Radiasi Pengion Dan Pengaruhnya Terhadap Rongga Mulut

(1)

RADIASI PENGION DAN PENGARUHNYA TERHADAP

RONGGA MULUT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

IRA IPADA PUTRI NIM : 050600033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Maret 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Amrin Tahir, drg ... NIP : 131 413 650


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 20 Januari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG ANGGOTA : 1. H. Asfan Bahri, drg., Sp.RKG

2. Amrin Tahir, drg


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Radiologi Dental Tahun 2010

Ira Ipada Putri

RADIASI PENGION DAN PENGARUHNYA TERHADAP RONGGA MULUT

ix +27 halaman

Radiasi ionisasi sangatlah berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada jaringan. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun jaringan tubuh manusia dapat mengakibatkan terjadinya efek biologis radiasi. Oleh karena adanya interaksi tersebut, maka sel-sel tersebut akan mengalami perubahan sturktur dari struktur normalnya. Sel yang telah mengalami perubahan tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan perbaikan seperti semula, Namun terkadang dapat terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan perbaikan sel terganggu sehingga terjadi mutasi sel yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker.

Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP) yang menetapkan

nilai batas dosis yang merupakan nilai paparan radiasi yang masih dapat diterima oleh seseorang tanpa terjadi perubahan dalam darah. Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Proteksi yang tepat dapat mengurangi efek radiasi pengion terutama bagi pekerja radiasi.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya yang diberikan kepada penulis, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Amrin Tahir, drg., selaku pembimbing yang telah banyak membantu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga selesainya skripsi ini.

2. Trelia Boel., drg., M.Kes., Sp.RKG., selaku Kepala Departemen Radiologi Dental, seluruh staf dosen dan laboran Departemen Radiologi Dental yang telah memberi masukan sehingga selesainya skripsi ini.

3. Teristimewa penulis sampaikan kepada ayahanda Drs.Hopner dan ibunda Nurwati sebagai orang tua yang telah berjerih payah dengan segala kesabaran penuh membesarkan dan mendidik baik secara moril maupun materil kepada penulis dalam menuntut ilmu hingga selesainya skripsi ini, juga kepada abanganda Putra dan boy sebagai saudara terbaik penulis.

4. Yang terbaik buat Rini ritonga,Aii siregar, Zilby, Alia, Rika, Elda ,Aman.s sebagai teman terbaik yang telah memberikan dukungan dan pikirannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Semua teman-teman, saudara, famili dan handaitolan yang tidak habis disebutkan satu persatu yang telah mendukung penulis.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa materi serta pembahasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian penulis


(6)

mencoba sampai batas kemampuan yang ada dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi semua.

Akhirmya penulis panjatkan doa kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga melimpah rahmat dan karuniaNya kepada pihak-pihak yang telah mendukung penulis.

Medan, 25 Maret 2010

Penulis

(Ira Ipada Putri)

NIM: 050600033


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL………... ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 NILAI BATAS DOSIS...…………... 3

2.1 Sejarah Nilai Perkembangan Dosis... 3

2.2 Nilai Batas Dosis yang Diberlakukan di Indonesia... 5

BAB 3 EFEK BIOLOGI DARI RADIASI PENGION...……... 9

3.1 Efek Stokastik ... 9

3.2 Efek Determinastik... 11

BAB 4 PROTEKSI RADIASI... 17

4.1 Proteksi Terhadap Pasien... 17

4.1.1 Sebelum Ekspos………... 17

4.1.1.1 Peralatan yang Tepat... 18

4.1.1.2 Filtrasi………... 18

4.1.1.3 Kolimasi…………... 19

4.1.1.4 Alat Penunjuk Posisi... 20

4.1.2 Selama Ekspos………... 21

4.1.2.1 Kerah Pelindung Tiroid... 21

4.1.2.2 Apron Timah………... 21

4.1.2.3 Alat Pemegang film... 22

4.1.3 Setelah Ekspos…... 23

4.2 Proteksi Terhadap Operator... 23


(8)

BAB 5 KESIMPULAN... 26

DAFTAR RUJUKAN... 27


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tertahannya perkembangan akar gigi yang disebabkan terapi radiasi

pada anak berumur 8 tahun... 13

Gambar 2. Karies servikal yang disebabkan terapi radiasi... 14

Gambar 3. Osteoradionekrosis setelah menjalani terapi radiasi selama 5 tahun ... 16

Gambar 4 Proses penyaringan energi rendah (long wavelength) yang berbahaya bagi pasien... 19

Gambar 5. Jenis- jenis kolimator... 20

Gambar 6. Cara kerja kolimator yang membatasi pancaran sinar... 20

Gambar 7. Cone berbentuk kerucut yang menghasilkan pancaran menyebar... 21

Gambar 8. Kerah pelindung tiroid... 21

Gambar 9. Apron timah... 22

Gambar 10. Alat pemegang film... 22

Gambar 11. Posisi operator terhadap pasien saat ekspos... 24


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai dosis pada setiap jenis teknik radiografi... 7


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Radiologi Dental Tahun 2010

Ira Ipada Putri

RADIASI PENGION DAN PENGARUHNYA TERHADAP RONGGA MULUT

ix +27 halaman

Radiasi ionisasi sangatlah berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada jaringan. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun jaringan tubuh manusia dapat mengakibatkan terjadinya efek biologis radiasi. Oleh karena adanya interaksi tersebut, maka sel-sel tersebut akan mengalami perubahan sturktur dari struktur normalnya. Sel yang telah mengalami perubahan tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan perbaikan seperti semula, Namun terkadang dapat terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan perbaikan sel terganggu sehingga terjadi mutasi sel yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker.

Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP) yang menetapkan

nilai batas dosis yang merupakan nilai paparan radiasi yang masih dapat diterima oleh seseorang tanpa terjadi perubahan dalam darah. Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Proteksi yang tepat dapat mengurangi efek radiasi pengion terutama bagi pekerja radiasi.


