rokok. Survey yang pernah dilakukan di Jakarta juga menunjukkkan bahwa 64,8% pria remaja dengan usia di atas 13 tahun adalah perokok (Tandra dalam Nasution, 2007). Menurut Riskesdas 2010 prevalensi perokok menurut provinsi terdapat 67,8% perokok di Bali, 66,3 % di provinsi DI Yogyakarta dan 62,7% di Jawa Tengah. Untuk provinsi Sumatera Utara perokok yang merokok setiap hari berjumlah 29,7 persen. Untuk nasional prevalensi perokok laki laki sebesar 54,1 persen sedangkan perokok saat ini di Sumatera Utara menurut riskesdas 35,7 persen. Secara nasional, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang (Riskesdas, 2010).

Perilaku merokok jelas bukan merupakan perilaku sehat. Rokok memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan. Namun perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang memengaruhi derajat kesehatan seseorang salah satunya adalah lingkungan sosial budaya. Masyarakat Indonesia terdiri atas banyak suku budaya yang mempunyai latar belakang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat memengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan.

Melville J. Herskovits dalam Soekanto (2006) mengajukan empat unsur pokok kebudayaan yaitu alat alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan


(25)

kekuasaan politik. Keluarga sebagai salah satu unsur pokok kebudayaan memiliki andil yang cukup besar bagi pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku seseorang.

Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya. Nilai yang dianut keluarga dan latar belakang etnik atau kulturnya berasal dari nenek moyang akan memengaruhi interpretasi keluarga terhadap suatu masalah kesehatan. Masalah kesehatan suatu keluarga dapat memengaruhi anggota keluarga lain kerena keluarga merupakan suatu kesatuan. Hasil penelitian yang dilakukan Theodorus (1994) menyatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadap perilaku merokok anak-anaknya dibandingkan keluarga non perokok.

Selain itu, menurut teori sistem, keluarga merupakan suatu sistem tempat individu anggota keluarga berinteraksi. Perilaku dan sikap anggota keluarga dibentuk oleh hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Setiap perubahan pada salah satu anggota keluarga akan memengaruhi anggota keluarga lain (Nasution, 2009)

Menurut hasil Riskesdas ( 2007) situasi yang memprihatinkan adalah bahwa ada 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga dan 69 % rumah tangga tercatat memliki minimal satu orang yang merokok. Selain itu 85 % perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di dalam rumah bersama dengan anggota keluarganya. Hal ini dapat berakibat buruk


(26)

terhadap kesehatan anggota keluarga lain khususnya anak-anak. Sedangkan untuk wilayah Sumatera Utara menurut Riskesdas 2007 prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga sebanyak 86,2 persen. Sedangkan untuk kota Binjai sendiri jumlah perokok yang merokok di dalam rumah sekitar 82,9 persen. Kondisi ini akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap perilaku merokok dalam keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski dalam Soekanto (1982) bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama yang terdapat dalam unsur pokok kebudayaan.

Dari data Riskesdas (2010) rata rata usia merokok pertama kali di Sumatera Utara paling tinggi pada usia 15-19 tahun yaitu sebesar 43,1% usia ini adalah usia remaja. Perry, et al (1988) dalam Alamsyah (2007) berpendapat bahwa perilaku merokok terbesar berawal pada masa remaja dan meningkat menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap beberapa SMK di kota Binjai, terdapat beberapa SMK yang memiliki siswa yang berperilaku merokok, salah satunya adalah SMK Satria Nusantara Binjai. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti diperoleh bahwa terdapat sekitar 12 siswa dari sekitar 15 siswa SMK Satria Nusantara yang yang diamati merupakan perokok, selain itu siswa tersebut merokok di lingkungan sekolah. Dari informasi yang diperoleh dari kepala sekolah dan warga sekitar SMK tersebut diperoleh pula informasi bahwa banyak siswa SMK yang merokok.


