20 9
mungkin  bisa  diterima  sebagai  salah  satu  sebab  Shaykh  Ismā‘īl memilih Riau, Singapura dan Johor sebagai tempat menetap. Akan
tetapi, sebab yang lebih utama dan fundamental adalah seperti yang disebutkan  terdahulu,  yaitu  adanya  faktor  sosial,  politik  dan
keberagamaan  masyarakat  Minangkabau  yang  tidak  kondosif  dan mendukung
bagi  aktifitas  Shaykh  Ismā‘īl  al-Khālidī al- Minangkabaw
ī sendiri pada saat kepulangannya ke tanah air.
C. Pengaruh  Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī  al-Minangkabawī
Terhadap  Perkembangan  Tarekat  Naqshabandiyah  di Minangkabau
Perkembangan  agama  Islam  di  Nusantara  sekitar  abad  13-
14  M  seperti  yang  dikemukakan  banyak  peneliti,  ditandai  dengan masuknya berbagai mazhab maupun aliran tarekat. Sejumlah ulama
terkenal  tercatat  dalam  sejarah  perjalanan  agama  Islam  di Nusantara sebagai  pelopor  pengembangan ajaran  tarekat. Dan dari
sekian banyak ulama tarekat tercatat nama Shaykh
Ismā‘īl ibn ‘Abd Allāh al-Khālidī yang berasal dari Minangkabau.
Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī dianggap sebagai pelopor ajaran
tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau khususnya dan Nusantara umumnya.  Walaupun,  bila  dilihat  dari  sejarah  perkembangan
tarekat  di  wilayah  Minangkabau  sendiri  dan  derah-daerah sekitarnya  seperti  Riau,  Jambi,  Bengkulu  dan  Tapanuli  Selatan,
maka  jauh  sebelum  adanya  tarekat  Naqshabandiyah  yang  diusung Shaykh
Ismā‘īl  al-Khālidī al-Minangkabawī,  telah  berkembang tarekat Shattariyah yang berpusat di Ulakan, Pariaman.
723
Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī al-Minangkabawī juga dianggap
sebagai  ulama  yang  membawa  perubahan  metode  dalam  ajaran tasawuf  di  Minangkabau,  dari  pola  tasawuf  falsaf
ī ke  tasawuf ‘amal
ī, berikut penentangannya terhadap paham waḥdat al-shuhūd dan  wa
ḥdat  al-wujūd yang  bersumber  dari  al-Hallaj  dan  Ibn
723
Yang  membawa  dan  menyebarluaskan  tarekat  ini  ke  Minangkabau adalah  Shaykh Burhanuddin,  murid  Shaykh ‘Abd  al-
Ra’ūf  Singkel.  Dalam praktiknya,  tarekat  Shattariyah ini  lebih  mementingkan  amal  batin  ketimbang
amal  lahir.  Hal  ini  jelas  berbeda  dengan  tarekat  Naqshabandiyah  yang  lebih mengedepankan amal lahir daripada amal batin.
210
Arabi.
724
Maka,  dengan  munculnya  tarekat  Naqshabandiyah  di Minangkabau
setidaknya menjadikan
kemasyhuran tarekat
Shattariyah di  Minangkabau  yang  bersumber  dari  ajaran  Shaykh Burhanuddin  Ulakan sedikit  berkurang.  Apalagi  setelah  tahun
1850-an beberapa ulama Nusantara yang dilantik menjadi khalifah tarekat  Naqshabandiyah  di  Makkah
dan  Madinah mulai
menyebarkan  ajaran  tarekat  ini  di  Sumatera  dan  Jawa.  Sejak  saat itu  pula  di  beberapa  kawasan  di  Nusantara,  popularitas  dan  laju
perkembangan  tarekat  Shattariyah  mendapat  saingan  hebat  dan bahkan  untuk  beberapa  kawasan  digantikan  oleh  tarekat
Naqshabandiyah.
725
Seperti yang
telah dijelaskan
bahwa tarekat
Naqshabandiyah memiliki
dua aliran,
yakni tarekat
Naqshabandiyah  Muzhariyah dan  Naqshabandiyah  Khalidiyah. Aliran  pertama  berasal  dari  Shaykh Mu
ammad  Mahar  al- A
madī,  seorang  murshid tarekat  Naqshabandiyah.  Sementara aliran kedua berasal dari Shaykh
Khālid al-‘Uthmān al-Kurdī yang merupakan  salah  seorang  murshid  tarekat  Naqashabandiyah  yang
banyak  melakukan  modifikasi  terhadap  ajaran  tarekat  tersebut. Aliran  kedua  inilah  yang  dikembangkan  oleh  Shaykh
Ismā‘īl  al- Khālidī al-Minangkabawī.
