Pandangan Fuqoha Tinjaun Hukum Terhadap Profesi Istri
memiliki perbedaan mengenai kondisi, waktu dan tempat, perbedaan tersebut terletak pada waktu, ukuran, siapa yang wajib mengeluarkan
nafkah dan kepada siapa saja nafkah itu wajib dberikan. Keempat imam madzhab sepakat bahawa nafkah meliputi sandang, pangan dan tempat
tinggal.
8
Adapun pendapat dari masing-masing fuqaha sebagai berikut:
a. Mazhab Maliki
Menurut Imam Malik mencukupi nafkah keluarga merupakan kewajiban ketiga dari seorang suami setelah membayar mahar dan
berlaku adil kepada istri. Kalau terjadi perpisahan antara suami dan istri, baik karena cerai atau meninggal dunia maka harta asli istri
tetap menjadi milik istri dan harta asli milik suami tetap menjadi milik suami, menurut madzhab Maliki waktu berlakunya pemberian
nafkah wajib apabila suami sudah mengumpuli istrinya. Jadi nafkah itu tidak wajib bagi suami sebelum ia berkumpul dengan istri.
9
Sedangkan mengenai ukuran atau banyaknya nafkah yang harus dikeluarkan adalah disesuaikan dengan kemampuan suami.
Nafkah ini wajib diberikan kepada istri yang tidak nusuz. Jika suami
8
Abdur Rohman Al Jaziri, Kitab Fiqh al-madzahib al-Arbaah, Juz 4, Al Maktabah Al Tijariyyah Al Kubro, Mesir, 1969, h. 553.
9
Imam Qodzi Abu Walid Muhammad bin Ahmad, Bidayatul Mujtahid, Mesir: Dar Al-Fikr, t.t., Juz 3, h. 41.
ada atau masih hidup tetapi dia tidak ada ditempat atau sedang bepergian suami tetap wajib mengeluarkan nafkah untuk istrinya.
10
b. Mazhab Hanafi
Menurut Imam Hanafi mencukupi nafkah istri merupakan kewajiban kedua dari suami setelah membayar mahar dalam sebuah
pernikahan. Nafkah diwajibkan bagi suami selama istri sudah baligh. Mengenai jumlah nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami terhadap
istri disesuaikan dengan tempat kondisi dan masa. Hal ini dikarenakan kemampuan antar satu orang dengan orang yang lain
berbeda. Pembedaan jumlah nafkah itu berdasarkan pada pekerjaan suami, jadi kadar atau jumlah nafkah bisa berbeda-beda antara
keluarga yang satu dengan yang lain. Pendapat Imam Hanafi menyebutkan bahwa nafkah wajib diberikan kepada istri yang tidak
nusuz. Tetapi jika suami masih hidup dia tidak berada ditempat maka suami tidak wajib memberikan nafkah kepada istri
c. Mazhab Syafi’i
Menurut Imam Syafii hak istri sebagai kewajiban suami kepada istrinya adalah membayar nafkah. Nafkah tersebut meliputi,
sandang, pangan, dan tempat tinggal. Nafkah wajib diberikan kepada istrinya yang sudah baligh. Sedangkan mengenai ukuran nafkah yang
wajib diberikan kepada istri berdasarkan kemampuan masing-masing.
10
Imam Qodzi Abu Walid Muhammad bin Ahmad, Bidayatul Mujtahid, juz 3, h. 42
Nafkah tersebut wajib diberikan kepada istri yang tidak nusuz selama suami ada dan merdeka.
d. Mazhab Hambali
Menurut Hambali suami wajib membayar atau memenuhi nafkah terhadap istrinya jika istri tersebut sudah dewasa dan sudah
dikumpuli oleh suami, kedua, istri wanita menyerahkan diri sepenuhnya kepada suaminya.
11
Nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami meliputi makanan, pakaian, dan tepat tinggal. Memberikan
makanan ini wajib, setiap harinya yaitu dimulai sejak terbitnya matahari.
12
Sedangkan mengenai nafkah yang berwujud pakaian itu disesuaikan dengan kondisi perekonomian suami. Bila istri memakai
pakaian yang kasar maka diwajibkan bagi suami memberi kain yang kasar juga untuk tempat tinggal kewajiban disesuaikan menurut
kondisi suami. Dalam kehidupan sehari-hari, sebuah keluarga memiliki kebutuhan
yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.
