34
C. Tokoh-Tokoh yang Mengilhami Pemikirannya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sampai sejauh ini memang belum banyak karya Shaykh
Ismā‘īl al-Khālidī yang bisa dideteksi keberadaannya. Naskah MADQ ini adalah salah satu di
antara sekian karyanya yang masih tersembunyi – setidaknya sampai penelitian ini dilakukan- bahkan nyaris tidak diketahui
publik. Sehingga, para peneliti mengalami kesulitan untuk melacak atau menjelaskan perikehidupan sang tokoh, termasuk silsilah
keilmuannya baik dengan ulama Timur-Tengah maupun ulama Minangkabau yang menjadi murid-muridnya. Pada halaman 6
naskah MADQ ini ditemukan kalimat dan sedikit memberikan informasi tentang guru yang memberikan pengaruh pada
pemikirannya dalam penulisan karya ini. Disebutkan:
Demikianlah wasiat saya itu. wasiat saya ini saya terima daripada guru saya Shaykh Mu
ammad āli ibn Ibrāhīm al- Ra’īs mufti al-shāfi‘ī di Makkah al-maḥmiyyah al-majdiyyah dan
guru saya Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Khālidī al-Naqshabandī.
naskah MADQ, 6
Ada dua guru Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī yang secara jelas
disebutkan sebagai orang yang memberikan pengaruh terhadap penulisan dan isi karangan ini. Keduanya adalah Shaykh
Mu ammad āli ibn Ibrāhīm al-Ra’īs mufti al-shāfi‘ī di Makkah
dan Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Khālidī al-Naqshabandī.
Tokoh yang pertama disebutkan, Shaykh Mu ammad
āli Ibn Ibrāhīm al-Ra’īs adalah seorang ulama fiqih sekaligus mufti mazhab shāfi’ī di Masjid al-arām Makkah. Shaykh
Mu ammad āli ibn Ibrāhīm al-Ra’īs tidak hanya menjadi guru
utama bagi Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī, namun juga bagi hampir
semua tokoh tarekat Naqshabandiyah yang pernah belajar ke Makkah pada abad 19 M, semisal Shaykh ‘Abd al-Ra
mān al- Khālidī Batu Hampar dan Shaykh Ibrāhīm Kumpulan al-Khālidī.
51
Rao. Di mana, naskah MADQ ini yang sekalipun dalam informasi kolofon ditulis di Riau, namun naskah ini disimpan dan ditemukan di surau Tuanku Mudiek
Tampang Rao-Pasaman.
51
Wan Mohd. Shaghir Abdullah, “Seikh Abdul Rahman Minangkabau Murshid
Thariqat Naqsyabandiyah”,http:ulama-
nusantara.blogspot.com200611syeikh-abdul-rahman-minangkabau- murshid.html Di akses 27 September, 2010.
35
Informasi dari naskah MADQ ini secara jelas membuktikan bahwa Shaykh
Ismā‘īl al-Khālidī adalah ulama yang sangat kental dengan nuansa shari’at atau fiqihnya. Oleh karena itulah, dalam
beberapa sumber selain penisbahan kata al- Khālidī di belakang
namanya, juga dinisbahkan kepada kata al- Shāfi’ī yaitu ulama yang
sangat kuat mengamalkan praktek amalan fiqih mazhab Shāfi’ī.
52
Hal inilah agaknya yang membuat Shaykh Ismā‘īl al-
Khālidī sangat mendorong pengikutnya agar belajar dan memahami ilmu shari‘at dengan sempurna sebelum memasuki ilmu tarekat.
Dia menganjurkan untuk mempelajari kitab-kitab fiqih yang menjadi rujukan umat Islam di dunia muslim, minimal bagi yang
tidak mengerti bahasa Arab mempelajari kitab-kitab fiqih yang dikarang oleh ulama Nusantara seperti kitab Sayr al-
Sālikīn, Sabīl al-
Muhtadīn dan sebagainya. Dia juga melarang orang yang belum mengerti
shari‘at untuk
memasuki ajaran
tarekat yang
dikembangkannya. Seperti yang disebutkan dalam naskah MADQ ini:
Seyogyanya belajarkan ilmu shari’at yaitu rukun islam yang lima perkara yaitu syahadat dan syahadat rasul yang terkanduang di
dalamnya dua kalimat syahadat yaitu kata ashhadu an lā-ilaha
illallāhu wa-ashhadu anna muḥammadan rasūlullāhi seperti bahwa kita pelajarkan maknanya.