(27)

Oleh karena sangat besar peran keluarga dalam pembentukan perilaku, termasuk perilaku merokok. Maka, penulis melakukan penelitian mengenai Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Terhadap Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Dalam Hal Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Terhadap Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga,

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga) terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai pada Tahun 2012.

b. Untuk mengetahui sosial budaya keluarga (kebiasaan merokok keluarga,

peraturan merokok keluarga, informasi merokok di dalam keluarga, self concept terhadap rokok, dan image kelompok terhadap perilaku merokok)


(28)

terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012.

c. Untuk mengetahui pengetahuan mengenai rokok siswa SMK Satria

Nusantara Binjai Pada Tahun 2012.

d. Untuk mengetahui sikap siswa SMK Satria Nusantara Binjai terhadap

rokok.

e. Untuk mengetahui tindakan merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai

pada tahun 2012

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan

Propinsi dan Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk menentukan dan merencanakan program baru dalam pendidikan kesehatan dan bahaya rokok.

b. Sebagai masukan kepada pihak SMK Satria Nusantara Binjai untuk

memotivasi siswanya agar mengurangi kebiasaan merokok.

c. Bagi peneliti lain berguna sebagai bahan masukan atau tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut


(29)

pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo 2003).

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus bersangkutan.


(30)

b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable behaviour”.

2.1.2. Bentuk Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan,

membedakan adanya tiga ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangakan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Sikap (attitude)

c. Tindakan (practice)

a. Perilaku dalam bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau cognitive merupakan domain yang sangat penting dalam


(31)

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesutau yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


(32)

Analisis adalah suatau kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian - penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

b. Perilaku dalam bentuk Sikap

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berprestasi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat, dan emosi yang bersangkutan


(33)

senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya. Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo (1993) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Mengahargai (valuing)

Menghargai diartikan subjekatau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.


(34)

Berkowitz dalam Azwar (2000)pernah mendaftarkan lebih dari 30 definisi tentang sikap. Namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu:

1. Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thrston (1928). Rensis Linkert (1932), Charles Osgood (1975) Mengatakan bahwa ” sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu “.

2. Kelompok kedua diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), La Piere (1934), Mead (1934), dan Girdon Allport (1934) mengatakan bahwa “Sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon”.

3. Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “ Sikap merupakan

konstalasi komponen –komponen kognitif, afektif, dan konatif termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa “ Sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi) , Pemikiran (kognisi) dan predisposisis tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya”.

Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan


(35)

bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak, (favorable) atau tidak menyetujui, tidak

mendukung, atau tidak memihak (Unfavorable) suatu objek sikap. Bila

seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan. (Fishbein 1978 dalam Simangunsong 2011)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan.Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “ tidak setuju “ terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu.

c. Perilaku dalam bentuk Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap ,menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apayang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut pratik


(36)

(practice) kesehatan. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kwalitasnya, yakni :

1. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,atau bulan yang lalu (recall). Pengkuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :


(37)

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku

Teori WHO dalam Notoadmodjo (2003) menjelaskan 4 alasan pokok mengapa seseorang berperilaku, yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal

untuk bertindak atau berperilaku. Seseorang yang merokok, akan

mempertimbangkan untung rugi dan manfaatnya.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang

dipercayai (personal references)

Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. Pada keluarga biasanya ayah, ibu atau saudara kandung yang lebih tua. Seseorang yang merokok biasanya melihat orang dilikingkungannya merokok.


(38)

3. Sumberdaya (recources)

Faktor ini merupakan pendukung terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Jika dibandingkan dengan teori Green, sumber daya termasuk

faktor enabling. Seseorang akan merokok bila memiliki dana untuk

memperoleh rokok.

4. Sosiobudaya (culture)

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.

Sosio budaya setempat sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini sangat berpengaruh di dalam keluarga. Sebab keluarga merupakan ruang lingkup sosial budaya yang paling kecil.

Teori Shenandu B Kar dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa terdapat 5 determinan perilaku yaitu:

1. Adanya Niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan

dengan objek atau stimulus di luar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat. Maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman dengan perilaku tersebut.


