Harmonisasi Shaykh Ismā‘īl dengan Kekuasaan dalam

215

BAB VI Dinamika dan Polemik Tarekat Naqshabandiyah

Khalidiyah di Minangkabau dalam Naskah MADQ Sebagaimana halnya sebuah ajaran, paham atau doktrin keagamaan yang dikembangkan di sebuah kelompok masyarakat, tentu tidak bisa dilepaskan dari beragam dinamika dan persoalan, baik secara internal maupun eksternal. Begitu juga halnya dengan perkembangan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau yang semenjak awal penyebarannya selalu dihadapkan pada berbagai dinamika dan persoalan, baik dengan sesama pengembang dan pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah sendiri, maupun dengan pengembang dan pengikut ajaran lainnya yang juga melakukan penyebaran dalam saat yang bersamaan. Berikut akan digambarkan bagaimana dinamika yang dihadapi oleh tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau, baik internal maupun eksternal.

A. Harmonisasi Shaykh Ismā‘īl dengan Kekuasaan dalam

Penyebaran Ajaran Tarekat Naqshabandiyah Dalam perjalanan sejarah, sebagian besar daripada tokoh pengembang maupun pengikut ajaran tarekat di dunia Islam, baik yang bercorak panteistik wujūdiyah maupun yang berorientasi ‘amalī atau yang dikenal dengan tasawuf sunnī atau akhlāqī, adalah orang-orang yang tidaklah sepenuhnya menjauhkan diri dari hiruk- pikuk keduniaan. Tidak jarang para pemimpin tarekat juga bertindak sebagai pemimpin politik atau paling tidak memiliki kedekatan dengan lingkar kekuasaan zamannya. 737 Dalam hal ini tentunya tidak terkecuali para pemimpin dan tokoh pengembang serta pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah. Dimulai dari tokoh pendiri yang nama tarekat ini dinisbahkan kepadanya Shaykh Bahā’ al-Dīn al-Naqshabandī, di mana dia tidak hanya dikenal sebagai seorang sufi besar, akan tetapi juga dikenal sebagai seorang tokoh penasehat utama sultan Khalīl w. 1347 M di Asia Tengah. Nama Shaykh Bahā’ al-Dīn 737 A ฀mad Syafi‘i Mufid, Tangklukan, Abangan dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa Jakarta: Yayasan Obor, 2006, 76. 216 dicatat dalam sejarah kesultanan Samarkand sebagai salah satu tokoh yang mempengaruhi arah kebijakan pemerintahan sultan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa semua kemajuan yang dicapai oleh kesultanan Samarkand tidak dapat dilepaskan dari peran serta dan keterlibatan Bahā’ al-Dīn. 738 Selanjutnya Shaykh Na ฀r al-Dīn Ubayd Allāh al-A฀rār al- Samarq andī w. 1490 M yang menjadi penerus kemurshidan tarekat Naqshabandiyah generasi ketiga Shaykh Bahā’ al-Dīn, di mana dia telah merubah sebuah paradigma klasik yang mengidentikkan kesufian dan kemiskinan. Dia adalah simbol seorang mistikus Islam yang sangat amat kaya dan hidup dengan kekayaan material yang berlimpah. Di samping berperan sebagai pengusaha dan guru spritual, dia juga berperan sebagai diplomat dan penasehat sultan Abū Sa‘īd di Samarqand. 739 Begitu juga pelanjutnya Shaykh A ฀mad al-Farūqī al- Sirhindī w 1624 M sebagai murshid ke 23 dalam silsilah tarekat Naqshabandiyah. Shaykh A ฀mad al-Farūqī al-Sirhindī tidak hanya seorang guru sufi besar akan tetapi juga seorang pejuang dan mujaddid pembaharu di dunia Islam. Nama berikutnya yang tidak kalah pamor sebagai sosok ulama tarekat Naqshabandiyah yang terjun ke wilayah politik praktis adalah Shaykh Ghulām ‘Alī. Dia bersama pengikutnya terjun ke panggung politik dan berperan besar dalam beberpa gejolak politik dan pemberontakan masyarakat India melawan kolonialisme Inggris. 