(12)

Bab 1

Pendahuluan

Segala jenis radiasi ionisasi sangatlah berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada jaringan. Bahaya efek biologis dari sinar-x pertama kali diketahui segera setelah ditemukannya sinar-x. Saat itulah, informasi tentang efek berbahaya dari ekspos sinar-x yang berlebihan berkembang seiring dengan penelitian tentang bahaya efek radiasi tersebut. Walaupun jumlah sinar-x yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi hanya sedikit, namun efek biologis dapat muncul.1,3,4

Gangguan kesehatan dalam bentuk apapun yang merupakan akibat dari paparan radiasi yang bermula dari interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun jaringan tubuh manusia. Oleh karena adanya interaksi tersebut, maka sel-sel tersebut akan mengalami perubahan sturktur dari stuktur normalnya. Efek radiasi dapat berupa efek stokastik (efek jangka panjang/kronis) maupun efek determinastik (efek jangka pendek /akut). Sel yang telah mengalami perubahan tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan perbaikan seperti semula, namun terkadang dapat terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan perbaikan sel terganggu, sehingga terjadi mutasi sel yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker. Hal tersebut bergantung dengan paparan jumlah dosis radiasi yang diterima. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh

Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP) yang menetapkan nilai


(13)

 

batas dosis yang merupakan nilai paparan radiasi yang masih dapat diterima oleh seseorang tanpa terjadi perubahan dalam darah.1-3,6

Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang, dengan menggunakan program proteksi radiasi yang telah ditetapkan dengan baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi yang cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang telah ditetapkan tidak terlampaui.2

Walaupun keuntungan dari pemeriksaan radiologi jauh lebih berguna daripada resiko yang akan didapatkan, diperlukan perhatian khusus akan resiko terjadinya efek jangka panjang dan efek jangka pendek tersebut. Dengan menggunakan teknik proteksi pasien yang baik dan jumlah sinar-x yang diberikan haruslah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.1


(14)

Bab 2

Nilai Batas Dosis

Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Karena tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam pengawasan keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang akan ditimbulkannya masih dapat diterima baik oleh masyarakat. Oleh karena itu, setiap kemungkinan penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun anggota masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah mungkin.2

2.1 Sejarah Nilai Perkembangan Dosis

Sejarah mengenai perkembangan nilai batas dosis tidak terlepas dari munculnya kesadaran akan pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an dimana The British X-ray and Radium Protection Commitee dan American

Roentgen Ray Society mengeluarkan rekomendasi umum mengenai proteksi radiasi.

Pada awal tahun 1925, dibentuk kongres internasional radiologi yang pertama yang membentuk Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran Radiologi (ICRU), saat itu diperkenalkan konsep dosis tenggang (tolerance dose) yang didefinisikan


(15)

 

sebagai: “dosis yang mungkin dapat diterima oleh seseorang terus-menerus atau

secara periodik dalam menjalankan tugasnya tanpa menyebabkan terjadinya perubahan dalam darah.” Pada tahun yang sama, Mutscheller memperkirakan secara

kuantitatif bahwa nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis haruslah kurang dari 1/100 dari nilai dosis yang dapat menyebabkan terjadinya

erythema pada kulit sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang.

Nilai penyinaran yang memungkinkan timbulnya erythema pada kulit diperkirakan 600 R, sehingga nilai dosis tenggang untuk pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R dalam jangka penerimaan 1 bulan.2

Pada tahun 1928 diadakan kongres radiologi ke-2 yang menyetujui pembentukan Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan secara resmi mengadopsi satuan roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan paparan sinar-X dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R / minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mR / hari dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x yang umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mR di udara dapat memberikan dosis 200 mR pada permukaan tubuh.2

Pada tahun 1950, komisi tersebut berubah nama menjadi Komisi Internasional

untuk Perlindungan Radiologi (ICRF). Berbagai perkembangan penelitian

radiobiologi dan dosimetri radiasi menyebabkan perubahan dalam teknik penetuan nilai batas dosis yang mana komisi tersebut memutuskan:


(16)

 

Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mR) per hari atau 0,3 R (300 mR) per minggu atau 15 R / tahun

Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar 0,6 R (600 mR) per minggu.

Perkembangan dalam dosimetri radiasi membuktikan bahwa nilai paparan tidak tepat jika digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan dosis radiasi pada jaringan. Oleh karena itu, pada tahun 1953 ICRU memperkenalkan dosis serap dengan satuan rad (radiation absorbed dose). Pada tahun 1955 ICRP memperkenalkan konsep dosis ekuivalen dengan satuan rem (roentgen equivalent

man) sebagai satuan untuk menyatakan dosis serap yang sudah dikalikan dengan

faktor kualitas dari radiasi yang bersangkutan. ICRP selalu menggunakan besaran dosis ekuivalen dengan satuan rem untuk menyatakan dosis radiasi.2

2.2 Nilai Batas Dosis yang Diberlakukan di Indonesia

Setelah membahas lebih jauh tentang nilai batas dosis (NBD), pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai NBD yang diberlakukan di Indonesia. Penentuan NBD agak tinggi dimasa lalu semata-mata disebabkan oleh tingkat pemahaman efek biologi radiasi pada saat itu yang masih agak terbatas. Sifat dari rekomendasi ICRP ini juga tidak mengikat, dalam arti setiap negara diberikan kebebasan untuk memilih sistem proteksi radiasi yang paling sesuai dengan kondisi negara masing-masing.2


(17)

 

Nilai batas dosis yang diberlakukan di Indonesia dicantumkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor: PN 03/160/DJ/89 menekankan bahwa pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan untuk bertugas sebagai pekerja radiasi ataupun diberi tugas yang memungkinkan pekerja tersebut mendapatkan penyinaran radiasi. Selain itu, pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung resiko kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu terhadap wanita ini dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi. Untuk itu, tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori pekerja radiasi yakni:2