(39)

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasi- informasi terkait dengan tindakn yang akan di ambil oleh seseorang

4. Adanya otonomi atas kebebasan pribadi (personal outonomy) untuk mengambil keputusan

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation) artinya ada kondisi serta kemampuan yang memungkinkan untuk bertindak.

2.1.4. Teori Belajar Sosial

Bandura (1977) menyatakan bahwa "Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own action to inform them what to do. Fortunately, most human behavior is learned observationally through modeling: from observing others one form an idea of her new behavior are performed, and on later occasion this coded information serves as a guide for action".

Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tidak baik.

Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan yang sebenarnya. Bandura


(40)

(1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B = behavior), lingkungan (E =

environment) dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P = perception) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran

sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu

langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.

Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational

learning).

1. Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement.


(41)

2. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu.

Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Untuk menjelaskan pandangan ini, beliau telah mengemukakan teori tentang imitasi. Bersama dengan Walter (1963) dia mengadakan penelitian pada anak-anak dengan cara menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan tukul besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit ‘sockeroo’ dalam film. Setelah menonton film anak-anak ini diarah bermain di ruang permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam film. Setelah kanak-kanak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam film.

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan

moral ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan

imitation (peniruan). Prosedur-prosedur Social learning:

1. Conditioning

Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan; Reward (hadiah), Punishment (hukuman).


(42)

Dasar pemikirannya: Sekali seorang mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat.

Hal ini sesuai dengan Conditioning Theory yang dikemukakan dan

dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS (1878-1958). Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus dan respon yang baru melalui “conditioning”.Salah satu percobaan yang terkenal adalah percobaan terhadap anak umur 11 tahun “Albert” dengan seekor tikus putih. Percobaan itu memiliki kesimpulan I bahwa rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa dibarengi stimulus tak bersyarat.

2. Imitation

Imitation (peniruan). Dalam Hal ini orang tua atau anggota keluarga lain akan sangat mungkin menjadi model yang perilakunya akan di imitasi oleh anggota keluarga lainnya. Jadi dalam Social Learning,seseorang belajar karena contoh lingkungan.

Analisis Belajar Sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku model adalah sumber informasi bagi pihak pengamat. Teori Belajar Sosial


(43)

menekankan kepentingan lingkungan, atau situasional, sebagai determinan perilaku. Perilaku merupakan hasil dari interaksi terus menerus antara variabel individu dan lingkungannya. Kondisi lingkungan membentuk perilaku melalui proses belajar, dan selanjutnya perilaku orang tersebut membentuk lingkungan. Orang dan situasi saling mempengaruhi secara timbal balik. Orang dapat belajar dengan mengobservasi tindakan orang lain dan dengan melihat konsekuensi tindakan tersebut. Proses ini mungkin lambat dan tidak efisien seakan-akan semua perilaku kitaharus dipelajari melalu penguatan langsung respons kita. Asumsi dasar dari teori Belajar Sosial adalah manusia mempelajari tingkah laku melalui proses yang terus berjalan. Meniru model merupakan proses berikutnya yang berhubungan dengan keberadaan, kesukaan, dan kuasa dari model itu sendiri.(Awlia, 2010)

Lingkungan sebagai faktor utama dalam social learning yang

dikemukakan oleh Bandura menitikberatkan kepada lingkungan sosial, lingkungan sosial yang paling dekat dengan individu dan memiliki waktu interaksi yang sangat banyak adalah keluarga sebagaimana bentuk bentuk sosialisasi yang lain, menurut Kamanto dalam Notoadmodjo (2003) maka sosialisasi selalu berawal pada keluarga.


(44)

Gambar 2.1. Skema Teori Bandura

2.2. Keluarga

2.2.1. Pengertian Keluarga

Definisi yang dikemukakan oleh Depkes 1988 adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendi dalam Saragi, 2010)

Menurut Burges dkk (1963) membuat definisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :

1. Keluarga terdiri dari orang orang yang disatukan oleh ikatan

perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.