Shaykh Ismā‘īl  al-Minagkabawī juga  diakui  sebagai
murshid tarekat  Naqshabandiyah  yang  silsilah  pengambilan
tarekatnya  sampai  kepada  Nabi  Mu ammad SAW.  Kelebihannya
dalam  tarekat  ini  ialah  dia  menerima  bai‘at    dari  dua  Shaykh murshid,  yakni  Shaykh
Khālid  al-‘Usmānī al-Kurdī dan  Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Arzinjanī al-Khālidī.
726
Sekalipun Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī tidak banyak berkiprah
di  kampung  halamannya,  namun  hampir  seluruh  tokoh-tokoh Minangkabau  yang  memiliki  andil  dalam  menyebarkan  ajaran
724
M.D. Mansur, dkk, Sejarah Minangkabau, Jakarta: Bhratara,1970, 164.
725
Karel  A.  Steenbrink,  Beberapa  Aspek  Tentang  Islam  di  Indonesia Abad ke 19 Jakarta: Bulan Bintang, 1984, 174.
726
Mu ammad usayn ibn ‘Abd al-amad al-Khālidī, Naskah Nahjat
al- Sālikīn  wa-Bahjat  al-Maslakīn  koleksi  surau  Muammad  al-Amīn  Kinali
Pasaman, 21-22.
211
tarekat  Naqshabandiyah  Khalidiyah di  Minangkabau  adalah  orang yang  pernah  mendapat  gamblengan  dan  didikannya,  minimal
mendapat  pengaruh  dari  pemikirannya.
727
Di  antara  mereka  yang terkenal  dan  merupakan  tokoh  sentral  dari  tokoh  pengembang
ajaran tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau adalah; Pertama, Shaykh ‘Abd al-Ra
mān al-Khālidī Batu Hampar 1777-1899  M yang  tidak  lain  adalah  saudara  kandung  Shaykh
Ismā‘īl  al-Khālidī  sendiri.  Shaykh ‘Abd  al-Ramān  al-Khālidī merupakan  salah  seorang  ulama  besar  Minangkabau.  Beliau
tercatat  sebagai  salah  seorang  ulama  sufi  yang  memiliki  kearifan dan  kemampuan  yang  baik  dalam  mengamalkan  ajaran  tarekat
Naqshabandiyah.
Ketika  Shaykh ‘Abd  al-Ra mān  al-Khālidī bermukim  di
Makkah untuk belajar ilmu agama selama lebih kurang tujuh tahun, Shaykh
Ismā‘īl  al-Khālidī  al-Minangkabawī telah  lebih  dahulu bermukim di Makkah dan telah menjadi ”tutor” halaqah di Masjid
al- arām.
728
Dibawah  bimbingan  Shaykh Ismā‘īl  al-Khālidī  al-
727
Seperti  yang  dijelaskan,  bahwa  Shaykh Ismā‘īl  al-Khālidī  ketika
berada  di  Singapura,  dia  memiliki  hubungan  komunikasi  yang  cukup  intens dengan  jama‘ah  haji  Nusantara,  khususnya  yang  berasal  dari  Minangkabau
sewaktu  mereka  transit  di  sana.  Realitas  bahwa  semua  jama‘ah  haji  asal Minangkabau yang mengambil ajaran tarekat di tanah suci adalah memilih Jabal
Qubays dan  mengambil  ijazah  tarekat  Naqshabandiyah Khalidiyah adalah  bukti kuatnya pengaruh Shaykh
Ismā‘īl al-Khālidī. Sebab, di tanah suci sendiri tarekat Naqshabandiyah semenjak akhir  abad 18 M telah terpecah  menjadi dua cabang,
Naqshabandiyah  Khalidiyah yang  berpusat  di  Jabal  Qubays Makkah dan Naqshabandiyah  al-Ma
hariyah  yang  berpusat  di  Madinah dan  keduanya memiliki  jaringan  dan  kekuatan  yang  sama  dalam  merekrut  pengikut  jama‘ah
haji  asal  Nusantara.  Lihat.  Abdul  Rahman  Haji  Abdullah,  Pemikiran  Islam  di Malaysia, Sejarah dan Aliran Jakarta: Gema Insani, 1997, 51.