• Kategori A, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun

• Kategori B, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih kecil dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun

Adapun nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja radiasinya (dengan pengecualian wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah:2

• NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh ditetapkan 50 mSv (5000 mrem) per tahun

• Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka waktu 13 minggu dan tidak melebihi NBD pekerja radiasi

• Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat bekerja dosis yang diterima janin terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat


(18)

 

kelahiran diusahakan serendah–rendahnya dan sama sekali tidak boleh melebihi 10 mSv (1000 mrem) dimana umumnya kondisi ini biasanya bekerja pada kategori B

Penyinaran yang bersifat lokal yaitu pada bagian tubuh tertentu ditetapkan sebagai berikut:2

• Batas dosis efektif yang dievaluasi adalah 50 mSv (5.000 mrem) dalam setahun dengan dosis rata-rata pada setiap organ tidak melebihi 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun

• Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15.000 mrem) dalam setahun

• Batas dosis untuk kulit dalah 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun. Apabila penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini berlaku untuk dosis yang rara-rata pada setiap permukaan 100 cm2

• Batas dosis untuk tangan, kaki dan tungkai adalah 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun

Menurut White pada tahun 1990 yang mempublikasi ICRP mereferensikan nilai batas dosis dalam bidang kedokteran gigi seperti terlihat dalam tabel berikut:16

Tabel 1. Nilai dosis pada setiap jenis teknik radiografi.

Teknik Sinar‐X  Dosis Efektif (μSv)  Dosis resiko  terkena kanker  fatal (per juta)  Raiografi Intraoral  1 – 8,3  0,02 – 0,6 


(19)

 

(Bitewing/periapikal) 

Oklusal Anterior Maksila  8  0,4 

Panoramik  3.85 – 30  0,21 – 1,9 

Radiograf lateral sefalometri  2 – 3  0,34  CrossSectional 

Tomography (per potong) 

1 – 189  1 – 14 

CT‐ Scan (Mandibula)  364 – 1202  18,2 – 88 


(20)

Bab 3

Efek Biologi dari Radiasi Pengion

Setiap ionisasi radiasi bersifat berbahaya dan dapat mengakibatkan perubahan biologis pada jaringan hidup. Efek kerusakan biologis dari radiasi sinar-x merupakan yang pertama kali sampai setelah ditemukannya sinar-x. Walaupun terdapat keuntungan dalam penggunaa radiografi, namun perlu ditetapkan keputusan yang baik dalam menjalani pemeriksaan radiografi. Informasi tentang efek yang berbahaya akibat ekspos radiasi dalam jumlah yang besar berkembang seiring dengan berkembangnya penelitian, pengalaman yang didapat dari para pegawai yang terekspos materi radioaktif dan pasien-pasien yang sedang menjalani terapi radioaktif. Walaupun jumlah radiasi sinar-x yang digunakan dalam radiologi dental hanya sedikit, namun kerusakan biologis dapat muncul. Pada umumnya berdasarkan jumlah dan durasi ekspos yang menyebabkan efek biologisnya dapat dibagi atas: efek stokastik dan efek determinastik (non-stokastik).1,4,5

3.1 Efek Stokastik

Efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah dalam jangka waktu yang panjang (kronis). Efek stokastik ini dapat muncul dalam bentuk kanker (kerusakan somatik) ataupun cacat pada keturunan (kerusakan genetik). Umumnya pada proses kehidupan dimana sel dapat tumbuh dan berganti dengan sendiriya. Hal tersebut


(21)

10 

 

juga dapat mengontrol proses tubuh memperbaiki dan menggantikan jaringan yang rusak. Kerusakan yang terjadi pada sel-sel ataupun molekul-molekul dapat menggangu proses perbaikan dan menyebabkan sel-sel yang tumbuh tak terkendali (kanker). Hal tersebut terjadi karena reaksi ionisasi yang dapat merusak ikatan kimia dalam atom-atom dan molekul-molekul membentuk karsinogen yang aktif. 1,4,6

Inti sel merupakan pusat yang mengendalikan pembelahan sel. Inti sel juga mengontrol perbaikan sel. Apabila sel membelah, inti sel anak akan membawa duplikat kromosom dari inti sel induk sehingga sel anak mempunyai gen-gen yang identik dengan gen-gen induknya. Radiasi pengion dapat merusak rantai molekul DNA dalam kromosom inti sel sehingga dapat terjadi mutasi. Mutasi itu akan menimbulkan perubahan sifat ataupun gangguan fungsi sel anak dari sel induknya. Apabila radiasi yang diterima sel cukup rendah, sel tersebut hanya mengalami kerusakan namun tidak mati. Karena belum mati, maka kemungkinan sel tersebut terjadi penyembuhan, namun terkadang tubuh gagal memperbaiki sel tersebut kembali seperti semula sehingga terjadi mutasi. Apabila mutasi tersebut terjadi pada sel-sel somatik pembentuk jaringan tubuh, maka mutasi sel ini dapat mengakibatkan munculnya bibit kanker dalam tubuh. Mutasi-mutasi tersebut juga dapat bersifat teratogenik (genetik) yang dapat terjadi pada keturunan.1,2,4,6,12

Dalam bidang radiologi, radiasi sering dimanfaatkan untuk pengobatan kanker. Untuk tujuan pengobatan ini, dosis radiasi yang diberikan dalam jumlah besar dan hanya ditujukan untuk sel-sel kanker saja. Lain halnya dengan radiasi sebagai penyebab kanker dimana sel normal menerima dosis radiasi rendah sehingga sel tersebut tidak mati


(22)

11 

 

namun mengalami kerusakan. Kerusakan sel inilah yang menyebabkan sel normal berubah menjadi kanker.2