3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran peran sosial keluarga seperti ayah-ibu, anak laki laki dan anak perempuan, sauara-saudari.

4. Keluarga sama sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang


(45)

Pegertian yang dikemukakan Salvician G Bailom dan Aracelis Maglaya (1989) , Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam perannya masing masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friendman Marlin dalam Saragi 2010)

Menurut Duncan Mitchell, 1984 dalam suatu organisasi sosial seperti keluarga, perubahan dalam kelakuan seorang anggota keluarga akan berpengaruh bagi anggota- anggota lain.

Sebagaimana dikatakan oleh Radcliffe - Brown dalam Mitchell (1984) Bahwa dalam sistem kekeluargaan ada hubungan saling ketergantungan yang kompleks antara anggota anggotanya.

Menurut Horton (1991) keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaikan tugas tugas tertentu. Sehingga keluarga memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi pengetahuan seksual : Keluarga adalah lembaga pokok yang

merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.

b. Fungsi reproduksi : Keluarga “mereproduksi” anak. Namun tidak ada

masyarakat yang menetapkan seperangkat norma untuk memeroleh anak. Kecuali sebagai bagian dari keluarga.


(46)

c. Fungsi sosialisasi : Keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang pertama dari seorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok primer lain diluar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah tertanamkan secara kuat. Salah satu dari sekian banyak cara keluarga untuk mensosialisasikan anak adalah melalui pemberian model bagi anak.

d. Fungsi afeksi : Sebagian besar masyarakat hampir seluruhnya bertumpu pada keluarga untuk mendapatkan tanggapan kasih sayang. Kebutuhan persahabatan dipenuhi oleh sebagian kelompok lain.

e. Fungsi penentuan status : Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status.

f. Fungsi perlindungan : Dalam setiap masyarakat keluarga memberikan

perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya. g. Fungsi ekonomis : keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian

besar masyarakat primitive. Para anggota keluarga bekerjasama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

2.2.2. Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga adalah sifat keluarga yang relatif tidak berubah atau yang dipengaruhi oleh lingkungan. Seperti pendidikan, pekerjaan dll. Karakteristik ini akan memengaruhi perilaku anggota keluarga.


(47)

Pendidikan orang tua : Tingkat pendidikan orang tua cenderung akan

memengaruhi pola komunikasi yang dibangun di dalam keluarga dan akan memengaruhi kebiasaan merokok.

Pekerjaan orang tua : pekerjaan orang tua akan mempengaruhi tingkat

ekonomi keluarga yang berdmpak pada kemampuan untuk merokok. Pekerjaan orang tua juga akan memengaruhi kebiasaan orang tua yang kemudian terbawa ke lingkungan rumah.

Jumlah anggota keluarga : Jumlah anggota keluarga akan membagi

perhatian keluarga.

Penghasilan Keluarga : Penghasilan keluarga akan memengaruhi seberapa

banyak uang saku seorang anak. Semakin besar uang saku anak, akan semakin besar kesempatannya untuk menggunakan uang tersebut untuk membeli rokok

Selain karakteristik keluarga, setiap perilaku anggota keluarga dipengaruhi oleh sosial budaya yang dianut oleh keluarga tersebut.

2.3. Sosial Budaya

Definisi kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Pengantar Antropologi), sebagai berikut:


(48)

”Kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.”

Taylor dalam buku Primitive Culture menyatakan ”Kebudayaan sebagai

keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.” (SNotoadmodjo, 2010)

Sifat hakikat kebudayaan menurut Soekanto (2006) adalah:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahinya suatu

generasitertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.

3. Kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.

4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan

kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan, yang diterima dan ditolak, tindakan tindakan yang dilarang dan diizinkan.

