Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk Yang Diterbitkan

(1)

AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS SEBAGAI PEJABAT

PUBLIK ATAS PENYALAHGUNAAN LAMBANG NEGARA

DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN

TESIS

OLEH:

NATALIA P. SIANTURI

087011082/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS SEBAGAI PEJABAT

PUBLIK ATAS PENYALAHGUNAAN LAMBANG NEGARA

DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NATALIA P. SIANTURI

087011082/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK ATAS PENYALAHGUNAAN LAMBANG NEGARA DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN

Nama Mahasiswa : Natalia P. Sianturi Nomor Pokok : 087011082

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Notaris salah satu pihak yang berwenang dalam penggunaan stempel berlambang Negara, karena notaris dianggap mempunyai peranan penting dalam rangka melayani kepentingan hukum masyarakat untuk membuat akta otentik. Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga harus teliti sehingga aktanya tidak akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain dengan menggunakan pendekatan secara Yuridis Normatif dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan penelitian di lapangan. Kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunaan lambang negara dapat diberi sanksi perdata dan sanksi administratif yang ada dalam UUJN dan juga sanksi di luar UUJN yaitu, Pasal 69 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan dalam pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara yaitu kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya limaratus rupiah. Berdasarkan hal demikian, maka disarankan kepada Notaris agar dalam penggunaan lambang negara tersebut harus tepat sesuai dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku dan para Majelis Pengawas seharusnya dapat menerapkan sanksi terhadap notaris yang menyalahgunakan lambang negara dan juga pengurus Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) diharapkan memberikan penyuluhan kepada para notaris dalam menggunakan lambang negara. Sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan lambang negara yang dilakukan oleh notaris.


(6)

ABSTRACT

Notary is one of the authorized officers with the right to use the symbol of the state because the notary is considered having the important role in making the authentic document. The notary in implementing the work must follow the prevailed rules and also be accurate to issue the document in order to avoid the problem later on.

This research is analytical descriptive which means that the data analysis based on general law theory explaining other sets data using Normative Yuridicative by combining two methods of data collecting namely library research and field research. Then, it is analyzed qualitatively using deductive method.

The results of research show that those notaries misuse the symbol of state can be given the civil and administrative sanction, as it is stated in UUJN and beyond of UUJN, namely Article 69 No 24 of 2009 concerning with the flag, language, and sta te symbol as well as national anthem with the sanction for maximum 1 one) year and with the fine for Rp 100,000,000 (one hundred million rupiah) and Article 15 verse (1) Government Rule No 43 of 1958 concerning with the use of the symbol of the state with the maximum time for three months in the prisonman and the fine for maximum Rp 500,000. Based on the description, it is suggested for the Notary that in using the symbol of the state, it must follow the rules. Also, the supervisor boards must apply the sanction to the notary in the case of the misuse of the symbol of the state. It is suggested for the organizer of Association of Indonesia Notary to give the counseling for the notary regarding the use of the symbol of the state in order to avoid the misuse of the symbol of the state by the notary.


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur dan terimakasih yang tak terhingga kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk yang Diterbitkan.”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini secara khusus dengan tulus ikhlas penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat dan amat terpelajar: 1. Bapak Notaris Syahril Sofyan,SH., M.Kn, selaku ketua Komisi Pembimbing. 2. Ibu Dr.T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing 3. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Komisi Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam memperluas wawasan penulis dari awal penyusunan proposal sampai penyelesaian penulisan tesis ini.

Kemudian juga penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin,

SH, MS, CN yang merupakan ketua Program Studi Magister Kenotariatan dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum selaku dosen penguji yang telah berkenan

memberikan bimbingan, masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(8)

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc (CTM)., Sp.A (K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

4. Ibu Juraini, SH, selaku Majelis Pengawas Wilayah Propinsi Sumatera Utara yang telah banyak memberikan data dan informasi dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS dan Bapak Notaris Cipto Soenaryo,SH selaku Majelis Pengawas Daerah Kota Medan, yang telah banyak memberikan informasi dalam penulisan tesis ini

6. Ibu Notaris Anita Gloria Simanjuntak, SH dan Bapak Notaris Gongga Marpaung, SH selaku Notaris/PPAT di Medan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan tesis ini.


(9)

7. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam proses administrasi yang dibutuhkan.

8. Para sahabatku Ka’Okta, Ka’Madda, Ka’Dame, Putri, Gelora juga rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Khususnya angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak memberikan support kepada penulis selama masa pendidikan.

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan teristimewa kepada Ayahanda B. Sianturi, SH. dan Ibunda M.H. Silaban, S.Pd yang telah memberikan dukungan moril dan materiil untuk keberhasilan Studi penulis, serta kakakku tersayang Kristina Sianturi, SE dan J. Pasaribu, ST dan adik-adikku Jojor Amd., Vera dan Subur, Elisabet, Mindo, Momo dan Roy juga ponakanku Grace sayang atas doa, kasih sayang dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Serta kepada Oppung tercinta, kepada Bapaktua, uda-udaku dan bouku yang senantiasa mendoakan penulis, dan juga Uda Richard Sianturi, ST dan Nanguda atas motivasi yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada Tulang R.Silaban, SH dan Nantulang R.Simanjuntak juga kepada Tulang R. Silaban SPd dan Notaris Arunee Depary SH, SpN dan tanteku Artha Silaban yang memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini juga


(10)

kepada David, Daniel dan Ledi yang memberi perhatian dan motivasi selama penulis menjalankan perkuliahan dan kepada seluruh keluarga yang tidak dapat disebut satu persatu terimaksih atas doa dan dukungan selama ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tesis ini, baik dalam tata bahasa maupun ruang lingkup pembahasannya. Oleh karena itu sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi untuk penyempurnaan tesis ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca untuk memperluas pengetahuan dan dapat memberikan informasi yang lebih jelas kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu kenotariatan.