Efek stokastik dapat muncul dalam kelompok orang yang terpapar secara acak. Tinggi rendahnya dosis yang diterima kelompok tidak mempengaruhi keparahan efek stokastik yang muncul (baik somatik maupun genetik), melainkan berpengaruh pada frekuensi tertentu dalam suatu kelompok yang terpapar sinar-x. Terdapat empat ciri khas efek stokastik yakni: (1) tidak mengenal adanya dosis ambang, (2) timbulnya efek setelah melalui masa tunda yang lama (3) keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi, (4) tidak adanya penyembuhan spontan.2

3.2 Efek Determinastik

Efek determinastik terjadi pada kasus-kasus dengan tingkat radiasi yang tinggi dan menjadi lebih parah saat ekspos ditingkatkan. Efek ini berkaitan dengan ekspos dalam jangka waktu pendek (akut) dengan tingkat radiasi yang tinggi. Efek ini mengenal adanya dosis ambang dimana dengan dosis tertentu dapat menimbulkan efek determinastik. Namun efek determinastik ini tidak menimbulkan kanker. Kemunculan efek ini ditandai dengan adanya keluhan baik umum maupun lokal yang sulit dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya. Keluhan umum dapat berupa: nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah, demam, keringat berlebihan hingga terjadi shock. Beberapa saat kemudian timbul keluhan yang lebih khusus seperti: nyeri perut, rambut rontok, shock hingga kematian. Sedangkan keluhan lokal yang biasanya muncul adalah


(23)

12 

 

melepuh, memborok hingga kerontokan rambut akibat paparan sebesar 6000-12.000 mSv. Jumlah limfosit dalam darah berkurang pada jam-jam pertama setelah terjadinya pemaparan dosis tinggi. Oleh karena itu, penurunan jumlah sel limfosit dipakai sebagai parameter untuk mengetahui tinggi rendahnya dosis radiasi yang diterima oleh tubuh.1,2,4

Terdapat empat ciri khas efek determinastik yakni: (1) mempunyai dosis ambang, (2) timbul beberapa saat setelah peneriman dosis radiasi (3) keparahan efek bergantung pada dosis radiasi yang diterima (4) dapat dilakukan penyembuhan spontan bergantung pada dosis yang diterima.2

Efek radiasi juga dapat berpengaruh pada rongga mulut yang menerima ekspos radiasi yang berlebihan sebagai komplikasi terapi radiasi pada kepala dan leher. Namun komplikasi pada rongga mulut karena pemakaian radiologi dental jarang bermanifestasi. Efek jangka pendek / akut yang terjadi dalam rongga mulut dalam jangka pendek yakni:1,6-8,11,13

1. Gangguan perkembangan gigi

Dari beberapa kasus yang pernah dilaporkan oleh Rushton (1947), Stafne (1947), Brown (1949), Bruce dan Stafne (1950) dapat disimpulkan bahwa radiasi dapat merusak benih gigi sehingga gigi tidak dapat terbentuk, gigi permanen tidak tumbuh sempurna ataupun akar gigi permanen tidak tumbuh sempurna walapun ekspos radiasi terjadi setelah pembentukan makhota telah sempurna. Hal yang mungkin dapat terjadi lainnya adalah kalsifikasi prematur gigi dan pada beberapa keadaan dapat terjadi erupsi dini gigi yang terkena radiasi. Biasanya kelainan tersebut


(24)

13 

 

muncul secara kombinasi seperti pada gambar 1. Pada tahun 1963 Gorlin dan Meskin juga melaporkan terjadinya hipoplasia enamel pada pasien yang menerima terapi radiasi pada umur 9 bulan. Pada tahun yang sama, Kilemorf dkk juga menemukan bahwa benih gigi yang terpapar radiasi saat periode perkembangan dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan perkembangan ataupun dapat menghalangi perkembangan gigi pada setiap tahap perkembanganya. (gambar 1) 2. Xerostomia dan karies dental

Radiasi yang diserap tubuh secara keseluruhan ataupun lokal dapat menganggu produksi saliva pada kelenjar saliva minor maupun mayor secara ireversibel. Dosis 20 Gy dapat menyebabkan terjadinya perubahan konsistensi pada saliva menjadi agak kental. (gambar 2)

Gambar 1. Tertahannya perkembangan akar gigi yang disebabkan terapi radiasi pada anak

berumur 8 tahun. (a) gigi permanen berada pada tahap berkembang dan kalsifikasi sesuai dengan umur kronologisnya, namun gigi inicisivus dan molar pertama mengalami kalsifikasi komplit. (b) saat berumur 9 tahun. Akar kaninus, premolar dan molar dua lebih pendek dari normal.11


(25)

14 

 

Gambar 2. Karies servikal yang disebabkan terapi radiasi. Gambar diambil kurang dari

setahun setelah terapi radiasi.11

3. Mukositis

Salah satu gejala dari komplikasi terapi radiasi adalah mukositis yang muncul 12-17 hari setelah awal terapi. Inflamasi mukosa tergantung dari variasi dosis, ukuran target dan durasi terapi. Mukositis oral dapat muncul dari eritema ringan hingga ulserasi yang parah. Bahan kemoterapi seperti procabazine, methotrexanate dan sebagainya dapat memperparah gejala ini. Sampai sekarang belum ada pengobatan untuk mencegah terjadinya mukositis.

4. Kandidiasis

Salah satu efek akut dari radiasi yang berhubungan dengan mukositis oral adalah kandidiasis. Kolonisasi ragi pada jaringan yang rusak dapat memperhebat efek simtomatik radiasi pada mukosa. Seorang praktisi haruslah mengetahui adanya jenis-jenis kandida yakni tipe pseudomembranosus, hiperplastik kronis dan chielitis kronis. Infeksi-infeksi tersebut harus disingkirkan untuk mengurangi mukositis yang terjadi dan kemungkinan infeksi sampai ke gastrointestinal.


(26)

15 

 

Infeksi lokal dapat menyebabkan terjadinya sialodenitis, periodontitis, abses, perikoronitis ataupun penyebab ulserasi lainnya. Perawatan secara empiris dengan antibiotika biasanya dapat dilakukan, namun pada lesi periodontal diperlukan

debridement tambahan. Kavitas oral dapat menjadi pintu masuk infeksi-infeksi

sistemik. Oleh karena itu, obat kumur klorheksidin perlu diberikan kepada pasien tersebut.

