14
kerajaan Riau dalam pengembangan ajaran tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah utama di atas, maka penelitian ini bertujuan menghadirkan suntingan teks MADQ dan menjelaskan
tentang proses masuk dan dinamika perkembangan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau dalam naskah
MADQ. Namun demikian, penelitian ini secara rinci memiliki tujuan seperti berikut;
1. Melakukan kritik teks terhadap naskah MADQ dan menghadirkan teks yang siap baca.
2. Menjelaskan proses masuk dan berkembangannya ajaran tarekat
Naqshabandiyah di
Nusantara, khususnya
Minangkabau melalui naskah MADQ. 3. Menguraikan
bentuk dan
corak ajaran
tarekat Naqshabandiyah seperti yang terlihat dalam naskah MADQ.
4. Mengemukakan jaringan
tokoh intelektual
tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau atau silsilah guru-murid
melalui naskah MADQ, di samping juga dilihat dalam naskah-naskah tarekat Naqshabandiyah lainnya.
5. Menjelaskan rivalitas
yang terjadi
antara tarekat
Naqshabandiyah Khalidiyah
dengan tarekat
Naqshabandiyah Muzhariyah dan tarekat Naqshabandiyah wa Qāiriyah di Nusantara serta dengan tarekat Shattariyah
di Minangkabau. 6. Menjelaskan dampak dan implikasi kedekatan Shaykh
Ismā‘īl al-Khālidī dengan penguasa kerajaan Riau dalam fomulasi ajaran dan dinamika pengembangan ajaran tarekat
Naqshabandiyah di Minangkabau.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada
program Pasacsarja Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memperoleh gelar Magister
Agama dalam bidang Pengkajian Islam.
15
2. Menambah khazanah studi
pernaskahan Nusantara,
terutama naskah keagamaan yang selama ini masih sedikit mendapatkan perhatian.
3. Menjadi salah satu bahan rujukan bagi semua pihak yang berkepentingan
dengan studi
tentang tarekat
Naqshabandiyah di Minangkabau khususnya, dan di Nusanatara umumnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Sudah banyak kajian, penelitian dan studi yang terkait dengan tarekat Naqshabandiyah baik di Indonesia maupun di
Minangkabau, namun belum atau sangat sedikit sekali ada kajian yang secara khusus membahas tentang naskah-naskah yang
mengambarkan secara utuh tentang tarekat Naqshabandiyah terutama di Minangkabau. Adapun kajian tentang tarekat
Naqshabandiyah di antaranya;
Pertama, Itzchak
Weismann, The
Naqshbandiyya: Ortodoxy and activism in a Worldwide Sufi Tradition, 2007. Buku
ini menjelaskan
secara komprehensif
tentang tarekat
Naqshabandiyah di dunia Islam khususnya Asia, mulai dari abad 13 hingga masa sekarang. Kajian ini lebih banyak menyoroti dinamika
perkembangan dan pergulatan sosial politik pengikut tarekat Naqshabandiyah di kawasan Asia, seperti konsolidasi dan ekspansi
yang dilakukan para tokoh dan pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah terutama di Asia Kecil, hingga perselingkuhan
dan proses simbiosis mutualisme yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pengembang ajaran tarekat Naqshabandiyah dengan penguasa
zamannya. Di samping menjelaskan tentang bagaimana kuatnya ajaran tarekat Naqshabandiyah terhadap perlaksanaan shari’at,
penulis juga menyoroti transformasi ritual dan keyakinan yang terjadi pada pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah terutama
semenjak abad 17 hingga 20 M.
Dua, Dina Le Gall, A Culture of Sufism: Naqshbandis in Ottoman World, 1450-1700, 2005. Buku ini menjelaskan tentang
bagaimana proses masuk, perkembang serta dinamika pergulatan politik dan intelektual tarekat Naqshabandiyah di wilayah
kekuasaan Uthmānī. Mulai dari proses kelahirannya di Transoxania hingga mencapai wilayah Istanbul, Anatolia dan Balkan, Kurdistan,
hingga Arabia. Pembicaraan buku ini juga mencakup dinamika
16
politik dan intelektual para tokoh tarekat Naqshabandiyah baik dengan lingkar kekuasaan zamannya, maupun juga dengan
kelompok-kelompok muslim lainnya seperti dengan sesama pengikut Sunni dan pengikut ajaran
wujūdiyah Ibn ‘Arabi. Tiga, Mu
ammad Hisham Kabbani, The Naqshabandi Sufi Tradition Guidebook of Daily Practices and Devotions, 2004.
Buku ini berisikan panduan kepada para pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah tentang praktek amalan yang mesti dijalankan
dalam kesaharian seorang sālik atau murid. mulai dari proses
penyucian diri melalui taubat dan pengambilan bai‘at hingga praktek ritual zikir yang mesti dilalui dengan tahap-tahapannya.
Pada bagian akhir buku ini berisikan panduan do‘a-do‘a dan khatam khawajakan sebagai ritual akhir dalam zikir tarekat
Naqshabandiyah.
Empat, Mu ammad Hisham Kabbani, Classical Islam and
The Naqshbandi Sufi Tradition, 2004. Buku ini lebih bersifat historis dan hanya sedikit menginggung persoalan doktrin ajaran
tarekat Naqshabandiyah. Di bagian awal, penulis membicarakan tentang cara dan jalan hidup yang mesti ditempuh seorang murid
atau
sālik dalam tarekat Naqshabandiyah serta bagaimana proses transmisi keilmuan dan ajaran tarekat Naqshabandiyah dari nabi
Mu ammad saw. kepada guru-guru tarekat Naqshabandiyah. Pada
bagian selanjutnya, penulis membicarakan secara panjang lebar tentang silsilah dan perjalanan hidup para Shaykh tarekat
Naqshabandiyah mulai dari Nabi Mu ammad saw, Abu Bakar al-
iddīq hinggga Muammad ‘Aīm ‘Ādil al-Haqqānī. Nama terakhir ini dikenal sebagai pendiri tarekat Naqshabandiyah cabang
al- Haqqānī
sekaligus mengembangkan
ajaran tarekat
Naqshabandiyah ini di kawasan Turki terutama Cyprus dan Istambul.