740 Kegiatan politiknya inilah yang kemudian memaksanya meninggalkan India dan hidup berpindah- pindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sambil terus mencari pengikut dan menanamkan pengaruhnya di dunia Islam. 738 Svatopluk Soucek, A history of inner Asia London: Cambridge University Press, 2000, 139-140. lihat juga. Itzchak Weismann, The Naqshbandiyya: Orthodoxy and Activisme in a Worldwide Sufi Tradition Paris: Routledge Taylor and Francis Group, 2007, 16-18. 739 Lihat. Mu ฀ammad Hisham Kabbani, Classical Islam and The Naqshbandi Sufi Tradition Silver Parkway: Islamic Supreme Council of America ISCA, 2004, 265. lihat juga. Jhon Renard, Friends of God, Islamic Images of Piety, Commitment, and Servanthood California: University of California Press, 2008, 150. 740 A ฀mad Subaidy, “Genosis Tarekat Naqsyabandi”. http:quantumillahi.wordpress.com20090216genosis-tarekat-naqsyabandi Di akses, 17 September 2010. 217 Nama berikutnya adalah Mawlānā Khālid al-Kurdī yang juga tidak kalah populernya sebagai tokoh tarekat Naqshabandiyah yang dekat dengan kekuasaan. 741 Dia pernah memiliki hubungan dekat dengan pengeran I ฀sān Ibrāhīm Pasha gubernur wilayah Baban dan meminta Mawlānā Khālid al-Kurdī untuk mengelola sekolah yang dibangun di wilayah kekuasaannya. Dia juga memiliki hubungan yang erat dengan Sultan Sa‘ad Pasha gubernur Baghdad. Dia juga tercatat memiliki hubungan yang baik dengan Sultan Ottoman, Ma ฀mūd Khan. Ketika dia mengunjungi Sham, Sultan menyambutnya dengan sangat meriah, tidak kurang dari 250.000 orang berdiri di pintu gerbang kota Damaskus menyambut kedatangannya. 742 Shaykh Ism ā‘īl al-Khālidī sendiri sebagai murid dari Mawlānā Khālid al-Kurdī juga dikenal sebagai salah satu sosok penyebar ajaran tarekat Naqshabandiyah di Nusantara, yang dalam mengembangkan ajaran di tanah air disokong oleh kekuasaan atau otoritas politik zamannya. Dalam naskah MADQ ini terdapat informasi tentang tempat penulisan naskah ini, sekaligus memperkuat kebenaran dugaan di atas. Disebutkan: ْﻮَـﻳِر ِْﰲ ِﺪْﻴَﻌْﻟا ُﺐَﻴْﻃَأ ٍثْﻮُﻠَـﺛ ِمْﻮَـﻴَـﺑ ْﺪَﻗ ﺎَﻬُﻤْﻈَﻧ ٍكْﻮُﻠُﺳ ِﺖْﻴَـﺒِﺑ َﻼﱠﻤَﻜَﺗ Bi- yawmi thalūthin aṭyabu al-‘īdi fī riau bi-bayti sulūkin na ẓmuhā qad takammalā Pada hari Selasa sebaik-baik hari ia fitrah di dalam negeri Riau di dalam rumah sulūk nazamnya sungguhnya telah sempurna ia Naskah MADQ, 14 . Penulisan naskah ini di Riau menunjukan bahwa Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī mengembangkan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di wilayah Kerajaan Riau. Pernyataan ini sekaligus mengokohkan pendapat para peneliti yang mengatakan bahwa Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī tinggal dan menetap di Riau serta menjadi penasehat Raja Alī ibn Yamtuan Muda Raja Ja‘far. Seperti 741 Mu ฀ammad Amīn al-Kurdī, Tahzīb al-Mawāhib al-Sarmadiyah fī Ajlā’i al-Sādah al-Naqshabandiyah Dimasq: Dār Hirā’, 1996, 223-238. 742 Lihat. Seyyed Hossein Nasr, The Garden Of truth, Mereguk Sari Tasawuf Bandung: Mizan, 2007, 243. 218 dikatakan banyak peneliti bahwa para tokoh penyebar tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah dikenal memiliki kedekatan dengan para penguasa, tidak terkecuali Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī. Maka tentu kedekatan Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī dengan kehidupan istana dalam batas-batas tertentu akan memberikan pengaruh terhadap ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau. Berdasarkan sumber-sumber yang ditemukan, ketika Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī kembali ke tanah air, dia memutuskan untuk tinggal di Singapura sebelum kemudian menetap di kerajaan Riau atas permintaan Raja