Efek jangka panjang/kronis yang biasa terjadi pada rongga mulut setelah terpapar radiasi yakni:6,8,11,15

1. Osteoradionekrosis

Osteoradionekrosis adalah suatu proses devitalisasi pada tulang yang disebabkan oleh karena radiasi ionisasi pada perawatan terapi radiasi ataupun pada daerah yang terkena deposisi radionuklida. Tingkat radiasi yang tinggi menyebabkan meningkatnya peradangan sehingga terjadi iskemi dan terjadi kematian tulang yang tidak terdistribusi peredaran darah. Kematian sel-sel pada osteosit dan osteoblas dapat menyebabkan osteoporosis sehingga dapat terjadi osteonekrosis. Secara klinis, osteoradionekrosis ini biasanya berkembang dari periode 4 bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit ini tidak memiliki terapi yang khusus. Osteoradionekrosis terlihat pada gambar 3.

2. Gangguan tulang yang sedang berkembang

Kurang berkembangnya mandibula sehingga menyebabkan terjadinya wajah yang asimetris pernah dilaporkan oleh Dechaume dkk pada tahun 1951 dan Donohue dkk pada tahun 1965 melaporkan sebuah kasus penyusutan ukuran rahang. Pada tahun


(27)

16 

 

1966, Adkins melakukan eksperimen pada binatang yang menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan retardasi perkembangan pada mandibula tikus yang menerima ekspos radiasi ionisasi sebesar 1000 R.

Gambar 3. Osteoradionekrosis setelah menjalani terapi radiasi


(28)

   

Bab 4

Proteksi Radiasi

Sinar-x dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada sel-sel hidup dan membahayakan semua jaringan ditubuh manusia. Dengan mengunakan proteksi radiasi yang baik, jumlah radiasi yang diterima dapat dikurangi.1

4.1 Proteksi Terhadap Pasien

Sinar radiasi dapat menyebabkan perubahan biologis pada sel-sel hidup dan berbahaya pada jaringan hidup tersebut. Dengan menggunakan teknik proteksi pasien yang baik, jumlah sinar-x yang diserap pasien dapat dikurangi. Teknik proteksi radiasi pada pasien ini dapat digunakan sebelum, selama dan sesudah ekspos sinar-x.1

4.1.1 Sebelum Ekspos

Hal pertama yang dilakukan dalam membatasi jumlah radiasi sinar-x yang diterima oleh pasien tentunya dengan pengiriman pasien untuk menjalani radiografi dental sesuai keperluan. Orang yang berhak mengirimkan pasien untuk menjalani dental radiografi adalah dokter gigi. Dokter gigi secara profesional mengambil keputusan akan jumlah, tipe dan frekuensi pasien tersebut menjalani dental radiografi.1


(29)

18 

 

4.1.1.1 Peralatan yang tepat

Salah satu cara untuk membatasi jumlah sinar-x yang diterima pasien adalah penggunaan peralatan yang tepat. Kepala tabung dental sinar-x harus dilengkapi dengan penyaring aluminium, kolimator dan alat penunjuk posisi.1

4.1.1.2 Filtrasi

Fungsi dari filtrasi adalah untuk menghilangkan energi foton yang rendah dari pancaran sinar-x. Terdapat dua macam filtrasi yang digunakan dalam kepala tabung dental sinar-x yakni filtrasi inheren dan filtrasi tambahan. Filtrasi inheren digunakan saat sinar utama melalui jendela kaca dari tabung sinar-x, penyekat minyak dan penutup tabung. Filtrasi inheren mesin sinar-x adalah lapisan aluminium dengan ketebalan kira-kira 0,5 hingga 1,0 mm. Filtrasi inheren tidak ditetapkan sebagai standar proteksi oleh pemerintah Amerika. Oleh karena itu, filtrasi tambahan diperlukan. Filtrasi tambahan merupakan penambahan piringan aluminium pada jalur sinar-x diantara kolimator dan penutup kepala tabung mesin sinar-x. Tujuan dari penambahan aluminium ini adalah untuk menyaring panjang gelombang yang belebihan di mana memiliki energi sinar-x yang lemah. Panjang gelombang yang berlebihan yang energinya sedikit berbahaya bagi pasien dan tidak diperlukan dalam radiografi diagnostik. Filtrasi sinar-x dapat menyaring sinar yang mampu berpenetrasi dan memiliki energi yang lebih kuat.1,16


(30)

19 

 

Gambar 4. Proses penyaringan energi rendah (long wavelength) yang

berbahaya bagi pasien.1

4.1.1.3 Kolimasi

Kolimator digunakan untuk membatasi bentuk dan ukuran sinar utama dan sebaran untuk mengurangi ekpos pada pasien. Pancaran sinar-x tidak boleh melebihi cakupan minimal yang ditetapkan dan setiap dimensi pancaran harus dikolimasikan sampai pancaran sinar tidak melebihi 2% ukuran pancaran ke gambar. Kolimator merupakan suatu piringan timah dengan lubang ditengahnya yang sesuai dengan tempat keluarnya pada tabung kepala mesin sinar-x. Kolimator memiliki 2 bentuk yakni bentuk bulat atau segi empat. Kolimator segi empat membatasi ukuran pancaran sinar-x sedikit lebih luas dari 2 film intraoral dan secara signifikan mengurangi ekpos pada pasien.1,10,13

   


(31)

20 

 