Dan seperti kita pelajarkan segala hal ahwal sembahyang far u
lima waktu daripada segala rukunnya dan segala syaratnya dan segala far
unya dan segala perkara yang membatalkan dia. Dan dipelajarkan hal ahwal zakat dan kita ketahui segala
rukunnya dan segala syaratnya dan segala perkara yang membatalkan dia. Demikian lagi hal ahwal puasa seperti bahwa
kita ketahui segala rukunnya dan segala syaratnya dan segala yang membatalkan dia supaya yakin kita akan sah segala amal
kita yang dikerjakan, karana bahwasanya jikalau kita beramal padahal tiada diketahui akan segala rukunnya dan segala
syaratnya niscaya tiadalah kita yakin akan sah amal kita
52
Menurut tulisan Shaykh Mu ammad Mirdad Abu al-Khayr dalam
kitab Nashr al-Nawr wa-al-Zahar, bahwa Shaykh Ismā‘īl al-Minangkabawī
bernama lengkap Shaykh Ismā‘īl ibn ‘Abd Allāh al-Minangkabawī al-Khālidī al-
Shafi ‘ī. Lihat. “Syeikh Isma‘il al-Minangkabawi Penyebar al-Khalidiyah
Pertama”, http:jowofile.jw.ltebookfiles15Ulama20Ulama20Di20Nusantara20B
ag201_txt.txtDi akses 27 September, 2010.
36
entahnya sah entahnya batal maka jadi sia-sia sajalah kita berbuat amal seumur hidupnya dan terkadang kita shak akan
pekerjaan yang sebenar-benarnya maksiat itu disangka akan taat taat itu disangka akan maksiat sebab tiada diberlajar.
Maka barangsiapa hendak yakin akan amalnya dan ibadatnya
aī, maka janganlah berhenti-henti daripada belajar dan jangan putus-putus daripada berlajar barang dimana tempat kita
berhenti. Maka hendaklah dihabiskan umur kita itu di dalam berlajarkan ilmu shara‘ meski kitab bahasa melayu seperti kitab
sabīl al-muhtadīn karangan Shaykh Muhammad Rasyid Banjar dan kitab
ṣirāt al-mustaqīm karangan Shaykh Nūr al-Dīn Aceh dan kitab sayr al-
sālikīn karangan Shaykh Abd al-amad Palembang dan kitab
bidāyat al-hidāyah karangan Shaykh Nūr ad-
Dīn Aceh juga. Maka barangsiapa yang manuntut ilmu shara‘ yang tiada tahu bahasa arab maka wajiblah atasnya belajar akan
salah satu daripada segala kitab bahasa melayu yang terbuat itu dangan dibeli atau dapat dangan diupah dan hendaklah
berkekalan metala‘ah kitab-kitab akan dia selama-lamanya jangan kita berbuat ibadat di dalam jahil niscaya sia-sia saja
amal kita dan ibadat kita itu wa-
Allāh a‘lam. Naskah MADQ, 4- 5.
Tokoh kedua yang mempengaruhi karya ini adalah Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Khālidī al-Naqshabandī. Dia adalah khalifah
dari Shaykh Khālid al-‘Uthmānī al-Kurdī tokoh pembaharu ajaran
tarekat Naqshabandiyah yang nama Khālidiyah sebagai nama penisbahan terakhir ajaran tarekat Naqshabandiyah dinisbahkan
kepadanya.
53
Dari Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Khālidilah,
Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī menerima bai‘at dalam tarekat
Naqashabandiyah Khalidiyah, walaupun kemudian dia juga menerima bai‘at secara langsung dari Shaykh
Khālid al-‘Uthmānī al-
Kurdī guru daripada Shaykh ‘Abd Allāh Afandi al-Khālidī di Jabal Qubays Makkah.
54
Shaykh Khālid al-‘Uthmānī al-Kurdī
adalah khalifah dari Shaykh Ghulām ‘Alī di Makkah yang
53
Novelia Musda, The Ṭarīqa Naqshbandiyya-Khālidiyya in
Minangkabau in The Second Part of The Nineteenth Century Thesis at University of Leiden, 2010, 39.