Medan, Agustus 2010 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Natalia P. Sianturi

Tempat/Tanggal Lahir : Doloksanggul/ 26 Desember 1984

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Beringin Raya No. 10 Gaperta Medan

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Bresman Sianturi SH Nama Ibu : Mery H. Silaban SPd

III. PENDIDIKAN

- SD : Tahun 1991 s/d 1997

SD Santa Maria Doloksanggul - SMP : Tahun 1997 s/d 2000

SMP Negeri 3 Doloksanggul - SMA : Tahun 2000 s/d 2003

SMA Negeri 4 Medan - Perguruan Tinggi/ : Tahun 2003 s/d 2007

S1 Fakultas Hukum Universitas Jambi

- Perguruan Tinggi/ : Tahun 2008 s/d 2010

S2 Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara – Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Kerangka Konsepsinal ... 20

G. Metode Penelitian... 23

1. Spesifikasi penelitian ... 23

2. Metode Pendekatan ... 24

3. Teknik Pengumpulan Data ... 24


(13)

BAB II PENGATURAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM ATAS PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA

DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN ... 27

A. Kewajiban dan Wewenang Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 27

B. Pengaturan Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik atas Penggunaan Lambang Negara... 40

BAB III PENYIMPANGAN YANG DITEMUI DALAM PRAKTEK NOTARIS ATAS PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA .... 54

A. Bentuk-bentuk Penggunaan Lambang Negara ... 54

B. Bentuk-bentuk Penyimpangan Notaris atas Penggunaan Lambang Negara ... 55

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG MELAKUKAN PEYALAHGUNAAN LAMBANG NEGARA DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN... 66

a.Pengawasan Terhadap Notaris Dalam Melaksanakan Jabatannya ... 66

B. Akibat Hukum Terhadap Notaris yang melakukan Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk yang Diterbitkan... 80

C. Ketentuan Sanksi Terhadap Notaris yang Melakukan Penyimpangan Dalam Penggunaan Lambang Negara... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 103


(14)

ABSTRAK

Notaris salah satu pihak yang berwenang dalam penggunaan stempel berlambang Negara, karena notaris dianggap mempunyai peranan penting dalam rangka melayani kepentingan hukum masyarakat untuk membuat akta otentik. Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga harus teliti sehingga aktanya tidak akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain dengan menggunakan pendekatan secara Yuridis Normatif dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan penelitian di lapangan. Kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunaan lambang negara dapat diberi sanksi perdata dan sanksi administratif yang ada dalam UUJN dan juga sanksi di luar UUJN yaitu, Pasal 69 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan dalam pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara yaitu kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya limaratus rupiah. Berdasarkan hal demikian, maka disarankan kepada Notaris agar dalam penggunaan lambang negara tersebut harus tepat sesuai dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku dan para Majelis Pengawas seharusnya dapat menerapkan sanksi terhadap notaris yang menyalahgunakan lambang negara dan juga pengurus Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) diharapkan memberikan penyuluhan kepada para notaris dalam menggunakan lambang negara. Sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan lambang negara yang dilakukan oleh notaris.


(15)

ABSTRACT

Notary is one of the authorized officers with the right to use the symbol of the state because the notary is considered having the important role in making the authentic document. The notary in implementing the work must follow the prevailed rules and also be accurate to issue the document in order to avoid the problem later on.

This research is analytical descriptive which means that the data analysis based on general law theory explaining other sets data using Normative Yuridicative by combining two methods of data collecting namely library research and field research. Then, it is analyzed qualitatively using deductive method.

The results of research show that those notaries misuse the symbol of state can be given the civil and administrative sanction, as it is stated in UUJN and beyond of UUJN, namely Article 69 No 24 of 2009 concerning with the flag, language, and sta te symbol as well as national anthem with the sanction for maximum 1 one) year and with the fine for Rp 100,000,000 (one hundred million rupiah) and Article 15 verse (1) Government Rule No 43 of 1958 concerning with the use of the symbol of the state with the maximum time for three months in the prisonman and the fine for maximum Rp 500,000. Based on the description, it is suggested for the Notary that in using the symbol of the state, it must follow the rules. Also, the supervisor boards must apply the sanction to the notary in the case of the misuse of the symbol of the state. It is suggested for the organizer of Association of Indonesia Notary to give the counseling for the notary regarding the use of the symbol of the state in order to avoid the misuse of the symbol of the state by the notary.


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Kehidupan modern pada masa ini, menciptakan tuntutan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Kehidupan modern yang ditandai dengan era kehidupan yang semakin kompleks itu menyebabkan masyarakat membutuhkan kepastian dalam segala aspek kehidupan untuk dapat menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam.

Tuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan modern tersebut memaksa setiap individu dalam masyarakat mau tidak mau suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian, terutama kepastian hukum sebagai jaminan atas perlindungan hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan kewajibannya dengan jelas dan terstruktur.

Keinginan setiap individu harus dapat direspon segera dengan tertib pelaksanaan dan penegakan hukum (law enforcement) sehingga keinginan tersebut dapat ditegaskan secara ekspresif dalam istilah kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main


(17)

hakim sendiri.1 Keadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial.

Kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum saat ini sangat krusial dan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga setiap elemen-elemen dalam masyarakat yang berhubungan baik langsung ataupun tidak langsung dengan pelaksanaan dan penegakan hukum tersebut haruslah memiliki parameter yang sama yaitu tercapainya kepastian hukum.2

Notaris sebagai salah satu profesi hukum merupakan satu dari beberapa elemen dalam pelaksanaan hukum yang sebagian wewenangnya adalah menerbitkan suatu dokumen yang berupa akta dengan kekuatan sebagai akta otentik.3 Akta Otentik ialah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum, oleh atau dihadapan pejabat-pejabat umum, yang berwenang untuk berbuat demikian itu di tempat dimana akta itu dibuat.4

Sifat otentik dari akta inilah merupakan unsur yang memenuhi keinginan terwujudnya kepastian hukum tersebut. Dalam Akta otentik itu sendiri mengandung pernyataan atas hak dan kewajiban seseorang atau individu (dalam bidang Perdata) dan oleh karena itu melindungi seseorang dalam kepentingan tersebut.

Mengingat pentingnya peran Notaris di bidang hukum, Undang-undang

1 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, 2006, hal. 76.

2 Abdul Hakim G. Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Yayasan LBH Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 70.

3 A. Kohar, Notaris dalam Praktek, Alumni, Bandung, 1983, hal. 5.

4 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 41.


(18)

Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (disingkat UUJN) mengatur tentang Jabatan Notaris, dengan adanya pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi

1. Reglement Op Het Notaris ambt in Indonesie (Stb. 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran Negara tahun 1954 Nomort 101; 2. Ordonantie 16 Sepetember 1931 tentang Honorarium Notaris;

3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris

4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.5

Dalam Pasal 1870 dan 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dikemukakan bahwa akta otentik itu adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta otentik merupakan bukti yang lengkap (mengikat) berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap sebagai benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.6

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

5 Habib Adji, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), cetakan pertama, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, (selanjutnya disebut buku I), hal.6

6 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam acara Perdata , Edisi Pertama, P.T Alumni, Bandung, 2004, hal. 49


(19)

Notaris (UUJN) Jo.Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (PJN) menyatakan “notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum, sedangkan pejabat lain adalah pengecualian”.7

Mengingat Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta, dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris. Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.

Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu misalnya mencantumkan identitas para pihak, membuat isi perjanjian yang dikehendaki para pihak, menandatangani akta dan segalanya.8 Sebelum ditandatangani, akta terlebih dahulu dibacakan kepada penghadap dan saksi-saksi yang dilakukan oleh notaris yang membuat akta tersebut. Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan pembacaan akta tersebut kepada pegawai kantor notaris melainkan harus dilakukan oleh notaris sendiri. Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak saling mengetahui isi dari

7 GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 34

8 Lihat ketentuan mengenai bentuk dan sifat akta dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 UUJN.


(20)

akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan akta ini dilakukan juga agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi akta yang memberatkan atau merugikan pihak lain.9

Fungsi notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Perlu ditegaskan bahwa Notaris adalah merupakan jabatan atau notaris fungsional, itu dapat dilihat dari ciri bahwa notaris menerima tugasnya dari Negara dalam bentuk delegasi dari Negara. Hal ini merupakan salah satu rasio Notaris di Indonesia memakai lambang Negara yaitu Burung Garuda.10 Negara memberikan tugas kepada mereka yang telah diangkat sebagai Notaris dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara sehingga notaris dengan jabatan tersebut tidak begitu mudah untuk diganggu gugat pihak lain.

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang Notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu.

9 G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 201. 10


(21)

Bila seorang pengacara berkiprah dalam keadaan sengketa namun notaris berkiprah dan bekerja secara damai dan tidak ada konflik antara para pihak.

Apabila akta yang dibuat oleh notaris mengandung cacat hukum yang dikarenakan kesalahan notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri, maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban sesuai Undang-undang yang berlaku. Apabila akibat kelalaian atau kesalahan notaris dalam membuat akta dapat dibuktikan maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Oleh karena itu guna melindungi dirinya, sikap kewaspadaan dan kehati-hatian sangat dituntut dari seorang notaris. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit notaris yang mengalami masalah sehubungan dengan akta yang telah dibuatnya dinyatakan batal demi hukum oleh putusan pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya misalnya ternyata dokumen yang diberikan salah satu pihak tidak benar.

Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di belakang hari mengandung cacat hukum maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen atau keterangan yang sebenarnya dalam pembuatan akta tersebut. Semua kegiatan yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu dimintakan pertanggungjawaban.


(22)

Apabila akta yang dibuat oleh notaris mengandung cacat hukum yang dikarenakan kesalahan notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban.11

Pengenaan sanksi terhadap notaris bergantung pada besarnya kesalahan yang dibuat notaris. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40 UUJN yang berakibat akta yang dibuat oleh notaris tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya ganti kerugian kepada yang berkepentingan.

Mengingat akta yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta pihak-pihak yang datang menghadap, maka hubungan hukum antara notaris dengan klien bukan hubungan hukum yang terjadi karena adanya sesuatu yang diperjanjikan, sebagaimana biasa dilakukan oleh para pihak dalam membuat suatu perjanjian.

Disadari atau tidak jika akta yang dibuat oleh Notaris dipersengketakan oleh para pihak, maka tidak menutup kemungkinan Notaris diposisikan pada posisi yang tidak yang menguntungkan.

Apabila akibat kelalaian atau kesalahan notaris dalam membuat akta dapat dibuktikan maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara pidana maupun perdata. Oleh karena itu guna melindungi dirinya, sikap kewaspadaan dan kehati-hatian sangat dituntut dari seorang notaris. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit notaris yang mengalami masalah

11


(23)

sehubungan dengan akta yang telah dibuatnya dinyatakan batal demi hukum oleh putusan pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya misalnya ternyata dokumen yang diberikan salah satu pihak tidak benar.

Kelalaian Notaris akibat ketidakhati-hatian Notaris bukanlah merupakan sebab utama pembatalan akta Notaris tersebut melalui Putusan Pengadilan, selain kesalahan dan kelalaian Notaris, Pembatalan Akta Notaris juga dapat disebabkan kesalahan maupun kelalaian para pihak yang mengikatkan diri dalam akta Notaris itu, kesalahan dan kelalaian kedua belah pihak maupun salah satu pihak mengakibatkan adanya atau timbulnya gugatan dari salah satu pihak dalam Akta.

Pengenaan sanksi terhadap notaris bergantung pada besarnya kesalahan yang dibuat notaris. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya kelalaian terhadap ketentuan pasal 56 yang berakibat akta yang dibuat oleh notaris tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya ganti kerugian kepada yang berkepentingan.

Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 54 ayat (1) menyebutkan bahwa Lambang Negara sebagai teraan cap atau kop surat jabatan digunakan oleh :

1. Presiden dan wakil Presiden 2. Majelis Pemusyawaratan Rakyat 3. Dewan Perwakilan Rakyat 4. Dewan Perwakilan Daerah

5. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan 6. Badan Pemeriksaan Keuangan


(24)

8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh, Konsul Jenderal, Konsul, dan Kuasa Usaha Tetap, Konsul Jenderal kehormatan, dan Konsul Kehormatan,

9. Gubernur, Bupati atau Walikota 10.Notaris dan

11.Pejabat lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang12

Notaris salah satu pihak yang berwenang dalam penggunaan stempel berlambang Negara, karena notaris dianggap mempunyai peranan penting, dilihat dari tugas dan wewenang notaris itu sendiri yaitu sebagai pejabat umum yang diberi tugas dan wewenang tertentu oleh negara dalam rangka melayani kepentingan hukum masyarakat dikaitkan dengan UUD 1945 yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang penggunaan Lambang Negara dimana Lambang Negara yang juga boleh ditempatkan di dalam gedung-gedung negeri (Pasal 1 ayat 1 jo pasal 3), menurut penulis hal ini berlaku pula untuk kantor notaris karena menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, Notaris/PPAT adalah termasuk pejabat negara yang mempunyai wewenang khusus dalam membuat akta-akta otentik (pasal 1360 KUHPerdata). Pada pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 mengatur cara meletakkan lambang Negara apabila ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut Than Thong Kie Ketentuan pasal 43 PJN yaitu memberi teraan pada setiap lampiran minuta tidak dipegang teguh, hanya beberapa notaris yang

12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.