Gambar 5. Jenis- jenis kolimator. (a) cara pembatas kolimator. (b & c) kolimator

bentuk bulat (d) kolimator bentuk persegi.1

Gambar 6. Cara kerja kolimator yang membatasi pancaran sinar.1

4.1.1.4 Alat Penunjuk Posisi

Alat penunjuk posisi (cone) merupakan sambungan dari kepala tabung dan digunakan untuk mengatur posisi pancaran sinar-x. Alat penunjuk ini terdapat 3 tipe yakni bentuk kerucut, persegi dan bulat. Cone kerucut ini merupakan cone yang terbuat dari plastik, berbentuk kerucut, lancip dan tertutup. Sekarang ini cone kerucut tidak digunakan lagi karena radiasinya yang menyebar. Pengunaan cone yang terbuka, persegi dan bulat tidak menghasilkan radiasi yang menyebar (gambar 10).1


(32)

21 

 

Gambar 7. Cone kerucut yang menghasilkan Gambar 8. Kerah pelindung tiroid.14

pancaran menyebar.1

4.1.2 Selama Ekspos

Proteksi pada pasien selama ekspos juga harus diperhatikan seperti halnya sebelum ekspos. Kerah pelindung tiroid, apron dan alat pemegang film merupakan alat-alat yang digunakan selama ekspos untuk membatasi jumlah radiasi yang diterima oleh pasien.1

4.1.2.1 Kerah Pelindung Tiroid

Kerah pelindung tiroid merupakan pelindung timah fleksibel yang diletakkan dileher pasien untuk melindungi kelenjar tiroid dari radiasi yang menyebar. Timah tersebut mencegah radiasi mencapai kelenjar dan melindungi jaringan tiroid yang sangat sensitif terhadap radiasi. Kerah pelindung tiroid dapat tersedia terpisah ataupun seperangkat dengan apron (gambar 11).1,16

4.1.2.2 Apron Timah

Apron timah merupakan pelindung yang fleksibel yang diletakkan pada dada pasien untuk melindungi jaringan pembentuk darah dan reproduktif dari penyebaran

   


(33)

22 

 

radiasi yang dipancarkan (gambar 13). Timah tersebut berfungsi untuk mencegah radiasi mencapai organ-organ yang sensitif terhadap radiasi tersebut. Walaupun pada radiologi dental hanya menggunakan dosis radiasi yang rendah, namun penggunaan apron diperlukan untuk menghilangkan ketakutan pasien. Pengunaan apron direkomendasikan untuk semua jenis film intraoral dan ekstraoral.1,16

4.1.2.3 Alat Pemegang Film

Alat pemegang film juga efektif untuk mengurangi ekpos radiasi sinar-x pada pasien. Peralatan ini membantu menstabilkan posisi film di mulut dan mengurangi kemungkinan film bergerak saat didalam mulut. Dengan adanya peralatan ini, maka pasien tidak perlu lagi menahan film pada posisinya, oleh karena itu jari pasien tidak terekspos radiasi. Peralatan pemegang film yang steril atau disposable direkomendasikan pemakaiannya untuk kontrol infeksi. Operator tidak boleh menahan alat ini dengan tangan selama ekspos.1,13


(34)

23 

 

Gambar 9. Apron timah.1

Gambar 10. Alat pemegang film.1

4.1.3 Setelah Ekspos

Peran seorang operator radiologi dalam mencegah radiasi sinar-x yang diterima pasien tidaklah hanya sampai selama ekspos saja. Setelah diekspos, film tersebut perlu ditangani dan diproses. Penanganan film yang teliti dan teknik memproses film dengan tepat sangat penting untuk menghasilkan diagnosa radiografi yang baik. Cacat yang disebabkan oleh karena pengananan yang tidak tepat dapat menghasilkan film yang tidak dapat didiagnosa, hal tesebut menyebabkan perlunya ekspos ulang sehingga meningkatkan jumlah radiasi pada pasien.1

   


(35)

24 

 

4.2 Proteksi Terhadap Operator

Seorang operator harus menggunakan proteksi yang baik untuk mencegah radiasi akibat pekerjaan (contohnya radiasi primer, kebocoran radiasi dan penyebaran radiasi). Proteksi pada operator meliputi edukasi, implementasi program proteksi radiasi, batasan tahunan dan seumur hidup terhadap ekspos terhadap sinar-x dan penggunaan barier pelindung. Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang operator radiologi yaitu pedoman proteksi dan menggunakan alat monitor radiasi.1,13

Salah satu cara yang paling efektif bagi operator untuk mencegah pancaran sinar utama dan membatasi ekspos sinar-x adalah dengan menjaga jarak selama ekspos. Seorang operator radiologi dental harus berdiri sedikitnya 6 kaki dari kepala tabung selama ekspos. Untuk mencegah pancaran sinar utama yang berjalan segaris lurus, posisi operator harus tegak lurus atau sekitar 90 - 135 terhadap pancaran sinar.1,13


(36)

25 

 

Gambar 11. Posisi operator terhadap pasien saat ekspos.1

Jumlah radiasi sinar-x yang mencapai tubuh operator dapat diukur melalui penggunaan alat monitor personal yang dinamakan badge film. Badge film ini terdiri dari sebuah film radiografi yang terdapat didalam kotak plastik. Setiap operator harus memiliki badge-nya sendiri dan badge tersebut harus tetap dipakai setinggi pinggang saat operartor mengekspos film. Saat badge film tidak digunakan, badge harus disimpan ke dalam tempat yang aman dari radiasi. Badge film tidak boleh dikenakan saat operator menjalani ekspos sinar-x sebagai pasien. Setelah operator radiologi dental pengunaan badge tersebut selama beberapa waktu (seminggu atau sebulan),

badge tersebut harus dikembalikan kepada perusahaan untuk diproses dan dievaluasi

film yang terdapat didalamnya. Dosis maksimum yang diterima oleh seorang pegawai kesehatan dalam jangka tahunan adalah 50 mSv dan dosis maksimum untuk seumur hidup bagi pegawai kesehatan adalah 10 mSv yang dikalikan dengan umur individu tersebut.1

Gambar 12. Badge monitor banyaknya radiasi yang telah diterima oleh operator.1

4.3 Proteksi Terhadap Ruangan

   


(37)

26 

 