54
Shaghir Abdullah, Syeikh Ismail al-Minangkabawi: Penyiar Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah Solo: C.V. Ramadhani, tt, 16-19. Lihat juga,
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, 51.
37
kemudian membangun zawiyah di Jabal Qubays . Setelah Khālid al-
Kurdī meninggalkan Makkah dan hijrah ke Damaskus,
55
peran Shaykh
‘Abd Allāh Afanfi al-Khālidī sebagai khalifahnya menjadi dominan.
Daripadanya kemudian
para tokoh
tarekat Naqshabandiyah dari berbagai belahan dunia Islam yang datang ke
Makkah pada awal abad 19 M mengambil bai‘at dan ijazah tarekat Naqshabandiyah. Dua di antara muridnya yang paling terkenal dan
menonjol adalah Shaykh Sulaymān a-Qirimī dan Ismā‘īl al-Khālīdi
al- Jāwī al-Bārusī al-Minangkabawī.
56
Berdasarkan informasi naskah MADQ ini bisa dikatakan bahwa Shaykh
Ismā‘īl al-Khālidī memiliki hubungan dan sangat dekat dan komunikasi keilmuan yang lebih intens dengan Shaykh
‘ Abd Allāh Afandi al-Khālidī dibandingkan dengan Shaykh
55
Shaykh Kālid al-Kurdī adalah seorang tokoh tarekat Naqshabandiyah
yang dikenal sebagai pengembara sejati. Dia tidak pernah menetap dan tinggal lama di suatu tempat, namun kemanapun dan di manapun dia pergi, selalu
meninggalkan murid yang banyak dan mengangkat khalifahnya sebagai penerus ajarannya di tempat dia pernah hidup dan tinggal. Dia lahir pada tahun 1193
H1779 M di desa Karada kota Sulaymāniyyah Iraq. Dia kemudian memulai petualangannya ke berbagai belahan bumi demi mencari ilmu pengetahuan yang
tersedia di zamannya dan belajar kepada ulama-ulama terkenal saat itu. Mulai dari Baghdad, Hijaz, Mosul, Yarbikir, al-Raha, Aleppo dan Damaskus. Dari
Damskus Shaykh
Khālid al-Kurdī pindah ke India pada tahun 1224 H1809 M melalui kota Ray, Teheran, dan beberapa propinsi di Iran di mana dia bertemu
dengan cendikiawan besar zamannya. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya ke Kharqan, Samnan, dan Nisapar dan Bistam. Kemudian pergi ke kota Tus,
Herat di Afghanistan, Kandahar, Kabul, dan Peshawar. Kemudian beliau pindah lagi ke Lahore dan mengambil bai‘at
tarekat kepada ’Abd Allāh al-Dahlawī. Dari India atas izin Shaykh
‘Abd Allāh al-Dahlawī dia kembali ke Iraq tahun 1228 H1813 M. Lalu melanjutkan perjalanannya ke al-Kha
līl Hebron, kemudian pergi lagi ke Hijaz pada tahun 1241 H1826 M. Setelah melaksanakan ibadah
haji dan kunjungannya ini Shaykh Khālid kembali ke Sham dan pada 10 hari
terakhir di bulan Ramadhan 1242 H1827 M dia memutuskan untuk mengunjungi Quds Jerusalem dari Damaskus. Akhirnya meninggal dunia di
Damaskus, setelah berjuang menghadapi wabah penyakit yang menyerangnya pada hari Jumat 13 Dhū al-Qa‘idah 1242 H1827 M. Lihat. Martin Van
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, 66. Lihat juga. Seyyed Hossein Nasr, The Garden Of truth, Mereguk Sari Tasawuf Bandung: Mizan,
2007, 243.
56
Mu ammad usayn ibn ‘Abd al-amad al-Khālidī, “Naskah Nahjat
al- Sālikīn wa-Bahjat al-Maslakīn,” koleksi surau Muammad al-Amīn Kinali
Pasaman, 21-22.
38
Sulaymān al-Qirimī gurunya Shaykh Sulaymān al-Zuhdī. Shaykh Ismā‘īl al-Khālidī juga memiliki keunggulan dalam hal hubungan
spritual yang tidak dimiliki oleh Sulaymān al-Qirimī, yaitu pernah mengambil ijazah tarekat Naqshabandiyah langsung kepada
Shaykh maw lānā Khālid al-Kurdī.
D. Pokok-Pokok Ajaran