(25)

melakukannya, tetapi pada umumnya tidak sehingga terlihat jelas bahwa tidak adanya keseragaman dalam membuat teraan stempel berlambang Negara tersebut, inilah suatu titik untuk diperiksa oleh Pengadilan Negeri pada waktu melakukan tugas pemeriksaannya13, sedangkan dalam pasal 56 UUJN jelas menyebutkan :

(1) Akta originali, grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta, yang dikeluarkan oleh notaris wajib dibubuhi teraan cap/stempel

(2) Teraan cap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan surat yang dilekatkan pada minuta akta.

(3) Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang didaftar dan pencocokan fotokopi oleh notaris wajib diberi teraan cap/stempel serta paraf dan tandatangan Notaris.

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 pasal 7 ayat 1 menyatakan

Tiap jabatan dengan lambang di dalamnya hanya dibolehkan untuk tiap jabatan Presiden, Wakil presiden, Menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan, Kepala Daerah dari tingkat Bupati ke atas dan Notaris, Ketua Dewan Nasional. 14

bahwa cap jabatan, cap dinas dan surat jabatan dengan lambang Negara didalamnya hanya boleh digunakan secara limitatif oleh jabatan-jabatan yang ditentukan dalam pasal 7 ayat 1 tersebut, salah satunya notaris. Dalam pasal 12 juga jelas dinyatakan larangan penggunaan lambang Negara sebagai perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan atau propaganda politik dengann cara apapun.15

Melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, dimana Notaris dalam

13 Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris , cetakan pertama, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007, hal 468

14 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Stempel Berlambang Negara

15 ibid


(26)

menggunakan Stempel berlambang Negara sangat banyak terjadi kelalaian seperti dimana salinan akta tidak dibubuhi teraan cap dan penyimpangan-penyimpangan seperti dalam kartu nama, kovernot (covernote)16, kwitansi atau tanda penerimaan sejumlah uang atau biaya yang diterima notaris dibubuhi stempel berlambang Negara, jilid atau map yang menuliskan kedudukan yang bersangkutan sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), padahal PPAT tidak menggunakan lambang Negara, dimana pengaturan tentang hal tersebut di atas tidak diatur dalam UUJN.

Berdasarkan pandangan yang telah dijelaskan di atas dengan demikian penulis tertarik menyusun suatu penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul “Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang

Negara Dalam Produk yang Diterbitkan.

B. Perumusan Masalah

Sehubungan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan atas kewenangan Notaris sebagai pejabat umum atas penggunaan lambang negara dalam produk yang diterbitkan?

2. Bagaimana bentuk penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dalam praktek notaris sehubungan dengan penggunaan lambang Negara?

16 Kovernot (covernote) berisi pernyataan atau keterangan Notaris yang menyebutkan dan menguraikan bahwa tindakan hukum tertentu para pihak/penghadap untuk akta-akta tertentu telah di lakukan di hadapan Notaris. Lihat dalam Habib Adji, Op.cit., hal.136


(27)

3. Bagaimana akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunan lambang Negara dalam produk yang diterbitkan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaturan atas Kewenangan Notaris sebagai pejabat umum atas penggunaan lambang Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Mengetahui bentuk penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dalam praktek notaris sehubungan dengan penggunaan lambang Negara.

3. Mengetahui akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunaan lambang negara dalam produk yang diterbitkannya.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran di bidang hukum, khususnya di bidang hukum perdata, lebih khusus lagi hukum perdata kenotariatan mengenai kewenangan Notaris atas penggunaan lambang Negara dalam produk yang diterbitkannya.

2. Secara praktis, diharapkan memberikan sumbangan pemikiran guna meningkatkan pemahaman dan masukan kepada praktisi khususnya Notaris


(28)

terhadap kewenangan atas penggunaan lambang Negara dalam produk yang diterbitkannya.

E. Keaslian Penelitian

Menurut penelusuran pendahuluan yang telah dilakukan penulis di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, maupun di Perpustakaan Program Magister Kenotariatan (S2 Kenotariatan), penelitian mengenai Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk yang Diterbitkan belum pernah diteliti oleh para Mahasiswa Kenotariatan yang lain, oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan aktual sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1.Kerangka Teori

Mengenai konsep teori M. Solly Lubis yang mengatakan:

“Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.17

Teori hukum merupakan kelanjutan dari mempelajari hukum positif itu sendiri, berdasarkan hal tersebut kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka

17


(29)

pemikiran atau butir-butir pendapat yang menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini.

Teori atau Kerangka teori mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh

karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.18

Oleh karena itu maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, diantaranya adalah teori positivisme hukum.

Teori positivisme hukum yang dikembangkan oleh John Austin dalam bukunya berjudul Province of jurisprudence, menyatakan law is command of the lawgiver yang artinya yaitu hukum adalah perintah dari penguasa yaitu mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan.19

Menurut Hans Kelsen, tentang adanya ilmu hukum yang mandiri melalui teori hukum murni, dimana ajaran hukum secara pendekatan ilmu lain seperti sosiologi hukum, psikologi hukum, sejarah hukum, ekonomi, politik hukum dan etika bukanlah

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 121. 19


(30)

hukum sama sekali20, yang juga merupakan bagian dari ajaran Positvisme.21 Hans Kelsen mengemukakan bahwa suatu norma memiliki watak sebagai berikut:

a. Semua norma mempunyai arti tindakan (acts) dan atau kehendak (will).

b. Semua norma dibuat dengan tindakan dan kehendak yang nyata, kecuali yang berkenaan dengan ketertiban hukum nasional (national legal order).

c. Norma dasar tentang ketertiban hukum nasional dianggap terbentuk melalui berbagai pernyataan dalam ilmu hukum tentang hal tersebut.

d. Ketika norma dasar dianggap sudah terbentuk, bentuk yang logisnya adalah tindakan yang didasarkan atas kehendak yang sebelumnya telah dapat terbayangkan. 22

Ungkapan teori ini berkaitan dengan filsafat hukum pada masa Yunani yang diungkapkan W. Friedmann:

“Kalau diperhatikan undang-undang, memberi keadilan yang sama kepada semua, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi itu, kalau tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam hidup dapat dicapai bukan atas dasar reputasi melainkan karena kapasitas, kelas-kelas dalam masyarakat bukan faktor yang menentukan dalam soal jasa.23

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia …”

20

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hal. 13. 21 Ibid

22 Ibid, hal 14

23 W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum dalam buku Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7.