Tingkat proteksi diruangan biasanya dihubungkan dengan ketebalan timah (biasanya kira-kira 0,1 – 1 mm) dan hal ini tergantung pada beberapa faktor seperti jarak barier dari tabung sinar-x, pengunaan daerah sekeliling, beban kerja dan sebagainya. Untuk mencapai tingkat proteksi yang sedemikian rupa, dibutuhkan konstruksi tembok dan lantai dari bahan yang padat seperti batu bata. Alternatif lainnya yang dapat dipilih adalah plywood/plasterboard berlapis timah yang dapat dipakai untuk mendapatkan proteksi yang diinginkan.16

Tataletak ruangan perlu dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga perlindungan terhadap radiasi dapat dioptimalkan. Ruangan haruslah mempunyai ukuran yang cukup luas untuk memungkinkan para staf yang berada dalam ruangan tersebut agar dapat memposisikan diri mereka di luar daerah ekspos dan operator dapat memperhatikan pasien, area terkontrol dan lampu indikasi sinar-x.16


(38)

Bab 5

Kesimpulan

Segala jenis radiasi ionisasi sangatlah berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada jaringan. Walaupun jumlah sinar-x yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi hanya sedikit, namun efek biologis dapat muncul. Informasi tentang efek yang berbahaya akibat ekspos radiasi dalam jumlah yang besar berkembang seiring dengan berkembangnya penelitian, pengalaman yang diperoleh para pegawai yang terekspos materi radioaktif dan pasien-pasien yang sedang menjalani terapi radioaktif.

Pada umumnya berdasarkan jumlah dan durasi ekspos yang menyebabkan keparahan dan jenis efek biologisnya, maka efek ini terbagi atas: efek stokastik dan efek determinastik (non-stokastik). Dimana efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah dalam jangka waktu yang panjang (kronis). Efek stokastik ini dapat muncul dalam bentuk kanker ataupun cacat pada keturunan. Sedangkan efek determinastik lebih berhubungan dengan dengan ekspos dalam jangka waktu pendek (akut) dengan tingkat radiasi yang tinggi. Efek ini mengenal adanya dosis ambang dimana dengan dosis tertentu dapat menimbulkan efek determinastik.

Walaupun keuntungan dari pemeriksaan radiologi jauh lebih berguna daripada resiko yang akan didapatkan, diperlukan perhatian khusus akan resiko


(39)

27 

 

terjadinya efek jangka panjang dan efek jangka pendek tersebut. Dengan menggunakan teknik proteksi pasien yang baik, jumlah sinar-x yang diserap pasien dapat dikurangi sehingga dapat mencegah ataupun mengurangi efek biologis yang mungkin terjadi.

 


(40)

DAFTAR RUJUKAN

1. Iannucci JM, Howerton LJ. Dental radiography: Principles and techniques. 3rd ed. Amerika Serikat: Saunders Elsevier. 2006: 3-58.

2. Akhabi M. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000: 134-73.

3. O’Brien RC. Dental radiography: An introduction for dental hygienists and assistants. Philadelphia: WB Saunders Company. 1982: 35-9.

4. EPA. Health Effects. 2009 <http://www.epa.gov/rpdweb00/understand/health_ effects.html> ( 12 Agustus 2009 )

5. Comitee 3 of the ICRP. Radiation and your patient: a guide for medical practitioners.

<http://www.icrp.org/docs/rad_for_gp_for_web.pdf> ( 26 Agustus 2009 )

6. Lucas J, Rombach D, Goldwein J. Effects of radiotherapy on the oral cavity. 2001 <http://www.oncolink.org/treatment/article.cfm?c=5&s=30&id=17> ( 5 Oktober 2009 ). 7. Quade G. Oral complications of chemotherapy and head/neck radiation. 2009.

<http://www.meb.uni-bonn.de/cancer.gov/CDR0000062871.html> ( 19 Agustus 2009 ).

8. Beamount Hospitals. Radiation therapy for head & neck cancers. 2009 <https://www.beaumonthospitals.com/radiation-therapy-head-neck-cancer> ( 19 Agustus 2009)

9. Jefferson Lab. Radiation biological effects.

<http://www.jlab.org/div_dept/train/rad_guide/effects.html> ( 20 Agustus 2009 )

10. Saia DA. Radiography prep. International ed. Singapore: McGraw-Hill Companies. 2003: 233-5.


(41)

29 

 

11. Stafne EC, Gibilisco JA, eds. Stafne’s oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders Company. 1985: 471-5.

12. Wikipedia. Ionizing radiation. 2009 <http://en.wikipedia.org/wiki/Ionizing_radiation> (20 Agustus 2009)

13. American Dental Association Council on Scientific Affairs. The use of dental radiographs:

Update and recommendations. 2009. JADA.

<http://jada.ada.org/cgi/content/abstract/137/9/1304> ( 20 Agustus 2009 )

14. Anonymous. 2008. <  http://www.pjxray.com/images/TCUltraSmall.jpg > ( 25 Oktober 2009)

15. Peterson LJ, Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. Missouri: Mosby Elsevier. 2003: 406.

16. European Communities. Radiation protection. Manchester. 2004. <http://ec.europa.eu/energy/nuclear/radiation_protection/doc/publication/136.pdf> ( 20 Oktober 2009 )


(1)

Gambar 11. Posisi operator terhadap pasien saat ekspos.1

Jumlah radiasi sinar-x yang mencapai tubuh operator dapat diukur melalui penggunaan alat monitor personal yang dinamakan badge film. Badge film ini terdiri dari sebuah film radiografi yang terdapat didalam kotak plastik. Setiap operator harus memiliki badge-nya sendiri dan badge tersebut harus tetap dipakai setinggi pinggang saat operartor mengekspos film. Saat badge film tidak digunakan, badge harus disimpan ke dalam tempat yang aman dari radiasi. Badge film tidak boleh dikenakan saat operator menjalani ekspos sinar-x sebagai pasien. Setelah operator radiologi dental pengunaan badge tersebut selama beberapa waktu (seminggu atau sebulan), badge tersebut harus dikembalikan kepada perusahaan untuk diproses dan dievaluasi film yang terdapat didalamnya. Dosis maksimum yang diterima oleh seorang pegawai kesehatan dalam jangka tahunan adalah 50 mSv dan dosis maksimum untuk seumur hidup bagi pegawai kesehatan adalah 10 mSv yang dikalikan dengan umur individu

tersebut.1

Gambar 12. Badge monitor banyaknya radiasi yang telah diterima oleh operator.1

4.3 Proteksi Terhadap Ruangan

   