728
Pada  masa  Shaykh ‘Abd  al-Ra mān  al-Khālidī berangkat  ke
Makkah,  telah  terdapat  banyak  sekali  ulama-ulama  dari  dunia  Melayu  yang cukup  dikenal  dalam  sejarah,  yang  juga  belajar  di  Makkah.  Seperti,  Shaykh
Mu ammad  Zayn ibn Faqīh  Jalāl al-Dīn al-‘Āshī, Shaykh ‘Abd al-amad ibn
‘Abd  al-Ra mān  al-Palimbanī,  Shaykh Daud  ibn  ‘Abd  Allāh  al-Faanī  dan
lain-lain.  Menurut  beberapa  sumber,  Shaykh ‘Abd  al-Ra mān  juga  pernah
belajar  atau  berguru  pada  Shaykh ‘Abd  al- amad  ibn  ‘Abd  al-Ramān  al-
Palimbanī dan Shaykh Daud ibn ‘Abd Allāh al-Faanī. Tentang syaikh ‘Abd al- Ra
mān  al-Khālidī,  lihat  lebih  lanjut.  Tim  Islamic  Center  Sumatera  Barat, Riwayat  Hidup  dan  Perjuangan  20  Ulama  Sumatera  Barat  Padang:  Islamic
Center Sumatera Barat, 1981, 1-14.
212
Minangkabawī,  Shaykh ‘Abd  al-Ramān  al-Khālidī  kemudian diperkenalkan kepada ulama-ulama yang lebih tua dan senior untuk
kemudian belajar kepada mereka.
729
Di antaranya, Shaykh ‘Uthmān
al- Dimyatī,  Shaykh Muammad  Sa’īd  al-Qudsī,  Shaykh
Mu ammad  āli  ibn  Ibrāhīm  al-Ra’īs,  Sayyid  Amad  al-
Marzukī, Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Arzinjanī al-Khālidī,
730
dan beberapa ulama-ulama lainnya lagi.
Sekembalinya  ke  kampung  halaman,  Shaykh ‘Abd  al- Ra
mān  al-Khālidī memiliki  peran  dan  andil  besar  dalam penyebaran  ajaran  tarekat  Naqshabandiyah  Khalidiyah  di
Minangkabau.  Melalui  dirinyalah  sebagian  besar  shaykh tarekat Naqshabandiyah  di  Minangkabau  kemudian  mengambil  jalur
silsilah.  Dia dianggap  sebagai salah  satu  tokoh  sentral  penyebaran ajaran tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau.
731
Kedua,  Shaykh Ibrāhīm  Kumpulan  al-Khālidī  1764-1914
M.
732
Dia adalah salah satu ulama besar Minangkabau asal Bonjol Pasaman.  Dia  mengambil  ijazah  tarekat  Naqshabandiyah
Khalidiyah di Jabal Qubays Makkah kepada Shaykh Sulaymān al-
Zuhdī.  Shaykh  Ibrāhīm  Kumpulan  al-Khālidī  ketika  menetap  di Makkah selama 7 tahun, dia belajar dengan beberapa orang ulama
terkenal  disana,  seperti  layaknya  murid-murid  asal  Nusantara lainnya.
733
Kontak  keilmuan  Ibrāhīm  Kumpulan  dengan  Shaykh
729
Oleh  karena  itulah,  shykh  ‘Abd  al-Ra mān  al-Khālidī  juga
menyebut  Shaykh Ismā‘īl  al-Khālidī  al-Minangkabawī dengan  sebutan
Shaykh unā.  Lihat  Shaykh ‘Abd  al-Ramān  Batu  Hampar  al-Khālidī,  ”Naskah
Ajaran Tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah” Koleksi Museum Jambi, 16-17.
730
Shaykh ‘Abd  al-Ra mān Batu Hampar al-Khālidī, ”Naskah Ajaran
Tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah” Koleksi Museum Jambi, 5-6.
731
Novelia  Musda,  “The arīqa  Naqshbandiyya-Khālidiyya  in
Minangkabau,” 42.
732
Sebagian  sumber  menyebutkan  bahwa  Shaykh Ibrāhīm  Kumpulan
al- Khālidī hidup antara tahun 1804-1914 M. Lihat, Yulizal Yunus dkk, Beberapa
Ulama  di  Sumatera  Barat  Padang:  Dinas  Pariwisata  dan  Museum Aditiyawarman, 2008, 17
733
Bahkan,  sebagian  pihak  menduga  Shaykh  Ibrāhīm  Kumpulan  al- Khālidī  pernah  berguru  langsung  kepada  Shaykh  Khālid  al-Kurdī  di  Jabal
Qubays.  Lihat.  Tim  Inventarisasi  Naskah  Kuno  Islam  Mahasiswa  Sastera  Arab, ”Meneropong  Jaringan  Ulama  Minangkabau;  Dari  Penelusuran  Naskah  Kuno
Islam Hingga  Historiografi  Ulama  di  Pasaman” Penelitian  Filologi  Jurusan
213
Ismā’īl  al-Khālidī  diduga  kuat  berlangsung  saat  berada  di  Jabal Qubays, kemudian saat Shaykh
Ismā’īl berada di Singapura ketika Shaykh
Ibrāhīm  Kumpulan  hendak  berangkat  ke  Makkah  untuk kedua kalinya.
