dengan aman dan sehat. Komunikasi yang digunakan dapat berupa edaran, petunjuk praktis, forum komunikasi, buku panduan atau pedoman kerja Ramli,
2010.
2.6 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan
2.6.1 Anatomi Saluran Pernafasan a. Hidung
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolis dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Udara masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketika fungsi tersebut disebabkan karena adanya mukosa saluran pernafasan, yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel
goblet. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan
mukosa. Gerakan silia menuju faring. Udara inspirasi akan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga dalam keadaan normal, jika udara tersebut mencapai faring,
dapat dikatakan hampir “bebas debu” yang bersuhu sama dengan suhu tubuh dan kelembabannya 100 Mukono, 2003.
b. Faring Faring atau tenggorokan berada dibelakang mulut dan rongga nasal dibagi
dalam tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. Faring merupakan saluran penghubung ke saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Normalnya
bila makanan masuk melalui orofaring, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi. Tonsil merupakan pertahanan tubuh terhadap
benda-benda asing organisme yang masuk ke hidung dan faring Mukono, 2003.
c. Laring Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh
otot dan disini didapatkan pita suara dan epiglotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Kalau ada benda asing masuk
sampai melewati glotis, maka dengan adanya reflek batuk akan membantu mengeluarkan benda atau sekret dari saluran pernafasan bagian bawah Mukono,
2003.
d. Trakhea Terletak di bagian depan esofagus, dari mulai bagian bawah krikoid
kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trakhea bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut
karina yang terdiri dari 6-10 cincin kartilago Mukono, 2003.
e. Bronkhus Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang-cabang menjadi segmen
lobus, kemudian menjadi segmen bronkhus. Percabangan ini diteruskan sampai cabang terkecil bronkiolus terminalis yang tidak mengandung alveolus, bergaris
tengah sekitar 1 mm, diperkuat oleh cincin tulang rawan yang dikelilingi otot polos Mukono, 2003.
f. Bronkhiolus Anderson mengatakan bahwa diluar bronkiolus terminalis terdapat asinus
sebagai unit fungsional paru yang merupakan tempat pertukaran gas, asinus tersebut terdiri bronkiolus respirasi yang mempunyai alveoli. Duktus alveolaris
yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan alveolus terminal, merupakan struktur akhir paru-paru Mukono, 2003.
g. Paru-Paru Setiap paru berisi sekitar tiga ratus juta alveolus dengan luas permukaan
total seluas sebuah lapangan tenis. Alveolus dibatasi oleh zat lipoprotein yang disebut surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan resistensi
terdapat pengembangan pada waktu inspirasi serta mencegah kolapsnya alveolus pada waktu respirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus
tergantung dari beberapa faktor antara lain pendewasaan sel alveolus dan sel
sistem biosintesis enzim, ventilasi yang memadai, serta aliran darah kedinding alveolus. Surfaktan merupakan faktor penting dan berperan sebagai patogenesis
beberapa penyakit rongga dada Mukono, 2003.
2.6.2 Fisiologi Pernafasan Fungsi paru-paru yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu sebagai
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan melalui paru atau pernapasan eksterna. Proses pernafasan dibagi empat peristiwa yaitu:
a. Ventilasi pumonal yaitu masuk keluarnya udara dari atmosfer ke bagian alveoli dari paru-paru.
b. Difusi oksigen dan karbondioksida di udara masuk ke pembuluh darah yang disekitar alveoli.
c. Transport oksigen dan karbondioksida di darah ke sel. d. Pertukaran gas dalam jaringan.
Masuk keluarnya udara dari atmosfer ke dalam paru-paru dimungkinkan oleh peristiwa mekanik pernafasan yang dikenal sebagai inspirasi dan ekspirasi.
Pada masa inspirasi paru-paru berkembang sedangkan pada masa ekspirasi paru- paru menguncup. Otot terpenting dalam proses insiprasi adalah diafragma. Proses
inspirasi adalah proses yang aktif karena dalam proses ini terjadi kontraksi otot dan mengeluarkan energi. Sedangkan ekspirasi merupakan proses yang pasif
karena dihasilkan akibat relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi Manurung, 2009.
2.6.3 Volume dan Kapasitas Vital Paru Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi
ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya
kelainan fungsi paru.
a. Volume Paru Volume paru akan berubah-ubah saat pernapasan berlangsung. Saat
inspirasi akan mengembang dan saat ekspirasi akan mengempis. Pada keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung tanpa disadari. Beberapa
parameter yang menggambarkan volume paru adalah : 1 Volume tidal Tidal Volume = TV, adalah volume udara paru yang masuk dan
keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya TV pada orang dewasa sekitar 500 ml.
2 Volume Cadangan Inspirasi Inspiratory Reserve Volume = IRV, volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inpirasi biasa, besarnya
IRV pada orang dewasa adalah sekitar 3100 ml. 3 Volume Cadangan Ekspirasi Expiratory Reserve Volume = ERV, adalah
volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa, besarnya ERV pada orang dewasa sekitar 1000-1200 ml.