13
Salah satu fungsi dalam keluarga yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut adalah fungsi ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan seluruh anggota keluarganya.
11
Abdur Rohman Al Jaziri, Kitab Fiqh al-madzahib al-Arbaah, Juz 4, h. 553.
12
Abdur Rohman Al Jaziri, Kitab Fiqh al-madzahib al-Arbaah, Juz 4, h. 561.
13
Kebutuhan primer, sekunder dan tersier adalah kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh manusia, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain.
Keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan mencari pekerjaan lain disaming pekerjaan utamanya, bahkan tidak jarang melibatkan anggota
keluarga lainnya termasuk istri untuk meningkatkan pendapatan family generating income yang salah satunya adalah dengan menjadi Tenaga Kerja
Wanita TKW ke luar negeri, alasan utama seorang istri di Desa Cimenteng bekerja ke luar negeri yaitu untuk memberikan kontribusi ekonomi secara
langsung terhadap pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan pendapatan akan mempengaruhi
aktivitas pengeluaran
keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan, karena
sebuah keluarga akan dikatakan sejahtera apabila kebutuhan setiap anggotanya dapat terpenuhi.
Fakta yang terjadi di Desa Cimenteng menunjukkan bahwa kodrat perempuan sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga mengalami perubahan,
sebelumnya kebanyakan mereka hanya berada di rumah untuk mengurusi urusan keluarganya. Aktifitasnya sehari-hari hanya melaksanakan pekerjaan
domestik saja. Namun saat ini seiring berkembangnya zaman situasi dan kondisi yang berbeda banyak dari mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan
nafkah keluarga ketika kehidupan rumah tangganya mengalami persoalan dalam hal ekonomi. Minimnya keahlian yang di miliki sebagian besar dari
mereka akhirnya memilih pekerjaan sebagai TKW ke luar negeri. Menurut penuturan Ibu. Rinda yang merupakan salah satu warga Desa
Cimenteng yang pernah bekerja ke Arab Saudi, menjadi TKW merupakan
satu pilihan yang tepat walaupun dibalik dari pilihan itu terdapat berbagai macam resiko yang harus dihadapi salah satunya adalah mendapatkan majikan
yang kurang baik.
14
Profesi sebagai TKW mengakibatkan istri jauh dari bagian anggota keluarga yaitu suami dan anak-anak. Keadaan ini membuat istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya walaupun untuk sementara waktu. Padahal kebahagiaan dalam keluarga itu dapat tumbuh jika istri dapat melaksanakan
kewajiban terhadap suami dan anak-anaknya. Kewajiban ini sangat suci dan mulia karena dengan memberikan perhatian penuh kepada anak-anaknya dan
mendidik dengan baik akan memunculkan generasi penerus yang baik pula.
15
Resiko lain yang akan dihadapi adalah berkaitan dengan keamanan terhadap diri perempuan itu sendiri. Banyak dijumpai, didengar, juga dilihat
dalam surat kabar, siaran televisi mengenai penganiayaan, pelecehan seksual, pembunuhan, sampai kasus traficking. Korban dari kejadian itu tidaklah
sedikit, oleh karena itu sudah pasti pekerjaan ini sangat beresiko bagi perempuan-perempuan Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Dengan munculnya berbagai kasus seperti tersebut di atas, Fatwa MUI menyebutkan perempuan yang meninggalkan keluarga untuk bekerja keluar
kota atau keluar negeri, pada prinsipnya boleh sepanjang disertai mahrom
14
Wawancara pribadi dengan Ibu. Rinda, eks TKW asal Desa Cimenteng Kecamatan Campaka Kabupaten Cianjur, pada 2 April 2013.
15
Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Jakarta: Gema Insani, 1998, h. 27- 28.
keluarga atau lembaga atau kelompok perempuan yang terpercaya. Jika tidak disertai mahrom keluarga hukumnya haram kecuali tidak dalam keadaan
darurat yang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan secara syari serta dapat menjamin keamanan dan kehormatan tenaga kerja wanita. Kewajiban
tentang penjaminan keamanan ini diwajibkan kepada pemerintah, lembaga dan pihak lain dalam pengiriman TKW untuk melindunginya.