Lima, Duski Samad, Kontinuitas Tarekat di Minangkabau, 2003. Kajian ini adalah bentuk disertasi di UIN Syarif
Hadayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan jawaban
terhadap muncul
dan menguatnya
fenomena tradisonalisme di Minangkabau pada era modern ini. Dalam
pembahasannya Duski Samad lebih memfokoskan tentang perubahan dan pengaruh tarekat di tengah modernisme khususnya
di Minangkabau, baik Shattariyah maupun Naqshabandiyah. Walaupun penelitian ini difokoskan pada dinamaika tradisonalisme
17
di Minangkabau, akan tetapi bahasannya juga mencakup sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Minangkabau, sejarah
perkembangan tarekat di Minangkabau, serta melihat sejauh mana keberadaan tarekat di tengah modernisme Minangkabau.
Enam, Yulizal Yunus, Kajian Syair Apolegetik pembela Tarekat Naqsyabandiyah Syeikh Bayang, 1999. Penelitian ini
secara khusus membahas Shaykh Mu
ammad Dalil bin Mu
ammad Fatawi 1864-1923, salah seorang tokoh tarekat Naqshabandi di wilayah Pesisir Selatan Sumatera Barat. Adapun
yang menjadi fokus kajiannya adalah syair-syair apolegetik tentang pembelaannya terhadap ajaran tarekata Naqshabandiyah yang
diserang oleh kelompok pembaharu atau yang dikenal dengan istilah “kaum mudo”. Penelitian ini berupa analisis terhadap syair-
syair pembelaan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah yang ditulis oleh Shaykh Ilyas Yaʻ kub menantu Shaykh Mu
ammad Dalil atau yang lebih dikenal dengan nama Shaykh Bayang.
Tujuh, Firdaus,
ddk, Sentra-Sentra
Tarekat di
Minangkabau, 2000. Kajian ini lebih memfokuskan kepada deskripsi tentang sentral atau wilayah-wilayah yang menjadi pusat
pengembangan tarekat Naqshabandi di Minangkabau seperti Padang, Painan, Pariaman, dan Batusangkar. Penelitian ini lebih
bersifat kesejarahan dan tidak menyinggung tentang aspek ajaran dan ritual tarekat Naqsyabandi.
Delapan, Afnida Nengsih, Amalan Pengikut Tarekat Naqsyabandiyah di kec. Pauh Padang, 1998. Penelitian ini lebih
banyak menyoroti tentang praktek keberagamaan yang dilakukan oleh kelompok pengikut ajaran tarekat Naqshabandi di Kota
Padang khususnya kecamatan Pauh. Penelitian ini lebih bersifat kasuistis, karena hanya mengambil objek pengikut ajaran tarekat
Naqshabandi di kecamatan pauh kota Padang dengan melihat beberapa praktek ritual amalannya yang memiliki sedikit perbedaan
dengan ritual amalan pengikut tarekat Naqshabandi lainnya di Minangkabau.
Sembilan, Zanimal, Tarikat Naqsyabandiyah Ajaran Syiekh Qadirun Yahya, 1997. Penelitian ini secara khusus mengkaji tokoh
Naqshabandi modern yang terkemuka di Sumatera Utara, Shaykh Qadirun Yahya. Kajiannya lebih menekankan aspek ketokohan
sang Shaykh dan karakter ajarannya yang unik dengan praktek
18
ritual zikirnya yang dihubungkan dengan pengetahuan fisika modern.
Sepuluh, Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Survei Historis, Geografis dan Sosiologis, 1992.
Kajian yang dilakukan oleh Martin Van Bruinessen adalah studi tentang tarekat Naqshabandi secara umum di Indonesia, mulai dari
proses
awalnya perkenalan
Indonesia dengan
tarekat Naqshabandiyah, perkembangannya di Indonesia, tokoh-tokohnya
yang terkemuka, hingga sisa-sisa tarekat Naqshabandiyah di beberapa wilayah Nusantara. Penelitian ini lebih bersifat deskriptif
atau boleh dikatakan ensiklopedis tarekat Naqshabandi di Indonesia. Di dalamnya memuat secara bersamaan berbagai jenis
tarekat Naqshabandi yang pernah berkembang di Indonesia, seperti tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah, Naqshabandiyah Muzhariyah,
Naqshabandiyah wa-Qadiriyah berikut tokoh-tokohnya. Sementara, kajian tentang tarekat Naqshabandi di Minangkabau hanya
diletakan dalam satu Bab dari buku ini. Sehingga, kajian yang dilakukan agaknya bisa dianggap belum komprehensif untuk kasus
Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau.
Sedangkan studi
filologi terhadap
naskah tarekat
Naqshabandi adalah penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri yang melakukan suntingan terhadap naskah a
ṭ-Ṭarīqat an- Naqsyabandiyah Khalidiyah Karya Khalifah Shaykh Yaʻ kub,
2009. Namun demikian, studi yang dilakukan terhadap naskah tersebut lebih bertujuan menghadirkan suntingan dan melakukan
analisis isi teks.
F. Metode Penelitian