Unsur-unsur universal yang pasti didapatkan di semua kebudayaan di dunia adalah:

1) Sistem religi


(49)

3) Sistem pengetahuan

4) Bahasa

5) Kesenian

6) Mata pencaharian

7) Teknologi dan peralatan

Kebudayaan adalah suatu system norma-norma yang rumit, cara merasa dan bertindak yang diharapkan yang distandarisasi, yang dikenal dan diikuti secara umum oleh para anggota masyarakat. Dalam kebudayaan mengandung :

1. Kebiasaan. Kebiasaan (folkways) hanyalah satu cara yang lazim yang wajar dan diulang-ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang. Generasi baru menyerap kebiasaan sebagian dengan pendidikan yang terencana yang di perhatikan dan dihayat. Karena mereka terus-menerus melihat cara-cara berperilaku tertentu, mereka yakin hanya itulah cara yang benar.

2. Tata Kelakuan. Tata kelakuan adalah gagasan yang kuat mengenai

salah dan benar yang menuntut tindakan tertentu dan melarang yang lain. Tata kelakuan adalah keyakinan tentang salah dan benar dalam perilaku/tindakan. Tata kelakuan tidak ditentukan atau dipikirkan atau disusun dengan sengaja karena seseorang menganggap hal itu merupakan pemikiran yang baik. Namun, Tata kelakuan itu muncul secara bertahap dari perilaku kebiasaan dari sebagian besar orang tanpa pilihan atau maksud maksud yang disadari. Jadi asalnya adalah suatu keyakinan kelompok yang praktis tentang kesejahteraan kelompok.


(50)

Tata kelakuan diajarkan kepada orang muda bukan sebagai serangkaian keabsolutan yang keramat.

3. Lembaga. Kelompok kebiasaan dan tatakelakuan yang diorganisasi

yang berhubungan kegiatan kegiatan penting diwujudkan dalam lembaga sosial. Suatu lembaga adalah sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang mewujudkan nilai-nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu.

Selain faktor budaya terdapat juga faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan (H. Ray Elling dalam Notoatmodjo,2003) antara lain:

1 Image kelompok

Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok, misal: anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan medis, dan mungkin juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter.

Dengan demikian, perilaku dari masing-masing anak cenderung merefleksikan kelompoknya. Contoh lain: keluarga di pedesaan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan dukun, akan berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari pertolongan pengobatan pada saat mereka sudah berkeluarga.


(51)

Identifikasi individu kepada kelompoknya juga berpengaruh terhadap perilaku kesehatan (G.M. Foster, 1973) Self concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan pada diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan negatif terhadap perilaku kita dalam jangka waktu lama, akan marasa suatu keharusan untuk melakukan perubahan perilaku.

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Menurut Sudarmaji (2000) konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dimana pada akhirnya individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya. (Sahputra , 2009)

Oleh karena itu secara tidak langsung self concept kita cenderung menentukan misal: bila kita dipandang negatif karena tubuh kita terlalu gemuk, kita merasa tidak bahagia, dan akan segera berkonsultasi kepada ahli diet, atau mulai berolah raga untuk menurunkan berat badan. Self concept adalah faktor


(52)

yang penting dalam kesehatan, karena memengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku kesehatan. Self concept ditentukan oleh pendapat yang biasanya melekat pada suatu lingkungan komunitas.

2.4. Rokok

2.4.1. Pengertian Rokok

Menurut UU no 19 tahun 2003 Rokok adalah hasil olahan tembakau

terbungkus cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana

Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Rokok biasanya berbentuk silinder terdiri dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm, berwarna putih dan coklat. Biasanya berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit racikan seperti cengkeh, saus rokok, serta racikan lainya untuk menikmati sebatang rokok, perlu dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujungnya yang lain.

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Sementara, alasan utama merokok adalah cara untuk bisa diterima secara


(53)

sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan dan untuk menghilangkan stress.

2.4.2. Sejarah Rokok

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah pimpinan Christopher Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan.

Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brasil. Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai

Istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang dimaksud. Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di kalangan orang Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan


(54)

jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok.

2.4.3. Jenis Rokok

Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2.4.4. Kandungan Rokok

Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%). Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping


(55)

(side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif.

Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen).

Gambar 2.2. Rokok ( sumber : Panduan Perilaku Tidak Merokok, Depkes RI)

Nikotin merupakan zat yang paling sering dibicarakan dan sering menjadi bahan penelitian. Nikotin berbentuk cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara, kadar nikotin dalam


(56)

tembakau berkisar 12%. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan.

Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 µg. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam 1 hari menghasilkan 10 µg. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 µg per hari. Jadi, zat timah hitam akan sangat berbahaya jika konsumsi rokok melebihi batas ambang yang dapat diterima oleh tubuh.

Gas Karbon monoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernafasan sel-sel tubuh, tetapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka CO berikatan dengan hemoglobin. Kadar gas CO dalam darah orang yang tidak merokok kurang dari 1 % sementara dalam darah perokok mencapai 4-15%.

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.

Dunia kesehatan menyatakan bahwa merokok memberi dampak negatif yang luas bagi kesehatan dan ditenggarai sebagai salah satu penyebab utama timbulnya penyakit kanker paru, penyakit jantung koroner, impotensi, bahkan


(57)

gangguan kehamilan dan janin. Menurut data WHO satu juta manusia pertahun di dunia meninggal karena merokok dan 95 % diantaranya adalah kanker paru-paru. Data statistik WHO yang dipublikasikan tanggal 28 Mei 2002 menyebutkan bahwa aktivitas merokok telah membunuh satu dari sepuluh orang dewasa di dunia tiap tahun dan itu setara dengan empat juta kematian perokok. Bahkan jika trennya tidak berubah, tahun 2030 kematian akan meningkat menjadi satu dari enam perokok.

2.5. Perilaku Merokok

Faktor yang menyebabkan perilaku merokok sebagaimana yang dikemukakan oleh Mu’tadin dalam Ginting (2011) meliputi:

1) Pengaruh orang tua

Anak muda berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orangtua (single parent). Kecenderungan seseorang berperilaku sebagai perokok lebih terlihat pada remaja putri bila ibu mereka merokok daripada ayahnya.

2) Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok, maka semakin besar kemungkinan teman temannya menjadi perokok juga. Hal ini dapat dilihat dari dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tersebut


(58)

terpengaruh oleh teman- temannya atau bahkan teman temannya dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya semua menjadi perokok.

3) Faktor kepribadian

Seseorang mencoba untuk merokok karena ingin tahu atau melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan.

4) Pengaruh iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti iklan tersebut.

Menurut Mu’tadin dalam Aula (2010) jika ditinjau dari banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, tipe perokok dibagi menjadi tiga. Pertama, perokok sangat berat yakni perokok yang menghasbiskan lebih dari 31 batang rokok tiap hari dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur pada pagi hari. Kedua, perokok berat, yaitu perokok yang menghabiskan 21-30 batang rokok setiap hari dengan selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah bangun tidur pada pagi hari. Ketiga, perokok sedang, yakni perokok yang menghabiskan sekitar 10 batang rokok setiap hari dengan selang waktu merokok 60 menit setelah bangun tidur paga pagi hari.

Menurut Silvan Tomkins dalam Ginting(2011) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory yaitu :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh kebiasaan positif. Dengan


(59)

menyatakan dalam Psychological factor in Smoking 1978 menambahkan dua subtipe perilaku merokok

a. Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah di dapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedar untuk menyenangkan

perasaan.

2. Perilaku merokok dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang merokok untuk mengurangi perasaan negatif misalnya bila ia marah gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiktif akan menambah dosis rokok disetiap saat setelah efek dari rokok berkurang.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka

menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan tetapi karena benar benar sudah menjadi kebiasaanya rutin.