4 Volume Residu Residual Volume = RV, udara yang masih tersisa di dalam paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100 ml. TV, IRV, ERV dapat
langsung diukur dengan spirometer, sedangkan RV = TLC – VC.
b. Kapasitas Fungsi Paru Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau
lebih. Pemeriksaan kapasitas fungsi paru-paru diantaranya adalah: 1 Kapasitas Inspirasi Inspiratory Capacity = IC, adalah volume udara yang
masuk paru setelah inspirasi maksimal atau sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal IC = IRV + TV.
2 Kapasitas Vital Vital Capacity = VC, volume udara yang dapat dikeluarkan melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal
sekitar 4000 ml. Kapasitas vital besarnya sama dengan volume inspirasi cadangan ditambah volume tidal VC = IRV + ERV + TV.
3 Kapasitas Paru Total Total Lung Capasity = TLC, adalah kapasitas vital ditambah volume sisa TLC = VC + RV atau TLC = IC + ERV + RV.
4 Kapasitas Residu Fungsional Functional Residual Capasity = FRC, adalah volume ekspirasi cadangan ditambah volume sisa FRC = ERV + RV.
c. Pengukuran Faal Paru Pengukuran faal paru sangat dianjurkan bagi tenaga kerja, yaitu
menggunakan spirometer dengan alasan spirometer lebih mudah digunakan, biaya murah, ringan praktis, bisa dibawa kemana-mana, tidak memerlukan tempat
khusus, cukup sensitif, akurasinya tinggi, tidak invasif dan cukup dapat memberi sejumlah informasi handal.
Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui semua volume paru kecuali volume residu, semua kapasitas paru kecuali kapasitas paru yang
mengandung komponen volume residu. Dengan demikian dapat diketahui gangguan fungsional ventilasi paru dengan jenis gangguan digolongkan menjadi 2
bagian, yaitu: 1 Gangguan faal paru obstruktif, yaitu hambatan pada aliran udara yang ditandai
dengan penurunan VC dan FVCFEV1. 2 Gangguan faal paru restriktif, adalah hambatan pada pengembangan paru yang
ditandai dengan penurunan pada VC, RV dan TLC.
Dari berbagi pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah: 1 Vital Capacity VC
Vital Capacity VC adalah volume udara maksimal yang dapat dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Ada dua macam Vital Capasity
berdasarkan cara pengukurannya, yaitu: pertama, Vital Capasity VC, subjek tidak perlu melakukan aktifitas pernapasan dengan kekuatan penuh, kedua Forced
Vital Capasity FVC, dimana subjek melakukan aktifitas pernapasan dengan kekuatan maksimal. Berdasarkan fase yang diukur VC dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: VC inspirasi, dimana VC hanya diukur pada fase inspirasi dan VC ekspirasi, diukur hanya pada fase ekspirasi.
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara FVC dan VC, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan antara VC dan FVC. VC merupakan
refleksi dari kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun merupakan kekakuan jaringan paru atau
dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan compliance paru atau dinding toraks mempunyai korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan
obstruksi ringan VC hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.
2 Forced Expiratory Volume in 1 Second FEV1 Forced Expiratory Volume in 1 Second FEV1 yaitu besarnya volume
udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat
mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80 dari nilai VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan
didasarkan atas besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan nilai absolutnya tetapi pada perbandingan dengan FCVnya. Bila
FEV1FCV kurang dari 75 berarti abnormal. Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema terjadi
pengurangan FEV1 yang lebih besar dibandingkan kapasitas vital kapasitas vital mungkin normal sehingga rasio FEV1FEV kurang dari 75.
3 Peak Expiratory Flow Rate PEFR Peak Expiratory Flow Rate PEFR adalah aliran udara maksimal yang
dihasilkan oleh sejumlah volume tertentu. PEFR dapat menggambarkan keadaan saluran pernapasan, apabila PEFR berarti ada hambatan aliran udara pada saluran
pernapasan. Pengukuran dapat dilakukan dengan Mini Peak Flow Meter atau Pneumotachograf.
Kegunaan Pemeriksaan Fungsi Paru adalah mendeteksi penyakit paru dengan gangguan pernapasan sebelum bekerja, kemudian secara berkala selama
kerja untuk menemukan penyakit secara dini serta menentukan apakah seseorang mcmpunyai fungsi paru normal, restriksi, obstruksi atau bentuk campuran
mixed. Tujuan epidemiologis adalah menilai bahaya di tempat kerja dan
mendapatkan standar bahaya tersebut. Pemeriksaan kapasitas paru mempunyai klasifikasi penilaian sebagai berikut:
Tabel 2.4 Klasifikasi Penilaian Fungsi Paru Nilai Normal
KVP 80 , nilai prediksi untuk semua umur Restriksi
KVP 80 , FEV1 75 , nilai prediksi Restriksi Ringan : KVP 60 80 nilai prediksi
Restriksi Sedang : KVP 30 60 , nilai prediksi Restriksi Berat : KVP 30 , nilai prediksi
Obstruksi KVP 80 , FEV1 ≤ 75 , nilai prediksi
Obstruksi Ringan : FEV1 60 , nilai prediksi Obstruksi Sedang : FEV1 30 60 , nilai prediksi
Obstruksi Berat : FEV1 30 , nilai prediksi
Sumber: American Thoracic Society dalam puspita, 2011
2.7 Penyakit Paru Akibat Kerja