16
Berbicara mengenai mahrom dalam fiqh memang disebutkan bahwa perempuan yang akan bepergian selama tiga hari harus ditemani kerabat atau
mahromnya, bahkan ada pandangan yang mengatakan, bepergian satu haripun harus ditemani mahromnya adapula yang berpendapat bukan batasan hari
yang menentukan perlu tidaknya mahrom, melainkan jarak tempuhnya. Dalam fiqh madzhab Syafii dan pembahasan mengenai pengganti
mahrom bagi perempuan yang akan pergi haji, misalnya perempuan bisa berpergian dalam rombongan perempuan, sekalipun tidak ditemani keluarga
laki-laki sebagai mahromnya, bahkan bisa juga perempuan berhaji sendirian, jika jalan yang di lalui benar-benar aman.
17
Pada intinya persoalan mengenai mahrom adalah untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan diri bagi perempuan bukan larangan bagi
perempuan untuk bepergian. Oleh karena itu, pada kondisi masyarakat
16
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Bagian Proyek sarana dan Prasyarana Produk Halal, Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji Depertemen Agama RI, 2003, h. 281.
17
Faqihudin Abdul Kodir, dkk, h. 219.
sekarang ini dimana jaminan rasa aman relatif terpenuhi, maka konsep mahrom pun harus ditafsirkan ulang. Jika mahrom merupakan sebagai sarana
pemberian keamanan sebagaimana dirumuskan pada awalnya telah terpenuhi oleh sarana yang lebih efektif pada era yang serba maju seperti sekarang ini,
maka kehadiran mahrom dalam bentuk fisik bukan bagi keharusan. Pelayanan keamanan oleh negara, baik berupa hadirnya aparat dan undang-undang
ataupun kultur masyarakat yang ramah terhadap perempuan dengan sendirinya akan menjadi mahrom perempuan kemanapun dan kapanpun mereka akan
pergi termasuk menjadi TKW kelua negeri. Pengamanan dan perlindungan sosial adalah kewajiban negara melalui
sistem politik dan hukumnya untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi setiap warganya, baik laki-laki maupun perempuan. Negara
dituntut untuk mewujudkan pengamanan sosial agar masyarakat secara individual maupun kolektif dapat menjalankan aktifitasnya sehari-hari dengan
aman dan tenang, negara tidak berhak melarang warganya untuk melakukan aktifitas warga apalagi mengangkat kepentingn yang paling mendasar baik
ekonomi, sosial, politik, maupun pendidikan.
18
Seorang istri boleh menjadi TKW dengan ketentuan ia dapat menghindari dari bahaya yang bisa diakibatkan dari kondisi pekerjaan-pekerja
domestik yang ditawarkan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 195 disebutkan bahwa Islam menganjurkan dengan tegas agar setiap orang menjaga diri dan
18
Ibid., h. 225
tidak menceburkan pada suatu hal yamg bisa membahayakan dirinya, termasuk untuk dirinya sendiri.
Artinya: “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik ”.
Dalam pembahasan kaidah-kaidah relasi kemanusiaan, sudah dijelaskan bagaimana Islam memberikan apresiasi tinggi terhadap aktifitas
kerja dan orang-orang yang bekerja. Apresiasi dan anjurkan bekerja itu tidak hanya ditujukan kepada laki-laki tetapi juga kepada perempuan, oleh karena
itu, pelarangan bekerja terhadap siapapun adalah suatu pelanggaran terhadap prinsip dasar ajaran Islam.
19
Islam memang tidak melarang perempuan untuk bekerja, bahkan
dalam agama Islam membenarkannya dengan menganjurkan perempuan untuk
bekerja jika dalam keadaan darurat. Ketika keadaan darurat perempuan sangat
membutuhkan pekerjaan untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Dari keterangan di atas sangat tepat bila sebuah keluarga, tidak ada
yang menanggung kebutuhan hidup, maka perempuan istri bekerja untuk
mencukupinya. Maka ketika suami tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, berarti istri mempunyai peranan penting dalam hal urusan ekonomi
19
Faqihuddin Abdul Kodir ............... h. 208.
keluarga. Dari sepuluh responden yang bekerja menjadi TKW, sangat jelas bahwa peranan perempuan dalam rumah tangga sangatlah penting. Dengan
bekerja menjadi TKW kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi. Padahal
dapat diketahui dengan melihat pekerjaan tersebut, keadaan tidak
memungkinkan istri untuk dapat melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya, walaupun sifatnya hanya sementara
waktu.