(31)

Ketentuan di atas merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum seperti transaksi sewa-menyewa, jual-beli dan kemudian menuangkannya ke dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh notaris. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga yang diperlukan masyarakat untuk menjaga tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa berbuat sesuka hatinya, tetapi harus memperhatikan peraturan yang berlaku baginya. Notaris harus berpegang pada UUJN dan Kode Etik Notaris, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang-undang Hukum Pidana dan peraturan-peraturan yang berlaku lainnya sehingga kepastian, keadilan dan ketertiban hukum dapat tercapai.

Notaris sebagai pejabat publik merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.


(32)

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Memiliki integritas moral yang mantap;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri; 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.24

Sedangkan menurut ibu Chairani Bustami 4 unsur perilaku profesi notaris diatas perlu ditambahkan dengan unsur netral tidak memihak dan berperan dalam keadaan damai. Tugas dan pekerjaan notaris diperlukan dalam hubungan keperdataan di antara anggota masyarakat, misalnya dalam keluarga, notaris dibutuhkan dalam membuat surat wasiat, perjanjian kawin dan sebagainya. Peran notaris juga dibutuhkan dalam bidang bisnis, misalnya membuat kontrak antara para pihak, perjanjian jual beli, dan mendirikan perusahaan.

Jabatan yang dipangku notaris adalah jabatan kepercayaan dari negara dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris. Kewajiban merahasiakan dapat dilakukan dengan upaya penuntutan hak ingkar, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 1909 KUHPerdata bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan.

24 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal. 93.


(33)

Selain itu juga, notaris dalam melaksanakan jabatannya dituntut untuk dapat memenuhi kewajibannya yang termuat dalam pasal 16 UUJN dan mentaati ketentuan-ketentuan tentang larangan sebagaimana telah diatur dalam UUJN pasal 17. Akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan notaris diharapkan mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris, agar notaris tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditentukan dalam UUJN.

Pengawasan terhadap notaris berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UUJN dilakukan oleh Menteri, untuk selanjutnya dibentuk suatu Majelis Pengawas yang terdiri dari:

1. Majelis Pengawas Daerah; 2. Majelis Pengawas Wilayah; dan 3. Majelis Pengawas Pusat.

Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawasan Notaris. Pengawasan meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan notaris sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 ayat (3) UUJN.

Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, notaris menikmati kewenangan eksklusif untuk membuat akta-akta otentik. Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam


(34)

perkara-perkara perdata, sehingga notaris yang secara khusus berwenang membuat akta-akta otentik demikian menempati kedudukan yang penting dalam kehidupan hukum.

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat akta yang menguraikan secara otentik sesuatu yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat oleh pembuat akta itu, yakni notaris itu sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam melaksanakan jabatannya dan untuk keperluan tersebut pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris, agar keterangan atau perbuatannya itu dituangkan oleh notaris ke dalam suatu akta otentik.

Untuk mengetahui akibat suatu akta originali, grosse akta, salinan akta ataupun kutipan akta, minuta akta dan juga surat di bawah tangan yang disahkan dan dilegalisasi seperti yang dijelaskan secara nyata dalam Pasal 56 UUJN yang tidak diberi teraan cap/stempel dapat dikaji dari teori-teori mengenai kebatalan.

Perbedaan utama mengenai kebatalan adalah Batal Demi Hukum (van Rechswege nietig) dan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Pada keadaan tertentu dengan adanya cacat tertentu diberi sanksi atau akibatnya “batal demi hukum”, perbuatan hukum tersebut oleh undang-undang tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut. Perbuatan hukum yang mengandung cacat, tetapi penentuan apakah perbuatan hukum tersebut menjadi sah atau batal


(35)

bergantung ada keinginan orang tertentu menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan.25

Teori-teori mengenai kebatalan ini masih simpang siur mengingat tidak terdapatnya terminologi yang pasti yang digunakan oleh pembuat undang-undang untuk menunjukkan kebatalan tersebut.

Ada saatnya undang-undang hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan dengan istilah “batal”, tetapi ada saatnya menggunakan istilah “batal dan tak berhargalah (Pasal 879 KUHPerdata)” atau tidak

mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUHPerdata)”. Penggunaan istilah

-istilah tersebut cukup merepotkan karena ada saatnya -istilah yang sama hendak digunakan untuk pengertian yang berbeda untuk “batal demi hukum” atau “dapat dibatalkan”.

Perbuatan-perbuatan hukum dapat mengandung cacat yang sifat cacat tersebut dapat berbeda-beda. Dengan adanya cacat yang berbeda tersebut maka akan menimbulkan sanksi yang berbeda pula. 26

Dalam hubungan ini, dapat dilihat bahwa Notaris sebagai pemegang jabatan dari Negara yang menggunakan lambang Negara dimana wewenang atas penggunaan stempel berlambang Negara tersebut telah diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris pasal 56 Undang-undang Jabatan Notaris dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara.

2. Kerangka Konsepsional

Dalam penulisan tesis ini diperlukan kerangka konsepsional. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan diteliti. Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan

25 Herlin Budiono (II), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 365.

26


(36)

dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.27 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.28 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.29 Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.

Kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum, kegunaannya untuk menghindarkan terjadinya salah penafsiran. Sehingga dianggap perlu untuk mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna pada topik. Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Akibat Hukum

Yang dimaksud akibat hukum adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perbuatan, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

b. Notaris Sebagai Pejabat Publik

Menurut pasal 1 undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

27 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 34. 28 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal. 307. 29 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal. 31.


(37)

undang ini.

Menurut Sutrisno pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris secara umum, unuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN. Jadi bila digabung pasal 1 angka 1 dengan pasal 15 ayat 1, terciptalah definisi notaris yaitu:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.30

Dengan demikian Notaris berperan melaksanakan sebagian tugas Negara dalam bidang hukum keperdataan, dan kepada Notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, dan akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang yang dibuat di hadapan atau oleh notaris dan kewenangan lainnya yang dimaksud dalam UUJN.

c. Lambang Negara

Lambang Negara yang dimaksud adalah Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh Lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung pada leher garuda dan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang

30 Soetrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan, 2007, hal. 117.


(38)

dicengkeram oleh Garuda.31

Lambang Negara adalah simbol wibawa tertinggi,32 dimana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahwa cap atau teraan Garuda yang harus diterakan pada pekerjaannya sebagai Notaris yaitu di sebelah tandatangan Notaris dan dibawah suatu salinan akta otentik atau grosse akta yang dikeluarkannya.

d. Produk yang diterbitkan

Notaris sebagai pejabat Publik mengeluarkan produk-produk seperti akta, Grosse akta, kop Surat, kartu nama, covernote dan Map.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas, ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.33

31 Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2009, op. Cit., hal 75 32 Tan Thong Kie, op. cit., hal.466

33 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.38


(39)

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dimana dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif dipergunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis yang akan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan di Bidang Kenotariatan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data berupa meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan Notaris dalam menggunakan Lambang Negara. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Alat pengumpulan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:

1. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data


(40)

sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain data-data mengenai aturan normatif yang diatur dalam Jabatan sebagai Notaris dan Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur kewenangan Notaris dalam menggunakan Lambang Negara.