(60)

Dari teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti merancang suatu kerangka konsep yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura menitik beratkan kepada lingkungan sebagai salah satu faktor pembentuk perilaku. Keluarga sebagai sebuah lembaga sosial yang paling kecil memiliki banyak kesempatan interaksi sosial sesama anggota keluarganya. Interaksi sosial di dalam keluarga menyebabkan adanya hubungan erat antara perilaku anggota keluarga satu dengan yang lainnya. Keluarga merupakan subsistem dalam masyarakat dimana

Pengetahuan merokok siswa

Sikap merokok siswa

Tindakan merokok siswa Karakteristik

keluarga:

 Jumlah anggota

keluarga

 Pendidikan orang

tua

 Pekerjaan orang

tua

 Status ekonomi

keluarga

Sosial budaya keluarga :

 Kebiasaan

keluarga

 Peraturan

merokok

 Informasi rokok

Self concept Image kelompok


(1)

b. tembakau saja (1) c. Tidak tahu (0)

5. Tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan yang digulung dengan kertas sigaret dan biasanya memakai bahan tambahan lainnya disebut rokok …

a. Kretek (1) b. Filter (0)

6. Perbedaan rokok filter dengan rokok non filter adalah … a. Perbedaan pada harga (0)

b. Ada tidaknya campuran (2) c. Ada tidaknya gabus (3)

7. Dibawah ini adalah zat yang terkandung dalam rokok yaitu: a. Nikotin, Tar dan Timah Hitam (2)

b. Nikotin, Formal dehid dan Oksigen (1) c. Hidrogen, Tar, Asap (0)

8. Apakah kamu tahu bahwa ada lebih dari 4000 zat kimia yang terdapat dalam rokok?

a. Ya (1)

b. Tidak Tau (0)

9. Merokok dapat menyebabkan … a. Flu (0)

b. Kanker (1)

10.Rokok mengandung zat adiktif…. a. Benar (1)

b. Salah (0)

11.Endapan berwarna cokelat pada gigi disebabkan oleh a. Tar (2)


(2)

c. Timbal (0)

12.Mengapa pada bungkus rokok diberi peringatan? a. Karena berbahaya bagi kesehatan(2)

b. Karena peraturan(1) c. Tidak tau(0)

13.Merokok dapat menganggu kesehatan… a. Kulit (0)

b. Gigi dan Mulut (1)

14.Nikotin dapat menyebabkan… a. batuk (0)

b. Iritasi (1) c. Kecanduan (2) 15.Perokok pasif adalah

a. Orang yang kadang kadang merokok (0)

b. Orang yang tidak merokok namun menghirup asap rokok orang lain (2) c. Orang yang tidak merokok (1)

16.Apakah merokok dapat menyebabkan kematian? a. Ya (1) b. . Tidak (0)

17.Apakah Rokok dapat memberikan efek ketergantungan? a. Ya (1)

b. Tidak Tahu (0)

18.Apakah Merokok membahayakan orang orang sekitar? a. Ya (1)

b. Tidak (0)

19.Apakah perokok pasif lebih beresiko daripada perokok aktif? a. Ya(1)

b. Tidak(0)


(3)

a. Ya (1) b. Tidak (0)

E. SIKAP

No. Pernyataan Setuju Tidak setuju

1. Saya akan marah jika teman merokok di dekat saya

1 0

2. Merokok di tempat umum hanya merugikan diri sendiri

0 1

3. Merokok setiap hari tidak masalah 0 1 4. Tidak ada zat racun di dalam rokok 0 1 5. Asap rokok berbahaya bagi orang sekitar

perokok.

1 0

6. Rokok membuat kecanduan. 1 0

7. Tidak merokok berarti belum dewasa 0 1

8. Merokok jika bersama keluarga 0 1

9. Orang tua melarang merokok demi kebaikan kita

1 0

10. Saya merokok sehabis makan 0 1

11. Dengan merokok terlihat keren 0 1


(4)