Alī Yang Dipertuan Muda Riau. Maka diduga kuat bahwa dia tidak pernah kembali ke kampung halamannya; Simabur-Batusangkar untuk menyebarkan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah dan merekrut murid di kampung halamannya itu. Di kerajaan Riau Shaykh Ismā‘īl al- Khālidī kemudian dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan kalangan istana, terutama Raja Alī Yang Dipertuan Muda Riau. Bahkan, ketika datang ke kerajaan Riau, Raja Alī sendiri yang menjemputnya dengan perahu ke Singapura. Di kerajaan Riau Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī diangkat menjadi penasehat Raja Alī ibn Yamtuan Muda Raja Ja’far. 743 Kenyataan ini sekaligus membuktikan dan mengokohkan anggapan para ahli selama ini yang berkesimpulan bahwa tarekat Naqshabandiyah memiliki kemampuan untuk berkembang dengan baik, mendapat tempat dan pengikut yang banyak serta mampu menjaga eksistensinya dalam waktu yang lama adalah karena kemampuannya mendekati dan mengambil hati penguasa setempat. 744 Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa para tokoh penyebar tarekat Naqshabandiyah semenjak masa-masa awal berdirinya dikenal sebagai sosok yang mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan para penguasa. 745 743 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Survey Historis, Geografis dan Sosiologis Bandung: Mizan, 1998, 99. 744 Wiwi Siti Siti Sajorah, Tarekat Naqshabandiyah;Menjalin Harmonis dengan Kalangan Penguasa, dalam Sri Mulyati, et.al, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia Jakarta: Prenada Media, 2005, 89. 745 Dalam catatan sejarah ditemukan bukti bahwa hampir semua tokoh tarekat Naqshabandiyah di kawasan Persia dan Asia kecil adalah orang-orang yang sangat dekat dan menjadi penyokong kekuasaan. Khawaja Ubayd Allāh 219 Tentu saja hal yang menarik untuk dikaji terkait informasi awal naskah ini, tentang latar belakang yang membuat Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī lebih memilih mendekati kalangan penguasa dan berda‘wah di kalangan istana daripada berda‘wah di kampung halamannya dan dengan rakyat jelata, berikut dampak kedekatan tersebut dengan perkembangan tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau. Ada yang mengaitkan keputusan Shaykh Is mā‘īl al- Khālidī dengan kerajaan Riau bukan karena tradisi dan karakteristik tarekat Naqshabandiyah yang sudah terbangun semenjak lama, namun disebabkan karena adanya hubungan kekerabatan yang terjalin antara Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī dengan sebagian keluarga istana kerajaan Riau. 746 Kedekatannya dengan penguasa inilah yang kemudian membuat Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī mendapatkan kritikan yang tajam bahkan hujatan dari para ulama zamannya, seperti Sālim ibn Sāmir al-฀a฀ramī 747 yang pada akhirnya membut Shaykh Is mā‘īl al- Khālidī harus meninggalkan istana dan kembali ke tanah suci untuk selamanya hingga maut menjemputnya di perantauan. Sehingga, pemikiran-pemikiran Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī kemudian hanya bisa di akses oleh murid-muridnya asal Minangkabau bagi yang datang sebagai jema‘ah haji ke tanah suci. Menetapnya Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī al-Minangkabawī di Riau, mungkin juga bisa memberikan jawaban kenapa penyebaran A ฀rār misalnya salah satu qu฀b, wali, dan pemimpin spritual tarekat Naqshabandiyah di Asia pada akhir abad 15 M tercatat sebagi tokoh yang paling harmonis hubungannya dengan raja-raja dan bangsawan di Turkistan, Transoxiana, Irak dan Azarbaijan, bahkan para penguasa zamannya