Setelah lebih kurang tujuh tahun Shaykh Ibrāhīm al-Khālidī
menuntut ilmu di Makkah, dia kembali ke kampung halamannya di Kumpulan Pasaman. Ketika pertama kali dia kembali ke kampung
halamannya  setelah  sekian  lama  ditinggalkan,  Shaykh Ibrāhīm al-
Khālidī  melihat  kondisi  sosial  kegamaan  masyarakat  Kumpulan dan Minangkabu secara umum sangat memprihatinkan.  Kerusakan
moral melanda segenap lapisan masyarakat dan mereka dihadapkan kepada  berbagai  penyakit  masyarakat  lainnya.  Dia  pun  mulai
melakukan  pembaharuan  di  tengah  masyarakat  Kumpulan, khususnya dalam hal keberagamaan masyarakat.
Menurut  Bruinessen,  Shaykh Ibrāhīm al-Khālidī termasuk
salah  seorang  ulama  ”garis  depan”  dalam  menyebarkan  tarekat Naqshabandiyah  Khalidiyah.  Beliau  juga  dianggap  sebagai  ulama
yang  memiliki  pengaruh  yang  cukup  besar  dalam  penyebaran ajaran  Islam  di  daerah  Batak-Mandahiliang,  di  samping  Shaykh
‘Abd al-
Wahhāb Rokan.
734
Shaykh Ibrāhīm al-Khālidī memiliki  banyak  murid,
diantaranya  terdapat  beberapa  nama  yang dianggap  sebagai  ulama tarekat Naqshabandiyah yang sangat berpengaruh di daerah mereka
masing-masing.  Diantara  murid-murid  tersebut  adalah;  Shaykh Sa
āb  al-Dīn dari  Tapanuli  Sumatera  Utara,  Shaykh Ismā‘īl dari Pasir  Pangaraian  Riau,  Shaykh Mu
ammad  Baīr  dari  Lubuk Landur  Pasaman,  Shaykh
asan  al-Dīn  dari  Bayur  Maninjau Agam,  Shaykh
Yūnus Tuanku  Sasak dari  Pasaman,  Shaykh ‘Abd
Sasrta  Arab  Fakultas  Adab  IAIN  Imam  Bonjol  Padang,  2010,  14-16.  Namun demikian,  informasi  tentang  bergurunya  Shaykh
Ibrāhīm Kumpulan  langsung kepada  Shaykh Kh
ālid  al-Kurdī agaknya  perlu  pembuktian  dan  kajian  lebih lanjut.  Sebab,  dalam beberapa  naskah  tarekat  Naqshabandiyah  yang  ditemukan,
hanya  nama  Shaykh Ismā‘īl  al-Khālidī yang diyakini  mengambil ijazah  tarekat
langsung kepada Shaykh Kh ālid al-Kurdī di samping kepada Shaykh ‘Abd Allāh
Afandi  al- Khālidī.  Lihat.  Muammad  usayn  bin  ‘Abd  al-amad  al-Khālidī,
“Naskah Nahjat al-S ālikīn wa-Bahjat al-Maslakīn,” 21-22.
734
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, 127- 128
214
Allāh  dari  Sarasah  Talu  Pasaman,  Shaykh Mudo  dari  Durian Tibarau  Kinali  Pasaman,  dan Shaykh Haji  Mu
ammad  Nūr  dari Baruah  Gunung  50  Kota,  Shaykh Daud  dari  Durian  Gunjo
Malampah Pasaman, Shaykh ‘Abd al- Jabbār dari Kumpulan Bonjol
Pasaman,  Shaykh A mad  dari Agam,  Shaykh Muammad Sa’īd
dari  Bonjol,  Shaykh ‘Abd  al-Ra mān  ibn  Shaykh usayn  dari
Kuran-Kuran Agam, serta Shaykh Mu ammad Zayn Alahan Mati
dari Kumpulan Pasaman.
735
Shaykh Ibrāhīm Kumpulan al-Khālidī tidak  hanya
menghabiskan  waktunya  untuk  mengajar  murid-muridnya  saja, namun  dia  juga  aktif  bergerak  di  bidang  politik  terutama
keikutsertaanya  dalam  pergerakan  Paderi melawan  Penjajah Belanda di Bonjol.
736
735
Lebih lanjut lihat. Yulizal Yunus, dkk, Beberapa Ulama di Sumatera Barat, 17-25.
736
Lihat  lebih  jauh.  Abu  Bakar  Tuanku  Saidina  Ibrahim,  Sejarah Ringkas  Maulana  Syekh  Ibrahim  al-Khalidi  Kumpulan Kumpulan:  2006.
Dikutip  dari.  Apria  Putera,  ”Menyelami  Lautan  Filosofi  Naqsyabandi,” Penelitian Filologi Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang, 2009, 18.
215
BAB VI Dinamika dan Polemik Tarekat Naqshabandiyah