2. Wawancara yang dilakukan secara mendalam dan sistematis dengan menggunakan pedoman wawancara (interview), yang dijadikan sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

a. 3 orang dari Ikatan Notaris Indonesia

b. 2 orang dari Majelis Pengawas Daerah di Medan

c. 1 orang dari Majelis Pengawas Wilayah di sumatera Utara d. 1 orang ahli hukum

4. Analisis Data

Setelah data primer dan data sekunder selesai dikumpulkan, selanjutnya data tersebut diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari suatu preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.

Rangkaian kegiatan yang analisis data yang diperlukan penulis dalam penulisan tesis ini adalah semua data yang diperoleh terlebih dahulu diolah agar dapat gambaran yang sesuai dengan kebutuhan apa yang kita teliti kemudian dianalisis kualitatif, baik data primer atau sekunder untuk diseleksi dipilih berdasarkan kualitas


(41)

dan relevansinya yang penting atau yang tidak penting untuk dikaji melalui pemikiran yang logis induktif, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahannya secara jelas dan lengkap berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada.


(42)

BAB II

PENGATURAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM ATAS PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA

DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN A. Kewajiban dan Wewenang Notaris Sebagai Pejabat Umum

1. Kewajiban Notaris

Kewajiban notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh notaris yang jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi terhadap notaris. Kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16, yakni:34

(1) Dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban:

a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum.

b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris.

c. Mengeluarkan Grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta.

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini kecuali ada alasan untuk menolaknya.

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan kecuali Undang-undang menentukan lain.

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid lebih dari satu buku dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku.

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar dan tidak diterimanya surat berharga.

h. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan.

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan

34


(43)

dalam waktu 5(lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.

j. Mencatat dalam Reportium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan.

k. Mempunyai cap stempel yang membuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatn, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.

l. Membaca akta dihadapan Penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris.

m. Menerima magang calon Notaris.

(2) Menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali

(3) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta: a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiunan ;

b. Penawaran pembayaran tunai ;

c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa ;

e. Keterangan kepemilikan ; atau

f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Akta original sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku ntuk semua”.

(5) Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam satu rangkap.

(6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(7) pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan , jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.

(8) jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyaikekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

(9) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.


(44)

Sehubungan dengan kewajiban serta kekuatan pembuktian dari akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris tersebut di atas, maka Habib Adjie menyimpulkan 2 (dua) hal sebagai berikut:

a. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak dalam akta otentik, dengan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.

b. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut, wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris.35

Salah satu kewajiban notaris di atas dapat dilihat dalam pasal 16 huruf k bahwa seorang notaris berkewajiban mempunyai cap atau stempel yang memuat Lambang Negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda, dimana bentuk dan ukuran Cap stempel berlambang Garuda tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.HT.03.10 Tahun 2007.

Notaris juga berkewajiban untuk merahasiakan isi aktanya bahkan wajib merahasiakan semua pembicaraan-pembicaraan para langganannya pada waktu diadakannya persiapan-persiapan untuk membuat akta.36

Menurut pendapat Pitlo, seseorang kepercayaan tidak berhak begitu saja menurut sekehendak mempergunakan hak ingkarnya. Kewajiban merahasiakan ini

35 Habib Adjie, Op.Cit., hal. 35. 36


(45)

mempunyai dasar yang bersifat hukum publik (een publiekrechttelijke inslag) yang kuat, seseorang individu memperoleh keuntungan dari adanya rahasia jabatan dan hak ingkar, akan tetapi kewajiban merahasiakan dan hak ingkar itu bukan dibebankan untuk melindungi individu itu, melainkan dibebankan untuk kepentingan masyarakat umum. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa perlindungan dari kepentingan individu itu selalu mempunyai kepentingan umum sebagai latar belakangnya.37

Menurut Pasal 170 ayat (1) KUHAP:

Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

Notaris sebagai jabatan kepercayaan, wajib merahasiakan segala sesuatu bersangkutan dengan jabatannya sebagai pejabat umum. Rahasia yang wajib disimpan ini dikenal dengan sebutan rahasia jabatan. Jabatan Notaris dengan sendirinya melahirkan kewajiban untuk merahasiakan itu, baik menyangkut isi akta ataupun hal-hal yang disampaikan klien kepadanya, tetapi tidak dimuat dalam akta, yakni untuk hal-hal yang diketahui karena jabatannya (uit hoofed van Zijn ambt). Konsekuensi adanya rahasia jabatan, adalah apabila notaris tersebut berperan sebagai saksi, dia mempunyai hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi.

Notaris berkewajiban pula untuk memberikan bantuan cuma-cuma kepada mereka yang disebutkan dalam Pasal 37 UUJN. Ada hal-hal lain dimana Notaris wajib menolak memberikan bantuannya yaitu dalam hal pembuatan akta yang isinya

37


(46)

bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan. Juga dalam hal pembuatan akta dimana tidak ada saksi-saksi yang tidak dapat dikenal oleh Notaris ataupun tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

Untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan notaris, asas-asas untuk pelaksanaan tugas Jabatan Notaris yang baik dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris sebagai berikut:38

a. Asas Persamaan

Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus mensyaratkan bahwa adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi sama harus diperlukan dengan sama tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan sosial ekonomi atau alasan lainnya yang sangat dilarang dalam melayani masyarakat, tetapi hanya alasan hukum yang dapat dipergunakan notaris dasar untuk tidak memberikan jasanya pada penghadap notaris. Pasal 37 UUJN menyebutkan bahkan dalam keadaan tertentu notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang Kenotariatan secara cuma-cuma kepada yang tidak mampu.

b. Asas Kepercayaan

Kepercayaan yang harus dipegang oleh notaris adalah bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai orang yang dapat dipercaya oleh para pihak dan wajib menyimpan semua keterangan atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan di hadapan notaris yang berkaitan dalam pembuatan akta.

38


(47)

c. Asas Kepastian Hukum

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan yang akan dituangkan dalam akta, dan bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan akan memberikan kepastian kepada para pihak. Sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.