(2)

26   

Tingkat proteksi diruangan biasanya dihubungkan dengan ketebalan timah (biasanya kira-kira 0,1 – 1 mm) dan hal ini tergantung pada beberapa faktor seperti jarak barier dari tabung sinar-x, pengunaan daerah sekeliling, beban kerja dan sebagainya. Untuk mencapai tingkat proteksi yang sedemikian rupa, dibutuhkan konstruksi tembok dan lantai dari bahan yang padat seperti batu bata. Alternatif lainnya yang dapat dipilih adalah plywood/plasterboard berlapis timah yang dapat

dipakai untuk mendapatkan proteksi yang diinginkan.16

Tataletak ruangan perlu dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga perlindungan terhadap radiasi dapat dioptimalkan. Ruangan haruslah mempunyai ukuran yang cukup luas untuk memungkinkan para staf yang berada dalam ruangan tersebut agar dapat memposisikan diri mereka di luar daerah ekspos dan operator

dapat memperhatikan pasien, area terkontrol dan lampu indikasi sinar-x.16

   


(3)

Kesimpulan

Segala jenis radiasi ionisasi sangatlah berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan biologis pada jaringan. Walaupun jumlah sinar-x yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi hanya sedikit, namun efek biologis dapat muncul. Informasi tentang efek yang berbahaya akibat ekspos radiasi dalam jumlah yang besar berkembang seiring dengan berkembangnya penelitian, pengalaman yang diperoleh para pegawai yang terekspos materi radioaktif dan pasien-pasien yang sedang menjalani terapi radioaktif.

Pada umumnya berdasarkan jumlah dan durasi ekspos yang menyebabkan keparahan dan jenis efek biologisnya, maka efek ini terbagi atas: efek stokastik dan efek determinastik (non-stokastik). Dimana efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah dalam jangka waktu yang panjang (kronis). Efek stokastik ini dapat muncul dalam bentuk kanker ataupun cacat pada keturunan. Sedangkan efek determinastik lebih berhubungan dengan dengan ekspos dalam jangka waktu pendek (akut) dengan tingkat radiasi yang tinggi. Efek ini mengenal adanya dosis ambang dimana dengan dosis tertentu dapat menimbulkan efek determinastik.

Walaupun keuntungan dari pemeriksaan radiologi jauh lebih berguna daripada resiko yang akan didapatkan, diperlukan perhatian khusus akan resiko

26 


(4)

27   

terjadinya efek jangka panjang dan efek jangka pendek tersebut. Dengan menggunakan teknik proteksi pasien yang baik, jumlah sinar-x yang diserap pasien dapat dikurangi sehingga dapat mencegah ataupun mengurangi efek biologis yang mungkin terjadi.

 

   


(5)

1. Iannucci JM, Howerton LJ. Dental radiography: Principles and techniques. 3rd ed. Amerika Serikat: Saunders Elsevier. 2006: 3-58.

2. Akhabi M. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000: 134-73.

3. O’Brien RC. Dental radiography: An introduction for dental hygienists and assistants.

Philadelphia: WB Saunders Company. 1982: 35-9.

4. EPA. Health Effects. 2009 <http://www.epa.gov/rpdweb00/understand/health_ effects.html>

( 12 Agustus 2009 )

5. Comitee 3 of the ICRP. Radiation and your patient: a guide for medical practitioners.

<http://www.icrp.org/docs/rad_for_gp_for_web.pdf> ( 26 Agustus 2009 )

6. Lucas J, Rombach D, Goldwein J. Effects of radiotherapy on the oral cavity. 2001

<http://www.oncolink.org/treatment/article.cfm?c=5&s=30&id=17> ( 5 Oktober 2009 ).

7. Quade G. Oral complications of chemotherapy and head/neck radiation. 2009.

<http://www.meb.uni-bonn.de/cancer.gov/CDR0000062871.html> ( 19 Agustus 2009 ).

8. Beamount Hospitals. Radiation therapy for head & neck cancers. 2009

<https://www.beaumonthospitals.com/radiation-therapy-head-neck-cancer> ( 19 Agustus 2009)

9. Jefferson Lab. Radiation biological effects.

<http://www.jlab.org/div_dept/train/rad_guide/effects.html> ( 20 Agustus 2009 )

10. Saia DA. Radiography prep. International ed. Singapore: McGraw-Hill Companies. 2003:

233-5.

  28 


(6)

29   

11. Stafne EC, Gibilisco JA, eds. Stafne’s oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia:

WB Saunders Company. 1985: 471-5.

12. Wikipedia. Ionizing radiation. 2009 <http://en.wikipedia.org/wiki/Ionizing_radiation> (20

Agustus 2009)

13. American Dental Association Council on Scientific Affairs. The use of dental radiographs:

Update and recommendations. 2009. JADA. <http://jada.ada.org/cgi/content/abstract/137/9/1304> ( 20 Agustus 2009 )

14. Anonymous. 2008. <  http://www.pjxray.com/images/TCUltraSmall.jpg > ( 25 Oktober

2009)

15. Peterson LJ, Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery.

4th ed. Missouri: Mosby Elsevier. 2003: 406.

16. European Communities. Radiation protection. Manchester. 2004.

<http://ec.europa.eu/energy/nuclear/radiation_protection/doc/publication/136.pdf> ( 20 Oktober 2009 )