adalah pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah. Dalam kitabnya Majālis Ubayd Allāh A ḥrār, dengan tegas Shaykh Ubayd Allāh mengemukakan pandangannya tentang kekuasaan. Pertama, Menjadi Sultan adalah derajat mulia, bahkan setara dengan nabi. Kedua, peran sufi adalah melindungi umat Islam, menasehati sultan, mencegah penindasan, dan mengingatkan raja akan tugasnya. Ketiga, bahwa melakukan itu bahkan terjun ke kancah politik penguasa adalah kewajiban para shaykh tarekat. Lebih lanjut lihat. Seyyed Hossein Nasr, dkk, Ed, Warisan Sufi Volume II; Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan 1150-1500 Depok: Pustaka Sufi, 2003, 286. 746 Lihat. H.W. Shaghir Abdullah, Syeikh Ismā‘īl al-Minangkabawi Penyiar Thariqat Naqshabandiyah Khalidiyah Solo: Ramadhani, tt, 2. 747 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqshabandiyah di Indonesia, 100. 22 ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah lebih mendominasi wilayah pedalaman Minangkabau. Berbeda dengan tarekat Shattariyah yang perkembangannya semenjak awal kedatangan di Minangkabau lebih mendominasi wilayah pesisir Minangkabau. Sebab, Riau secara geografis dekat dengan kawasan pedalaman Minangkabau, bahkan dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bahwa Riau adalah termasuk wilayah Minangkabau yang dikenal dengan istilah daerah Rantau Luhak Limo Puluh Koto. 748 Penemuan naskah MADQ ini di surau Tuanku Mudiek Tampang Rao Pasaman, juga menjadi bukti bahwa sekalipun Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī tidak pernah kembali ke kampung halamannya di Simabur, namun banyak ulama asal Minangkabau yang datang ke kerajaan Riau di Pulau Penyengat untuk berguru kepada Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī al-Minangkabawī. Dalam naskah ajaran tarekat Naqshabandiyah karangan Shaykh Mu ฀ammad al- Amīn Kinali Pasaman juga disebutkan nama Shaykh Ismā‘īl al- Khālidī sebagai urutan teratas sebagai ulama pengembang ajaran tarekat Naqshabandiyah di Minangkabau: ….padahal ia menurunkan akan tarekat Naqshabandiyah dan mengamalkan akan dia yaitu seperti al-mar ฀ūm Mawlānā Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī Simabur yang mashhūr ‘ālim. Dan al- mar ฀ūm Mawlānā Shaykh Mu฀ammad ฀āhir al-Khālidī Barulak, dan al-mar ฀ūm Shaykh Jalāl al-Dīn al-Khālidi Cangking, dan al-mar ฀ūm Shaykh ‘Abd al-Fattāh al-Khālidī Natal, dan al-mar ฀ūm Shaykh Mu฀ammad ฀ālih al-Khālidī Silungkang, dan al-mar ฀ūm Shaykh Mu฀ammad Jamīl al- Khālidī Tungkar, dan al-mar฀ūm Shaykh ‘Abd al-Halīm al- Khālidī Labuh, dan al-mar฀ūm Shaykh ‘Abd al-Ra฀mān al- 748 Terkait dengan uraian tentang wilayah Minangkabau lihat lebih jauh. Mid Jamal, Menyigi Tambo Alam Mingkabau; Studi Perbandingan Sejarah Bukittinggi: CV.Tropic,1985, 10. M.D. Mansur, et.al, Sejarah Minangkabau Jakarta: Bharata, 1970, 4. Idrus Hakimi Dt. Rajo Pangulu, Mustika Adat Basandi Syarak Bandung: Redha, 1980. Dan penegasan bahwa Riau adalah bagian dari wilayah Minangkabau masa lalu bisa dilihat juga. Pemda Sumatera Barat, Monografi Daerah Sumatera Barat Padang: Proyek Pengembangan Media kebudayaan Departemen pendidikan dan Kebudayaan RI, tt, 6. Dikutip dari Adek Lestari, Surau Masa Lalu Pada Masa Kini Luhak Agam, dalam Budi Santoso, S.J Ed, Gemerlap Nasionalitas Postkolonial Yogyakarta: Kanisius, 2008, 54. 221 Khālidī Batu Hampar, dan al-mar฀ūm Shaykh ‘Abd al-฀alīm al- Khālidī Padang, dan al-mar฀ūm Shaykh Mu฀฀afá al-Khālidī Sungai Pagu, dan tuan Shaykh Mu ฀ammad Yatīm al-Khālidī Padang, dan lain-lain mereka itu. 749

B. Polemik Shaykh Ismā‘īl Al-Khālidī Al-Minangkabawī