Menurut Abdullah Choliq, implementasi azas kepastian hukum ini menuntut dipenuhinya hal-hal sebagai berikut:

1. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, tindakan pemerintah dan pejabatnya bertumpu pada perundang-undangan dalam kerangka konstitusi.

2. Syarat Undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.

3. Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (Non Retroaktif)

4. Asas peradilan bebas terjaminnya obyektifitas, imparsialitas, adil dan manusiawi.39

d. Asas Kecermatan

Dalam mengambil suatu tindakan harus meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada notaris sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Dimana asas kecermatan ini merupakan penerapan dari pasal 16 ayat (1) huruf a, antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak seksama.

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti ini, notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan

39 Abdullah cloliq, fungsi Hukum dan Asas-asas Dasar Negara Hukum, http://pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf, diakses pada tanggal 23 Mei 2010.


(48)

kepada notaris , mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum termasuk masalah hukum yang akan timbul di kemudian hari.

e. Asas Pemberian Alasan

Setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris harus mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yan harus dijelaskan kepada para pihak/penghadap.

f. Larangan Penyalahgunaan Wewenang

Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris di luar dari wewenang yang telah ditentukan. Jika tindakan notaris merugikan para pihak maka para pihak dapat menuntut penggantian biaya, gani rugi dan bunga kepada notaris.

g. Larangan Bertindak Sewenang-wenang

Dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris berhak menentukan dapat tidaknya suatu tindakan tersebut dituangkan dalam akta notaris. Dimana keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan pada para pihak.

h. Asas Proporsionalitas

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang berhubungan dalam perbuatan hukum dimana adanya keseimbangan hak dan kewajiban yang kemudian dituangkan dalam akta.


(49)

i. Asas Profesionalitas

Notaris dalam memberi pelayanan harus sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya, yang mengutamakan keahlian (keilmuan) notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris.

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor-koridor aturan. Pembatasan ini dilakukan agar seorang notaris tidak kebablasan dalam menjalankan prakteknya dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang dilakukannya. Tanpa ada pembatasan seorang notaris cenderung akan bertindak sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan, pemerintah membatasi kerja seorang notaris.

Pasal 17 UUJN telah mengatur mengenai tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan oleh notaris, meliputi:

1. Larangan menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.

2. Larangan meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja tanpa alasan yang sah.

3. Larangan melakukan rangkap jabatan dalam bentuk apapun. 4. Larangan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.


(50)

2. Wewenang Notaris

Tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta-akta otentik. Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan kewenangan Notaris yang lain, yakni:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

c. membuat copy asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

d. melakukan pengesahan kecocokan foto copi dengan surat aslinya. e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. membuat akta yang berkaitan denga pertanahan.

g. membuat akta risalah lelang.

Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di dalam daerah yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam UU Jabatan Notaris dan di dalam daerah hukum tersebut notaris mempunyai wewenang.

Adapun wewenang yang dimiliki oleh notaris meliputi empat (4) hal yaitu sebagai berikut:


(51)

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pemuatan akta itu.40

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang atau tugas kewajibannya ialah membuat akta-akta otentik.41

Selanjutnya menurut G.H.S Lumban Tobing:

Wewenang notaris bersifat umum sedangkan wewenang para pejabat lain adalah pengecualian, itulah sebabnya bahwa apabila di dalam suatu perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik, maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan suatu akta notaris, terkecuali oleh undang-undang dinyatakan secara tegas, bahwa selain dari notaris juga pejabat umum lainnya turut berwenang.42

Selanjutnya menurut Pasal 1870 KUHPerdata akta otentik itu memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Sehingga dapat terlihat arti pentingnya seorang Notaris, bahwa karena Undang-Undang Jabatan Notaris diberi wewenang untuk menciptakan alat bukti yang kuat dan sempurna, apa yang disebutkan dalam akta otentik pada dasarnya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya.

40 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation and Studies of Business Law (CDBSL), Yogyakarta, 2003, hal. 40.

41 R. Soegondo Notodisoerjo, Op.cit., hal. 42. 42


(52)

Dalam pembuatan akta-akta otentik Notaris mempunyai peranan yang sangat penting. Bukan dikarenakan disebut sebagai pejabat umum yang termaktub dalam Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga dikarenakan adanya orientasi atas pengangkatan Notaris sebagai pejabat umum yang maksudnya untuk melayani kepentingan umum untuk menerima penghasilan.

Selain tugas pokok Notaris tersebut untuk pembuatan akta, tugas dan pekerjaan Notaris juga diperlukan dalam hubungan keperdataan di antara anggota masyarakat, misalnya dalam keluarga, notaris dibutuhkan dalam membuat surat wasiat, perjanjian kawin dan sebagainya. Peran Notaris juga dibutuhkan dalam bidang bisnis, misalnya membuat kontrak antara para pihak, perjanjian jual beli, dan mendirikan perusahaan.

A.W.Voors membagi pekerjaan Notaris menjadi:

1. Pekerjaan Legal, yaitu tugas Notaris sebagai Pejabat untuk melaksanakan sebagian kekuasaan pemerintah, contohnya antara lain memberi kepastian tanggal, membuat Grosse Akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial, memberi kepastian mengenai tanda tangan seseorang.

2. Pekerjaan Ekstra Legal adalah tugas Notaris lain yang dipercayakan untuk menjamin dan menjaga perlindungan hukum. Dalam arti, setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang tidak bisa dikurangi atau


(53)

ditiadakan begitu saja, baik karena masih di bawah umur atau di bawah pengampuan.43

Berkaitan dengan wewenang yang dimiliki oleh notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya, Notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan tugas jabatannya di dalam daerah yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam UUJN. Apabila ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, maka akta yang dibuat oleh Notaris menjadi tidak sah.

Dari keempat kewenangan Notaris di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tidak semua pejabat umum dapat membuat semua akta, tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu yang bedasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 11, 15, dan 16 UUJN).

2. Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan orang-orang tertentu. Seperti di dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN menentukan bahwa Notaris tidak diperbolehkan membuat akta untuk diri sendiri, suami/isteri, keluarga sedarah maupun keluarga semenda dari Notaris, dalam garis keturunan lurus ke bawah tanpa batasan derajat serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, baik menjadi pihak diri sendiri maupun melalui kuasa. Adapun maksud dari ketentuan ini ialah untuk mencegah terjadinya suatu tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

43


(54)

3. Notaris berwenang untuk membuat akta otentik di wilayah hukumnya atau wilayah jabatannya, apabila di luar wilayah hukum atau wilayah jabatannya

Notaris membuat suatu akta maka akta tersebut adalah tidak sah (Pasal 17 UUJN).