teman

13. Jika Sudah batuk tidak boleh merokok 0 1

14. Merokok adalah kebiasaan buruk 1 0

15. Merokok membuat prestasi menurun 1 0 16. Peringatan yang ada di kemasan rokok

adalah benar

1 0

17. Iklan rokok harus dihentikan 1 0

18. Orang tua sebaiknya tidak merokok di depan anak-anaknya

1 0

19. Saya akan merokok untuk menghilangkan stress

0 1

20 Saya merokok di ruangan ber -AC 0 1

21. Merokok membuat wajah saya terlihat segar

1 0

22. Peraturan Kawasan Tanpa Rokok sebaiknya di adakan di tempat umum

1 0

23. Rokok tidak berbahaya jika sedikit 0 1 24. Saya tidak perlu malu jika tercium bau

rokok dari mulut saya

0 1

25. Merokok membuat saya lebih percaya diri

0 1

26. Saya ingin berhenti merokok 1 0

F. TINDAKAN

1. Apakah kamu merokok di lingkungan rumah? a. Ya (1)

b. Tidak (0)

2. Kapan kamu pertama kali merokok? a. Sejak SD (10-13 tahun)(2)


(5)

b. Sejak SMP (14-16 tahun)(1) c. Baru baru saja (17-19 tahun)(0)

3. Kapan kamu pertama kali merokok di sekitar lingkungan keluarga? a. Sejak pertama merokok (2)

b. Setelah lama merokok (1) c. Tidak pernah (0)

4. Apakah kamu merokok bersama teman teman? a. Ya (1)

b. Tidak (0)

5. Apakah kamu memarahi saudara yang merokok di dekatmu? a. Ya (0)

b. Tidak (1)

6. Dimana kamu pertama kali merokok? a. Di rumah (2)

b. Di Sekolah (1) c. Di tempat lain (0)

7. Darimana kamu memperoleh rokok ? a. Dikasi orang tua (2)

b. Dikasi teman (1) c. Beli (0)

8. Dengan siapa saja kamu merokok? a. Sendiri(1)

b. Teman /Keluarga (0)

9. Apakah kamu pernah menggunakan uang saku untuk membeli rokok? a. Pernah (0)

b. Tidak (1)

10.Berapa banyak uang saku yang kamu habiskan untuk membeli rokok? a. Setengah (2)


(6)

b. Hampir seluruhnya (1) c. Seluruhnya (0)

d. Tidak ada (3)

11.Apakah kamu pernah membawa rokok ke lingkungan sekolah? a. Pernah (0)

b. Tidak Pernah (1)

12.Apakah kamu mengajak saudaramu merokok? a. Ya (1)

b. Tidak (0)

13.Apakah kamu berusaha mengurangi jumlah rokok yang kamu konsumsi? a. Ya (1)

b. Tidak (0)

14.Apakah kamu merokok di tempat umum, seperti angkot? a. Ya (0)


Dokumen yang terkait

Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 61 131

Pengaruh Iklan Media Luar Ruang Terhadap Perilaku Merokok Siswa di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012

41 154 111

Gambaran Perilaku Merokok Siswa Laki-laki SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2011

3 30 86

Gambaran Sikap Dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di Smk Nusantara Ciputat Tangerang Selatan Tahun 2013

0 8 91

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK DAN PERILAKU MENGKONSUMSI ALKOHOL PADA REMAJA Gambaran Perilaku Merokok Dan Perilaku Mengkonsumsi Alkohol Pada Remaja Di Sma Negeri 5 Surakarta.

0 6 23

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK DAN PERILAKU MENGKONSUMSI ALKOHOL PADA REMAJA Gambaran Perilaku Merokok Dan Perilaku Mengkonsumsi Alkohol Pada Remaja Di Sma Negeri 5 Surakarta.

0 2 15

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWI Gambaran Perilaku Merokok Pada Siswi SMA Negeri 3 Sukoharjo.

0 6 17

KEMAMPUAN MENEMUKAN IDE POKOK PARAGRAF BERBAGAI JENIS WACANA DALAM NASKAH SOAL UN OLEH SISWA KELAS X SMA SATRIA NUSANTARA BINJAI TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

3 7 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA TENTANG PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI SMA NEGERI 1 BUKIT KABUPATEN BENER MERIAH ACEH PADA TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 14