4. Notaris tidak boleh membuat akta apabila Notaris masih menjalankan cuti atau dipecat dari jabatannya. Notaris juga tidak boleh membuat akta apabila Notaris tersebut belum diambil sumpahnya (Pasal 25-32 UUJN).

Apabila salah satu yang disebutkan di atas tidak dipenuhi maka akta yang dibuat oleh Notaris adalah tidak otentik.

Sumpah jabatan notaris mengandung substansi rahasia jabatan yang mempunyai konsekuensi adanya hak ingkar bagi notaris. Letak rahasia jabatan notaris terletak pada bagian sumpah bahwa notaris akan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.44 Notaris harus bekerja dalam koridor hukum.

Hak ingkar pada notaris merupakan pengecualian untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan yaitu sepanjang isi akta-akta seperti yang diatur dalam Pasal 1909 KUHPerdata. Hak ingkar adalah hak untuk tidak berbicara sekaligus merupakan kewajiban untuk tidak berbicara yang didasarkan pada Pasal 4 UUJN.

Menurut Van Bemmelen, seperti yang dikutip oleh G.H.S Lumban Tobing, ada 3 dasar untuk dapat menuntut penggunaan hak ingkar, yakni:

1) Hubungan keluarga yang sangat dekat.

44


(1)

2. Penyimpangan penggunaan Lambang Negara yang ditemui dalam praktek Notaris yaitu:

a. Dalam kartu nama

b. Dalam kovernot (Covernote)

c. Dalam Kwitansi/tanda penerimaan uang

d. Dalam Jilid atau map yang menuliskan kedudukan yang bersangkutan sebagai notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), padahal harus dipahami PPAT tidak menggunakan lambang negara.

e. Dalam formulir pembayaran pajak BPHTB, diberi Cap berlambang Garuda. f. Dalam surat-surat yang tidak ada hubungannya dengan jabatannya sebagai

notaris

3. Diluar dari sanksi perdata dan sanksi administratif yang ada dalam UUJN, sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris apabila melakukan penyimpangan dalam penggunaan lambang negara tersebut yaitu; sanksi yang telah disebutkan dalam pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara yaitu barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 12 dan Pasal 15 dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya limaratus rupiah, dan Pasal 69 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Sedangkan sanksi dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dalam pasal 69:


(2)

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah), setiap orang yang :

a. dengan sengaja menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; atau

c. dengan sengaja menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini.

B. Saran

1. Kepada Notaris sebagai pejabat yang dipercayakan dalam menggunakan lambang negara agar dalam penggunaan lambang negara tersebut harus tepat sesuai dengan ketentuan-ketentuan seperti Undang-undang Jabatan Notaris, dan juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara dan Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan harus dijunjung tinggi.

2. Kepada para Majelis Pengawas seharusnya dapat menerapkan sanksi terhadap notaris yang menyalahgunakan lambang negara sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga ke depannya notaris jera dan dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik.


(3)

3. Kepada Pengurus Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) diharapkan memberikan penyuluhan kepada para notaris dalam menggunakan lambang negara sesuai yang telah ditetapkan dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sehingga ada keseragaman dan keserasian antar Notaris dalam penggunaan Lambang Negara tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adam, Muhammad, Notaris dan Bantuan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 2003.

Adjie, Habib, Sanksi Perdata dab Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Cetakan Kedua, PT.Refika Aditama, Bandung, 2009

Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia ( Tafsir Tematik Terhadap Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), cetakan pertama, PT.Refika Aditama, Bandung, 2008

Budiono, Herlin, (II)Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007

Friedmann, W, Teori dan Filsafat Hukum, Diterjemahkan oleh Muhammad Arifin dari Buku Aslinya Legal Theory, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Fuady, Munir, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, 2006.

Ibrahim, Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ketiga, Bayumedia, Surabaya, 2007.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004.

Kie, Tan Thong, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris , cetakan pertama, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007.

Koesoemawati, Ira dan Rijan, Yunirman, Ke Notaris, Raih asa Sukses, Jakarta, 2009. Kohar, A, Notaris dalam Praktek, Alumni, Bandung, 1983.

Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV.Mandar Maju, Bandung, 2002. Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode

Metode Baru, universitas Indonesia Press, 1992


(5)

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Nico, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center documentation and Studies of Business Law (CDBSL), Yogyakarta, 2003.

Notodisoerjo, R. Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982.

Nusantara, Abdul Hakim G, Politik Hukum Indonesia, Yayasan LBH Indonesia, Jakarta, 1998.

Rasjidi, Lili, Dasar-dasar filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Samudera, Teguh, Hukum Pembuktian dalam acara Perdata, Edisi Pertama, P.T

Alumni, Bandung, 2004.

Singarimbun, Masri dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989. Soekanto, Soerjono, Pengantar penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986. Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1987

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Supriadi, Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998.

Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-undang Jabatan Notaris Buku I, Medan, 2007

Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003.

Tobing, GHS.L., Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992.

Tunggal, Hadi Setia, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi& AD, ART dan Kode Etik Notaris, Harvarindo, Jakarta, 2008.


(6)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang hukum Perdata

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Peraturan Pmerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tantang Penggunaan Lambang Negara Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan anggota, Pemberhentian anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.HT.03.10.Tahun 2007.

Staatblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.

C. SITUS INTERNET

Abdullah cloliq, fungsi Hukum dan Asas-asas Dasar Negara Hukum, http://pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf, diakses pada tanggal 23 Mei 2010.

Habib Adjie, Pembatalan Akta Notaris…?..Mungkinkah….?, Habib Adjie@Yahoo.com, http://www.hukumonline.com.html, diakses pada tanggal 5 Juli 2010


Dokumen yang terkait

Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

2 68 132

Implikasi Yuridis Legalitas (Rechtmatigheid) Kewenangan Majelis Kehormatan Dalam Pembinaan Notaris Sebagai Pejabat Publik.

1 1 20

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 2

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 5 62

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 9

this PDF file AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS YANG RANGKAP JABATAN SEBAGAI PEJABAT NEGARA | Tanugraha | Hukum Bisnis dan Administrasi Negara 1 PB

3 26 25

POTENSI PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN OLEH PEJABAT ADMINISTRASI NEGARA DALAM PENGAMBILAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PUBLIK

0 0 20

PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT NEGARA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN (MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA)

1 1 20